BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk agenda pembangunan yang dinamakan Millenium Development Goals

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sekarang berada pada satu zaman dengan kecepatan yang sangat tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

Tahun 2015 tentang Penanggulangan Kemiskinan. BAB III : Analisis Proses Penyusunan Peraturan Daerah Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. baik dibutuhkan sarana kesehatan yang baik pula. keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup. Tentunya demand untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar ke seluruh penjuru nusantara. Besarnya jumlah penduduk dan

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA MEDAN. Astari Khairunnisa Paidi Hidayat, SE, M.Si ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Industrialisasi merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai. Di sisi lain sejak tahun 2000, dalam rangka tatanan pergaulan antar bangsa guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional sejalan dengan agenda pembangunan dunia, Indonesia memiliki komitmen untuk ikut menjalankan agenda pembangunan dunia yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam bentuk agenda pembangunan yang dinamakan Millenium Development Goals (MDG s). Tujuan pembangunan millennium atau Millenium Development Goals (MDG s) adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu,

memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam pembangunan. Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju. Pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek pertahanan keamanan, dan senantiasa harus merupakan perwujudan wawasan nusantara serta memperkukuh ketahanan nasional, yang diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan diselaraskan dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan. Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila. Pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin, termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan rasa keadilan serta terjaminnya kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat. Pembangunan nasional menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia dan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah saling menunjang, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional. Kehadiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk merencanakan pembangunan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan prioritas serta potensi yang dimiliki. Wewenang yang lebih luas telah diberikan secara legal untuk memanfaatkan berbagai sumber daya baik dari aspek administrasi, kelembagaan maupun finansial. Melalui kewenangan tersebut diharapkan pemerintah daerah mampu menyusun suatu model perencanaan pembangunan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sehingga tujuan dari pembangunan tersebut di atas dapat tercapai dalam kerangka agenda pembangunan nasional.

Gerbang otonomi daerah mengharuskan pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas aparaturnya, agar memiliki kompetensi dan kemampuan untuk menghadapi dan menangani tantangan pembangunan sekaligus mampu melakukan agenda pembangunan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Coorporate Governance). Yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional dalam kerangka otonomi daerah dibutuhkan perencanaan dan pembangunan wilayah yang komprehensif, terpadu dan terintegrasi yang diharapkan dapat dijadikan panduan dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Perencanaan dan pembangunan wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003). Menurut Archibugi (2008) teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu Physical Planning (Perencanaan fisik), Macro- Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro), Social Planning (Perencanaan

Sosial) dan Development Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan dan pembangunan wilayah diharapkan menghasilkan penataan ruang perkotaan dengan alokasi ruang perkotaan yang sesuai dengan peruntukannya sehingga aktivitas ruang perkotaan berjalan seiring dengan pembangunan ekonomi. Selama kurun waktu pelaksanaan otonomi daerah, banyak daerah-daerah yang telah menunjukkan kinerja pembangunan daerahnya dengan baik namun tidak sedikit pula daerah-daerah yang tidak mampu memanfaatkan momentum tersebut. Berdasarkan hasil kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tentang Tata Kelola Ekonomi Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia yang menempatkan 7 (tujuh) kabupaten dan kota di Sumatera Utara dengan tata kelola ekonomi yang terburuk. Tujuh daerah tersebut adalah Kota Medan, Labuhan Batu, Tanjung Balai, Asahan, Nias dan Nias Selatan (KPPOD, 2008). Menurut Suntoro (2004) yang melakukan penelitian mengenai Analisis Rasio keuangan terhadap kinerja pemerintah Kabupaten/kota (studi kasus pada Pemerintah kota Yogyakarta). Hasil menunjukkan bahwa otonomi daerah ternyata membawa pengaruh terhadap kinerja pemerintah kota Yogyakarta. Tingkat ketergantungan Pemerintah Kota Yogyakarta terhadap sumber dana ekstren (pemerintah/pinjaman) masih tinggi walaupun dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah dan Pendapatan Asli Daerahnya mengalami peningkatan. Kota Medan dengan luas ± 265,10 Km 2 merupakan kawasan dengan kesatuan ekologis dimana wilayahnya saling berkaitan antara inti kota, utara, selatan, barat dan

timur yang saat ini terdiri dari 21 (dua puluh satu) wilayah kecamatan. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang bersifat terpadu dengan tujuan pemanfaatan ruang yang optimal. Keterpaduan yang mempertimbangkan bahwa setiap wilayah dalam kawasan Kota Medan memiliki karakteristik masing-masing namun perlu ditilik dengan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan yang bersinergi untuk keberlanjutan Kota Medan. Dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan, Pemerintah Kota Medan telah melakukan berbagai perencanaan pembangunan berdasarkan visi dan misi kota yang tertuang dalam berbagai dokumen induk perencanaan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan Kota Medan telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik, namun tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Medan yang ditunjukkan dengan terkonsentrasinya penduduk miskin pada wilayah sub urban, terjadinya disparitas IPM antar kecamatan, pengangguran yang masih tinggi dan ketimpangan ketersediaan sarana prasarana antara wilayah urban dan sub urban (paradox of growth). Kondisi empiris menunjukkan, Kota Medan menempati posisi yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi regional Sumatera Utara. Berdasarkan data publikasi BPS Sumatera Utara pada tahun 2007, Kota Medan memberikan konstribusi terhadap pembentukan PDRB Sumatera Utara mencapai ± 30,50% sedangkan pada tahun 2003 hanya tercatat ± 23,42% terhadap pembentukan PDRB Sumatera Utara. Selama periode 2003-2007, pertumbuhan ekonomi Kota Medan menunjukkan

pertumbuhan yang relatif tinggi dan stabil. Demikian juga laju inflasi Kota Medan selama periode tahun 2003-2007 berada di bawah 1 digit kecuali pada tahun 2005 mencapai 22,91 persen. Hal ini disebabkan pada bulan Oktober 2005, Pemerintah menaikkan harga BBM. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan pada table berikut ini: Tabel 1.1 Kinerja Pembangunan Bidang Ekonomi Kota Medan dibanding dengan Propinsi Sumatera Utara Periode Tahun 2003-2007 No Indikator Tahun Medan Sumatera Utara 2003 22.542,02 96.233,39 1 PDRB (ADH Berlaku) (Rp Milyar) 2 PDRB (ADH Konstan) (Rp Milyar) 3 Pendapatan Perkapita (ADH Berlaku) (000 Rp/Tahun) 4 Pendapatan Perkapita (ADH Konstan) (000 Rp/Tahun) 5 Pertumbuhan Ekonomi (%) 2004 33.115,35 118.100,51 2005 42.792,45 139.618.31 2006 48.922,90 160.376.8 2007 55.455,58 181.819.74 2003 6.092,41 27.071,25 2004 23.623,13 83.328,95 2005 25.272,42 87.897.79 2006 27.234,45 93.347.40 2007 29.352,92 99.792.27 2003 12.346,89 8.497,85 2004 13.174,81 9.741,57 2005 20.906,35 11.326,52 2006 23.629,97 12.684,53 2007 26.620,95 14.166,63 2003 11.099,57 2.271,73 2004 11.748,85 6.873,42 2005 12.346,90 7.130,69 2006 13.174,00 7.383,039 2007 14.090,60 7.775,393 2003 5,06 4,81 2004 7,29 5,74 2005 6,98 5,48 2006 7,76 6,2 2007 7,78 6,9 2003 4,46 4,23 2004 6,64 6,81 6 Inflasi (%) 2005 22,91 22,41

2006 5,97 6,11 2007 6,42 6,6 Sumber : BPS Kota Medan 2004 2008, BPS Sumut 2004-2008 (Diolah) Selama kurun waktu tahun 2003-2007, konstribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kota Medan diberikan sektor tertier (69,22%), diikuti sektor sekunder (27,93), dan sektor primer (2,86%). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 1.1 Kontribusi Sektor Primer, Skunder dan Tertier Kota Medan Tahun 2003-2007 Nilai ekspor Kota Medan yang melalui Pelabuhan Laut Belawan dan Bandara Polonia selama tiga tahun terakhir sejak 2004-2006 menunjukkan kondisi yang meningkat, dengan tumbuh rata-rata per tahun sebesar 31,81 persen. Nilai impor juga mengalami peningkatan dengan tumbuh rata-rata pertahun sekitar 27,00 persen. Berdasarkan kondisi ekpor dan impor Kota Medan tersebut, dapat diketahui bahwa kondisi neraca perdagangan di Kota Medan pada periode tahun 2004-2006 mengalami surplus, dimana besarnya nilai ekspor selalu lebih besar nilai impor. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2 Nilai Ekspor dan Impor Melalui Wilayah Kota Medan 2004-2006 Tahun Ekspor (Nilai FOB, Miliar US $) Impor (Nilai CIF, Miliar US $) Surplus Perdagangan (Miliar US $) 2004 2,64 0,73 1,91 2005 3,86 1,00 2,86 2006 4,52 1,17 3,35 Sumber : Laporan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun 2006 Succses story indikator makro ekonomi yang telah berhasil dicapai selama otonomi daerah tersebut, ternyata belum sepenuhnya diikuti oleh perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat kota. Beberapa data empiris di bawah ini menunjukkan bahwa terjadinya kesenjangan fundamental antara tingkat kesenjangan antar kelompok pendapatan dari sisi penyerapan angkatan kerja. Angkatan kerja di pasar kerja ternyata jauh melebihi penawaran, dalam hal ini pencari kerja lebih banyak dari peluang kerja yang tersedia. Berdasarkan tabel berikut dapat dilihat pada tahun 2008 yang terserap dipasar tenaga kerja sebesar 86,92% sedangkan 13,08% tidak terserap di lapangan kerja yang ada. Tabel 1.3 Jumlah Pencari Kerja Kota Medan Tahun 2006-2008 No Angkatan Kerja Tahun Persentase 2006 2007 2008 2008 1 Bekerja 755.882 729.892 833.832 86,92 2 Pengangguran 133.470 123.670 125.477 13,08 Total 889.352 853.562 959.309 100 Sumber: LPPD Kota Medan 2008 Dari lapangan usaha yang ada sebagian besar digerakkan oleh sektor tersier dan sekunder (gambar 1.1) yang merupakan penampung tenaga kerja yang terbesar,

namun akibat kebijakan pengupahan yang cenderung masih pro pasar (bukan buruh), menyebabkan nilai tambah yang diciptakan di sektor-sektor ini tidak dapat dinikmati oleh angkatan kerja yang bekerja. Di samping itu, Medan sebagai Kota Metropolitan dengan sektor-sektor ekonomi andalannya adalah sektor tertier dan sekunder telah mendorong arus urbanisasi (migrasi) dan commuter yang cenderung besar yakni sekitar 500.000 orang per hari, turut mempengaruhi ketidakseimbangan supply/demand di pasar kerja. Kecenderungan ini diperparah lagi dengan kondisi urbanisasi dan commuter dari kawasan sekitarnya yang hanya dimotivasi alasan-alasan irrasional tanpa didukung oleh pendidikan dan ketrampilan yang memadai untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik di Kota Medan. Hal ini telah menjadikan pelaku usaha (industri) cenderung memperkerjakan orang-orang berdomisili di luar Kota Medan yang cenderung bersedia menerima upah lebih rendah. Peluang atau kesempatan kerja yang terbatas ini telah menyebabkan angkatan kerja yang ada di Kota Medan sulit mendapatkan lapangan kerja sehingga mereka menganggur berimplikasi terhadap tidak memiliki pendapatan. Sebagian pelaku usaha yang ada merupakan sektor informal dan formal yang tergabung dalam UKMK yang merupakan bagian dari perekonomian Kota Medan namun perkembangan sektor ini tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan pelaku UKMK kurang memiliki akses dana untuk usaha. Kota Medan memiliki potensi UKMK yang besar yaitu sebanyak 217.513 unit usaha pada tahun 2006. Proporsi UKMK pada tahun tersebut

adalah sebesar 97,92 persen dari keseluruhan perusahaan yang tersebar di setiap kecamatan di Kota Medan. Berdasarkan total dana yang terhimpun dari masyarakat sekitar 65% telah disalurkan kembali dalam bentuk investasi kepada pelaku usaha sedangkan sebanyak 35% masih mengalir keluar daerah baik dalam bentuk SBI maupun investasi lainnya. Dari total kredit yang disalurkan tidak seluruhnya untuk investasi melainkan untuk kegiatan konsumtif masyarakat. Menurut Romeo (dalam Musrenbang Kota Medan, 2007), hal ini terjadi karena beberapa hal, antara lain : 1. Faktanya uang terhimpun masih sedikit yang kembali dalam bentuk investasi dan masih banyak yang mengalir ke Jakarta dan Pulau Jawa 2. Pemerintah dan uangnya masih sebagai mayor economic player 3. Permasalahan dan tantangan Kota Medan : a. Ekonomi konglomerasi lebih dominan; b. Kurang memiliki daya tarik investasi; c. Keberadaan UMKM tidak terkoordinasi dan kurang memiliki akses terhadap lembaga keuangan Ditinjau dari aspek budaya yang berkaitan dengan etnis (suku) pada wilayahwilayah tertentu yang terkonsentrasi suku etnis tionghoa ternyata lebih mendominasi pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Ada indikasi pada etnis-etnis tertentu akibat mereka sulit meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang cenderung kurang selaras dengan sikap-sikap membangun yang diperlukan seperti inovasi,

inisiatif, dan kreatif menyebabkan mereka terperangkap dalam kelompok masyarakat marjinal perkotaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.4 Penduduk Menurut Wilayah Administrasi dan Suku Bangsa Kecamatan Suku Bangsa ( % ) Melayu Karo Simalungun Toba Madina Pakpak 1. M. Tuntungan 3.52 2.32 1.68 26.37 4.74 0.79 2. M. Johor 5.07 11.15 0.94 14.34 11.13 2.14 3. M. Amplas 5.10 2.94 1.00 26.80 15.05 0.22 4. M. Denai 4.89 0.52 0.86 25.83 12.25 0.46 5. M. Area 5.72 0.54 0.22 7.39 6.06 0.19 6. M. Kota 3.94 0.72 0.68 26.09 7.33 0.24 7. M. Maimun 6.52 0.99 0.40 6.62 14.60 0.10 8. M. Polonia 2.28 2.64 0.12 15.52 2.92 0.09 9. M. Baru 3.52 19.37 1.44 25.03 5.79 0.49 10. M. Selayang 5.10 16.62 1.64 23.37 4.69 0.56 11. M. Sunggal 6.56 4.09 0.56 16.76 6.14 0.12 12. M. Helvetia 4.95 4.17 0.81 30.29 7.08 0.25 13. M. Petisah 2.69 1.78 0.66 23.18 6.00 0.11 14. Medan Barat 4.56 0.97 0.38 14.07 16.01 0.09 15. Medan Timur 3.48 1.14 0.69 15.70 6.58 0.11 16. M. Perjuangan 3.28 1.14 1.36 24.55 15.00 0.14 17. M. Tembung 2.94 1.05 0.64 20.01 23.56 0.24 18. M. Deli 7.54 0.61 0.20 11.71 4.62 0.32 19. M. Labuhan 20.08 0.89 0.27 20.41 5.96 0.14 20. M. Marelan 19.35 0.13 0.26 6.48 5.55 0.20 21. M. Belawan 14.50 1.49 0.19 21.83 7.94 0.03 Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2007 BPS Kota Medan Lanjutan tabel 1.4 Kecamatan Suku Bangsa ( % ) Nias Jawa Minang Cina Aceh Lainnya 1. M. Tuntungan 1.08 19.55 3.68 0.20 1.78 4.29 2. M. Johor 0.93 33.41 6.45 9.57 1.75 3.12 3. M. Amplas 0.81 37.06 6.54 0.84 1.45 2.19 4. M. Denai 0.53 24.01 21.77 4.68 2.00 2.21 5. M. Area 0.24 16.79 31.08 26.85 2.88 2.05

6. M. Kota 0.85 14.16 11.15 29.22 2.22 3.41 7. M. Maimun 1.17 21.74 18.53 18.29 2.60 8.47 8. M. Polonia 0.33 47.21 3.71 15.02 1.87 8.29 9. M. Baru 0.86 20.48 6.33 2.81 3.49 10.38 10. M. Selayang 0.76 37.10 3.32 1.31 1.87 3.67 11. M. Sunggal 0.83 37.82 4.60 11.32 6.34 4.85 12. M. Helvetia 0.78 37.33 5.26 2.13 4.07 2.90 13. M. Petisah 0.73 23.48 4.16 26.18 4.94 6.09 14. Medan Barat 0.44 26.78 6.95 22.89 1.67 5.19 15. Medan Timur 0.80 38.01 7.49 18.45 2.49 5.05 16. M. Perjuangan 0.88 24.71 9.76 13.42 3.35 2.40 Kecamatan Suku Bangsa ( % ) Nias Jawa Minang Cina Aceh Lainnya 18. M. Deli 0.68 61.06 2.82 5.19 1.52 3.72 19. M. Labuhan 0.80 36.29 3.97 5.48 2.66 3.06 20. M. Marelan 0.20 55.27 3.38 3.74 1.65 3.78 21. M. Belawan 0.62 31.20 7.24 3.78 5.65 5.53 Sumber : Sensus Penduduk Tahun 2007 BPS Kota Medan Tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah pada komunitas masyarakat miskin kota, kualitas derajat kesehatan masyarakat, dan daya beli yang rendah pada daerah sub urban menyebabkan lambatnya transformasi ekonomi sosial dan budaya. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya disparitas IPM antara daerah urban dan sub urban dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.5 Indeks Pembangunan Manusia Per Kecamatan No Kecamatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 1 Medan Kota 86,0 2 Medan Perjuangan 75,4 3 Medan helvetia 74,5 4 Medan Johor 68,2 5 Medan Deli 67,9 6 Medan Labuhan 65,6 7 Medan Marelan 62,9 8 Medan Belawan 58,4 9 Medan Tuntungan 75,0 10 Medan Amplas 74,5

11 Medan Denai 72,2 12 Medan Area 82,4 13 Medan Polonia 84,6 14 Medan Baru 83,0 15 Medan Selayang 71,4 16 Medan Barat 89,9 17 Medan Timur 79,6 18 Medan Tuntungan 69,6 Sumber : Buku IPM Tingkat Kecamatan Kota Medan Tahun 2007 dan 2009 Tabel di atas menunjukkan IPM Kota Medan untuk tahun 2006 dan 2008. IPM tahun 2006 (kecamatan Medan Kota, Medan Perjuangan, Medan Helvetia, Medan Johor, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan). Selanjutnya IPM pada tahun 2008 (Medan Tuntungan, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Barat, Medan Timur dan Medan Tembung). Pada tahun 2006 IPM kecamatan Medan Kota berada pada status atas, sedangkan kecamatan Medan Perjuangan, Medan Helvetia, Medan Johor berada pada status menengah atas, kecamatan Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, dan Medan Belawan masuk pada kelompok menengah bawah. Padahal kawasan ini merupakan bagian wilayah kota yang direncanakan sebagai pusat pertumbuhan wilayah (aglomerasi) dengan centre point Kawasan Industri Medan (KIM), Kawasan Industri Lamhotma, Pelabuhan Belawan, dan Pelabuhan Samudera Perikanan Gabion. IPM tertinggi pada tahun 2008 adalah kecamatan Medan Barat yaitu sebesar 89,9, Medan Tembung berada pada posisi terendah dengan nilai IPM hanya sebesar 69,6.

Demikian juga jika dilihat dari sisi penyebaran penduduk miskin berdasarkan kecamatan di Kota Medan Tahun 2007 secara umum diketahui penduduk miskin lebih banyak terkonsentrasi pada wilayah pusat-pusat pertumbuhan. Persentase penduduk miskin pada tahun 2007 sebanyak 19.82% (412.984 jiwa) dari total penduduk Kota Medan. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar. Dilihat dari persebarannya kecamatan-kecamatan yang berlokasi di sebelah utara Kota Medan (Medan Belawan Medan Labuhan, Medan Barat dan Medan Deli,) merupakan kantong kemiskinan terbesar di Kota Medan. Tabel 1.6 Penyebaran Keluarga Miskin Kota Medan Tahun 2007 No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Penduduk Miskin (KK) Persentase Jumlah Penduduk Miskin (%) 1 Medan Tuntungan 68.817 12.340 17.93 2 Medan Johor 114.143 23.394 20.49 3 Medan Amplas 113.099 14.885 13.16 4 Medan Denai 137.443 31.813 23.14 5 Medan Area 107.300 24.043 22.40 6 Medan Kota 82.783 18.940 22.88 7 Medan Maimun 56.821 10.325 18.17 8 Medan Polonia 52.472 11.044 21.05 9 Medan Baru 43.419 6.323 14.56 10 Medan Selayang 84.148 10.575 12.56 11 Medan Sunggal 108.688 15.492 14.25 12 Medan Helvetia 142.777 10.432 7.30 13 Medan Petisah 66.896 18.674 27.91 14 Medan Barat 77.680 29.806 38.37 15 Medan Timur 111.839 20.991 18.77 16 Medan Perjuangan 103.809 16.653 16.04 17 Medan Tembung 139.256 20.729 14.88 18 Medan Deli 147.403 29.421 19.96 19 Medan Labuhan 105.015 32.175 30.64

20 Medan Marelan 124.369 15.827 12.72 21 Medan Belawan 94.979 39.102 41.17 Jumlah/Total 2.083.156 412.984 19.82 Sumber : BPS Kota Medan 2008 Walaupun fenomena kemiskinan di Kota Medan merupakan sifat multikompleks yang menyebabkannya, tetapi dapat diduga faktor struktural merupakan faktor dominan yang menyebabkan upaya-upaya menurunkan tingkat kesenjangan pendapatan sulit dilakukan. Faktor-faktor struktural tersebut bukan hanya yang berasal dari pemerintah daerah (kota), juga terkait dengan kebijakan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Pertumbuhan ekonomi merupakan persyaratan utama (neccesary condition) untuk mengurangi kemiskinan. Namun dengan hanya memacu pertumbuhan ekonomi saja bukanlah persyaratan yang cukup (sufficient condition) untuk mengatasi masalah kemiskinan karena akan memunculkan trade off terhadap pemerataan yang cenderung buruk. Pertumbuhan ekonomi akan kehilangan makna bagi golongan miskin apabila diikuti dengan meningkatnya ketidakmerataan. Atau dengan kata lain jika manfaat dari pertumbuhan tersebut lebih banyak mengarah pada golongan kaya dan keadaan golongan miskin tidak bertambah baik atau bahkan cenderung lebih buruk. Penelitian sebelumnya oleh Kalwij dkk (2007) yang membahas peran distribusi pendapatan dalam mempengaruhi respon kemiskinan terhadap pertumbuhan pendapatan dan perubahan pada ketimpangan. Penelitian oleh Neumark (2006) yang membahas tentang sebuah rasional dalam peningkatan upah minimum

untuk menghasilkan perubahan yang bermanfaat dalam distribusi pendapatan, melalui peningkatan pendapatan keluarga miskin dan menengah. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada fakta upah minimum di Brazil yang pendapatan keluarganya lebih rendah dibandingkan dengan distribusi pendapatan. Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada masa yang akan datang yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sekarang. Dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan tersebut, Pemerintah Kota Medan telah melakukan berbagai perencanaan pembangunan yang didasarkan pada visi dan misi kota yang tertuang dalam berbagai dokumen induk perencanaan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan Kota Medan telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik, namun tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Medan (paradox of growth). Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 1.2 Kinerja Pembangunan Kota Medan

Berdasarkan keadaan faktual dan kondisi dari berbagai data yang diuraikan di atas perlu suatu kajian perencanan dan pembangunan wilayah kaitannya dengan pendapatan di Kota Medan. Dari data pendapatan hasil survei akan diperoleh tingkat distribusi pendapatan masyarakat di Kota Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini : 1. Apakah perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat Kota Medan. Apakah perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui variabel aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan, pendidikan, dan lokasi tempat tinggal. 2. Apakah aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan, pendidikan dan lokasi tempat tinggal berpengaruh secara bersamaan terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan. 3. Apakah distribusi pendapatan masyarakat di Kota Medan tidak merata. 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh perencanaan dan pembangunan wilayah terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh perencanaan dan pembangunan wilayah terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui variabel aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan, pendidikan dan lokasi tempat tinggal. 2. Untuk mengkaji dan menganalisis secara bersamaan pengaruh aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan, pendidikan dan lokasi tempat tinggal berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan. 3. Untuk mengkaji dan menganalisis kondisi distribusi pendapatan masyarakat di Kota Medan. 1.4 Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah 1. Manfaat teoritis yakni diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran dan upaya penajaman konsep tentang perencanaan dan pembangunan wilayah kaitannya dengan pendapatan dan distribusi pendapatan wilayah. 2. Manfaat praktis, yaitu bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan mengenai prioritas pembangunan dalam rangka peningkatan pendapatan dan perbaikan distribusi pendapatan masyarakat.