18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Penduduk yang tinggal di daerah dataran rendah dan berawa seperti di Sumatera dan Kalimantan menghadapi kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan rumah tangga, terutama air minum. Hal ini karena sumber air di daerah tersebut adalah air gambut yang berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Air gambut mengandung senyawa organik terlarut yang menyebabkan air menjadi berwarna coklat dan bersifat asam, sehingga perlu pengolahan khusus sebelum siap untuk dikonsumsi. Senyawa organik tersebut adalah asam humus yang terdiri dari asam humat, asam fulvat dan humin. Asam humus adalah senyawa organik dengan berat molekul tinggi dan berwarna coklat sampai kehitaman, terbentuk karena pembusukan tanaman dan hewan, sangat tahan terhadap mikroorganisme dalam waktu yang cukup lama (Notodarmojo, 1994). Air gambut di Indonesia merupakan salah satu sumber daya air yang masih melimpah, kajian pusat Sumber Daya Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan bahwa sampai tahun 2006 sumber daya lahan gambut di Indonesia mencakup luas 26 juta ha yang tersebar di pulau kalimantan (± 50 %), Sumatera (± 40 %) sedangkan sisanya tersebar di papua dan pulau-pulau lainnya. Dan untuk lahan gambut Indonesia menempati posisi ke 4 terluas setelah Canada, Rusia dan Amerika Serikat (Tjahjono, 2007). Berdasarkan data di atas, air gambut di Indonesia secara kuantitatif sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih atau air minum. Namun secara kualitatif penggunaan air gambut masih banyak mengalami kendala. Beberapa kendala penggunaannya sebagai air bersih
19 adalah warna, tingkat kekeruhan, dan zat organik yang tinggi sehingga sangat tidak layak untuk digunakan sebagai air bersih. Kenyataan di atas dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di area gambut yang masih cukup luas di daerah Tapanuli Tengah, khususnya di kecamatan Badiri. Masyarakat yang tinggal di areal gambut tersebut masih menggunakan air gambut untuk keperluan sehari-harinya tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Kondisi ini mendorong timbulnya penelitian-penelitian baru dalam pengolahan air gambut, sehingga dapat dimanfaatkan sesuai standar air bersih yang berlaku karena air gambut merupakan salah satu sumber air permukaan yang dapat digunakan sebagai air baku pengolahan air bersih. Air gambut baik sebagai air permukaan maupun air tanah umumnya memiliki kualitas yang tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang distandarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, karena : 1. Berwarna kuning/merah kecoklatan 2. Tingkat keasaman tinggi, sehingga kurang enak diminum. 3. Zat organik tinggi sehingga menimbulkan bau. Air gambut yang berwarna kuning/merah kecoklatan disebabkan oleh kandungan organik yang merupakan partikel koloid bermuatan negatif dan sulit dipisahkan dari cairannya karena ukurannya sangat kecil dan mempunyai sifat muatan listrik pada permukaannya yang menyebabkan partikel stabil. Salah satu cara pendestabilisasian partikel koloid ini yaitu melalui proses koagulasi dengan bantuan garam-garam yang mengandung ion-ion logam bervalensi tiga, seperti besi dan aluminium sebagai koagulan, sehingga proses pengolahan air gambut ini dapat dilakukan dengan cara elektrolisa yang disebut dengan elektrokoagulasi (D. Ghernaout et al., 2009). Koagulasi adalah proses yang penting dalam proses pengolahan air secara konvensional, dimana proses ini bersamaan dengan proses lain seperti sedimentasi dan filtrasi. Tujuan utama proses koagulasi adalah untuk mendestabilisasi partikel sehingga dapat bergabung dengan partikel lain untuk membentuk agregat yang lebih besar yang akan lebih mudah mengendap. Proses elektrokoagulasi ini dilakukan dengan cara memasukkan elektroda dari lempengan logam aluminium (Al) ke dalam elektrolit (air baku) pada suatu
20 bak persegi empat. Lempengan aluminium tersebut disusun secara paralel dengan suatu jarak tertentu dan dialiri dengan listrik arus searah. Dengan adanya arus listrik tersebut, aluminium akan dipisahkan dari anoda dan sedikit demi sedikit akan larut ke dalam air membentuk ion Al 3+ yang akan bereaksi dengan air (hidrolisa) sebelum terjadi presipitasi Al(OH) 3, sedangkan pada katoda terbentuk gas hidrogen. Penelitian mengenai pengolahan air gambut sudah pernah dilakukan sebelumnya antara lain : Pengolahan air gambut dengan menggunakan protein biji kelor sebagai koagulan untuk perjernihan warna air gambut (Chaidir, Z. et al., 1999). Pemisahan berbasis membran yang sering digunakan untuk pengolahan air gambut adalah membran reverse osmosis (RO). Pemanfaatan ini merupakan teknologi baru dalam mengolah air gambut menjadi air minum. Salah satu keunggulan teknologi ini adalah kemurnian produk yang dihasilkan lebih baik dari proses konvensional (Syafran, 2005). Mengolah air gambut asin dengan teknik dan proses filtrasi yang panjang dan dikombinasikan dengan unit desalinasi. Proses pertama terjadi di tangki clarifier yang berfungsi menjernihkan dan menaikkan ph menjadi 8-9 melalui pemberian abu soda atau kapur tohor yang dilarutkan. Untuk mempercepat proses pengendapan dapat digunakan tawas atau PAC dengan diaduk searah sekitar 5 menit. Air yang telah jernih dialirkan ke bak pengendap 1 dan 2. Pada tahap selanjutnya dilakukan proses oksidasi dengan kalium permanganat. Air yang telah jernih, tidak berbau dan berwarna, kemudian disaring lagi dengan menggunakan saringan mikro dengan ukuran 0,1 0,5 µm. Air olahan yang telah jernih, tawar tidak berbau, dan bebas bakteri ditampung dalam bak penampung air bersih dan sudah dapat langsung diminum. Sistem pengolahan menelan biaya sekitar 350 juta ini mampu menghasilkan 170 galon air siap minum dalam 8 jam operasional (BPPT, 2006) Metode pertukaran ion menggunakan resin MEIX R dapat menghilangkan warna sejati air (asam humat dan fulvat) dari 109 Pt-Co menjadi 1 Pt-Co. Dengan mempertimbangkan sebagian besar pengolahan air di Indonesia masih menggunakan sistem konvensional. Cara pengolahan air secara konvensional /
21 pengolahan lengkap (koagulasi flokulasi sedimentasi filtrasi netralisasi dan desinfektan) dapat digunakan untuk menghilangkan warna terutama pembentuk warna semu sekitar 80 %, efisiensi penghilangan warna akan lebih efektif jika dilakukan modifikasi dan tambahan proses seperti aplikasi karbon aktif, reaksi redoks, dan koagulan flokulan aid (Pararaja, 2007). Efektifitas proses elektrokoagulasi untuk memindahkan (removing) zat-zat organik dari limbah rumah potong hewan menggunakan sel-sel elektrolitik (electrolytic cells) monopolar dan bipolar. Hasil menunjukkan bahwa pencapaian (performance) terbaik diperoleh menggunakan sistem elektroda baja (mild steel) bipolar yang dioperasikan pada intensitas arus 0,3 A selama 60-90 menit. Berhasil menurunkan BOD sebesar 86 ± 1%, lemak dan minyak sebesar 99 ± 1%, COD sebesar 50 ± 4%, TSS (total suspended solid) sebesar 89 ± 4% dan Turbidity sebesar 90 ± 4%. Total biaya yang dibutuhkan 0,71 USD $ / m 3 limbah rumah potong hewan, (Asselin, M., 2008). Menyelidiki efek ph awal untuk menurunkan unsur-unsur humus dari air limbah dengan proses elektrokoagulasi. Efek dari ph awal pada sistem elektrokoagulasi bisa duakali lipat, yaitu distribusi produk hidrolisis aluminium, transformasi unsur-unsur humus yang terkait ke ph awal dan akhirnya efek dari lapisan gel khususnya pada konsentrasi unsur-unsur humus yang tinggi dan ph awal yang tinggi yang dibentuk pada permukaan anoda. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi awal unsur-unsur humus dan ph awal sangat efektif pada efisiensi dan tingkat penurunan. ph awal air limbah telah disesuaikan 5,0 dan efisiensi penurunan yang tinggi telah diamati. Sehingga sistem elektrokoagulasi akan dioperasikan pada ph rendah yaitu 5,0 pada konsentrasi unsur-unsur humus yang tinggi, (Koparal, A.S., 2008). Dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan terhadap air baku air gambut dapat disimpulkan bahwa : Secara kuantitatif air gambut merupakan sumber air baku yang sangat potensial untuk dikelola sebagai sumber daya air yang dapat diolah menjadi air bersih maupun air minum, terutama di sebagian besar pulau Kalimantan dan sebagian pulau Sumatera.
22 Perlu pengolahan terlebih dahulu dalam pemanfaatan air gambut sebagai air bersih, karena pada umumnya kualitas air gambut mempunyai kandungan organik, warna dan derajat keasaman yang tinggi. Proses elektrokoagulasi dapat dipakai sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki kualitas air gambut karena dapat menurunkan kandungan organik, kekeruhan dan warna. Menurut Irianto bahwa air gambut sulit diolah secara koagulasi konvensional karena kandungan kation partikel tersuspensi yang rendah. Ditinjau dari persyaratan kualitas air yang ditetapkan pada dasarnya penelitian-penelitian terdahulu sudah dapat menurunkan beberapa karakteristik penting dari air gambut, namun ditinjau dari segi ekonomis masih kurang memuaskan. Dari kendala-kendala yang ada maka prospek yang dianjurkan dalam penelitian ini yaitu sebagai salah satu alternatif pengganti beban kebutuhan bahan kimia dalam pengolahan air gambut dan lebih efisien dari segi operasi dan pemeliharaan. Dengan melihat hasil tersebut maka pada penelitian ini akan dirancang suatu model untuk pengolahan air gambut untuk menghasilkan air bersih dengan proses elektrokoagulasi dalam skala pilot. Sebagai suatu alternatif pengganti proses yang ketergantungan terhadap bahan kimia, maka proses elektrokoagulasi ini perlu direncanakan dengan baik agar memberikan hasil yang optimum dan lebih efektif dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi elektroda yang akan menentukan pemakaian daya listrik, yaitu : variabel elektroda, meliputi : jenis, jumlah, dan jarak antar elektroda. Dan variabel listrik, meliputi : arus, tegangan, dan kecepatan alir. I.2 Permasalahan Sumber air bersih untuk dikonsumsi sangat sulit dan jauh diperoleh di daerah lahan gambut terutama di desa Hutabalang kecamatan Badiri kabupaten Tapanuli Tengah, hal ini karena sumber air yang tersedia adalah air gambut. Air gambut yang berwarna kuning, merah kecoklatan dan hitam disebabkan oleh
23 senyawa-senyawa organik. Senyawa organik tersebut bersifat asam sehingga umumnya logam-logam terlarut dalam bentuk mikroelement di dalam air gambut. Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mendapatkan air bersih di lahan gambut yang sesuai dengan persyaratan kualitas air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990, dengan sumber air baku dari air gambut. 2. Bagaimana merancang model yang praktis dan efisien yang dapat digunakan untuk mengolah air gambut menjadi air bersih di lahan gambut. 3. Apakah model yang dirancang dengan proses elektrokoagulasi dan penambahan larutan tawas dapat mengolah air gambut menjadi air bersih yang efektif dan efisien. I.3 Pembatasan Masalah Pengolahan air gambut menjadi air bersih yang dapat dikonsumsi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990 tentang persyaratan kualitas air bersih. Pada penelitian ini parameter yang akan dianalisis adalah : ph, Warna, Kekeruhan, COD, BOD, Total organik, Logam Al, Fe, Zn, Mn, Cd, dan Cu. 1.4 Tujuan Penelitian Merancang suatu model pengolahan air gambut dengan menggunakan metode elektrokoagulasi untuk menghasilkan air bersih, yang sesuai dengan persyaratan kualitas air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990. Khususnya : 1. Merancang suatu model pengolahan air gambut dalam skala pilot yang efektif dan efisien. 2. Merancang berapa besar kecepatan alir yang optimum yang diperlukan model, untuk menghasilkan air bersih.
24 I.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan suatu alternatif pengolahan air gambut pada daerah-daerah atau kawasan yang sumber air bersih sulit diperoleh terutama dikawasan gambut. 2. Sebagai suatu studi untuk mengatasi masalah dalam pengadaan air bersih melalui pengolahan air gambut khususnya di kabupaten Tapanuli Tengah. 3. model yang dirancang dapat mengolah air gambut dalam skala pilot untuk menghasilkan air bersih dengan metode elektrokoagulasi dan penambahan larutan tawas dengan kecepatan alir 1 L/menit. 4. Model dapat diaplikasikan langsung di lapangan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk skala industri.