PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

dokumen-dokumen yang mirip
4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

P PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN PADA PENGOLAHAN MINUMAN SERBUK SIRSAK TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

I. PENDAHULUAN. dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi penyebab

METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. produk pangan. Pewarna merupakan ingridient penting dalam beberapa jenis

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan masyarakat perkotaan yang penuh dengan polusi, limbah, dan

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia

Gambar 6. Kerangka penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Universitas

BAB I PENDAHULUAN. baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, juga didukung dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

Pewarna Alami untuk Pangan MERAH BIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cincau hijau Premna oblongifolia disebut juga cincau hijau perdu atau cincau hijau

PENGARUH PERBEDAAN JENIS DAN KONSENTRASI BAHAN PENGISI TERHADAP KARAKTERISTIK PEWARNA BUAH SENDUDUK

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

Kajian Penambahan Dekstrin Terhadap Kadar Vitamin C Dalam Pengolahan Bubuk Sari Jeruk Instan dengan Metode foam-mat drying. Oleh : Tamrin 1.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

Bab III Bahan dan Metode

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Menurut definisi dari Wikipedia, gulai adalah sejenis makanan berbahan

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebut tanaman jali dengan sebutan hanjali, hanjaeli, jali,-jali, jali, maupun jelai.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

seperti Niasin (vitamin B3), vitamin A, C, E, anthraquinon, serat, magnesium,

DAFTAR ISI v. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR. ii. DAFTAR TABEL viii. DAFTAR GAMBAR ix. DAFTAR LAMPIRAN xi. 1.1 Latar Belakang Penelitian..

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

POTENSI DAUN KATUK SEBAGAI SUMBER ZAT PEWARNA ALAMI DAN STABILITASNYA SELAMA PENGERINGAN BUBUK DENGAN MENGGUNAKAN BINDER MALTODEKSTRIN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

ANALISIS KADAR FLAVONOID TOTAL PADA RIMPANG, BATANG, DAN DAUN BANGLE (Zingiber purpureum Roscoe)

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawetan pangan dengan pengeringan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate Pada Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

III. METODE PENELITIAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SKRIPSI. KUALITAS MINUMAN SERBUK DAUN SIRSAK (Annona muricata ) DENGAN VARIASI KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN SUHU PEMANASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

Fan 1 Fan 2 Fan 3 Fan 4 1A 57A 111A 155A 1B 57B 111B 155B 1C 57C 111C 155C 1D 57D 111D 155D

PEMBUATAN SERBUK EFFERVESCENT MURBEI (Morus Alba L.) DENGAN KAJIAN KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN SUHU PENGERING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. halaman tempat tinggal (Purwaningsih, 2007).

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Transkripsi:

4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah dan praktis dalam mengkonsumsinya. Penelitian ini menggunakan dua metode yang berbeda dan dua perlakuan yang berbeda dalam pembuatan produknya. Metode yang digunakan yaitu metode spray drying dengan menggunakan mesin spray dryer dan metode foam mat drying menggunakan alat yang biasa disebut cabinet dryer. Perlakuan yang digunakan pada bahan daun katuk yakni perlakuan segar dan juga perebusan selama 30 menit pada suhu 60 o C. Perebusan mampu menurunkan total klorofil yang ada pada sayuran dan dalam penelitian ini sayuran yang dimaksud adalah daun katuk (Madalena et al., 2007). Pada penelitian ini, ditambahkan pula jeruk nipis sebanyak 2% dari total volume ekstrak daun katuk dan jambu biji merah. Daun katuk memiliki flavor yang cukup kuat. Jeruk nipis ini berfungsi sebagai off flavor terhadap daun katuk. Menurut Andriani (2014), flavor jeruk mampu mengaburkan rasa yang kurang dapat diterima oleh konsumen. Selain jeruk nipis, ditambahkan maltodekstrin DE (dextrose equivalent) 10 untuk mengolah daun katuk dan jambu biji merah menjadi minuman serbuk. Penambahan maltodekstrin ini diperlukan untuk mempercepat pengeringan dan juga mencegah kerusakan akibat dari panas (Darniadi et al., 2011). Pada pengeringan dengan metode foam mat drying ditambahkan pula Tween 80 sebagai bahan pembuih yang dapat membantu mempercepat proses pengeringan (Susanti et al., 2014). 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Daya Larut Analisis daya larut atau kelarutan merupakan analisis fisik. Analisis ini dilakukan dengan cara mencampurkan bubuk dengan air, lalu disaring menggunakan kertas saring yang nantinya diperoleh nilai kelarutan dengan menghitung selisih berat awal dan berat akhir dibagi dengan berat awal, kemudian dikalikan 100% (Yuliawaty et al., 2015). Kelarutan bubuk dipengaruhi oleh salah satu faktor yakni sifat rehidrasi terhadap air. Rehidrasi adalah kemampuan penyerapan atau larutnya suatu produk di dalam air (Purnomo et al., 2014). 22

23 Dari data yang dihasilkan, nilai daya larut minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah tidak memiliki perbedaan nyata. Nilai yang dihasilkan menunjukkan pula bahwa minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah mudah larut dalam air yakni berkisar antara 90,3% hingga 92,3%. Hal tersebut ditunjang dengan pernyataan bahwa maltodekstrin memiliki beberapa sifat antara lain, cepat mengalamai dispersi, memiliki daya larut yang tinggi, dan juga memiliki daya ikat yang kuat. Selain itu, maltodekstrin dapat larut dalam air dingin (Srihari et al., 2010). Pradana et al (2014) juga menambahkan bahwa porositas partikel mempengaruhi daya larut serbuk. Serbuk yang memiliki sifat porous (berpori-pori) lebih cepat larut dalam air. Dari data yang diperoleh, daya larut produk dengan metode spray drying cenderung lebih tinggi dibandingkan metode foam mat drying, sehingga dapat dikatakan bahwa produk yang dihasilkan dengan metode spray drying bersifat lebih porous.semakin besar nilai daya larut pada suatu produk serbuk, maka serbuk lebih cepat larut dalam air dan semakin baik pula mutu dari produk minun serbuk fungsional tersebut, karena dapat disajikan dengan lebih mudah (Ýuliawaty et al., 2015). Selain itu, pada Tabel 1. dapat diketahui bahwa kelarutan tertinggi diperoleh produk dengan perlakuan segar dan metode spray drying, hal ini dikarenakan produk bersifat kurang higroskopis dibandingkan dengan produk yang menggunakan perlakuan dan metode lain. Perbedaan tekanan uap air yang besar antara solid dan cairan menyebabkan adanya peningkatan sifat higroskopis dari mikroenkapsulan. Hal ini yang mengakibatkan kemampuan menyerap air lebih besar atau daya rehidrasi lebih besar (Hardjanti, 2008). 4.1.2. Warna Analisa karakteristik fisik warna pada minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah menggunakan alat yang disebut chromameter. Prinsip kerja dari alat tersebut yakni dengan menembakkan lampu xenon pada permukaan sampel, lalu dipantulkan menuju sensor spektral (Purnomo et al., 2014). Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu kecerahan (L*), intensitas warna merah (a*) dan intensitas warna kuning (b*)

24 (Yuliawaty et al., 2015). Sistem perngukuran dalam analisa warna ini adalah sistem CIE (Commision International de l Enclairge Komisi Pencahayaan Internasional) (Akili et al., 2012). Dari hasil pengujian warna pada minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah, nilai L* (Lightness) pada produk dengan pre-treatment perebusan memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk segar atau tanpa perebusan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Madalena (2007) dimana perlakuan perebusan mampu menurunkan kadar klorofil dan juga menyebabkan kandungan pigmen mengalami perubahan. Produk minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah dengan menggunakan metode spray drying menghasilkan tingkat kecerahan yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan foam mat drying, namun tidak memiliki selisih nilai yang cukup jauh. Hal ini dikarenakan adanya penambahan maltodekstrin yang menyebabkan jumlah klorofil semakin menurun dan semakin rendah, sehingga menyebabkan warna menjadi lebih terang karena mengarah ke warna dominan putih (Hardjanti, 2008). Yuliawaty (2015) menambahkan bahwa penambahan maltodekstrin yang memiliki warna cenderung putih apabila dicampur dengan ekstrak daun katuk dan jambu biji merah menghasilkan warna yang cerah, sehingga tingkat kecerahan dari minuman serbuk fungsional tersebut semakin meningkat. Selain itu, penggunaan bahan jambu biji merah juga mempengaruhi warna produk. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat kecerahan yang dimiliki oleh jambu biji merah yakni sebesar 87,57 ± 0,02 (Osorio et al., 2011). Tingkat kecerahan antarproduk minuman serbuk fungsional daun katuk dan jambu biji merah memiliki perbedaan nyata. Tingkat a* (Redness) pada minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah cenderung mengarah pada nilai negatif yang berarti warna dominan yang dimiliki adalah warna hijau. Pada Tabel 2., dapat dilihat bahwa warna yang dihasilkan oleh produk dengan perlakuan segar atau tanpa perebusan memiliki warna lebih hijau dibandingkan dengan produk yang diberi pre-treatment perebusan. Tingginya angka dominan hijau nilai a* pada perlakuan segar dikarenakan bahan daun katuk tidak melalui proses perebusan yang mampu mengurangi tingkat kandungan klorofil. Apabila dibandingkan berdasarkan metode yang digunakan, metode spray drying memiliki warna yang

25 cenderung lebih hijau daripada produk dengan metode foam mat drying. Hal ini dikarenakan penggunaan metode spray drying lebih baik dalam melindungi kandungan warna dalam bahan karena metode spray drying memiliki kelebihan dalam pengendalian sifat dan mutu produk yang cukup efektif (Gibbs et al., 1999). Nilai a* pada semua produk memiliki nilai yang berbeda nyata. Nilai b* (Yellowness) pada produk yang tidak diberi perlakuan memiliki intensitas lebih tinggi daripada produk dengan perlakuan perebusan. Metode yang memiliki intensitas warna lebih tinggi dan mengarah ke warna dominan kuning yakni metode spray drying karena nilai b* menunjukkan bahwa nilai b* produk semakin positif. Hal tersebut dikarenakan adanya maltodekstrin sebagai mikroenkapsulan yang berfungsi untuk melindungi komponen aktif yang ada pada bahan seperti komponen warna serta menurunkan laju degradasi pigmen (Gradinaru et al., 2003). Sedangkan Tween 80, tidak memberikan pengaruh karena hanya sebagai bahan pembentuk buih yang tidak berasa, tidak berbau dan tidak memberikan warna (Susanti et al., 2014). Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan segar (tanpa perebusan) dan penggunaan metode spray drying dinilai lebih baik dalam menjaga mutu produk dalam warna. 4.2. Karakteristik Kimia 4.2.1. Kadar Air Kualitas suatu produk sangat dipengaruhi oleh kadar air. Pengukuran kadar air memiliki prinsip dengan menguapkan kandungan air yang ada pada minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah. Penguapan dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan oven, lalu produk ditimbang dengan berat konstan yang artinya semua air telah diuapkan (Yuliawaty et al., 2015). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata produk tidak memiliki perbedaan nyata. Berbeda dengan produk minuman serbuk dengan perlakuan segar dan metode spray drying, produk tersebut memiliki perbedaan nyata dengan produk lainnya. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi maltodekstrin yang sama yakni 20%, sehingga tidak berbeda jauh antar produk (Tama et al., 2014). Kadar air dari produk minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah memiliki kisaran antara 1,5% hingga 2,4%. Menurut

26 SNI 01-4320-1996, kadar air untuk produk minuman serbuk instan sebesar 3%. Hal ini sesuai dengan apa yang dihasilkan dari penelitian dan juga ketentuan yang ada. 4.2.2. Flavonoid Kandungan flavonoid ditentukan dengan cara kolorimetri dengan dasar spektrofotometri. Dasar penentuan kandungan flavonoid yakni dengan adanya kemampuan dari flavonoid untuk membentuk kompleks AlCl 3 berwarna kuning, lalu direaksikan dengan NaOH (basa kuat) membentuk warna merah muda, kemudian diukur absorbansinya menggunakan panjang gelombang 510 nm (Amaliawati, 2015). Jenis flavonoid yang ada dalam katuk yakni flavanon (Zuhra, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hasil uji flavonoid memiliki perbedaan nyata pada semua produk dengan perlakuan dan metode yang berbeda. Dapat dilihat pada hasil penelitian dengan produk perlakuan segar memiliki hasil uji flavonoid yang lebih tinggi daripada hasil yang dimiliki oleh produk dengan perlakuan rebus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amaliawati (2015) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh dari pemanasan berupa perebusan pada daun katuk, jika dibandingkan dengan perlakuan segar. Daun katuk yang diolah atau mendapat perlakuan rebus akan mengalami penurunan kadar flavonoidnya. Santoso (2013) menambahkan, daun katuk mengandung flavonoid yang membuat rasa sedikit pahit atau rasa daun yang cukup kuat. Perebusan mampu membantu mengurangi rasa yang kurang dapat diterima. Ketika daun katuk dipanaskan dengan air, senyawa-senyawa ester yang ada dalam daun katuk terhidrolisis menjadi senyawa asam karboksilat, sehingga mampu berfungsi sebagai off flavor pada produk minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah. 4.2.3. Vitamin C Vitamin C merupakan salah satu antioksidan dan juga salah satu vitamin yang mampu larut dalam air. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada produk minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah memiliki nilai uji vitamin C yang berbeda nyata. Perbedaan ini dikarenakan vitamin C yang teroksidasi selama pengeringan berlangsung. Pada bahan mentah diketahui pula bahwa vitamin C yang terkandung yakni sebesar 859 mg/100 gram bahan. Hal ini sangat berbeda dengan kandungan vitamin C yang ada pada

27 minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah. Pengeringan menggunakan panas yang mampu merusak vitamin C yang terkandung dalam produk apabila tidak terlindungi dengan baik (Yuliawaty et al., 2015). Selain proses pengeringan, menurut Santoso (2013), proses perebusan juga mengakibatkan penurunan kadar vitamin C pada produk. Sedangkan pada produk dengan metode foam mat drying menunjukkan kandungan vitamin C yang cenderung lebih kecil dibandingkan dengan produk spray drying. Susanti (2014) memaparkan bahwa tween 80 mampu mengakibatkan terjadinya koefisien perpindahan panas meningkat dan tween 80 mampu menurunkan kadar vitamin C pada produk. 4.2.4. Aktivitas Antioksidan Analisa aktivitas antioksidan pada pengujian ini menggunakan metode DPPH (2,2- diphenyl-1-picryhydrazy). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas senyawa aktif dalam minuman serbuk fungsional daun katuk dan jambu biji merah untuk menangkap radikal bebas. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar aktivitas antioksidan pada minuman serbuk daun katuk yaitu berkisar antara 2,1% hingga 9,1%. Penambahan maltodekstrin mampu menurunkan kadar aktivitas antioksidan karena maltodekstrin menambah total padatan dalam produk sehingga senyawa antioksidan yang terukur semakin sedikit (Yuliawaty, 2015). Selain itu, data juga menunjukkan adanya perbedaan nyata antar produk. Produk dengan perlakuan segar cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan produk dengan perlakuan rebus. Perlakuan perebusan menyebabkan penurunan fungsi pada produk minuman serbuk fungsional. Proses pemanasan membuat aktivitas antioksidan cenderung menurun dan juga menyebabkan beberapa perubahan kualitas baik secara fisik, biokimia, maupun komponen gizinya. Selain itu, terjadi peningkatan laju oksidasi akibat perlakuan pemanasan terhadap antioksidan yang terkandung dalam sistem bahan alam (Amaliawati, 2015). Yuliawaty (2015) menambahkan adanya kemungkinan adanya dekomposisi senyawa fenol akibat pemanasan yang menyebabkan antioksidan mengalami penurunan. Reduksi DPPH mampu menyebabkan perubahan warna pada sampel yang memiliki kandungan antioksidan didalamnya. Terdapat banyak warna yang hilang akibat adanya oksidasi dari DPPH. Tingginya angka kehilangan warna menunjukkan aktivitas

28 antioksidan yang baik. Hal ini disebabkan akibat semakin besar nilai absorbansi, maka semakin rendah kadar % discoloration yang dihasilkan, berlaku juga sebaliknya (Miliauskas et al., 2003).