I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

SERAH TERIMA DIGESTER TERNAK. Kulonprogo, DI. Yogyakarta. Oleh : Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA Menteri Negara Lingkungan Hidup

PENDAHULUAN Latar Belakang

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SERAH TERIMA DIGESTER TERNAK DAN IPAL TAHU

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

PENDAHULUAN. Latar Belakang

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laju permintaan daging sapi di Indonesia terus meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

III KERANGKA PEMIKIRAN

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. kasus tersebut akan dialami oleh TPA dengan metode pengelolaan open dumping

MAKALAH PENGOLAHAN LIMBAH B3 PADA SAPI PERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahun 2011 sebanyak ekor yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota.

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas

BATAM, 9 MEI 2014 SUPRAPTONO

V. GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA. 5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. batubara dan lainnya menjadikan harga energi terus maningkat. Negara Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa mengenai

METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kecamatan Cisarua

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. Sementara produksi energi khususnya bahan bakar minyak yang berasal dari

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan bahan pangan berupa daging khususnya daging sapi

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

V GAMBARAN UMUM USAHA

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

PENDAHULUAN. Pertanian organik di masa sekarang ini mulai digemari dan digalakkan di

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV GAMBARAN UMUM Laju Pertumbuhan GDP per Kapita Negara High Income

Oleh : Rita Nurmalina dan Selly Riesti Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

Iklim Perubahan iklim

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

EVALUASI TEKNO-EKONOMI PEMANFAATAN BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6 o 44-7 o 83 Lintang Selatan

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam negeri masih tergantung dari peternakan sapi perah rakyat dengan sekitar 110 ribu peternak dengan 377 ribu sapi (Ditjen Peternakan, 2008), dan rata-rata produksi harian 1185 ton susu segar yang dipasarkan ke Industri Pengolahan Susu (IPS) melalui koperasi (Sulistiyanto, 2008). Produksi susu dalam negeri masih jauh dari harapan. Konsumsi susu perkapita Indonesia pada tahun 2007 sekitar 7,12 kg/tahun yang berarti total konsumsi 200 juta rakyat Indonesia adalah 3.955 ton/hari (Badan Pusat Statistik, 2008). Hal ini akan terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya populasi manusia. Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah 235 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,2 persen per tahun sejak tahun 2000. Kabupaten Bogor berkontribusi dalam memenuhi kebutuhan susu nasional melalui pengembangan usaha peternakan sapi perah. Beberapa wilayah di Kabupaten Bogor memiliki agroklimat dan perilaku sosial budaya yang sesuai untuk peternakan sapi perah, diantaranya adalah Kecamatan Cisarua dan Megamendung yang terletak pada ketinggian antara 600-1.100 m diatas permukaan laut dengan suhu berkisar antara 17,85 o -23,91 o C (rata-rata 20 o C). Usaha peternakan sapi perah didaerah tersebut memiliki peluang pasar yang cukup besar karena didukung oleh keberadaan PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory) yang menampung susu segar produksi peternak rakyat untuk diolah menjadi susu cair olahan. Pada tahun 2009 kedua kecamatan ini memberikan kontribusi sebesar 28,76 persen dari keseluruhan populasi sapi perah di Kabupaten Bogor sebesar 7.131 ekor (Disnakkan Kab. Bogor, 2009). Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi merupakan daerah target program pengembangan usaha sapi perah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Jumlah populasi sapi perah pada tahun 2013 diharapkan mencapai 6000 ekor. 19

Meningkatnya populasi sapi perah berbanding lurus dengan peningkatan limbah yang dihasilkan. Limbah ternak yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dan mengurangi nilai estetika dan kesehatan lingkungan. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk mulai memikirkan pengelolaan limbah yang efektif dan efisien bagi peternak. Salah satu alternatif teknologi pengelolaan limbah yang efektif adalah teknologi biogas. Selain dapat mengurangi masalah lingkungan, peternak juga mendapatkan hasil berupa biogas yang bisa digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak dan lumpur buangan (sludge) yang dapat dijadikan pupuk. Tingginya konsumsi energi dunia mengakibatkan harga minyak dunia semakin tinggi. Melalui PP No. 5 Tahun 2006 perihal kebijakan Energi Nasional, pemerintah Indonesia mulai mengembangkan sumber energi alternatif terbarukan, salah satunya yaitu pengembangan biogas. Usaha peternakan sapi perah berpotensi tinggi untuk memproduksi biogas. Pada tahun 2007-2008 Kecamatan Cisarua telah mendapatkan bantuan instalasi biogas dari Kementerian Lingkungan Hidup sebanyak 37 unit dengan digester 5 m 3 dan 2 unit dengan digester 7 m 3. Jumlah instalasi biogas tersebut masih jauh dari cukup untuk menampung limbah sapi perah di Kecamatan Cisarua mengingat populasi sapi perah yang akan terus bertambah. Bantuan dari Kementerian Lingkungan Hidup tidak berlanjut sehingga dibutuhkannya investasi dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah ternak oleh peternak itu sendiri. Selama ini instalasi biogas diberikan oleh Pemerintah secara hibah sehingga biaya investasi dalam pengadaan instalasi biogas yang dikeluarkan oleh peternak tergantung dari kesediaan membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas. Oleh sebab itu dibutuhkan penelitian yang mengkaji kesediaan membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas pada pengelolaan limbah peternakan. Menurut Jesdapipat; Duberstein et al, 2003 kesediaan membayar (Willingness To Pay) adalah besaran uang yang bersedia dibayarkan oleh seseorang/individu untuk mendapatkan barang/jasa layanan. Besaran WTP sangat dipengaruhi oleh aspek demografi yang mencakup pendidikan, tingkat pendapatan, umur dan jenis kelamin dan preferensi individu atas barang/jasa yang ditawarkan (Day et al, 20

2000). Selain itu mau atau tidaknya masyarakat membayar juga akan sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya manfaat yang akan mereka peroleh jika mereka diminta membayar sejumlah uang. 1.2 Kerangka Pemikiran Usaha peternakan sapi perah rakyat disamping memberikan dampak positif yaitu sebagai sumber penghasilan, peternakan juga berpeluang untuk mencemari lingkungan sebagai dampak negatif. Penanganan limbah yang kurang baik dapat menimbulkan masalah lingkungan. Pemilihan sistem penanganan limbah ternak tergantung kepada beberapa faktor seperti biaya, potensinya untuk mencemari air dan udara, keperluan tenaga kerja, pertimbangan lokasi, pertimbangan area pembuangan dan selera operator (Vanderholm, 1979). Penanganan limbah ternak yang baik akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Seekor sapi laktasi yang mempunyai bobot badan 450 kg menghasilkan limbah berupa kotoran dan urine kurang lebih sebanyak 30 kg per ekor per hari (Sudono, et al.,2003). Menurut Maksudi (1993) limbah ternak dalam arti sempit dapat dikatakan sebagai kotoran atau tinja dan urine ternak, yang biasa disebut manure. Feces sapi perah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk (fertilizer) dan penghasil biogas atau bio fuel..limbah peternakan berpotensi mencemari air dan udara. Menurut Haryati (2003) yang melakukan pengamatan di sentra sapi perah Kebon Pedes Kota Bogor menyatakan bahwa dampak lingkungan hidup akibat dari adanya kegiatan peternakan sapi perah adalah terdapat gangguan bau, kebisingan, kesehatan, sanitasi lingkungan dan kenyamanan lingkungan. Limbah peternakan berupa feces dan urine dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas methan (CH 4 ) yang cukup tinggi. Gas methan ini adalah salah satu gas yang ikut berperan terhadap pemanasan global dan perusakan ozon (Forster et al, 2007). Disisi lain gas methan sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi pengganti bahan bakar fosil. Pengelolaan limbah dengan menggunakan instalasi biogas akan memberikan keuntungan bagi peternak yaitu berupa biogas yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak dan pupuk matang yang dapat langsung dialirkan ke lahan hijauan makanan ternak. Menurut Simamora et al (2005) kualitas feces 21

sapi perah sisa dari proses biogas lebih baik dibandingkan dengan feces sapi perah yang langsung dialirkan ke kebun rumput. Teknologi biogas dapat meningkatkan nilai manfaat dari limbah, namun pembangunan instalasi biogas membutuhkan investasi dari peternak. Menurut Zahid (1997) yang melakukan pengamatan tentang perilaku peternak sapi perah terhadap pengelolaan limbah pada anggota KPS Bogor, menyebutkan bahwa kesadaran tentang pengelolaan limbah telah ada dan bernilai positif, faktor pengetahuan memberikan respon yang terbesar dibandingkan dengan kebutuhan terhadap limbah, pembinaan, pengalaman berusaha dan umur, namun secara keseluruhan tindakan nyata responden dalam pengelolaan limbah ternak tergolong buruk sampai sedang, hal ini diduga karena tidak adanya arahan dan tekanan sosial dari masyarakat, selanjutnya dikatakan bahwa yang dimaksud tekanan sosial adalah kesadaran keseluruhan masyarakat di sekitar peternakan baik itu peternak maupun masyarakat lainnya untuk melakukan tekanan agar pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan baik. Pengelolaan limbah peternakan sapi perah menjadi biogas diharapkan dapat menjadi energi alternatif di pedesaan. Menurut Mulyani (2008) proyek pengembangan instalasi biogas sebagai energi alternatif berbasis individu maupun kelompok layak untuk dilaksanakan dan dikembangkan. Namun pengadaan instalasi biogas membutuhkan investasi dari peternak. Selama ini instalasi biogas diberikan oleh Pemerintah secara hibah sehingga biaya investasi dalam pengadaan instalasi biogas yang dikeluarkan oleh peternak tergantung dari kesediaan membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas. Berdasarkan latar belakang tersebut diperlukan penelitian tentang Analisis Willingness To Pay (WTP) peternak terhadap pengadaan instalasi biogas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. 1.3 Perumusan Masalah Permasalahan pengembangan peternakan sapi perah rakyat yaitu pada pengelolaan limbah ternaknya. Teknologi biogas merupakan teknologi yang dapat meningkatkan nilai dari limbah menjadi biogas dan sludge selain itu juga limbah ternak yang dikelola dengan menggunakan teknologi biogas memiliki beberapa 22

keuntungan diantaranya yaitu mengurangi bau, mengurangi emisi methan, mengurangi bibit kuman, dan mengurangi pathogen. Tahun 2007-2008 Kecamatan Cisarua telah mendapatkan bantuan instalasi biogas dari Pemerintah, namun bantuan tersebut tidak berlanjut sedangkan populasi ternak semakin bertambah, apalagi Kecamatan Cisarua merupakan daerah target program pengembangan usaha sapi perah oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, pada tahun 2013 populasi sapi perah diharapkan berjumlah 6000 ekor. Oleh karena itu pengadaan instalasi biogas bergantung pada peternak itu sendiri. Selama ini instalasi biogas diberikan oleh Pemerintah secara hibah sehingga biaya investasi dalam pengadaan instalasi biogas yang dikeluarkan oleh peternak tergantung dari kesediaan membayar (Willingness To Pay) peternak dalam pengadaan instalasi biogas. Besaran WTP sangat dipengaruhi oleh aspek demografi yang mencakup pendidikan, tingkat pendapatan, umur dan jenis kelamin dan preferensi individu atas barang/jasa yang ditawarkan (Day et al, 2000). Selain itu mau atau tidaknya masyarakat membayar juga akan sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya manfaat yang akan mereka peroleh jika mereka diminta membayar sejumlah uang. Sehingga penelitian ini merumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik peternak di peternakan sapi perah rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTP peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah? 4. Bagaimana kelayakan pengusahaan biogas limbah peternakan dengan menggunakan asumsi? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengkaji karakteristik peternak di peternakan sapi perah rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor. 2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan bersedia membayar peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah. 23

3. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) peternak dalam pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah. 4. Mengkaji kelayakan pengusahaan biogas limbah peternakan dengan menggunakan asumsi. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi tentang kesediaan membayar (WTP) peternak terhadap pengadaan instalasi biogas untuk pengolahan limbah ternak di peternakan sapi perah rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor. 2. Sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam merumuskan kebijakan tentang pengelolaan limbah peternakan sapi perah 24

Kegiatan Peternakan Sapi Perah Susu Daging Limbah Berpotensi Mencemari air dan udara Pengolahan limbah dengan Biogas Investasi Kesediaan Membayar Investasi Mengkaji Karakteristik Peternak di peternakan sapi perah rakyat Kecamatan Cisarua-Kabupaten Bogor Mengkaji faktorfaktor yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) dari peternak dalam pengadaan instalasi biogas Mengkaji faktorfaktor yang mempengaruhi nilai WTP dari Peternak sapi perah dalam pengadaan instalasi biogas Mengkaji kelayakan pengusahaan biogas limbah peternakan dengan menggunakan asumsi Kebijakan Pengadaan Instalasi biogas Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir 25