BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi pada lahan basah dan lahan kering. Hasil produksi tomat di Indonesia dari tahun

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

Insektisida sintetik dianggap sebagai cara yang paling praktis untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

RESPON ENAM VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril) ANJURAN TERHADAP SERANGAN LARVA PEMAKAN DAUN KEDELAI SKRIPSI

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

I. PENDAHULUAN. diperkirakan, pengendalian hama pun menjadi sulit dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EFEKTIFITAS PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN ULAT GRAYAK (Spodoptera sp.) PADA TANAMAN SAWI (Brassica sinensis L.). Deden *

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L.Mer) merupakan salah satu komoditi pangan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi penduduk Indonesia yang diperlukan setiap hari. Salah satunya

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan salah satu komoditas pangan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam. dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata L) SEBAGAI PESTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN HAMA TANAMAN SAWI (Brassica juncea L)

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat

KAJIAN INSEKTISIDA ORGANIK (URIN SAPI & SERBUK BIJI MIMBA) TERHADAP MORTALITAS LARVA (Spodoptera Litura.) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa ayat di dalam Al-Qur an menunjukkan tanda-tanda akan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia seiring dengan

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pada umumnya secara turun temurun telah memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan produksi sayuran meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

PENGARUH EKSTRAK DAUN MIMBA (Azedirachta indica) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN (Plutella xylostella) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L)

PENGARUH BIJI SRIKAYA DAN DAUN SIRSAK TERHADAP MORTALITAS Spodoptera litura di LABORATORIUM I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Feri Hartini 1 dan Yahdi 2 1 Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram 2 Dosen Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

I. PENDAHULUAN. ketersediaan beras di suatu daerah. Salah satu hal yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sirih hijau (Piper betle L.) sebagai pengendali hama Plutella xylostella tanaman

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan

BAB I PENDAHULUAN. nyawa makhluk hidup karena mempunyai beberapa kelebihan seperti hampir tidak

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siti Nur Lathifah, 2013

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

M.Yazid, Nukmal Hakim, Guntur M.Ali, Yulian Junaidi, Henny Malini Dosen Fakutas Pertanian Universitas Sriwijaya ABSTRAK

EFEKTIVITAS PESTISIDA NABATI (MIMBA, GADUNG, LAOS DAN SERAI), TERHADAP HAMA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

I. PENDAHULUAN. Yogyakarta memiliki lahan pasir pantai seluas sekitar hektar atau

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

ABSTRAK. NILAWATI SURYA DARMA. Aplikasi Insektisida Nabati Daun Sirsak. (Annona Muricata L) Pada Konsentrasi yang Berbeda Untuk Mengendalikan

PENGUJIAN BIOINSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN Bruguiera gymnorrhiza Lamk. (RHIZOPHORACEAE)

BAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

I. PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan penting

PENGARUH TANAMAN PENUTUP TANAH TERHADAP SERANGAN PENGGEREK POLONG

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

BAB 1 PENDAHULUAN. tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting dkk, 2009)

BIOPESTISIDA PENGENDALI HELOPELTIS SPP. PADA TANAMAN KAKAO OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

BAB I PENDAHULUAN. atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya (Parwiro,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dalam bidang pertanian. Pertanian Indonesia ini tidak lepas dari sumber produksi pangan utama bagi masyarakat. Sumber pangan yang dapat dijadikan sebagai pengganti padi yang memiliki kalori, protein, dan karbohidrat diantaranya kacang hijau (Trustinah et al., 2014). Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan tanaman kacang-kacangan yang cukup penting di Indonesia dan menduduki tempat ketiga setelah kedelai dan kacang tanah. Tanaman kacang hijau sering dianggap sebagai tanaman rakyat karena tanaman ini banyak mengandung kalori, protein, mineral dan vitamin, terutama vitamin B1. Selain itu, kacang hijau juga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena banyak dikonsumsi oleh rakyat Indonesia, seperti bubur kacang hijau, industri minuman, kue, tahu dan isi onde-onde (Indiati, 2004). Meskipun tanaman kacang hijau memiliki banyak manfaat, namun tanaman ini masih kurang mendapatkan perhatian petani untuk dibudidayakan. Upaya peningkatan produksi kacang hijau telah banyak dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan rehabilitasi lahan. Namun, upaya tersebut masih dihadapkan oleh berbagai kendala. Salah satunya yaitu serangan OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan). Berdasarkan hasil identifikasi terhadap 9 jenis serangga hama pemakan daun, ulat grayak 1

2 (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu jenis hama pemakan daun yang dominan dalam penurunan produktivitas. Adapun penurunan produktivitas akibat serangan hama tersebut dapat mencapai penurunan sebesar 80 % (Ningsih, 2012). Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu jenis hama terpenting yang menyerang tanaman palawija dan sayuran di Indonesia. Hama ini sering mengakibatkan penurunan produktivitas karena ulat grayak termasuk hama yang polifag. Ulat grayak menyerang tanaman pada fase vegetatif dimana daun muda yang baru tumbuh dimakan dan hanya menyisakan tulang daun saja. Sedangkan pada fase generatif hama menyerang bunga yang dapat menyebabkan kerontokan bunga. Selain itu, hama ulat grayak juga menyerang polong yang masih muda. Apabila tidak segera dilakukan pengendalian kemungkinan besar daun maupun bunga di areal pertanaman akan habis (Pracaya, 2005). Pengendalian terhadap ulat grayak ditingkat petani pada umumnya masih menggunakan insektisida yang berasal dari senyawa kimia sintetik. Senyawa tersebut dapat menyebabkan kematian pada organisme non target, resistensi hama, resurgensi hama serta merusak lingkungan akibat residu yang dihasilkan. Saat ini, manusia pada umumnya lebih menyukai penggunaan bahan-bahan yang bersifat praktis dan instan tanpa memperhatikan akibat dan dampak yang akan terjadi Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan setelah pemakaian bahan tersebut. Bahan-bahan sintetis yang banyak digunakan oleh manusia kemungkinan besar akan mempengaruhi lingkungan, sehingga menyebabkan dampak yang negatif pada lingkungan tersebut. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Firman Allah SWT. dalam Al-Qur an surat ArRuum ayat 41 dan Al-A raaf ayat 56, tentang kerusakan di bumi akibat ulah tangan manusia. Al-Qur an dalam surat Ar-Ruum (30) ayat 41 berbunyi sebagai berikut; tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Surat Al A raaf (7) ayat 56;

3 Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Sehubungan dengan upaya meminimalkan penggunaan pestisida kimia sintetis, maka perlu dilakukan suatu usaha pemanfaatan berbagai senyawa kimia alami yang berasal dari tumbuhan sebagai pestisida alternatif yang efektif untuk mengendalikan hama. Residu dari pestisida nabati ini tidak menimbulkan efek samping terhadap lingkungan (Sukorini, 2003). Pestisida nabati atau biopestisida berasal dari bahan yang mudah terurai dalam lingkungan. Pestisida nabati ini merupakan hasil ekstrasi bagian tertentu dari tanaman baik itu daun, buah, biji, atau akar. Dimana bagian tanaman tersebut mengandung senyawa atau metabolit sekunder yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu. Dalam penggunaannya tidak dikhawatirkan dapat menimbulkan bahaya dan efek samping terhadap lingkungan (Kardinan, 2002). Penggunaan biopestisida merupakan salah satu alternatif pengendalian hama yang mulai banyak diminati (Wudianto, 1997). Biopestisida pada umumnya digunakan untuk mengendalikan hama (bersifat insektisidal) maupun penyakit (bersifat bakterisidal). Pemakaian ekstrak bahan alami secara terus menerus juga diyakini tidak menimbulkan resisten pada hama, seperti yang biasa terjadi pada pestisida sintesis. Tanaman yang dapat digunakan sebagai biopestisida dan mempunyai kandungan yang bersifat insektisidal salah satunya adalah daun sirsak. Berdasarkan hasil penelitian Trisnowati et al. (2012), pada dosis 100g/L senyawa asetogenin dan anonain yang terkandung pada daun sirsak memiliki keistimewaan sebagai antifeedant dan mampu menghambat makan ulat grayak melebihi 50% yaitu sebesar 90%. Adapun rekomendasi dari Dinas Pertanian (2015), bahwa dosis yang digunakan oleh petani yaitu 75g/L sampai 100g/L.

4 Konsentrasi senyawa asetogenin dan anonain dipengaruhi oleh jenis daun. Menurut Soelaksono Sastrodiharjo et al. (1997), helaian daun ke-4 dari pucuk merupakan daun yang paling berkhasiat. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan asetogenin lebih banyak terdapat pada daun tua dibandingkan dengan daun yang lebih muda. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa daun sirsak yang sudah kering masih mengandung senyawa asetogenin. Pernyataan tersebut didasarkan pada penelitian Tuminah (2004), tentang pembuatan teh daun sirsak dengan proses pengeringan yang dilakukan pada suhu 50 o C dengan lama pengeringan 24 jam, bahwa pada daun sirsak yang sudah mengalami proses tersebut masih mengandung senyawa asetogenin. Uraian tersebut merupakan hal yang cukup menarik untuk dilakukan penelitian tentang pengaruh dari berbagai konsentrasi ekstrak daun sirsak segar dan kering untuk mengendalikan hama ulat grayak dalam mempertahankan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau. 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan perumusn masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun sirsak segar dan kering terhadap mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak dalam 2. Berbagai konsentrasi ekstrak daun sirsak segar dan kering mana yang efektif terhadap mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak dalam 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun sirsak segar dan kering terhadap mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak dalam 2. Untuk mengetahui berbagai konsentrasi ekstrak daun sirsak segar dan kering yang efektif terhadap mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak dalam

5 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian yang dilakukan adalah : 1. Bagi akademisi penelitian ini dapat berguna sebagai sumber pengetahuan baru di bidang pembuatan biopestisida dengan memanfaatkan bahan yang ada dan mudah untuk diperoleh. 2. Bagi praktisi pertanian penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan referensi atapun rekomendasi dalam proses pemberian biopestisida untuk mengendalikan hama. 1.5 Kerangka Pemikiran Upaya untuk meningkatkan mutu dan hasil produksi kacang hijau masih sering menghadapi berbagai kendala. Salah satu diantaranya yaitu serangan organisme pengganggu tumbuhan. OPT yang biasa menyerang tanaman kacang hijau salah satunya adalah ulat grayak. Berdasarkan hasil identifikasi dari 9 jenis serangga hama pemakan daun, ulat grayak merupakan hama yang sangat penting, kehilangan hasil dapat mencapai 80% (Marwoto, 2008). Kecenderungan dalam penggunaan pestisida non organik untuk pengendalian hama dan penyakit merupakan salah satu cara mudah yang banyak dilakukan oleh para praktisi pertanian. Hal tersebut terjadi apabila digunakan dalam jangka panjang dapat berdampak buruk bagi lingkungan, penggunaan pestisida kimia dapat menjadikan hama semakin resisten, tanah menjadi jenuh dan kadar residu dalam tanaman itu sendiri tinggi. Bahkan penggunaan pestisida yang kurang tepat dapat membunuh serangga non target. Pengendalian hama dengan menggunakan pestisida nabati merupakan solusi untuk menekan dampak dari penggunaan pestisida sintetik. Pestisida nabati atau biopestisida merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman yang memiliki senyawa atau metabolit sekunder dan memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu (Djunaedy, 2009). Tanaman yang dapat digunakan sebagai biopestisida dan memiliki senyawa kimia yang bersifat insektisidal adalah daun sirsak (Annona muricata L.). Daun sirsak mengandung senyawa kimia anonain yang dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan antifeedant dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut (Kardinan 2002). Berdasarkan hasil penelitian Trisnowati et al. (2012), ekstrak daun sirsak yang paling efektif dalam mengendalikan ulat grayak adalah konsentrasi 100g/L yaitu mampu menghambat makan larva ulat grayak sebesar 90%. Menurut hasil penelitian Harinta (2013), perlakuan pada kacang kedelai dan kacang hijau dengan dosis tepung daun sirsak hasil yang paling efektif ditunjukkan pada dosis

6 2g/100mL. Dosis pada perlakuan ini, efektif apabila diaplikasikan terhadap Callosobruchus analis F. atau kumbang. Menurut Mulyaman et al. (2000), senyawa asetogenin dan anonain yang terkandung pada daun sirsak memiliki keistimewaan sebagai antifeedant. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan sistem pencernaan pada ulat grayak sehingga mengurangi aktivitas makannya. Kandungan bioaktif yang terdapat pada daun sirsak dipengaruhi oleh jenis daun. Menurut Soelaksono Sastrodiharjo et al. (1997), daun ke-4 dari pucuk merupakan daun yang paling berkhasiat. Hal ini menunjukan bahwa kandungan asetogenin lebih banyak terdapat pada daun tua sirsak dibandingkan dengan daun yang lebih muda. Hal tersebut terbukti pada hasil penelitian Rahmawati et al. (2012), dari ekstrak daun tua sirsak urutan ke-5 dan ke- 7 terhadap kedua jenis bakteri uji Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes, menghasilkan zona hambatan dari ekstrak daun tua sirsak urutan ke-7 lebih besar dibandingkan zona hambatan yang terbentuk dari ekstrak daun tua sirsak urutan ke-5. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang dua jenis daun sirsak yaitu daun sirsak segar dan daun sirsak kering. Pemanfaatan daun sirsak segar sudah banyak digunakan dan pemanfaatan daun kering ini bertujuan agar ekstrak daun sirsak tersebut dapat disimpan lama. Ekstrak daun kering juga dapat diasumsikan sebagai serasah daun atau daun yang sudah berguguran, sehingga dapat mengurangi limbah lingkungan dan dimanfaatkan sebagai biopestisida dalam mengendalikan serangga khususnya ulat grayak. Uraian diatas juga menjelaskan bahwa intensitas serangan ulat grayak dapat diturunkan dengan menggunakan ekstrak daun sirsak. Senyawa kimia asetogenin yang terkandung didalam ekstrak daun sirsak dan bersifat insektisidal tersebut dapat menekan serangan ulat grayak sehingga dapat mempertahankan pertumbuhan dan hasil produksi dari kacang hijau. Pemberian konsentrasi yang berbeda akan ditemukan suatu konsentrasi ekstrak daun sirsak yang mampu meningkatkan mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak dalam mempertahankan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Lampiran 1). 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah :

7 1. Berbagai konsentrasi ekstrak daun sirsak segar dan kering berpengaruh terhadap mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak dalam 2. Terdapat taraf perlakuan dari berbagai konsentrasi ekstrak daun sirsak segar dan kering yang efektif terhadap mortalitas dan intensitas serangan ulat grayak dalam mempertahankan pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau.

8