PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRATEGI PEREMPUAN BEKERJA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Studi Kasus Perempuan Karier di Makassar) FATMAWATI HARUN

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

Indeks Pembangunan Manusia

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,16 PERSEN

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN Latar Belakang

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA UTARA FEBRUARI 2015

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PENGANTAR Pengertian Jender. Wiwik D Pratiwi

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2016 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,81 PERSEN

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BERITA RESMI STATISTIK

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI SULAWESI UTARA BULAN AGUSTUS 2015

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. sementara pada waktu yang sama mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat.

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI DIY PADA AGUSTUS 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 3,97 PERSEN

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN

Keadaan Ketenagakerjaan Sulawesi Selatan Agustus 2017

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA, FEBRUARI 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,09 PERSEN

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2008 SEBESAR 6,04 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN

KONSEP GENDER PENGARUSUTAMAAN GENDER Dan ANGGARAN RESPONSIF GENDER

BERITA RESMI STATISTIK

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAMBI AGUSTUS 2015

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA AGUSTUS 2012

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG FEBRUARI 2017

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2015

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI LUWU TIMUR KEADAAN MARET TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017

gizi buruk. Ketenagakerjaan meliputi rasio penduduk yang bekerja. Secara jelas digambarkan dalam uraian berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hal ini dapat tercapai bila jumlah supply tenaga kerja yang besar

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DIY PADA FEBRUARI 2011 SEBESAR 5,47 PERSEN

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Negara dapat dikatakan maju apabila memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Pembangunan sumberdaya manusia sangat penting dan strategis guna menghadapi era persaingan ekonomi pasar bebas dan globalisasi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Human Development Index (HDI) adalah angka yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa. Pada Tahun 2005 sampai 2009 berdasakan pengukuran HDI, kualitas sumberdaya manusia Indonesia mengalami peningkatan. HDI Indonesia pada Tahun 2005 berada pada peringkat 110 dari 117 negara dengan indeks 0,697. Pada Tahun 2006 mencapai indeks 0,711 dan berada pada peringkat 108 dari 117 negara. Pada Tahun 2007 HDI Indonesia meningkat menjadi 0,728 dan berada pada peringkat 108 dari 117 negara dan pada tahun 2009 diperkirakan berada pada posisi 111 dari 182 negara dengan indeks 0,734 dan dikategorikan sebagai negara berkembang 1. Indonesia berada pada peringkat 68 dari 138 negara dalam Gender Related Development Indeks (GDI-Indeks Pembangunan yang berkaitan dengan gender) dengan tolak ukur yang mencerminkan kualitas pendidikan, pendapatan, dan kesehatan dasar yang masih rendah. Demikian pula dalam Gender Empowerment Measure (GEM-Ukuran Pemberdayaan Gender) yang mengevaluasi kemajuan suatu bangsa dalam mendorong kemajuan perempuan di bidang ekonomi dan politik, Indonesia berada pada peringkat 56 dengan nilai 0,362 (Bainar & Halik, 1999). Masalah ketenagakerjaan juga merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi. Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2007 mencapai 108,13 juta orang, bertambah 1,74 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2006 (106,39 juta orang) atau bertambah 1,85 juta orang dibanding Februari 2006 (106,28 juta orang). Berdasarkan peran gender disektor publik, partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Pada tahun 2006 dari segi penawaran, pencari kerja perempuan lebih banyak daripada 1 Kawilarang RR & Puspasari SE. 2009. PBB: Kualitas RI Masih Kalah dari Tetangga. http://dunia.vivanews.com. [18 Oktober 2009].

pencari kerja laki-laki. Demikian juga dari segi permintaan, lowongan kerja perempuan lebih banyak dari pada lowongan kerja laki-laki. Secara persentase banyaknya lowongan kerja terdaftar terhadap pencari kerja terdaftar antara lakilaki dan perempuan masing-masing pada Tahun 2005 secara berturut-turut 21,04 persen dan 22,78 persen dan mengalami peningkatan pada Tahun 2006 secara berturut-turut 27,45 persen untuk laki-laki dan 30,37 persen untuk perempuan. Dengan demikian dari data tersebut dapat dilihat bahwa peluang mendapatkan pekerjaan bagi perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki (BPS 2007). Sistem keluarga tradisional yang didasarkan pada sistem patriarki yaitu ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai ibu rumahtangga mulai pudar (Kammeyer 1987). Beberapa konflik ditemui oleh keluarga yang suami dan istrinya bekerja. Tugas ibu yang sepenuhnya di rumah teralihkan ke hal yang lain, yaitu karier, sehingga seorang perempuan yang bekerja mempunyai waktu yang sangat terbatas untuk menyelesaikan pekerjaan rumahtangga. Sebagai perempuan bekerja yang telah berkeluarga, perempuan memiliki dua tanggung jawab besar, yaitu sebagai ibu rumahtangga dan sebagai pekerja di suatu instansi. Oleh sebab itu penyeimbangan antara pekerjaan dan keluarga sangatlah dibutuhkan karena kemampuan perempuan dalam menyeimbangkan antara tuntutan keluarga dan pekerjaanlah yang membuat perempuan dapat eksis dalam mempertahankan kedua peran ganda tersebut (Puspitawati 2009). Perumusan Masalah Hasil Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa pada Februari 2005 jumlah pekerja perempuan yang berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai sekitar 8,2 juta orang, pekerja bebas di sektor pertanian sekitar 1,9 juta, dan 0,6 juta orang sebagai pekerja bebas di sektor non pertanian. Jumlah tersebut mengalami peningkatan masing-masing menjadi 8,6 juta, 2,3 juta, dan 0,7 juta pada Februari 2007. Meningkatnya jumlah ibu rumahtangga yang bekerja di luar rumah ditandai dengan terbukanya kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pendidikan yang tinggi. Pencapaian angka partisipasi murni (APM) anak perempuan terhadap anak laki-laki secara umum menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama untuk rasio APM usia sekolah lanjutan tingkat (SMA/MA) perempuan dan rasio APM usia pendidikan tinggi perempuan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2002-2006). Meningkatnya rasio ini menunjukkan bahwa

jumlah perempuan yang berpartisipasi dalam suatu jenjang pendidikan semakin besar dibandingkan dengan jumlah laki-laki yang berpartisipasi dalam suatu jenjang pendidikan yang sama. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada rasio APM pendidikan tinggi perempuan yang rata-rata pertahunnya antara tahun 1992-2002 sebesar 85,73 persen dan terus meningkat dalam kurun 2003-2006 dengan rata-rata sebesar 97,24 persen pertahun. Data tersebut menginformasikan bahwa terjadinya peningkatan akses perempuan ke SMA/MA dan perguruan tinggi (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2007). Terbukanya kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pendidikan yang tinggi mengakibatkan semakin banyak pula kesempatan bagi perempuan untuk bekerja dan berkarier di segala bidang. Kesejahteraan perempuan terkait dengan kesejahteraan keluarga. Tugas perempuan yang digambarkan sebagai ibu rumahtangga saat ini sudah mulai berambah ke luar rumahtangga. Semakin banyak sekarang pasangan suami istri yang memilih untuk sama-sama bekerja. Motivasi yang mendasari seorang ibu untuk memilih bekerja di luar rumah bukan hanya sekedar untuk membantu mencukupi kebutuhan nafkah atau aspek ekonomi saja. Seorang ibu yang bekerja juga ingin mengembangkan aspek kepribadiannya melalui pekerjaan dan kariernya dengan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah didapatnya dari pendidikan formal dan informalnya (Kiong 2008). Catatan statistik 2002 juga menunjukkan bahwa komposisi penduduk perempuan di Sulawesi Selatan sebesar 51 persen, angka ini lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki. Catatan dari Human Development Report Indonesia 2004 untuk Sulawesi Selatan, menyebutkan Gender Empowerment Measure (GEM) di Sulawesi Selatan pada tahun 2002 menempati ranking 23 dari 30 propinsi. Tolak ukur dari variabel dalam GEM didasarkan pada tingkat partisipasi perempuan di parlemen (Tahun 2002) yang kisaran terendah dipegang oleh Kabupaten Sidenreng Rappang dengan persentase nol persen dan yang tertinggi diperoleh Kabupaten Sengkang dengan persentase tertinggi 12,5 persen. Sedangkan jumlah perempuan dalam angkatan kerja dengan kisaran terendah 23,9 persen dipegang oleh Kabupaten Pangkep dan yang tertinggi adalah Kabupaten Polewali Mamasa dengan persentase 38,5 persen. Untuk Gender Related Development Index (GDI) menempati rangking 15 dengan beberapa variabel ukuran seperti angka harapan hidup, angka melek huruf dewasa, ratarata lama sekolah dan proporsi dalam angkatan kerja. Dari variabel ukuran dalam

GDI, dapat dilihat kesenjangan paling nampak dalam pembagian income antara laki-laki dengan perempuan terjadi di Luwu Utara yang hanya menerima 10,8 persen dibanding laki-laki. Banyaknya ibu bekerja membuat terjadinya suatu perubahan dalam keluarga. Pada Tahun 2008 jumlah perempuan yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebanyak 38.653.472 orang dan mengalami peningkatan pada Tahun 2009 sebanyak 39.946.327 orang. Sedangkan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga mengalami penurunan dari Tahun 2008-2009. Pada Tahun 2008 jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 31.179.316 dan mengalami penurunan pada Tahun 2009 sebanyak 30.996.532. Untuk provinsi Sulawesi Selatan jumlah perempuan yang bekerja pada Tahun 2008 sebanyak 1.146.378 orang dan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 1.243.343 orang sedangkan pada Tahun 2009 jumlah perempuan yang bekerja sebanyak 1.073.701 orang dan jumlah perempuan yang mengurus rumahtangga sebanyak 1.341.864 orang (BPS 2008). Disinilah terjadinya benturan antara kepentingan tugas-tugas rumahtangga dengan tugas-tugas kantor sehingga timbulnya dilema bagi perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Masalah pengaturan dan pembagian waktu untuk pekerjaan dan keluarga seringkali menjadi persoalan dan sumber masalah yang dialami oleh perempuan bekerja. Banyak keluarga yang bercerai karena suami maupun istrinya bekerja. Data Kementerian Agama Sulawesi Selatan menyebutkan, angka perceraian di Sulsel mengalami peningkatan. Data terakhir mencatat terjadinya 250 ribu kasus perceraian di Sulsel pada tahun 2009. Angka ini setara dengan 10% dari jumlah pernikahan di tahun 2009 sebanyak 2,5 juta. Jumlah perceraian tersebut naik 50 ribu kasus dibanding tahun 2008 yang mencapai 200 ribu perceraian 2. Tekanan dari pihak keluarga serta rasa bersalah karena merasa tak sanggup menjalankan kedua peran itu dengan baik bisa menimbulkan stres dan perasaan tertekan sehingga perempuan tak bisa lagi menikmati peran bekerja, namun masih bingung memutuskan untuk berhenti bekerja. Hal-hal yang dilakukan perempuan bekerja untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut beragam dan disinilah terlihat pentingnya penelitian tentang strategi perempuan bekerja menlani peran gandanya tersebut, serta dampaknya bagi kesejahteraan. 2 Esgmagazine.2009.Angka Perceraian Meningkat. www.esgmagazine.go.id (diakses tanggal 2 Oktober 2010)

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi perempuan bekerja dan kesejahteraan keluarga. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh dan keluarga. 2. Menganalisis karakteristik lingkungan tentang nilai-nilai budaya. 3. Mengidentifikasi dukungan sosial lingkungan keluarga. 4. Mengidentifikasi interaksi suami istri. 5. Mengidentifikasi pandangan serta sikap dan perilaku peran gender keluarga. 6. Menganalisis strategi perempuan bekerja. 7. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi perempuan bekerja. 8. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi kepada perempuan yang bekerja di sektor publik beserta keluarga bahwa pentingnya menyeimbangkan antara aktivitas pekerjaan dan rumahtangga, serta juga menginformasikan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyeimbangan tersebut. Selain kepada perempuan bekerja dan keluarga, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang penting Pemerintah Kota Makassar mengenai cara-cara perempuan bekerja dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Sehingga pemerintah dapat lebih memperhatikan perempuan yang bekerja di luar rumah dan ikut membantu agar mereka dapat dengan mudah menyeimbangkan antara kehidupan keluarga dengan pekerjaan.