BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Obesitas telah menjadi masalah kesehatan, sosial dan ekonomi pada berbagai kelompok usia di seluruh dunia. Tahun 2013, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan lebih dari 1,4 milyar populasi dewasa di dunia kelebihan berat badan (overweight) dan lebih dari 500 juta mengalami obesitas (WHO, 2012). Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan populasi obesitas di atas usia 18 tahun (BMI>27) sekitar 21.7% dan pada anak bawah lima tahun meningkat menjadi 14% dari 11% pada tahun 2007 (Faizal & Burhaini,2012). Permasalahan ini dapat memicu berbagai masalah lainnya baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Obesitas berkaitan erat dengan penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit kardiovaskular, psikiatri dan bahkan kanker. Hubungan ini berdampak kuat pada peningkatan mortalitas, morbiditas dan biaya kesehatan. Danaei, dkk.(2009) melaporkan bahwa obesitas berkontribusi 1 dari 10 kematian, sehingga obesitas menjadi penyebab kedua kematian yang dapat dicegah (preventable death) di Amerika Serikat. 1
2 Biaya kesehatan obesitas terbilang cukup fantastis. Penelitian oleh Lightwood, dkk. (2009) menunjukkan biaya langsung dari obesitas mencapai angka lebih dari 46 juta dolar AS setiap tahunnya dan yang lebih memprihatinkan, biaya tidak langsung yang dikeluarkan akibat kehilangan produktivitas diperkirakan mencapai 208 254 juta dolar AS. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi karena kondisi energi masuk lebih besar daripada energi keluar (Rolls & Shide, 2009). Permasalahan obesitas tidak hanya terbatas pada jumlah populasi dan biaya kesehatan yang semakin meningkat, namun juga trend obesitas yang semakin mengarah pada dewasa muda dan bahkan anak-anak (Low, dkk. 2009). Usia dewasa muda merupakan usia yang sangat produktif, mobilitas fisik dan pikiran sangat tinggi. Keadaan ini tentu memicu pengeluaran energi yang tinggi. Namun, etiologi obesitas adalah multifaktorial, melibatkan interaksi kompleks antara gen, hormon dan lingkungan (Kaila & Raman, 2008).
3 Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik. Patogenesis utama terjadinya obesitas adalah adanya disregulasi pada white adipose tissue dan brown adipose tissue (Maury & Brichard, 2010). Mekanisme patogenesis obesitas memiliki elemen yang menjadi kunci, yaitu leptin (Kaila & Raman, 2008; Yang & Barouch, 2007; Klork,dkk., 2007). Leptin merupakan hormon dengan efek sentral dan perifer yang utamanya dirilis oleh jaringan adiposa subkutan putih. Leptin berfungsi untuk mengontrol asupan makan, penggunaan energi, dan distribusi lemak. Selain itu leptin juga mengontrol sensitivitas insulin, oksidasi asam lemak bebas dan lipolisis perifer (Carter dkk., 2013). Kadar leptin berkorelasi positif dengan jumlah lemak dalam tubuh (Considine, dkk., 1996). Seperti hormon lainnya, leptin disekresikan secara pulsatil, dengan kadar sekresi meningkat pada malam hari dan menjelang pagi (Licinio, dkk., 1997; Sinha, dkk., 1996). Jumlah leptin sirkulasi utamanya mencerminkan jumlah lemak simpanan dalam tubuh atau dapat juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah kalori yang
4 masuk ke dalam tubuh (Chan, dkk., 2003; Chan, dkk., 2005). Kajian mengenai obesitas tidak dapat dilepaskan dari kaitannya dengan IMT (indeks massa tubuh) dan lingkar pinggang. Indeks massa tubuh merupakan indeks klasik yang masih digunakan hingga saat ini sebagai parameter obesitas, namun beberapa penelitian menunjukkan besarnya bias dengan parameter ini (Janssen,dkk., 2004). Lingkar pinggang merupakan parameter baru yang terbukti akurat dalam indikasi obesitas (Janssen,dkk., 2005), meski dalam penggunaannya sering dikompilasikan dengan IMT, namun lingkar pinggang sendiri dapat mengklasifikasikan obesitas secara tepat. Oleh karena itu, perubahan pada lingkar pinggang kemungkinan mengindikasikan perubahan kadar leptin dalam tubuh. Penelitian tentang obesitas dan kadar leptin sudah sangat masif di beberapa negara, namun masih sangat minimal di Indonesia. Sementara itu, penelitian mengenai korelasi antara lingkar pinggang dan kadar leptin masih terbatas, baik di Indonesia maupun Negara lain. Meskipun di Indonesia sudah mulai dilakukan penelitian mengenai leptin, obesitas dan lingkar pinggang, hingga kini belum ada penelitian
5 yang membandingkan kadar leptin antara kelompok obesitas dan non-obesitas sehat di Indonesia serta korelasinya dengan lingkar pinggang. I.2. Perumusan Masalah Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan kadar leptin antara kelompok obesitas dengan non-obesitas? 2. Apakah ada korelasi antara kadar leptin dengan lingkar pinggang pada kelompok obesitas dan non obesitas? I.3. Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kadar leptin dengan obesitas dan lingkar pinggang. I.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui adanya perbedaan kadar leptin antara kelompok obesitas dengan nonobesitas 1.3.2.2 Mengetahui adanya korelasi antara kadar leptin dengan lingkar pinggang
6 I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kadar leptin populasi Yogyakarta, khususnya Indonesia sampai sejauh ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang hampir sama, yaitu pemberian efek diet terbatas selama 4 minggu terhadap kadar reseptor leptin terlarut dan densitas receptor leptin adiposit pada tikus rattus norvegicus strain Wistar yang mempunyai berat badan normal (Indra & Riawan, 2006); kadar leptin dan endothelin-1 pada subjek hipertensif obesitas dibanding subjek hipertensif kurus menunjukkan tidak adanya hubungan kadar leptin dan endothelin-1 pada 2 kelompok subjek hipertensif ini(librantoro, dkk., 2007) serta hubungan kadar leptin saliva dan tingkat tumbuh kembang gigi anak obesitas (Permatasari, 2012). Penelitian oleh Paracchini, dkk., 2005 menunjukkan bahwa frekuensi polimorfisme alel gena leptin dan receptor leptin menunjukkan adanya variasi etnik. Indonesia khususnya Yogyakarta merupakan populasi dengan unggun gena Melanesia yang berbeda dengan Kaukasia. Beberapa penelitian lain yang dilakukan pada populasi Kaukasia di antaranya: Penelitian oleh Rosmond, dkk. (2000) menyatakan bahwa leptin
7 berhubungan dengan tekanan darah pada laki-laki melalui receptor leptin. Jika IMT dan kadar leptin naik, tekanan darah juga meningkat. I.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: a. Penderita obesitas di Indonesia, agar dapat mengetahui adanya potensi genetik obesitas dalam keluarga, sehingga dapat mengontrol pola konsumsi demi terhindar dari komplikasi obesitas. b. Praktisi klinis di Indonesia, agar dapat menjadi dasar dalam proses pencegahan dan promosi pola hidup sehat, sehingga dapat mengontrol prevalensi obesitas yang semakin menaik. c. Rekan peneliti di Indonesia, agar dapat mengkaji lebih lanjut mengenai pemanfaatan leptin sebagai target terapi dalam penatalaksanaan obesitas.