HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DUKUNGAN KELUARGA DAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN MASYARAKAT MINUM OBAT ANTIFILARIASIS CORRELATION OF KNOWLEDGE, ATTITUDES, FAMILY SUPPORT AND HEALTH SERVICES ACCES WITH ADHERENCE OF MASS DRUGS ADMINISTRATIONS OF FILARIASIS M. Syabriannur 1, Musafaah 2, Rudi Fakhriadi 3 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 Departemen Biostatistik Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 3 Departemen Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru Email:zabrol@gmail.com Abstrak Program eliminasi filariasis yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi solusi mengatasi berkembangnya penyakit filariasis di Indonesia. Ketidakpatuhan masyarakat meminum obat antifilariasis menyebabkan rantai penularan filariasis disuatu wilayah sulit dihilangkan. Berdasarkan profil Kesehatan tahun 2016, kasus filariasis di Kabupaten Kuala Kapuas rata-rata kejadian 4/100.000 penduduk menunjukkan bahwa wilayah tersebut belum dapat mengeliminasi filariasis. Penderita Filariasis tersebar di 6 kecamatan dengan kasus tertinggi berada di Kecamatan Kapuas Barat dengan rata-rata 3/100.000 penduduk. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat antifilariasis. Metode penelitian kuantitatif dengan observasional analitik melalui pendekatan Cross Sectional. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner, sampel penelitian ini berjumlah 82 orang. Teknik sampling menggunakan Simple Random Sampling, analisis menggunakan Chi square. Hasil penelitian variabel berhubungan dengan kepatuhan yakni pengetahuan (p=0,0001), dukungan keluarga (p=0,008), akses pelayanan kesehatan (p=0,002). Variabel yang tidak berhubungan dengan kepatuhan minum obat antifilariasis adalah sikap (p=0,059). Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan, dukungan keluarga dan akses pelayanan kesehatan dengan kepatuhan. Kata-kata kunci: Kepatuhan, pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, akses pelayanan kesehatan Abstract Filariasis elimination program organized by government can be a solution to resolve filariasis spreading endemic area in Indonesia. Filariasis chain of transmission is difficult to eliminate because nonadherence of community to take an antifilariasis drugs. Public Health office profile 2016 are shows filariasis cases in the district of Kuala Kapuas average incidence about 4/100.000 population. Filariasis cases spread in 6 districts with highest case in Kapuas Barat District with average incidence about 3/100.000 population. The study aims to determine knowledge, attitude, family support and health service access associated with adherence. The study was quantitative research method with analytic observational through Cross Sectional approach. Research instrument using questionnaires, sample of this study amounted to 82 people. Sampling technique using Simple Random Sampling, analysis using Chi square. Study results variables include knowledge (p =0.0001), family support (p =0.008), access to health services (p =0.002) is related to the adherence. The variable of attitude (p=0.059) there is no related with adherence to taking antifilariasis drugs. Study conclusions indicate there is a correlation knowledge, family support and access to health services with adherence. Keywords: Adherence, knowledge, attitude, family support, health service access 1
PENDAHULUAN Filariasis merupakan masalah kesehatan yang terdapat dimasyarakat Indonesia, terutama di daerah-daerah kawasan penduduk miskin. Filariasis atau penyakit kaki gajah didefinisikan sebagai penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi Microfilaria. Vektor penyebar penyakit filariasis oleh semua jenis nyamuk yakni Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, Armigeres dan lainnya. Microfilaria penyebab kaki gajah ada 3 spesies cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori (1). Menurut World Health Organization ditahun 2014 teridentifikasi >1,1 milyar orang yang berada di 73 negara beresiko terjangkit mircofilaria. Kasus infeksi filaria yang ditemukan sebanyak 57% berada di kawasan Asia Tenggara, 37% di kawasan Afrika, dan lainnya berada di kawasan tropis. Dapat dinyatakan 22 negara masih endemis filiariasis (1). Beberapa kawasan Indonesia yang masih endemis filariasis pada tahun 2016 mencakup 29 provinsi dan 239 kabupaten/kota endemis filariasis. Angka penderita Filariasis di Indonesia sejak tahun 2013 sebesar 5 per 100 ribu penduduk, tahun 2014 terjadi peningkatan menjadi 6 per 100 ribu penduduk dan pada tahun 2015 menurun menjadi 5 per 100 ribu penduduk. Regional kawasan Kalimantan, berdasarkan laporan Pusat data dan informasi tahun 2015 data kasus filariasis di wilayah Kalimantan Tengah dengan prevalensi filariasis 9 per 100.000 penduduk (2). Secara spesifik data profil kesehatan Kalimantan Tengah tercatat kejadian filariasis di 6 (enam) kabupaten dari 12 (dua belas) kabupaten/kota yang melaporkan kasus filariasis dengan prevalensi pada tahun 2016 adalah 4 per 100.000 penduduk, yakni Kabupaten Kuala Kapuas tahun 2016 sebanyak 14 kasus (3). Penderita Filariasis tersebar di 6 kecamatan Kuala Kapuas dengan kasus tertinggi berada di Kecamatan Kapuas Barat dengan rata-rata 3 per 100.000 penduduk yakni 6 kasus pada tahun 2014, 6 kasus pada tahun 2015, dan 6 kasus pada tahun 2016 (4). Data jumlah penduduk yang minum obat antifilariasis pada pelaksanaan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA) di kecamatan Kapuas Barat tahun 2016 tahap 1 (pengulangan) mencapai 83% (16.484 penduduk) dari total sasaran 19.826 penduduk sesuai dengan standar nasional yang menetapkan cakupan pengobatan minimal 80% dari penduduk disuatu wilayah setingkat kelurahan/desa ( 4). Pelaksanaan POMP Filariasis pada tahun 2016 di dua belas desa wilayah Kecamatan Kapuas Barat 4 desa dengan cakupan masyarakat meminum obat antifilariasis masih dibawah standar nasional yang ditetapkan yakni desa Anjir Kalampan cakupan pengobatan 59% (1.458 orang dari sasaran 2.486 orang), desa Saka Mangkahai cakupan pengobatan 63% (1.495 orang dari sasaran 2.376 orang), desa Saka Tamiyang cakupan pengobatan 76% (1.343 orang dari sasaran 1.761 orang) dan desa Pantai cakupan pengobatan 76% (1.266 ora ng dari sasaran 1.657 orang) (4). Menurut hasil penelitian Rijalul Ahdy di Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan tentang pencegahan filariasis dengan praktek minum obat p-value=0,007 (5 ). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Endang Puji Astuti, dkk menunjukkan ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan minum obat filariasis p-value=0,001 (6). Dalam penelitian Ivan Putra Siswanto tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat diperoleh dukungan keluarga p-value=0,004 ada hubungan terhadap kepatuhan (7 ). Penelitian M. Syarif Rukua tentang akses ke pelayanan kesehatan p-value=0,022 menyatakan adanya hubungan dengan kepatuhan (8). Berdasarkan uraian yang disampaikan diatas maka peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dukungan keluarga dan akses ke tempat pelayanan kesehatan dengan kepatuhan meminum obat antifilariasis di wilayah kerja UPT Puskesmas Mandomai Kecamatan Kapuas Barat Kabupaten Kuala Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. METODE Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik melalui survei yang mengkaji persoalan kesehatan dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Tujuannya untuk memperoleh hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, akses pelayanan kesehatan dengan kepatuhan masyarakat minum obat antifilariasis di wilayah kerja UPT Puskesmas Mandomai. Survei dilakukan secara analitik adalah penelitian yang mengkaji bagaimana dan mengapa suatu fenomena itu terjadi yang selanjutnya ditemukan korelasi antara faktor risiko dengan faktor efek diobservasi pada saat yang sama (9). Populasi adalah seluruh masyarakat yang berada di wilayah kerja UPT puskesmas Mandomai yang menjadi target pengobatan massal Filariasis. Total populasi adalah 17.266 orang.sampel penelitian ini berjumlah 82 orang yang diperoleh dengan perhitungan jumlah sampel dua proporsi sesuai rumus Lameshow (1997) (10). Data primer yang diperoleh diolah dengan menggunakan bantuan aplikasi statistik dengan analisis univariat dan analisis 2
bivariat dengan rumus Chi Square dengan derajat kepercayaan 95%. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang sudah diuji validitas, daftar nama masyarakat yang mendapatkan obat kaki gajah dari puskesmas pembantu, alat tulis dan kamera digital. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ananlisis Univariat Hasil penelitian terhadap 82 responden diperoleh distribusi frekuensi pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, akses pelayanan kesehatan dan kepatuhan di wilayah kerja Puskesmas Mandomai dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Analisis Univariat Variabel Kategori Frekuensi (%) Kepatuhan minum obat Tidak Patuh 25 30,5 Patuh 57 69,5 Pengetahuan Rendah 31 37,8 Tinggi 51 62,2 Sikap Negatif 15 18,3 Positif 67 81,7 Dukungan Keluarga Negatif 30 36,6 Positif 52 63,4 Akses Pelayanan Kesehatan Sulit 33 40,2 Sumber : Data Primer Tahun 2017 Mudah 49 59,8 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dari 82 responden di wilayah kerja Puskesmas Mandomai, yang tidak patuh minum obat sebanyak 25 responden (30,5%), menunjukkan bahwa sebagian besar responden di wilayah kerja Puskesmas Mandomai patuh meminum obat antifilarisis. Beberapa alasan yang menjadikan ketidakpatuhan masyarakat dalam minum obat antifilariasis program eliminasi kaki gajah tahun 2017 adalah 1 responden berada di tempat kerja (4%), 2 responden keluar wilayah (8%), 5 responden tidak tahu jadwal Belkaga (20%), 1 responden menyebutkan obat terlalu banyak (4%), 15 responden minum obat tidak sesuai dosis (60%), 1 responden memuntahkan obat yang diminum (4%). Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang tidak patuh dikarenakan dosis obat yang diminum tidak tepat. Berdasarkan tabel 1 diketahui hanya 31 responden (37,8%) memiliki pengetahuan rendah. Dinyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyakit filariasis. Informasi dari responden menngenai sosialisasi Bulan eliminasi kaki gajah dilaksanakan bertahap di seluruh wilayah kecamatan Kapuas Barat 3 bulan sebelum pembagian obat antifilariasis dibagikan. Kegiatan terintegrasi dengan kegiatan rutin puskesmas yakni pada kegiatan posyandu, posbindu. Promosi kesehatan program eliminasi kaki gajah dalam bentuk penyuluhan yang dilakukan 3 bulan sebelum waktu pembagian obat filariasis kepada masyarakat, tujuan utama penyluhan adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit filariasis, pencegahan serta pengobatannya. Berdasarkan tabel 1 hanya 15 responden (18,3%) bersikap negatif. Dinyatakan bahwa sebagian besar responden menunjukkan sikap yang baik terhadap pelaksanaan pengobatan massal filariasis. Sebagian besar masyarakat diasumsikan memiliki sikap yang baik terhadap petugas kesehatan, karena sebelumnya pernah terpapar dengan kegiatan eliminasi kaki gajah periode tahun 2008-2014, namun dinyatakan gagal. Tanggapan masyarakat melalui program eliminasi kaki gajah sangat baik akan tetapi sulit menentukan sikap tersebut disertai tindakan untuk mematuhi meminum obat sesuai dosis yang ditentukan. Berdasarkan tabel 1 diketahui hanya 30 responden (36,6%) dengan dukungan keluarga yang negatif. Dinyatakan bahwa sebagian besar responden dengan dukungan keluarga yang positif mengenai penyakit filariasis. Sebagian besar dukungan positif ditunjukkan dengan keaktifan keluarga dalam mengikuti sosialisasi pemberian obat pencegah kaki gajah, namun kurangnya peran kepala keluarga untuk mengawasi dan mengajak anggota keluarga mematuhi minum obat sehingga ada beberapa keluarga tidak sepenuhnya mematuhi anjuran yang diberikan. 3
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dari 33 responden (40,2%) dengan akses pelayanan kesehatan yang sulit. Dinyatakan bahwa sebagian besar responden dengan mudah menjangkau fasilitas kesehatan. Petugas kesehatan secara maksimal berupaya meningkatkan cakupan pengobatan dengan membagikan obat door to door, terkendala pada tidak lengkapnya anggota keluarga yang dikunjungi sehingga obat yang dibagikan hanya diminum langsung oleh anggota keluarga yang ada saat kunjungan, sedangkan yang tidak berada dirumah hanya dititipkan untuk diberikan. Kurangnya pemantauan dari petugas kesehatan diwilayah yang jauh dari pelayanan kesehatan ataupun posko pembagian obat memberikan peluang kepada masyarakat untuk tidak mengikuti sosialisasi Belkaga ataupun menunda minum obat yang dibagikan. B. Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan setiap variabel bebas dengan variabel terikat, dalam penelitian ini dilakukan analisis bivariat. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-square dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat Variabel Kepatuhan Tidak Patuh Patuh 4 Total p-value Pengetahuan 0,0001 Rendah 17 14 31 (54,8%) (45,2%) (100%) Tinggi 8 43 51 (15,7%) (84,3%) (100%) Sikap 0,0059 Negatif 8 7 15 (53,3%) (46,7%) (100%) Positif 17 50 67 (25,4%) (74,6%) (100%) Dukungan Keluarga 0,008 Negatif 15 15 30 (50%) (50%) (100%) Positif 10 42 52 (19,2%) (80,8%) (100%) Akses Pelayanan Kesehatan 0,002 Sulit 17 16 33 (51,5%) (48,5%) (100%) Mudah Sumber : Data Primer Tahun 2017 8 (16,3%) 41 (83,7%) 49 (100%) Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa pada responden yang patuh lebih banyak berpengetahuan tinggi (84,3%) dibandingkan dengan yang berpengetahuan rendah (45,2%). Sedangkan pada responden yang tidak patuh lebih banyak dengan pengetahuan rendah (54,8%) dibandingkan dengan berpengetahuan tinggi (15,7%). Hasil uji statistik dengan uji chi-square menunjukkan bahwa p-value=0,0001, dimana nilai p-value <0,05 yang artinya terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat di wilayah kerja Puskesmas Mandomai. Berdasarkan penelitian Salim, dkk (2016) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan p-value=0,007, memiliki hubungan dengan kerentanan kejadian filariasis (11). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Agus Alamsyah dan Tuti Marlina menyebutkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan Kepatuhan minum obat filariasis dengan hasil p-value=0,0001 (12). Seseorang yang berpengetahuan baik dalam masalah kesehatan, misalnya program pencegahan filariasis akan lebih setuju untuk menelan obat filariasis karena mengetahui manfaat dan kegunaan obat tersebut jika dibandingkan dengan orang yang berpengetahuan rendah (12 ). Berdasarkan fakta di masyarakat menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan cenderung berpengaruh dalam keputusan untuk mematuhi program pemberian obat pencegah filariasis. Beberapa hal penting pengetahuan filariasis meliputi definisi penyakit, cara penularan, cara pencegahan, jenis pemeriksaan dan pengobatan harus secara lengkap diketahui. Sehingga masyarakat lebih mengetahui manfaat positif yang diperoleh dari
pemberian obat tersebut. Respon masyarakat di wilayah UPT puskesmas Mandomai selalu siap terhadap kemungkinan terjadinya efek samping setelah meminum obat dan melaporkan kepada petugas kesehatan setempat. Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa pada responden yang patuh lebih banyak memiliki sikap positif (74,6%) dibandingkan dengan yang memiliki sikap negatif (46,7%). Sedangkan pada responden yang tidak patuh lebih banyak memiliki sikap negatif (53,3%) dibandingkan dengan yang memiliki sikap positif (25,4%). H asil uji analisis statistik dengan uji Fisher s Exact test antara sikap dengan kepatuhan minum obat antifilariasis hasil perhitungan nilai p-value=0,059, dan nilai p- value>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat tidak ada hubungan antara sikap masyarakat dengan kepatuhan minum obat antifilariasis di wilayah kerja Puskesmas Mandomai. Menurut penelitian Ryan F.Oducado (2014) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan dengan hasil p-value=0,771 (13). Hubungan antara sikap dan perilaku tidak selalu kuat karena orang cenderung melakukan kebalikan dari apa yang masyarakat sampaikan. Sikap responden mendukung kegiatan Bulan Eliminasi Kaki Gajah dengan menunjukkan sikap yang baik terhadap penerimaan petugas kesehatan walaupun tidak dapat ditentukan batas maksimal mematuhi pengobatan masal filariasis. Responden yang mendukung dan mematuhi pengobatan masal masih terkendala penerimaan informasi lengkap tentang obat yang diberikan terutama yang berkaitan dengan pengelolaan efek sampingnya (14 ). Masyarakat cenderung memiliki sikap mematuhi pengobatan karena sebelumnya pernah disosialisasikan mengenai program ini. Sebagian besar masyarakat menerima petugas kesehatan yang membagikan obat, yakni pembagian obat di puskemas, pokso pembagian obat, posyandu, posbindu dan lainnya. Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa pada responden yang patuh lebih banyak dengan dukungan keluarga positif (80,8%) dibandingkan dengan yang memiliki dukungan keluarga negatif (50%). Sedangkan pada responden yang tidak patuh lebih banyak memiliki dukungan keluarga negatif (50%) dibandingkan dengan yang memiliki sikap positif (19,2%). Hasil analisis statistik dengan uji chi square antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antifilariasis diperoleh nilai p- value=0,008, dimana nilai p<0,05 artinya terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antifilariasis di wilayah kerja Puskesmas Mandomai. Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ni Made Irnawati (2016) menyebutkan bahwa adanya hubungan Kepatuhan dengan dukungan keluarga p-value=0,001 (15). Dukungan keluarga yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah berupa dorongan untuk sembuh, menginformasikan tentang manfaat dan risiko tidak patuh minum obat dan mengingatkan anggota keluarga jika ada yang lupa. Keluarga sebagai orang yang dekat selalu siap memberikan dukungan berupa informasi, penghargaan, instrumental dan emosional ( 16). Data responden di wilayah kecamatan Kapuas Barat mengungkapkan bahwa masyarakat yang memiliki dukungan keluarga positif dilakukan oleh keluarga dengan respon pengambilan keputusan yang tepat bagi keluarga tersebut yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga selain kepala keluarga. Hak untuk memutuskan tersebut dikomunikasikan sebelumnya oleh kepala keluarga kepada anggota keluarga yang dipercaya. Hal tersebut memudahkan petugas kesehatan dalam melaksanakan pembagian obat pencegah kaki gajah. Berdasarkan tabel 2 Diketahui bahwa pada responden yang patuh lebih banyak dengan akses ke tempat pelayanan kesehatan mudah (83,7%) dibandingkan akses pelayanan kesehatan sulit (48,5%). Sedangkan pada responden yang tidak patuh lebih banyak dengan akses ke tempat pelayanan kesehatan sulit (51,5%) dibandingkan dengan akses ke tempat pelayanan kesehatan mudah (16,3%). Hasil analisis statistik dengan uji chi square antara Akses pelayanan kesehatan dengan kepatuhan minum obat antifilariasis diperoleh nilai p=0,002, dimana nilai p<0,05 artinya terdapat adanya hubungan akses pelayanan kesehatan dengan kepatuhan minum obat filariasis di wilayah kerja Puskesmas Mandomai. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Marpaung (2016) menyebutkan bahwa kepatuhan seseorang berhubungan dengan kemudahan akses layanan kesehatan. Hasil statistik menunjukkan akses layanan kesehatan terhadap kepatuhan pengobatan p- value=0,005 (17). Kemudahan tersebut mencakup kemudahan dalam jarak tempuh ke tempat layanan, sarana prasarana dan biaya transportasi murah serta kondisi infrastruktur jalan yang baik (18). Akses menuju sarana pelayanan kesehatan di wilayah kecamatan Kapuas Barat seluruhnya memanfaatkan jalur transportasi darat, hal tersebut memudahkan masyarakat dalam berpartisipasi aktif mengikuti pembagian obat pencegah kaki gajah. Jalur transportasi sungai hanya digunakan masyarakat untuk menjangkau tempat bekerja terutama yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Posko layanan pembagian obat pencegah kaki gajah ditempatkan pada lokasi yang strategis yang berada dilingkungan pemukiman masyarakat. 5
PENUTUP Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat antifilariasis, dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antifilariasis, akses pelayanan kesehatan dengan kepatuhan minum obat. Sedangkan yang tidak berhubungan adalah sikap dengan kepatuhan minum obat antifilariasis. Saran dari hasil pembahasan adalah Peningkatan pengetahuan keluarga melalui pemanfaatan promosi kesehatan masal. Puskesmas menjalin kemitraan ditingkat kecamatan untuk mendukung program kesehatan. Peningkatan keterampilan bagi petugas/kader yang membagikan obat.tersedianya konseling khusus pengobatan filariasis dalam bentuk layanan nomor hotline. Optimalisasi tempat pembagian obat antifilariasis dengan memperbanyak pemasangan spanduk dan banner. Anjuran minum obat antifilariasis pada saat diberikan. DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. Global programme to eliminate lymphatic filariasis progress report 2015. Switzerland: Departement of Control Neglected Tropical Diseases, 2015. 2. Pusdatin Kementrian Kesehatan RI. Situasi filariasis di Indonesia tahun 2015. Jakarta: Kemenkes RI, 2015. 3. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2015. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, 2016. 4. Laporan POMP Filariasis Kabupaten Kuala Kapuas tahun 2016. Dinas Kabupaten Kuala Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, 2017. 5. Ahdy Muhammad Gilang R. Hubungan pengetahuan dan sikap pencegahan filariasis dengan praktek minum obat dalam POMP filariasis Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Pekalongan 2015. Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2015. 6. Astuti, Endang Puji, dkk. Analisis perilaku masyarakat terhadap kepatuhan minum obat filariasis di Tiga Desa Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Tahun 2013. Jawa Barat: Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2013. 7. Ivan Putra Siswanto, dkk. Hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antitubercolosis di Puskesmas Andalas Kota Padang. Padang: Andalas Journal of Health, 2015; 8 (2): 4 17. 8. MS Rukua. Pengembangan Indeks Prediktif Kejadian Default Pengobatan Penderita Kusta Tipe MB Di Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur.Surabaya: ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga, 2015. 9. Priyono.Metodologi Penelitian Kuantitatif.Sidoarjo:Zifatama, 2016. 10. Sugiyono.Statistika untuk Penelitian.Bandung: Alfabeta,2007. 11. Salim Marko Ferdian, dkk. Tesis zona kerentanan filariasis berdasarkan faktor risiko dengan pendekatan sistem informasi geografis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada 2016. 12. Alamsyah Agus, Marlina Tuti. Faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan menelan obat massal pencegah filariasis. Pekanbaru : Journal Endurance 2016; 1 (1): 17 21. 13. Oducado, Ryan Michael F.Knowledge and Attitude Lymphatic Filariasis (LF) and Compliance to Mass Drug Administration (MDA) Among Household in two rural Barangays. Asia Pasific Journal of Education arts and Sciences.2014; 1 5):27 43. 14. Soekidjo, Notoatmodjo.Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta,2014. 15. Ni Made Irnawati.Pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada penderita tuberkolosis di puskesmas Motoboi Kecil kota Kotamobagu. Manado: FK UNSRAT, 2016. 16. Friedman, Marilyn M.Buku Ajar Keperawatan Keluarga:Riset Teori dan Praktek.Jakarta:EGC,2010. 17. Marpaung Ivo Rizka Lestari. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien HIV/AIDS dalam menjalani terapi Antiretroviral di RSU Haji Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara 2016; 4 (2): 83-102. 18. World Health Organization. Lymphatic filariasis progress report 2000-2009 and strategic plan 2010-2020. Switzerland: Departement of Control Neglected Tropical Diseases, 2010. 6