Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penentuan rancangan formula krim antinyamuk akar wangi (Vetivera zizanioidesi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan A. PENENTUAN FORMULA LIPSTIK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

1. Formula sediaan salep dengan golongan basis salep hidrokarbon atau berlemak

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FORMULASI KRIM EKSTRAK ETANOL BUAH STRAWBERRY (Fragaria Sp.)

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pembuatan ekstrak buah A. comosusdan pembuatan hand sanitizerdilakukan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN PERBEDAAN KONSENTRASI EKSTRAK KUNYIT PUTIH (Curcuma mangga Val) TERHADAP SIFAT FISIK LOTION

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014 bertempat di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II METODE PENELITIAN. A. Kategori Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true experiment dengan

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental laboratoris post test with control group design. 1. Populasi : Mahasiswa Pendidikan Dokter Angkatan 2013.

FORMULASI DAN ANALISIS KUALITAS SEDIAAN SALEP MATA DENGAN BAHAN AKTIF CIPROFLOXACIN. Atikah Afiifah, Dapid Caniago, Rahmah Restiya

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODOLOGI. Laporan Tugas Akhir Pembuatan Mouthwash dari Daun Sirih (Piper betle L.)

FORMULASI DAN UJI STABILITAS KRIM EKSTRAK ETANOLIK DAUN BAYAM DURI (Amaranthus spinosus L.)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Basis Krim VCO (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Microwave Oven

PERBANDINGAN VARIASI KONSENTRASI GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN PADA FORMULASI KRIM ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT PISANG RAJA (Musa paradisiaca L.

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan memang benar pisang raja sehingga tidak terjadi kesalahan. Hasil dari determinasi menunjukkan bahwa tanaman memang benar pisang raja (Musa paradisiaca L.). Surat keterangan hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.2 Pembuatan Simplisia Kulit pisang raja yang telah dicuci bersih dipisahkan antara kulit dan daging buahnya, lalu masing-masing daging buah dan kulitnya dipotong kecilkecil untuk mempercepat proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 70 0 C dan dilakukan selama 1 minggu. Suhu yang digunakan untuk proses pengeringan dijaga agar tidak lebih dari 70 0 C, hal ini dikarenakan pada suhu yang 70 0 C kandungan antioksidan akan mengalami kerusakan (Alviani, 2014). Fungsi pengeringan adalah untuk menguapkan air yang terdapat pada dinding sel sehingga terjadi pengerutan dan terdapat pori-pori. Pada simplisia kering, pori-pori didalam dinding sel akan terisi udara, tetapi apabila dibasahi maka pori-pori tersebut akan berisi cairan penyari dan sel akan mengembang (Ardaningrum, 2012). 34

35 4.3 Proses Ekstraksi Simplisia yang didapat kemudian diserbuk menggunakan blender, sebelum dilakukan maserasi. Tujuan dari pengecilan ukuran simplisia ini supaya permukaan simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin luas sehingga semakin baik penyariannya (Anonim, 1977). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan cara merendam bahan simplisia dalam cairan penyari. Keuntungan dari maserasi adalah cara kerja dan peralatan yang digunakan relatif sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyarinnya kurang sempurna (Depkes, 1986). Prinsip maserasi adalah merendam serbuk simplisia dalam cairan dimana, cairan penyari akan masuk kedalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasi tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel (Depkes, 1986). Proses maserasi, simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bejana ditutup rapat dan dikocok berulang-ulang. Maserasi dilakukan dalam waktu 3 hari sampai bahan-bahan melarut (Ansel, 1989). Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 70%. Alasan penggunaan etanol 70% karena senyawa flavonoid mudah tersari pada pelarut etanol 70%, karena kesamaan polaritasnya. Sebagian besar pelarut murni (aseton, etanol dan

36 air), memiliki kekuatan ekstraksi lemah, dibandingkan dengan pencampuran pelarut non polar dan air yang kemungkinan dapat meningkatkan indeks polaritas pelarut dan lebih meningkatkan daya ekstraksi pelarut tertentu. Peningkatan polaritas untuk pelarut ketingkat tertentu (hingga 50% air) akan memberikan kontribusi kelarutan senyawa antioksidan dalam pelarut. Windholz, (1983) menyatakan bahwa komponen antijamur sebagian besar dapat larut dalam alkohol, seperti galangin, eugenol, kaemferol, kuersetin, dan golongan flavonoid. Dari proses ekstraksi ini diperoleh cairan coklat dengan bau khas etanol. Cairan tersebut kemudian disaring menggunakan kain flanel. Hasil dari penyaringan ini kemudian diuapkan menggunakan evaporator dan waterbath. Rendemen adalah perbandingan antara bobot ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal. Perhitungan rendemen dengan cara membagi ekstrak kental dengan serbuk simplisia dalam persen (Oktaviana, 2012). Ekstrak kental yang dihasilkan adalah 35g, sedangkan rendemen yang dihasilkan sebesar 7,778%. Perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 3. 4.4 Pembuatan Krim Ekstrak Kulit Pisang Raja Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes, 1979). Cara pembuatan krim yaitu bagian lemak dilebur di atas tangas air kemudian tambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran berbentuk krim (Syamsuni, 2006).

37 Asam stearat merupakan asam organik padat yang diperoleh dari lemak yang berfungsi sebagai basis krim pada fase minyak (Depkes, 1979). Pada formulasi ini selain digunakan sebagai basis krim dengan cera alba, asam stearat juga digunakan sebagai emulsifiying dan solubizing agent. Cethy alkohol berfungsi sebagai emolient, sedangkan gliserin berfungsi sebagai bahan pengikat. Penggunaan Tween 80 sebagai wetting agent zat pembasah. Parafin liquid berfungsi sebagai stiffening agent atau pengental. Penggunaan zat pengawet baik nipagin ataupun nipasol berfungsi untuk menjaga sediaan krim agar tidak ditumbuhi mikroba. Essen digunakan sebagai pengaroma untuk menutupi bau yang kurang enak. Tujuan dari pembuatan sediaan krim ini adalah sebagi sediaan topikal pelembab kulit terutama wajah. Bahan aktif yang diambil dari ekstrak kulit pisang adalah antioksidan. Senyawa ini dapat menangkal radikal bebas dengan cara menghentikan atau memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas yang terdapat di dalam tubuh, sehingga dapat menyelamatkan sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas (Hernani dan Rahardjo, 2005). Pada pembuatan krim ini fase minyak dicampur dengan fase minyak, sedangkan fase air dicampur dengan fase air. Fase minyak terdiri atas asam strearat, cethyl alkohol, cera alba, parafin liquidum, dan nipasol. Fase air terdiri atas gliserin, tween 80 dan nipagin. Baik fase minyak maupun fase air keduanya dilebur diatas watterbath pada cawan penguap secara terpisah kecuali untuk bahan pengawetnya. Peleburan ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam proses homogenisasi. Ekstrak kulit pisang dicampurkan dalam fase air. Masing masing campuran fase minyak dan fase air dicampurkan sedikit demi sedikit sambil

38 diaduk diatas mortir yang telah dipanaskan. Campuran diaduk sampai homogen dan terbentuk masa krim. Krim yang dihasilkan dapat dilihat pada lampiran. Pengujian organoleptis bertujuan untuk mengetahui perubahan secara organoleptis yang terjadi selama 4 minggu masa penyimpanan dari minggu ke minggu. Hasil pengamatan organoleptis krim antioksidan ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.) dapat dilihat pada tabel 2 dan hasil uji organoleptis dapat dilihat pada lampiran 8. Tabel 2. Hasil Uji Organoleptis Formula Minggu Parameter Warna Bentuk Aroma F1 0 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 1 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 2 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 3 Putih kecoklatan Masa lebih kental Khas pisang 4 Putih kecoklatan Masa lebih kental Khas pisang F2 0 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 1 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 2 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 3 Putih kecoklatan Masa lebih kental Khas pisang 4 Putih kecoklatan Masa lebih kental Khas pisang F3 0 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 1 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 2 Putih kecoklatan Masa kental Khas pisang 3 Putih kecoklatan Masa lebih kental Khas pisang 4 Putih kecoklatan Masa paling kental Khas pisang Keterangan : F1= konsentrasi gliserin 2%; F2= konsentrasi gliserin 4% dan F3= konsentrasi gliserin 6%.

39 Berdasarkan pengamatan secara visual ketiga formula tersebut memiliki warna dan aroma yang hampir sama. Warna dari sediaan adalah putih kecoklatan, hal ini dikarenakan pengaruh dari warna ekstrak kulit pisang yang digunakan. Warna basis putih dan warna ekstrak coklat pekat sehingga ketika dicampurkan warnanya menjadi putih kecoklatan. Pengamatan dilakukan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Bentuk dari sediaan berbeda-beda dikarenakan jumlah dari humektan yakni gliserin yang berbeda disetiap formula. Pada formula ke-1 konsentrasi gliserin yang digunakan adalah 2%, formulasi ke-2 gliserin yang digunakan adalah 4%, sedangkan pada formulasi ke-3 memiliki konsentrasi gliserin tertinggi yakni 6%. Perbedaan kekentalan yang dihasilkan dari ketiga formula tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan konsentrasi dari gliserin yang digunakan. Kekentalan krim berpengaruh terhadap pengaplikasian krim pada kulit. 4.5 Hasil Uji Sifat Fisik dan Kimia Krim Pengujian sediaan krim yang dibuat untuk mengetahui dan membandingkan kestabilan serta perubahan krim baik secara fisik ataupun kimia. Pengujian ini terdiri atas uji homogenitas, uji ph, uji iritasi, uji daya sebar, uji tipe krim, uji hedonik, serta uji kualitatif antioksidan. 4.5.1 Uji Homogenitas Pengujian homogenitas bertujuan untuk mengetahui homogen tidaknya sediaan yang dihasilkan. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 3 dan untuk hasil lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 8.

40 Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Formula F1 F2 F3 Homogenitas Homogen Homogen Homogen Keterangan : F1= konsentrasi gliserin 2%; F2= konsentrasi gliserin 4% dan F3= konsentrasi gliserin 6%. Pengujian dilakukan dengan cara mengoleskan krim pada sekeping kaca dan diamati susunan komponen krim. Hasil dari pengujian ini ketiga formula krim homogen dan tidak menunjukkan adanya pemisahan komponen, ketidakseragaman ataupun penggumpalan. Syarat sebuah sediaan (krim) homogen menurut Depkes (1979) yaitu jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan yang homogen yang dapat dilihat dengan tidak adanya partikel yang bergerombol dan menyebar secara merata. Hal ini berarti perbedaan konsentrasi humektan gliserin tidak berpengaruh terhadap homogenitas sediaan krim. 4.5.2 Uji ph Pengujian ph pada krim bertujuan untuk mengetahui kestabilan ph krim selama waktu penyimpanan. Pengukuran ph sangat diperlukan dalam pembuatan sediaan topikal karena kulit memiliki sensitivitas terhadap derajat keasaman sedian yang nantinya berpengaruh terhadap kenyamanan saat digunakan. Sediaan topikal sebaiknya berada dalam rentang ph kulit yaitu 5-10, apabila terlalu asam akan menimbulkan iritasi kulit dan apabila terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik (Voigh, 1994).

41 Pengujian ph dari sediaan krim ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan setiap minggu dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4 penyimpanan. Hasil pengujian ph dapat dilihat pada lampiran 8 dan hasil pengukuran ph dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil uji ph Formula Nilai ph selama penyimpanan Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 F1 5 5 5 5 5 F2 5 5 5 5 5 F3 5 5 5 5 5 Keterangan : F1= konsentrasi gliserin 2%; F2= konsentrasi gliserin 4% dan F3= konsentrasi gliserin 6%. Gambar 3. Grafik Nilai ph Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa ketiga formulasi krim memiliki kestabilan ph selama penyimpanan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Derajat keasaman (ph) merupakan nilai yang menunjukkan sifat asam atau basa suatu bahan. Sifat keasaman suatu produk kosmetika sangat penting untuk diketahui karena pemakaiannya yang langsung berhubungan dengan kulit. Nilai

42 ph yang tidak sesuai dengan ph kulit akan menyebabkan kulit mengalami iritasi dan membuat fungsi kosmetika sebagai pelindung dan perawat tubuh menjadi tidak sebagaimana mestinya (Anin, 2013). ph sediaan krim antioksidan ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.) stabil karena memiliki ph 5 dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Dari pengujian ini dapat diketahui bahwa perbedaan konsentrasi gliserin tidak berpengaruh terhadap nilai ph sediaan krim ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.). 4.5.3 Uji Iritasi Uji iritasi bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan krim aman digunakan pada kulit atau tidak. Uji bersifat subyektif dengan panelis berjumlah 20 orang yang memliki kriteria yakni wanita berusia 17-25 tahun. Panelis yang melakukan pengujian ini adalah mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Hasil uji iritasi ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 5. Hasil uji Iritasi Formula Reaksi terhadap kulit Kemerahan Gatal Panas F1 - - - F2 - - - F3 - - - Keterangan : F1= konsentrasi gliserin 2%; F2= konsentrasi gliserin 4% dan F3= konsentrasi gliserin 6%. Pengujian yang dilakukan pada formula 1, formula 2, dan formula 3 dengan cara membagikan kuisioner yang berisi rincian apakah ada reaksi kemerahan, gatal dan panas pada kulit. Kuisioner uji iritasi dapat dilihat pada

43 lampiran 6. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan hasil negatif terhadap parameter reaksi iritasi yang diamati yaitu kulit menjadi berwarna kemerah-merahan, gatal, atau panas pada kulit. Dari hasil uji iritasi ini dapat disimpulkan bahwa sediaan krim antioksidan ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.) dengan humektan gliserin antara konsentrasi 2%-6% aman digunakan dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit. 4.5.4 Uji Daya Sebar Pengukuran daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu sediaan menyebar di atas permukaan kulit. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan meningkatkan beban, merupakan karakteristik daya sebar (Voigt, 1994). Hasil pengujian daya sebar dapat dilihat pada lampiran 9. Daya sebar (cm) Gambar 4. Grafik Pengukuran Daya Sebar Daya sebar berhubungan dengan tingkat kekentalan sediaan. Semakin tinggi nilai kekentalan suatu sediaan maka daya sebar yang dihasilkan juga semakin rendah (Anin, 2013). Dari grafik pengukuran daya sebar diatas dapat diketahui bahwa formula 1 mempunyai daya sebar paling tinggi dibanding dengan

44 2 formula yang lain. Hal ini dikarenakan formula 1 memiliki konsentrasi gliserin paling rendah yakni 2%. Gliserin memiliki kemampuan sebagai humektan air (Rowe, et al., 2006). Peningkatan konsentrasi gliserin yang ditambahkan pada sediaan krim akan mempengaruhi respon daya sebar krim. Semakin tinggi konsentrasi gliserin, semakin negative respon daya sebarnya (Puput, 2011). Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara obat dengan kulit berlangsung cepat. Luasnya penyebaran dipengaruhi oleh kekentalan sediaan krim. Semakin rendah kekentalan sediaan krim maka penyebarannya akan semakin besar sehingga kontak antara obat dengan kulit semakin luas dan absorbsi obat ke kulit akan semakin cepat. Dan sebaliknya, semakin tinggi kekentalan sediaan krim maka penyebarannya akan semakin kecil sehingga kontak antara obat dengan kulit semakin kecil (Puput, 2011). Pengujian daya sebar dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4 penyimpanan mengalami penurunan luas sebaran. Hal ini dapat dikarenakan tidak terkontrolnya suhu penyimpanan dan sediaan yang tidak disimpan dalam ruangan yang kedap udara sehingga kandungan air yang terdapat pada sediaan semakin mengalami penurunan atau menguap selama penyimpanan. Data pengujian daya sebar diuji menggunakan uji Shapiro Wilk. Untuk mengetahui sebaran datanya apakah sudah normal atau belum dilihat pada tabel Test of Normality, sedangkan untuk mengetahui apakah data sudah homogen atau belum dapat dilihat pada tabel Test of Homogenity of Varians. Hasil pengujian normalitas data menunjukkan bahwa data dari ketiga terdistribusi normal. Nilai p value (Sig) formula 1 sampai formula 3 berturut-turut

45 adalah 0,017; 0,008 dan 0,070 > 0,05 sehingga ketiga formula memiliki sebaran data yang normal. Hasil pengujian homogenitas data menunjukkan nilai p value (Sig) sebesar 0,198 dimana > 0,005 sehingga data sudah homogen. Pengujian kemudian dilanjutkan dengan uji Anova Satu Arah dengan taraf signifikan 95% pada masing-masing formula. Dari uji ini nilai p-value = 0,008 dimana < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata daya sebar dari ketiga formula tersebut setelah diuji dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Hasil uji statistik daya sebar krim ekstrak kulit pisang raja dapat dilihat pada lampiran 10. 4.5.5 Uji Daya Lekat Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui waktu lekat dari sediaan krim yang dibuat. Karakteristik daya lekat ditunjukkan dengan waktu yang diperlukan untuk melepaskan dua gelas obyek dengan luas permukaan tertentu yang telah diolesi sediaan dan telah diberi beban tertentu. Uji daya lekat menggambarkan kemampuan sediaan untuk melekat pada kulit, semakin lama waktu sediaan melekat pada kulit semakin baik ikatan antara sediaan dengan kulit ( Voigt, 1994). Lamanya suatu prodak menempel pada kulit akan berpengaruh terhadap absorbsi obat. Semakin lama sediaan menempel pada kulit semakin banyak pula jumlah obat yang akan diabsorbsi olehkulit. Daya lekat biasanya mempunyai hasil yang berbanding terbalik dengan daya sebar. Semakin tinggi daya sebar suatu sediaan maka semakin kecil pula daya lekatnya. Daya lekat juga berbanding lurus dengan kekentalan suatu sediaan.

46 Semakin kental suatu sediaan maka semakin lama pula daya lekatnya. Hasil dari pengujian daya lekat dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hasil uji Daya Lekat Formula Waktu Lekat (detik) Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 F1 1.29 1.41 1.66 1.95 1.30 F2 1.06 1.20 1.72 2.38 1.44 F3 1.01 1.39 1.54 2.10 3.54 Keterangan : F1= konsentrasi gliserin 2%; F2= konsentrasi gliserin 4% dan F3= konsentrasi gliserin 6%. Waktu lekat (detik) Gambar 5. Grafik Uji Daya Lekat Pada pengujian daya lekat formula 3 memiliki daya lekat yang paling tinggi dibandingkan dengan formula 1 ataupun 2. Data pengujian daya lekat diuji menggunakan uji Shapiro Wilk. Untuk mengetahui sebaran datanya apakah sudah normal atau belum dilihat pada tabel Test of Normality, sedangkan untuk mengetahui apakah data sudah homogen atau belum dapat dilihat pada tabel Test

47 of Homogenity of Varians. Hasil uji normalitas daya lekat dapat dilihat pada lampiran 12. Sedangkan hasil uji homogenitas dapat dilihat pada lampiran 13. Hasil pengujian normalitas data menunjukkan bahwa data dari formula 1 dan formula 2 data terdistribusi normal. Sedangkan pada formula ketiga distribusi data tidak normal. Nilai p value (Sig) formula 1 dan 2 berturut-turut adalah 0,053 dan 0,255 > 0,05 sehingga kedua formula tersebut dapat dikatakan memiliki sebaran data yang normal. Sedangkan pada formula ke-3 nilai p value (Sig) sebesar 0,001 < 0,005. Hasil pengujian homogenitas data menunjukkan p value (Sig) sebesar 0,039 > 0,005 yang berarti data sudah homogen. Pengujian kemudian dilanjutkan dengan uji Anova Satu Arah dengan taraf signifikan 95% pada masing-masing formula. Dari uji tersebut nilai p-value = 0,213 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna rata-rata daya lekat dari ketiga formula tersebut setelah diuji dari minggu ke-0 sampai minggu ke-4. 4.5.6 Uji Tipe Krim Pengamatan tipe krim antioksidan ekstrak kulit pisang ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada perubahan atau inversi tipe emulsi dari A/M menjadi M/A atau sebaliknya selama penyimpanan. Penentuan tipe krim ini menggunakan beberapa cara yaitu metode pengenceran, menggunakan pewarna, menggunakan kertas CoCl2, dan menggunakan sinar ultraviolet. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode pengenceran yaitu dengan menambahkan sejumlah air pada sediaan dan diamati apakah sediaan dapat tercampur dengan air atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah terjadi perubahan tipe emulsi selama 4 minggu

48 penyimpanan. Metode pengenceran merupakan metode paling sederhana karena tidak membutuhkan alat ataupun bahan yang sulit didapatkan. Metode ini juga metode yang paling cepat jika dibandingkan dengan metode pengujian tipe krim yang lain. Pengujian tipe krim dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada minggu ke-0 dan minggu ke-4. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah selama waktu penyimpanan terjadi perubahan tipe krim atau tidak. Hasil pengujian tipe krim dapat dilihat pada tabel 7 dan pada lampiran 8 Tabel 7. Hasil uji Tipe Krim Formula Tipe Krim Minggu ke-0 Minggu ke-4 F1 A/M A/M F2 A/M A/M F3 A/M A/M Keterangan : F1= konsentrasi gliserin 2%; F2= konsentrasi gliserin 4% dan F3= konsentrasi gliserin 6%. Dari tabel hasil pengujian tipe krim diatas diketahui bahwa selama waktu penyimpanan tidak terjadi perubahan atau inversi pada krim ekstrak kulit pisang. Tipe krim yang terbentuk adalah tipe (A/M) air dalam minyak baik dari awal pengujian yakni minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Dari pengujian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin 2%-4% sebagai humektan pada krim tidak berpengaruh terhadap perubahan tipe krim. Tipe krim stabil selama waktu penyimpanan.

49 4.5.7 Uji Kesukaan Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan salah satu uji penerimaan suatu produk oleh konsumen. Uji kesukaan bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap krim antioksidan ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca L.) yang dihasilkan. Uji kesukaan dilakukan dengan cara mengukur, menilai, atau menguji mutu dengan menggunakan alat indera manusia yaitu penglihatan, penciuman, dan peraba. Dalam pengujian ini panelis diminta untuk melakukan penilaian terhadap produk sesuai dengan tingkat kesukaan dan ketidak sukaannya terhadap produk krim antioksidan ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca L.) dengan skala numerik sebagai berikut : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 2 = suka 4 = sangat suka Hal-hal yang diuji meliputi warna sediaan, aroma, kemudahan menyebar dikulit, kesan lengket dikulit, kemudahan dicuci serta kenyamanan saat digunakan. Uji bersifat subyektif dengan panelis berjumlah 20 orang yang memliki kriteria yakni wanita berusia 17-25 tahun. Panelis yang melakukan pengujian ini adalah mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kuisioner uji kesukaan dapat dilihat pada lampiran 4 sedangkan hasil uji kesukaan ini dapat dilihat pada tabel 8.

50 Tabel 8. Hasil Uji Kesukaan Parameter Pengujian Prosentase Kesukaan Panelis (%) Formula 1 Formula 2 Formula 3 Warna 37,6 36 26,3 Aroma 32,7 36,5 30,6 Kemudahan Menyebar 35,5 35 29,4 Kesan Lengket 27,7 40,4 31,9 Kemudahan Dicuci 35,5 36 28,4 Kenyamanan Dikulit 32 37 31 Keterangan : F1= konsentrasi gliserin 2%; F2= konsentrasi gliserin 4% dan F3= konsentrasi gliserin 6%. Kesukaan Panelis (%) Parameter Uji Gambar 6. Grafik Uji Kesukaan Dari hasil pengujian kesukaan dapat diketahui bahwa urutan formula yang paling disukai berdasarkan aroma adalah F1, F2 dan F3. Berdasarkan aroma adalah F2, F1 dan F3. Berdasarkan kemudahan menyebar adalah F1, F2 dan F3. Berdasarkan kesan lengket F2, F3 dan F1. Berdasarkan kemudahan dicuci F2, F1,

51 dan F3. Sedangkan berdasarkan kenyamanan dikulit saat digunakan adalah F2, F1 dan F3. Nilai yang diberikan koresponden relatif berdasarkan selera masingmasing. Warna yang paling disukai adalah formula 1. Pada ketiga formula sebenarnya mempunyai warna yang hampir sama yakni putih kecoklatan. Namun pada formula 1 warna coklat yang terbentuk tidak terlalu kuat sehingga banyak koresponden yang menyukai warna fomula 1. Uji kesukaan terhadap aroma dilakukan dengan cara meminta panelis untuk mencium atau menghirup bau dari krim ekstrak kulit pisang yang dihasilkan. Tingkat kesukaan panelis terhadap bau krim akan mempengaruhi pemilihan panelis terhadap produk tersebut. Aroma yang tercium dari produk dipengaruhi oleh aroma dari bahan-bahan penyusunnya. Bahan yang paling berpengaruh dalam menimbulkan aroma pada krim ekstrak kulit pisang ini adalah essen pisang. Aroma formula 2 paling banyak disukai dibandingkan dengan kedua formula yang lain. Hal ini dikarenakan penggunaan essen pisang pada masingmasing formula berbeda. Pada formula 2 essen yang digunakan paling sedikit karena pada penggunaan 3 tetes essen, aroma pisang sudah keluar. Sedangkan pada formula 1 dan 3 digunakan essen 4-6 tetes untuk menimbulkan aroma pisang, sehingga pada formula 2 aromanya tidak terlalu kuat. Penggunaan essen pisang untuk menutupi aroma krim yang agak tengik. Pada uji kemudahan menyebar, panelis diminta untuk mengoleskan krim pada punggung tangannya dan merasakan kemudahan pengolesan produk krim yang dihasilkan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui daya sebar dari krim yang dihasilkan. Dari ketiga formula yang paling disukai berdasarkan kemudahan

52 menyebarnya adalah formula 1. Hal ini dikarenakan konsentrasi penggunaan gliserin pada formula 1 paling rendah sehingga memiliki kemudahan penyebaran yang paling baik dibandingkan kedua formula yang lain. Pada penilaian kesan lengket di kulit panelis diminta untuk menilai rasa lengket produk ditangan dengan cara mengoleskan sejumlah produk ke tangan dan kemudian merasakan kesannya setelah pemakaian. Kesan lengket yang diberikan oleh krim yang paling disukai adalah formula 2. Hai ini dapat disebabkan karena pada formula 2 kesan lengket yang diberikan tidak setinggi pada formula 3 karena tingginya penggunaan humektan sehingga memberikan efek kaku pada kulit. Sedang pada formula 1 kesan lengket dikulit paling lemah. Uji kemudahan dicuci dilakukan dengan cara panelis diminta untuk mencuci krim pada tangannya dan merasakan kemudahan mencuci produk krim yang dihasilkan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan krim untuk menempel di kulit. Dari pengujian ini krim yang paling mudah dicuci adalah formula 2. Harusnya bila didasarkan atas kemudahan menyebar formula 1 yang paling mudah dicuci. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya jumlah pemakaian krim ataupun kondisi kulit seseorang. Kondisi kulit seseorang berpengaruh dalam mudah atau tidaknya suatu prodak kosmetik menghilang. Kulit yang berminyak bila diberikan kosmetik yang mempunyai sifat lipid tinggi akan lebih sukar hilang dari pada kulit yang memilik kandungan minyak sedikit (Rista, 2008). Pada uji kenyamanan panelis diminta untuk merasakan kenyamanan krim yang dioleskan pada punggung tangannya. Uji ini dilakukan untuk mengetahui

53 kenyamanan krim setelah dioleskan di kulit. Dari ketiga formula yang dinilai paling nyaman adalah formula 2. Dari grafik dan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa formula yang paling disukai adalah formula 2 yakni formula krim antioksidan ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.) yang memiliki konsentrasi humektan yakni gliserin 4%. Pada formula 2 aroma tidak terlalu kuat, krim tidak terlalu lengket sehingga tidak memberi efek kaku dikulit. Tidak mudah hilang saat dicuci sehingga efek antioksidan akan lebih lama melekat pada kulit dan memberikan rasa lembab sehingga nyaman digunakan. 4.5.8 Uji Kualitatif Antioksidan Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah didalam sediaan krim ektrak kulit pisang raja masih terdapat antioksidan atau tidak. Prinsip metode uji antioksidan DPPH didasarkan pada reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan. DPPH berperan sebagai radikal bebas yang diredam oleh antioksidan dari sampel (Juniarti, et al., 2009). Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 kali yakni saat didapat ekstrak kental, minggu ke-0 dan minggu ke-4. Dari hasil pengujian warna sediaan setelah ditetesi larutan DPPH dengan konsentrasi 0,3 mmol warna ungu dari DPPH semakin memudar. Hal ini membuktikan bahwa didalam sediaan krim tersebut masih terdapat kandungan antioksidan (Jessica, 2013). Radikal DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi

54 kuning. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kuat suatu senyawa antioksidan dalam mendonorkan atom hidrogen maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Aprilianti, 2010).

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Ekstrak kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.) dapat diformulasikan sebagai sediaan krim dan telah memenuhi persyaratan krim yang baik. 2. Perbedaan konsentrasi dari ketiga formula tersebut berpengaruh terhadap organoleptis, daya sebar, serta daya lekatnya dan tidak berpengaruh terhadap homogenitas dan tipe krim. Dari ketiga formula tidak ada yang mengiritasi dan formula yang paling disukai berdasarkan uji kesukaan adalah formula 2. 3. Dari ketiga formula yang memberikan stabilitas paling baik adalah formula 3 dengan konsentrasi gliserin 6%. 5.2 Saran 1. Dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap daya antioksidan krim ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca L.). 2. Dilakukan penelitian dengan ekstrak kulit buah pisang raja (Musa paradisiaca L.) dalam bentuk sediaan lain. 55