1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat perkembangan industri secara nasional di negara tersebut. Perkembangan ini dapat dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Perkembangan industri manufaktur di Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto atau PDB. Bahkan pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006, banyak pengamat ekonomi yang mengkhawatirkan terjadinya de-industrialisasi di Indonesia akibat pertumbuhan sektor industri manufaktur yang terus merosot. Deindustrialisasi merupakan gejala menurunnya sektor industri yang ditandai dengan merosotnya pertumbuhan industri manufaktur yang berlangsung secara terus menerus. Merosotnya perkembangan sektor industri manufaktur saat itu mirip dengan gejala yang terjadi menjelang ambruknya rezim orde baru pada krisis global yang terjadi pada tahun 1998. Selain menurunkan sumbangannya terhadap produk domestik bruto, merosotnya pertumbuhan industri manufaktur juga menurunkan kemampuannya dalam penyerapan tenaga kerja. 1
2 Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa pada triwulan pertama tahun 2005, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia sebenarnya masih cukup tinggi, yaitu mencapai 7,1 persen. Namun memasuki triwulan kedua tahun 2005 perkembangannya terus merosot. Bahkan pada akhir tahun 2005, perkembangan industri manufaktur kita hanya mencapai 2,9 persen. Kondisi ini semakin parah setelah memasuki triwulan pertama tahun 2006 karena pertumbuhannya hanya sebesar 2,0 persen. Industri manufaktur pada tahun 2009 mengalami banyak hambatan, seperti pasar ekspor yang melemah, persaingan yang ketat di pasar domestik, harga bahan baku yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai. Akibatnya pada tiga kwartal pertama 2009 hampir semua sektor industri manufaktur merosot. Baik industri yang berorientasi ekspor maupun pasar dalam negeri, mengalami penurunan kinerja. Termasuk diantaranya industri otomotif yang pada tahun 2008 merupakan sektor industri pengolahan dengan tingkat pertumbuhan PDB tertinggi. Pada tahun 2009 sektor ini menurun lebih dari 5% padahal pada tahun sebelumnya tumbuh hampir 10%. Hanya beberapa sektor yang tetap tumbuh pesat yaitu sektor industri makanan dan minuman yang meningkat sekitar 15%. Demikian juga kinerja ekspor sektor industri manufaktur terpuruk karena selama tiga kwartal pertama tahun 2009 turun hampir 20%. Peran dan kontribusi Jawa timur pada perkembangan kehidupan ekonomi, sosial dan politik makin tidak terpisahkan dari perkembangan Indonesia. Makin banyak dan makin tinggi keterkaitan kehidupan nasional
3 bergantung dan mengandalkan peran Jawa timur. Dari sektor pangan : 40 % kebutuhan pangan nasional dipasok dari Jawa timur secara berkelanjutan dan bahkan akan cenderung makin penting di masa mendatang. Separuh lebih kebutuhan gula dipasok dari Jawa timur, kelebihan produksi beras Jawa timur mendukung kebutuhan pasar Nasional secara terus menerus. Kebutuhan sayur mayur sampai daging ayam dan telur ayam menjadi sangat utama dalam ketersediaan pangan dan ketahanan pangan nasional. Pertanian dan matarantainya seperti perikanan, peternakan dan perkebunan sampai kehutanan menjadi andalan utama dari sisi pembentukan dorongan ekonomi sampai pada penyerapan tenaga kerja di Jawa timur. Mata rantai hasil itu ada yang bermuara di perdagangan dalam bentuk sayur, daging dan bahan makanan juga hasil perikanan dan peternakan itu masuk ke hotel, restoran dan berbagai jasa perdagangan lainnya. Pasokan ke pasar retail telah menjadi bagian yang utama dari pangsa pasar untuk kelas atas dan pasar tradisional se Jawa timur adalah penyerap terbesar, (Kresnayana Yahya pakar Statistik). Berdasarkan catatan LIPI, pertumbuhan serapan tenaga kerja di sektor industri pada kurun waktu 1990-1999 mencapai 5 persen. Penurunan terlihat dengan persentase penyerapan tenaga kerja sektor industri pada kurun waktu 2000-2009 yang hanya 1,1 persen. Sedangkan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dalam waktu 2000-2009 tumbuh 1 persen, naik dibandingkan kurun waktu 1990-1999 yang berada di kisaran minus 1 persen. Indikator kedua terlihat dari menurunnya kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Jika dibandingkan dengan sektor primer,
4 kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi nasional masih sangat lemah. Padahal, besarnya kontribusi sektor primer merupakan ciri perekonomian menuju deindustrialisasi, Kontribusi sektor jasa melesat jauh meninggalkan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan atau industri. Jika kontribusi sektor jasa pada 2000 mencapai 37,5 persen, di 2009 kontribusinya mencapai 45 persen dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sedangkan indikator ketiga terlihat dari penurunan jumlah perusahaan yang bergerak di sektor industri. Sulit mengatakan Indonesia akan terbebas dari deindustrialisasi karena tren sudah kearah sana. Belajar dari pengalaman tiga negara yang pernah mengalami deindustrialisasi, membutuhkan waktu lama untuk pemulihan. Jepang itu butuh waktu 10 tahun untuk pemulihan, Amerika Serikat membutuhkan waktu 20 tahun, dan Inggris membutuhkan waktu 15 tahun, jelasnya banyak Pengangguran (Widjaya Adi). Sementara pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), membenarkan gejala deindustrialisasi semakin terlihat. Kita semakin menuju ke sana dan dengan kondisi tersebut semakin sulit mengurangi pengangguran serta mengentaskan kemiskinan. Ini merupakan masalah fundamental perekonomian Indonesia, apalagi sektor manufaktur sejak 2004 terus mengalami penurunan, dari 28,37 persen menjadi 26,16 persen di 2009 dan diperkirakan tren penurunan berlanjut pada 2010. Padahal, industri manufaktur merupakan sektor padat karya di samping sektor pertanian yang mempunyai implikasi terhadap angka pengangguran (Deniey Adi Purwanto).
5 Indikasi lain deindustrialisasi adalah terjadinya peningkatan industri dan ekspor barang mentah yang diikuti oleh penurunan penyaluran kredit perbankan. Selain itu, gejala lainnya terlihat dari meningkatnya impor barang jadi ke Indonesia yang dapat memengaruhi industri Unit Usaha Kecil Menengah (UMKM). Lonjakan produk impor terjadi pada sektor makanan, minuman, komestik, obat tradisional, jamu dan farmasi. Padahal selama ini industri makanan dan minuman menjaga andalan dalam menopang perekonomian nasional. Di sisi lain, industri nasional juga menghadapi beban-beban lain, seperti penguatan rupiah, kenaikan tarif dasar listrik serta kenaikan biaya logistik. Untuk itu, pemerintah perlu membangun kawasan industri baru, kawasan ekonomi khusus (KEK) dan pusat pertumbuhan baru untuk mencegah gejala deindustrialisasi. Akan lebih baik kalau pembangunan kawasan ekonomi baru bisa dilakukan di 2011 untuk menghindari deindustrialisasi. Deindustrialisasi bisa berdampak pada menurunnya nilai tambah industri nasional dan tergerusnya produktivitas perekonomian. Menyusutnya peran industri manufaktur bakal membawa dampak lanjutan berupa pengangguran dan kemiskinan. Sebab, industri manufaktur merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, sehingga sangat berperan menekan angka pengangguran dan kemiskinan. Padahal, industri manufaktur domestik masih kental dengan muatan impor. Imbasnya, saat perekonomian tumbuh, maka akan diiringi lonjakan impor. Ini berdampak pada menurunnya surplus pada neraca transaksi berjalan atau current account (www.koranjakarta.com).
6 Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penggunaan input meliputi bahan baku, tenaga kerja dan jumlah perusahaan terhadap produksi pada Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perkembangan Industri Makanan dan Minuman pada tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Timur dilihat dari penyediaan bahan baku, tenaga kerja dan jumlah perusahaan tahun 2001-2008? 2. Seberapa besar pengaruh penggunaan input bahan baku, tenaga kerja dan jumlah perusahaan terhadap produksi pada Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur tahun 2001-2008? C. Batasan Masalah Agar penelitian ini tidak meluas dan tidak menyimpang dari tujuan penelitian, maka dalam hal ini pembahasan yang akan dilakukan hanya pada produksi yang di pengaruhi oleh faktor bahan baku, tenaga kerja dan jumlah perusahaan Industri Makanan dan Minuman pada tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2001-2008.
7 D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Perkembangan Industri Makanan dan Minuman pada tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Timur dilihat dari penyediaan bahan baku, tenaga kerja dan jumlah perusahaan tahun 2001-2008. 2. Pengaruh penggunaan input bahan baku, tenaga kerja dan jumlah perusahaan terhadap produksi pada Industri Makanan dan Minuman di Jawa Timur tahun 2001-2008. E. Kegunaan Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, manfaat dari penelitian ini diharapkan : 1. Dapat dijadikan masukan bagi masyarakat umum dalam mengetahui keadaan Industri Makanan dan Minuman sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk berinvestasi. 2. Bagi sektor Industri Makanan dan Minuman dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui perkembangan perusahaan guna pengambilan kebijakan baik finansial maupun non finansial guna meningkatkan kinerja perusahaannya sehingga dapat lebih meningkatkan nilai perusahaan. 3. Secara akademis manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi literatur, selain itu diharapkan pula dapat memperkaya pengembangan ilmu dalam peneliti-penelitian selanjutnya.