EFEKTIVITAS NPK ORGANIK SEBAGAI PENGGANTI NPK ANORGANIK PADA BUDIDAYA JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) DI TANAH REGOSOL Elviyan Wahyu Tira., Ir. Mulyono, M.P dan Ir. Nafi Ananda Utama, M.S. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Abstrack The purpose of this study is to obtain the dosage of blood flour, cow bone ash and coconut ash as the right organic NPK for the growth and yield of sweet corn crops and to know whether the blood flour, cow bone ash and coconut husk ash As organic NPKs can replace inorganic NPKs on the growth and yield of sweet corn crops. This research used experimental method compiled in Completely Randomized Design (RAL) with single factor treatment design consisted of 9 treatments, as follows: treatment P1 = Flour of 1.3 gram + Cow bone 0.25 gram + Coconut husk ash 0.35 gram. Treatment P2 = Flour 1.3 gram + Cow bone 0.25 gram + Coconut husk ash 10 gram. Treatment P3 = Flour of 1.3 gram + Cow bone grass 4.42 gram + Coconut husk ash 0.35 gram. Treatment P4 = Flour 1.3 gram + Cow bone grass 4.42 grams + Coconut husk ash 10 gram. Treatment P5 = Flour 10 gram + Cow bone 0.25 gram / tan + Coconut husk ash 0.35 gram. Treatment P6 = Flour 10 gram + Cow bone 0.25 gram + Coconut husk ash 10 gram. Treatment P7 = Flour 10 gram + Cow bone grass 4.42 grams + Abu coir 0.35 gram. Treatment P8 = Flour 10 gram + Cow bone grass 4.42 gram + Coconut husk ash 10 gram Treatment P9 = Urea 5.8 gram + SP36 1.9 gram + KCl 1.9 gram (comparison treatment). Each treatment was replicated 3 times so that there were 27 experimental units consisting of 3 sample plants and 3 casual plants so that there were 135 plants. The results showed that all treatments had positive effect on all observation parameters. Treatment that tends to be better is P8 = Flour 10 gram + Cow bone 4,42 gram + Coconut husk ash 10 gram. Key word: Sweet cron, NPK organic, NPK anorganic. Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa sebagai NPK organik yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis dan mengetahui apakah pemberian tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa sebagai NPK organik dapat menggantikan NPK anorganik pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan rancangan perlakuan faktor tunggal terdiri dari 9 perlakuan, sebagai berikut: perlakuan P1 = Tepung darah 1,3 + Abu tulang sapi 0,25 + Abu 1
sabut 0,35. Perlakuan P2 = Tepung darah 1,3 + Abu tulang sapi 0,25 + Abu sabut 10. Perlakuan P3 = Tepung darah 1,3 + Abu tulang sapi 4,42 + Abu sabut 0,35. Perlakuan P4 = Tepung darah 1,3 + Abu tulang sapi 4,42 + Abu sabut 10. Perlakuan P5 = Tepung darah 10 + Abu tulang sapi 0,25 + Abu sabut 0,35. Perlakuan P6 = Tepung darah 10 + Abu tulang sapi 0,25 + Abu sabut 10. Perlakuan P7 = Tepung darah 10 + Abu tulang sapi 4,42 + Abu sabut 0,35. Perlakuan P8 = Tepung darah 10 + Abu tulang sapi 4,42 + Abu sabut 10. Perlakuan P9 = Urea 5,8 + SP36 1,9 + KCl 1,9 (perlakuan pembanding). Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 27 unit percobaan yang terdiri dari 3 tanaman sampel dan 3 tanaman korban sehingga terdapat 135. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan berpengaruh positif terhadap semua parameter pengamatan. Perlakuan yang cenderung lebih baik adalah perlakuan P8 = tepung darah 10 + abu tulang sapi 4,42 + abu sabut 10. Kata kunci: Jagung manis, NPK organik, NPK anorganik. I. Latar Belakang Komoditas pangan dan hortikultura merupakan komoditas yang prospektif dikembangkan mengingat SDA, SDM dan ketersediaan teknologi, tetapi masih banyak diusahakan secara tradisional atau usahatani rakyat. Salah satu usahatani rakyat yang merupakan komoditas hortikultura yang cukup banyak diminati adalah jagung (Deptan, 2015). Salah satu jenis jagung yang mempunyai prospek bisnis yang baik dan menguntungkan adalah jagung manis yang biasa dikenal sweet corn (Zea mays saccharata) yang merupakan tipe jagung baru dikembangkan masyarakat Indonesia. Keistimewaannya adalah kandungan gula (terutama sukrosa) yang tinggi pada waktu dipanen. Berbeda dengan jagung ladang, jagung manis biasanya tidak dijual sebagai pakan ternak, melainkan sebagai konsumsi manusia. Pengolahan jagung ini dapat direbus, dibakar, maupun dijadikan bubur. Tanaman jagung manis membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P dan K (makro) diperlukan dalam jumlah lebih banyak, hara Ca, Mg dan S diperlukan dalam jumlah sedang, hara-hara tersebut tidak semua dapat diserap oleh tanaman (Syafruddin, 2007). Menurut Hong dalam Nurul (2008), jagung manis tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika unsur hara yang diberikan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen secara kuantitatif 2
dan kualitatif. Penambahan unsur hara pada jagung manis dapat berasal dari pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik yang biasa digunakan dalam budidaya jagung manis adalah Urea, SP36 dan KCL. Pupuk anorganik tidak mampu memperbaiki kualitas tanah, berbeda dengan pupuk organik yang berfungsi sebagai penyubur dan pembenah tanah. Selain itu, pupuk organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman karena mampu berperan dalam memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya simpan air, meningkatkan aktivitas biologi tanah serta sebagai sumber nutrisi tanaman lengkap (Suntoro, 2003). Pupuk organik dapat berasal dari kotoran hewan dan atau sisa-sisa daun yang telah terurai. Beberapa bahan yang dapat dijadikan pupuk organik antara lain tepung darah, abu tulang sapi dan abu abu sabut kelapa. Tepung darah dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur N, abu tulang sapi sebagai sumber unsur P dan abu sabut kelapa sebagai sumber unsur K. Penggunaan ketiga bahan tersebut diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dalam budidaya tanaman dan juga dapat mengurangi limbah. Tepung darah memiliki kandungan unsur hara N sebesar 13%, P sebesar 2% dan K sebesar 1% (Firmansyah, 2011). Tulang sapi merupakan limbah dari rumah potong hewan. Bahan padatan utama tulang sapi mengandung kristal kalsium hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 dan kalsium karbonat (CaCO3). Kalsium hidroksiapatit merupakan fosfat anorganik yang larut dalam larutan asam dan merupakan salah satu fosfat primer dari fosfat alam (Jeng et al., 2008). Abu sabut kelapa juga telah banyak digunakan sebagai pupuk tanaman, karena kaya akan kandungan kalium. Menurut Risnah, Yudono, dan Syukur (2013), abu sabut kelapa mengandung K total yang tinggi, yaitu sebesar 21,87%. Salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan jagung manis adalah dosis yang tepat dari pupuk organik tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa. Pada dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ketidak efisienan pupuk, sedangkan pada dosis yang terlalu rendah menyebabkan pemberian pupuk tidak berpengaruh. Oleh karena itu, perlu diketahui dosis yang tepat. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan dosis yang tepat untuk pertumbuhan jagung manis. Perumusan Masalah: 1) Apakah pemberian tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa sebagai NPK organik dapat menggantikan NPK anorganik pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis? 2) Berapa dosis tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa sebagai NPK organik yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis? 3
Tujuan Penelitian: 1) Mengetahui apakah pemberian tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa sebagai NPK organik dapat menggantikan NPK anorganik pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis. 2)Mendapatkan dosis tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa sebagai NPK organik yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis. II. TATA CARA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian: Penelitian dilakukan di Green House Fakultas Pertanian UMY di Jl. Lingkar Selatan, Taman Tirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2017. Bahan dan Alat Penelitian: Bahan yang digunakan meliputi tanah regosol, tepung darah sapi, abu tulang sapi, abu sabut kelapa, benih jagung manis, Urea, SP36, KCl dan pupuk kandang. Alat yang digunakan meliputi timbangan anilitik, polybag, ember, cangkul, sekop, moffle, karung, penggaris/meteran dan alat tulis. Metode Penelitian: Penelitian dilakukan menggunakan metode percobaan eksperimen faktor tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun susunan perlakuan sebagai berikut: P1 = Tepung darah 1,3 + Abu tulang sapi 0,25 + Abu sabut 0,35 P2 = Tepung darah 1,3 + Abu tulang sapi 0,25 + Abu sabut 10 P3 = Tepung darah 1,3 + Abu tulang sapi 4,42 + Abu sabut 0,35 P4 = Tepung darah 1,3 + Abu tulang sapi 4,42 + Abu sabut 10 P5 = Tepung darah 10 + Abu tulang sapi 0,25 + Abu sabut 0,35 P6 = Tepung darah 10 + Abu tulang sapi 0,25 + Abu sabut 10 P7 = Tepung darah 10 + Abu tulang sapi 4,42 + Abu sabut 0,35 P8 = Tepung darah 10 + Abu tulang sapi 4,42 + Abu sabut 10 P9 = Urea 5,8 + SP36 1,9 + KCl 1,9 (perlakuan pembanding) 4
Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 27 unit percobaan yang terdiri dari 3 tanaman sampel dan 3 tanaman korban sehingga terdapat 135 tanaman.m Parameter Pengamatan: 1)Tinggi Tanaman (cm). 2)Jumlah Daun (helai). 3)Panjang Akar (cm). 4)Luas Daun (cm 2 ). 5) Segar Tajuk. 6) Segar Akar. 7) Kering Tajuk. 8) Kering Akar. 9)Panjang Tongkol (cm). 10)Diameter Tongkol (cm). 11) Tongkol dengan Klobot. 12) Tongkol Tanpa Klobot. Analisis Data: Data hasil pengamatan di sidik ragam pada taraf nyata 5%. Apabila terdapat pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan taraf nyata 5%. III. Hasil dan Pembahasan A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan jagung manis disajikan dalam tabel 1, 2,3 dan 4. Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Umur 7 Minggu (cm), Jumlah Daun (helai) Dan Panjang Akar (cm) Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (helai) Panjang Akar (cm) Panjang Akar (cm) 5 Panjang Akar (cm) P1 210,670 a 8 a 45,000 a 71,833 a 83,500 a P2 202,557 a 8,33 a 55,833 a 70,167 a 81,500 a P3 213,557 a 8,66 a 54,667 a 69,833 a 87,433 a P4 192,443 a 9 a 37,667 a 69,667 a 82,000 a P5 216,110 a 10,66 a 42,167 a 70,333 a 81,167 a P6 209,110 a 10 a 38,133 a 71,667 a 78,000 a P7 200,780 a 10 a 42,667 a 68,833 a 86,667 a P8 213,000 a 10,33 a 51,500 a 74,167 a 82,333 a P9 203,057 a 11,66 a 42,667 a 69,333 a 74,833 a Keterangan: angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan Uji F. Pemberian NPK organik dari tepung darah sapi, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa dengan dosis yang berbeda-beda memiliki respon yang sama dengan pemberian NPK anorganik pada tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang akar jagung manis. Hal ini berarti semua perlakuan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman jagung manis. Selama proses pertumbuhan, tanaman membutuhkan unsur hara makro dan mikro
untuk proses pembelahan sel. Menurut Mul (1990) untuk dapat tumbuh dengan baik tanaman membutuhkan unsur hara N, P dan K yang merupakan unsur hara esensial dimana unsur hara ini sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman secara umum pada fase vegetatif. Sesuai dengan Marschner (1986) yang menyatakan bahwa tanaman yang kekurangan unsur nitrogen akan tumbuh dan kerdil. Tabel 2. Rerata Luas Daun (cm 2 ) Perlaku-an Luas daun (cm 2 ) Luas daun (cm 2 ) umur 7 Luas daun (cm 2 ) umur 10 P1 982,3 a 2742,3 c 2727,0 cd P2 807,3 a 3224,3 abc 2442,3 d P3 894,3 a 2822,7 bc 2899,0 bcd P4 988,0 a 2849,3 bc 2560,3 d P5 809,3 a 3338,3 ab 3739,3 a P6 730,3 a 2979,7 bc 3758,3 a P7 797,7 a 2947,3 bc 3477,0 ab P8 803,7 a 3731,0 a 3289,3 abc P9 778,0 a 3147,0 bc 3839,0 a Keterangan: angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan Uji F dan atau Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. Pemberian NPK organik dari tepung darah sapi, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa dengan dosis yang berbeda-beda memiliki respon yang sama dengan pemberian NPK anorganik pada luas daun, berbeda deangan hasil rerata luas daun umur 7 dan 10 yang menunjukkan pemberian NPK organik dari tepung darah sapi, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa dengan dosis yang berbeda-beda memiliki respon yang berbeda. Hal ini berarti semua perlakuan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman jagung manis saat ber tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan jagung manis akan unsur hara saat berumur 7 dan 10. Unsur hara utama yang dibutuhkan untu penambahan luas daun adalah Nitrigen. Menurut Humpheries dan Wheeler (1963) dalam Franklin, dkk (2008) pemupukan nitrogen mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perluasan daun, teruma pada lebar dan luas daun. Suatu defisiensi N juga menyebabkan pengurangan luas daun karena menuanya daun-daun yang lebih bawah. Sumber N dapat berasal dari dari tepung darah sapi dan Urea. Menurut Wiyono (2007) tepung darah sangat bagus sebagai pupuk organik. Kandungan N yang terkandung didalam tepung darah sapi adalah 13,25% (Jamila, 2012). 6
Tabel 3. Rerata Segar Tajuk Dan Segar Akar Perlakuan segar tajuk segar tajuk umur 7 segar tajuk umur 10 segar akar segar akar umur 7 segar akar umur 10 P1 55,02 a 180,20 b 181,94 c 9.40 a 39.72 a 41.31 a P2 38,77 a 203,78 ab 179,33 c 8.63 a 35.88 a 55.45 a P3 42,37 a 173,84 b 173,22 c 8.14 a 32.78 a 48.71 a P4 53,04 a 177 b 197,84 bc 7.65 a 26.72 a 53.71 a P5 42,14 a 237,78 a 234,13 a 6.39 a 29.66 a 52.26 a P6 37,40 a 200,08 ab 241,31 a 5.84 a 33.80 a 51.64 a P7 40,51 a 180,75 b 251,59 a 8.30 a 27.53 a 59.89 a P8 39,94 a 240,94 a 247,04 a 7.65 a 40,43 a 66.19 a P9 39,76 a 197,04 ab 221,87 ab 7.85 a 32.53 a 49.76 a Keterangan: angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan Uji F dan atau Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. Pemberian NPK organik dari tepung darah sapi, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa dengan dosis yang berbeda-beda memiliki respon yang sama dengan pemberian NPK anorganik pada bobot segar tajuk, berbeda deangan hasil rerata bobot segar tajuk umur 7 dan 10 yang menunjukkan pemberian NPK organik dari tepung darah sapi, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa dengan dosis yang berbeda-beda memiliki respon yang berbeda. Sedangkan Pemberian NPK organik dari tepung darah sapi, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa dengan dosis yang berbeda-beda memiliki respon yang sama dengan pemberian NPK anorganik pada bobot segar akar, 7 dan 10. Hal ini berarti semua perlakuan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan untuk berat segar tajuk saat ber dan berat segar akar umur 3,7 dan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan jagung manis akan unsur hara untuk berat segar tajuk saat berumur 7 dan 10. Menurut Benyamin Lakitan (2001) berat segar tanaman terdiri dari 80-90% adalah air dan sisanya adalah berat. Kemampuan tanaman dalam menyerap air terletak pada akar. kondisi akar yang baik akan mendukung penyerapan air yang optimal. Kondisi perakaran tanaman bekaitan dengan penyerapan unsur hara di dalam tanah oleh akar tanaman. Unsur hara yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan akar diantaranya adalah unsur N dan P. 7
Menurut Flankin dkk, (2008) jagung yang dipupuk dengan N ternyata mempunyai perkembangan akar yang lebih besar dan lebih banyak pada awal musim, mungkin karena adanya peningkatan luas daun dan lebih banyak hasil asimilasi untuk pertumbuhan akar. Tanaman yang dipupuk fosfor mengembangkan lebih banyak akar dibanding dengan tanaman yang tidak dipupuk, tetapi hal ini mungkin bukan pengaruh langsung. ketersediaan P mula-mula meningkatkan fotosintesis yang selanjutnya meningkatkan pertumbuhan akar. Pertambahan umur tanaman juga mempengaruhi berat segar tajuk karena pengaruh status air. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) status air jaringan atau keseluruhan tubuh tanaman dapat berubah seiring pertambahan umur tanaman. Tanaman jagung manis yang berumur 7 lebih membutuhkan unsur hara N dan P dibandingkan tanaman jagung manis yang ber. Kurang terpenuhinya unsur N dan P saat jagung manis berumur 7 menyebabkan bobot segar tajuk lebih rendah karena unsur makro yang digunakan untuk pembelahan sel tidak tersedia sesuai kebutuhan jagung manis selama proses pertumbuhan. Tabel 4. Rerata Kering Tajuk dan Berat Kering Akar Perlakuan tajuk umur 3 tajuk umur 7 tajuk umur 10 8 akar akar umur 7 akar umur 10 P1 4,30 a 15,27 a 34,91 a 0,89 a 5,18 a 5,540 a P2 3,05 a 15,23 a 35,24 a 0,73 a 4,07 a 5,420 a P3 3,05 a 15,74 a 30,967 a 0,68 a 3,17 a 4,333 a P4 3,97 a 14,05 a 38,453 a 0,61 a 2,64 a 5,493 a P5 3,31 a 18,52 a 41,363 a 0,61 a 2,88 a 5,360 a P6 2,88 a 16,13 a 41,833 a 0,53 a 2,88 a 6,097 a P7 2,51 a 15,08 a 39,373 a 0,83 a 2,82 a 8,063 a P8 3,12 a 16,88 a 40,913 a 0,68 a 4,01 a 8,270 a P9 2,80 a 18,04 a 33,897 a 0,83 a 3,25 a 8,607 a Keterangan: angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan Uji. Pemberian NPK organik dari tepung darah sapi, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa dengan dosis yang berbeda-beda memiliki respon yang sama dengan pemberian NPK anorganik pada bobot tajuk dan bobot akar jagung manis. Hal ini berarti semua perlakuan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan
unsur hara yang dibutuhkan untuk bobot tajuk dan bobot akar jagung manis. Menurut Prawiratna. dkk (1995) berat tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman dan berat tanaman merupakan indikator yang menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan tanaman yang selanjutnya berkaitan dengan ketersedian dan serapan hara. Terbentuknya biomassa keseluruhan sangat tergantung dengan banyaknya unsur hara yang diserap oleh tanaman. B. Hasil Tanaman Jagung Manis Hasil tanaman jagung manis disajikan dalam tabel 1, 2,3 dan 4. Tabel 5. Rerata Tongkol Dengan Klobot, Tongkol Tanpa Klobot, Panjang Tongkol (cm), Diameter Tongkol Dan Hasil Tanaman (ton/hektar). Perlakuan tongkol dengan tongkol tanpa klobot Panjang tongkol (cm) Diameter Tongkol (cm) Hasil Tanaman (ton/hektar) klobot P1 126,38 abc 81,82 bc 22,00 abc 3,98 bc 9,09 bc P2 88,88 c 61,75 c 19,33 c 3,85 c 6,862 c P3 102,02 bc 80,26 bc 21,67 bc 3,72 c 8,917 bc P4 132,93 abc 102,90 ab 22,33 abc 4,35 ab 11,433 ab P5 141,03 ab 115,92 a 23,43 ab 4,44 a 12,880 a P6 134,13 abc 110,93 ab 23,33 ab 4,38 ab 12,327 ab P7 170,57 a 94,07 abc 24,33 ab 4,31 ab 10,453 abc P8 170,18 a 123,93 a 25,50 a 4,52 a 13,773 a P9 142,26 ab 104,73 ab 23,33 ab 4,50 a 11,64 ab Keterangan: angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan Uji F dan atau Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. Pemberian NPK organik dari tepung darah sapi, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa dengan dosis yang berbeda-beda memiliki respon yang berbeda dengan pemberian NPK anorganik pada bobot tongkol dengan klobot, bobot tongkol tanpa klobot, panjang tongkol, diameter tongkol dan hasil tanaman jagung. Perlakuan pada ketiga parameter tersebut adalah perlakuan 8. Hal ini berarti perlakuan 8 yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan untuk hasil jagung manis dibandingkan perlakuan yang lain. Sutoro dll, (1988) menyatakan bahwa unsur hara mempengaruhi hasil tanaman jagung terutama biji karena unsur hara yang diserap oleh tanaman akan dipergunakan untuk pembentukan protein, karbohidrat, dan lemak yang nantinya akan disimpan dalam biji. Berdasarkan hal tersebut, unsur 9
NPK sangat dibutuhkan untuk hasil tanaman jagung manis, sehingga NPK dalam tanah harus terpenuhi. IV. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Penggunaan tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut sebagai sumber NPK organik efektif dalam menggantikan NPK anorganik pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis. 2. Dosis yang paling tepat untuk pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis adalah tepung darah 10 + abu tulang sapi 4,42 + abu sabut 10 (perlakuan 8). C. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut sebagai sumber NPK organik pada tanaman jagung atau tanaman lain yang dibudidayakan di lahan dan penggunaan tanah yang berbeda. Daftar Pustaka Benyamin Lakitan. 2001. Fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Deptan. 2015. Jagung dan Prosperk Pengembangan Agribisnis. http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b2jagung Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis: Jagung 2014. Di akses tanggal 9 Januari 2017. Firmansyah. A.M.. 2011. Peraturan Tentang Pupuk. Klasifikasi Pupuk Alternatif dan Peranan Pupuk Organik dalam Peningkatan Produksi Pertanian. (Online). (http://kalteng.litbang.pertanian. go.id/ind/images/data/makalah-pupuk.pdf). Diakses pada 24 Desember 2016. Franklin P. Gardner. Brent Pearce dan Roger Mitchell. 2008. Fisiologi tanaman budidaya. UI press. 428 hal. Jamila. 2012. Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH. Teknologi Pengolahan Limbah Sisa Hasil Ternak. Modul. Fakultas Perternakan Universitas Hasanudin. Makasar. 10
Jeng. A. S.. Haraldsen. T. K.. Gronlund. A. and Pedersen. P. A. 2008. Meat and Bone Meal as N and Phosphorus Fertilizer to Cereal and Rye Grass. Nutr.Cycl.Agron. 76:183-191. Marschner. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academis Press. London. 430 p. Mul Mulyani Sutedjo. 1990. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineksa Cipta. Jakarta. Nurul Syarifah Al Amin. 2008.Pengaruh Kascing Dan Pupuk Anorganik Terhadap Efisiensi Serapan P Dan Hasil Jagung Manis (Zea Mays Saccharata Sturt) Pada Alfisols Jumantono. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Risnah. S., Yudono dan A. Syukur. 2013. Pengaruh abu sabut kelapa terhadap ketersediaan K di tanah dan serapan K pada pertumbuhan bibit kakao. Jurnal Ilmu Pertanian. 16 (2) : 79-91. Suntoro Wongso Atmojo. 2003. Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pengukuhan Guru Besar. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Solo. Sutoro., Soeleman dan Iskandar. 1998. Budidaya Tanaman Jagung. Penerbit Kanisius. Yoryakarta. 84 hal. Syafruddin. Faesal. dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. Jurnal. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Maros. Pdf Wiyono. 2007. Prospek Cerah Dari Tepung Darah. http://www.wiyono.net. Diakses pada tanggal 30 Desember 2016. 11