BAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERAN DAN STRATEGI GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA-PEMUDA DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pada dasarnya memiliki tujuannya masing-masing. Dengan tujuan maka

Ordinary Love. Timothy Athanasios

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

I. PENDAHULUAN. pembentukan karakter anak. Sangatlah penting sebagai seorang guru untuk. mendidik dan membimbing anak untuk mengembangkannya sehingga

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan kata pengajaran atau teaching. Pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hal.1. 1 Dalam artikel yang ditulis oleh Pdt. Yahya Wijaya, PhD yang berjudul Musik Gereja dan Budaya Populer,

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0059 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN PEMUDA

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

Bab 4. Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS AKHIR MUSIK GEREJA

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat GPIB Jemaat Bethesda Sidoarjo

BAB V PENUTUP KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PEDOMAN PEMBELAJARAN. C. Prinsip Prinsip yang digunakan dalam proses pembelajaran anak usia dini sebagai berikut.

MENJADI PEMIMPIN SEL Sesi 1: DASAR ALKITAB

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SDLB AUTIS

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENGARUH PEMBINAAN ROHANI TERHADAP KEAKTIFAN KAUM MUDA DALAM PELAYANAN DI GEREJA KRISTEN HOLISTIK JEMAAT SERENITY MAKASSAR SKRIPSI

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA TAHUN 2017

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha nyata dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

Telah melayani sebagai guru KAKR selama 2 tahun. untuk mempraktekkannya. Tidak ada pembagian kelas dalam KAKR

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Secara Umum, Pendidikan seni yang dilaksanakan di SMK Negeri 10

BAB V PENUTUP. beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. secara umum dapat disimpulkan bahwa pengembangan berfikir kritis melalui

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

Menjadi Anggota Masyarakat Gereja

BAB 2 DATA DAN ANALISA

Oleh Pdt. Daniel Ronda. Latar Belakang Pergumulan Pendidik

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan prilaku sosial dan penanaman dasar keilmuan. Tentu saja, kemampuan numerik maupun kemampuan-kemampuan sosio-kultural.

PROFESIONALISME GURU PAK DALAM PERSPEKTIF ALKITAB PERJANJIAN BARU. Yulia Citra

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH

K. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMPLB AUTIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fifit Triana Dewi, 2013

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

PERAN DAN STRATEGI GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA DAN PEMUDA DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN TESIS. Diajukan Kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk karya yang bereaksi langsung secara kongkret (Hasanuddin, 2009:1).

PROSES KADERISASI DEWAN PIMPINAN CABANG (DPC) PARTAI AMANAT NASIONAL KOTA BANDAR LAMPUNG =====================================================

Integrasi Sinergis dalam Kemitraan Pelayanan

BAB IV. Refleksi Teologis. sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.

commit 1to user BAB 1 PENDAHULUAN

PROPOSAL PROGRAM PEMBINAAN ALUMNI KRISTEN (PPAK) KUPANG KE-3

1. PENDAHULUAN. menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya masing-masing. Pendidikan di Indonesia di mulai dari pendidikan

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing

BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BUPATI BENGKALIS ASSALAMU ALAIKUM WR. WB, SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEMUA

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB 5. Penutup. (GBKP Lau Buluh), semi kota (GBKP Pancur Batu) dan juga jemaat kota (GBKP Km 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

PERBANDINGAN KTSP DAN K13 PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI KELAS 7

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Alpiah, 2014 Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Menulis Berita

BAB I. Pendahuluan UKDW

L. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INGGRIS SMPLB AUTIS

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

H. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMPLB TUNARUNGU

PERAN PENDIDIK DAN SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK. Oleh : S.Wisni Septiarti, M.Si Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

9 JULI 2017 S1 = SEMBAH PUJI & DOA SYAFAAT

H. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMPLB TUNANETRA

BAB IV GAMBARAN UMUM PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di bidang pendidikan. pendidikan banyak menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

Transkripsi:

BAB V PENUTUP Dalam bab penutup ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya. V.1 Kesimpulan Pertama, pembangunan karakter (character building) bersifat kompleks, di mana pembangunan tersebut diperlukan kesadaran dari pihak penyelenggara, dan melewati suatu proses yang tidak pendek serta tidak mudah. Pembangunan karakter lebih efektif dan efisien ketika melaksanakannya melalui pendidikan sebab, pendidikan dapat diberikan kapan dan dimanapun tanpa mengenal waktu. Di dalam proses tersebut membutuhkan keikut-sertaan dari penyelenggara, pendidik, dan naradidik, serta kemitraan dari pihak yang terkait lainnya. Di samping itu membutuhkan strategi yang tepat untuk mewujudkan visi dan peran dari penyelenggara. Kedua, dalam tulisan ini, yang menjadi penyelenggara pembangunan karakter adalah komunitas iman atau gereja. Gereja merupakan bagian integral dalam masyarakat, sehingga tidak dapat terpisahkan dari perannya untuk mendidik para generasi muda menjadi generasi yang berkualitas dengan spiritual dan karakter baik yang kuat tertanam dalam diri. Oleh karena itu, gereja harus mengambil bagian dalam membangun karakter bagi para taruna dan pemuda sebagai generasi penerus gereja dan bangsa. Sebagai gereja maka nilai karakter yang diajarkan adalah menggunakan nilai-nilai Kristen yang bersumber dari narasi-narasi Kristus yang juga ditulis dalam Alkitab. Melalui tindakan tersebut memperlihatkan bahwa gereja ikut bekerjasama dengan pilar-pilar pendidikan lainnya dalam perbaikan dan peningkatan kualitas hidup para generasi muda. Hal ini penting sebab, meningkatnya persoalan sosial yang terjadi pada bangsa ini, yaitu meningkatnya tindakan-tindakan amoral yang banyak dilakukan oleh kaum muda. Dengan demikian, melalui pembangunan yang 135

dilakukan oleh gereja terhadap karakter Kristen bagi para taruna dan pemuda adalah bentuk nyata dari gereja untuk mengambil bagian dalam pembebasan generasi muda dari hal-hal yang negatif. Ketiga, dari hasil analisa ditemukan bahwa peran yang selama ini dijalankan oleh gereja yaitu: a) sebagai pelaksana asas presbiterial sinodal dengan melibatkan seluruh unsur jemaat serta presbiter sebagai penetap melalui persidangan yang musyawarah, b) memfasilitasi persekutuan maupun kegiatan-kegiatan lainnya, c) sebagai pencerita narasi Kristus kepada jemaat, khususnya para taruna dan pemuda, serta d) sebagai pendukung dan yang mengkonfirmasi penggunaan Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda. Peran gereja masih sangat minim dalam hal pembangunan karakter taruna dan pemuda sebab, gereja belum menjalankan peran khusus dalam membangun karakter Kristen. Peran yang dimaksud ialah menjadi komunitas teladan dengan cara gereja menjadi komunitas karakter Kristen. Penyebab gereja belum menjalankan perannya sebagai komunitas teladan adalah kurangnya keteladanan yang baik yang ditunjukan oleh gereja, khususnya dari kelompok kepemimpinan serta para orang-orang yang lebih tua. Hal ini tentunya berdampak pada diri para taruna dan pemuda. Dampak secara nyata yang ditunjukan ialah masih nampaknya tindakan-tindakan buruk yang dilakukan oleh sebagian taruna dan pemuda. Peran sebagai komunitas teladan dengan cara menjadi komunitas karakter Kristen ditambah dengan peran sebagai pencerita narasi Kristus, menurut Hauerwas adalah peran utama gereja sebagai komunitas agama Kristen dalam membangun karakter Kristen. Keempat, melalui studi ini juga ditemukan hasil bahwa selama ini gereja tidak memiliki strategi khusus yang digunakan untuk pembangunan karakter bagi para taruna dan pemuda. Yang mana strategi khusus tersebut dikondisikan dengan keadaan jemaat, khususnya pada taruna dan pemuda Jemaat Bukit Sion. Hasil tersebut muncul dengan melihat realita bahwa gereja selama ini hanya menggunakan pemberian doktrin dan ajaran Kristen melalui khotbah, pembinaan, serta penggunaan Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda sebagai 136

sarana dalam mendidik para taruna dan pemuda. Strategi yang demikian masih-lah kurang dalam memperoleh taruna dan pemuda yang berkualitas dalam hal karakter. Gereja seharusnya mengadopsi strategi yang terdapat dalam teori enam model pendekatan pembangunan karakter melalui pendidikan. Adapun keenam model pendekatan yang berfungsi sebagai strategi tersebut yaitu pembiasaan, keteladanan, pembinaan disiplin, CTL (Contextual Teaching and Learning), dan pembelajaran. Selain itu juga, gereja dapat memahami dan melakukan sebelas strategi yang diadopsi dari teori yang diusung oleh Lickona, antara lain: mendorong kesadaran gereja atas karakter, bertekad untuk menjadi komunitas yang karakter, gereja mengenali karakter yang baik dan memberi penghargaan, mengenali kebajikan kebajikan yang ditargetkan, menjalin kemitraan antara gereja dengan keluarga, memperkuat keluarga, menciptakan suatu kelompok kepemimpinan, gereja memberikan pelatihan kepemimpinan, gereja memberi peran kepemimpinan pada taruna dan pemuda, memberi kesempatan bagi setiap anggota jemaat untuk memberi masukan, memadukan karakter ke dalam semua program gereja. Dalam realita, gereja telah melakukan beberapa hal, diantara kesebelas strategi tersebut, namun gereja kurang memahami bahwa tindakan-tindakan yang selama ini dilakukan termasuk dalam strategi pembangunan karakter. Oleh karena itu, tindakan-tindakan yang pada dasarnya adalah strategi, seakan kurang memiliki signifikansi. Tindakan-tindakan tersebut dianggap hanya sebagai tindakan yang umum dilakukan oleh gereja-gereja. Kelima, jika hasil penelitian ditinjau dari teori pembangunan karakter Kristen yang digunakan maka ditemukan beberapa kekurangan dan kelebihan dari jemaat ini. Kekurangan dan kelebihan tersebut antara lain: A. Kekurangan: 1. Gereja kurang memberikan teladan yang baik. Hal ini berdampak pada ketidakmampuan gereja menjadi komunitas teladan. Padahal, gereja seharusnya meneladani Yesus, dan keteladanan tersebut diwujud-nyatakan dalam tindakan yang benar. 137

Dengan demikian, orang lain akan mampu meneladani gereja, dan pada akhirnya gereja menjadi komunitas teladan. 2. Gereja hanya sebatas mengetahui, namun kurang memahami tentang karakter dan pembangunan karakter. Hal ini menjadi salah satu penyebab gereja tidak memiliki strategi khusus untuk membangun karakter. Melihat keadaan jemaat, seharusnya gereja dapat bertindak konkret, seperti: Melakukan berbagai seminar dan pelatihan sebagai tindak lanjutnya, yang berkaitan dengan pembangunan karakter. 3. Strategi dan metode, baik yang digunakan dalam menyampaikan materi Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda maupun dalam mendidik masih bersifat monoton, kurang kreatif dan inovatif. 4. Masih adanya beberapa pelayan dan pengajar yang tidak lagi mampu dalam menghasilkan ide-ide yang kreatif. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab kurangnya kreatif dan inovatif dalam strategi dan metode yang digunakan dalam menyampaikan Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda. 5. Kurikulum khusus yang digunakan untuk mendidik para taruna dan pemuda (dalam Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda) terkadang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan, khususnya para taruna. Selain itu, juga tidak sesuai dengan teori kurikulum (kesesuaian antara komponen yang ada). 6. Tidak tersedianya alat atau dasar yang digunakan untuk menilai keefektivan strategi maupun metode dan menilai keberhasilan dari pembangunan karakter yang dilakukan oleh gereja. 7. Kemitraan yang terjalin selama ini pada dasarnya bukan secara khusus dalam kaitannya untuk membangun karakter. Kemitraan tersebut adalah keharusan bagi gereja sebagai tindakanya nyata yang menunjukan keesistensian gereja di dunia, terlebih khusus di masyarakat. 138

8. Kurangnya fasilitas yang dapat membantu dalam membangun karakter, seperti: lapangan olahraga, alat pemutar video dan film. B. Kelebihan: 1. Gereja sadar akan pentingnya pembangunan karakter bagi para taruna dan pemuda. Oleh karena itu, gereja melaksanakan beberapa kegaiatan positif untuk para taruna dan pemuda, seperti olahraga, latihan musik, paduan suara. 2. Gereja memiliki kurikulum khusus yang digunakan untuk mendidik para taruna dan pemuda. Kurikulum yang dimaksud ialah Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda. 3. Memiliki program kerja dan anggaran yang tertuang dalam suatu buku per tahunnya.. 4. Telah terjalin kemitraan yang baik antara gereja dengan keluarga. Tidak hanya itu, kemitraan juga terjalin dengan satuan pendidikan formal, bidang kesehatan, dan beberapa ormas yang ada. V.2 Saran Setelah menemukan hasil penelitian serta menganalisanya maka dalam tulisan ini disertakan beberapa saran praktis yang dapat diimplementasikan oleh gereja dalam hal ini para pendeta dan majelis, para pelayan dan pengajar, dan keluarga. Beberapa saran tersebut yaitu: A. Para Pendeta dan Majelis: 1. Para Pendeta dan Majelis bekerjasama dengan para pelayan, pengajar, dan keluarga bersama-sama harus memberikan teladan yang baik bagi jemaatnya, khususnya para taruna dan pemuda. Dengan mampu memberikan teladan yang baik maka gereja akan mampu melaksanakan perannya yang selama ini belum dapat dilaksanakan yaitu sebagai komunitas teladan. 2. Gereja harus berani menyampaikan dengan tegas, lantang serta terus menerus tentang nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Penyampaian nilai-nilai tersebut harus 139

diintegrasikan dalam seluruh kegiatan. Dalam contoh yang sederhana gereja berani dengan tegas, lantang serta terus menerus, namun dengan sopan dan penuh kasih memperingatkan mereka yang merokok di lingkungan gereja, menegur mereka yang meninggalkan tempat duduk saat doa syafaat, serta mereka yang berkumpul hingga larut malam di lingkungan gereja. 3. Gereja harus memiliki cara alternatif ketika poin di atas tidak dipedulikan oleh seluruh unsur dalam gereja. Cara yang dimaksud ialah dengan membuat peraturan tertulis yang dirancang bersama dalam program kerja tiap tahun. Peraturan tersebut kemudian dipublikasikan, baik melalui media audio (melalui khotbah maupun sosialisasi) dan visual (dengan menempatkan tanda no smoking di area gereja maupun menempatkan aturan-aturan lain dalam bentuk karikatur ataupun yang lainnya). 4. Mengimplementasikan secara nyata keenam model pendekatan yang berfungsi sebagai strategi, yaitu pembiasaan, keteladanan, pembinaan disiplin, CTL (Contextual Teaching and Learning), dan pembelajaran. Selain itu juga memahami dan menerapkan kesebelas strategi yang diadopsi dari teori Lickona. 5. Gereja harus membentuk tim khusus pembangunan karakter. Dalam tim tersebut terdiri dari pendeta, majelis, dan jemaat yang memiliki motivasi dalam menghasilkan generasi penerus yang berkarakter Kristen. Kandidat yang masuk dalam tim ini ialah memiliki kompetensi dalam bidang kehidupan yang berbeda-beda (misal, pendidikan, agama, sosial, budaya, ekonomi, politik, kesehatan), memahami pendidikan karakter, serta mampu mengikuti perkembangan dalam kehidupan sekuler. 6. Gereja harus mememulai membuat kriteria terhadap mereka yang berkeinginan untuk menjadi pelayan atau pengajar. Selanjutnya, gereja harus berani memilih pelayan dan pengajar yang seseuai dengan kriteria yang telah disepakati bersama dalam persidangan majelis. Contoh, usia minimal 20 tahun dan maksimal 40 tahun, telah dibabptis dan disidi. 140

7. Gereja bekerjasama dengan para pelayan, pengurus, orang tua, serta kemitraan lainnya dalam melaksanakan tindakan atau strategi khusus sebagai wujud nyata dari strategi untuk membangun karakter para taruna dan pemuda. Misal, mengadakan seminar dan pelatihan untuk menggunakan komputer atau laptop serta mengakses internet. Dari seminar dan pelatihan ini maka gereja tidak hanya bekerjasama dengan pelayan, pengurus, orang tua, namun juga dengan ahli Tekhnologi Informatika (TI). 8. Dalam rangka membangun karakter bagi para taruna dan pemuda, gereja dapat menerapkan strategi dan metode berikut ini: a) melaksanakan seminar penggunaan Tekhnologi Informatika (TI) dan pelatihan mengakses internet melalui media tekhnologi. Seminar dan pelatihan ini bekerjasama dengan seluruh unsur dalam gereja serta mendatangkan ahli Tekhnologi Informatika (TI) sebagai narasumber. b) Mengadakan seminar tentang pembangunan karakter serta dilanjutkan dengan pelatihan membangun karakter yang kreatif. Serupa dengan seminar dan pelatihan pada poin pertama, pada seminar dan pelatihan ini gereja harus bekerjasama dengan ahli pendidikan, khususnya pembangunan karakter; pakar psikologi; pihak kepolisian, dan tim medis. Hal ini dimaksudkan agar jemaat dapat mengetahui dengan benar tentang pembangunan karakter. c) Melaksanakan seminar dan pelatihan bagi para taruna dan pemuda yang berkaitan dengan mendorong keberanian mereka dalam mengambil peran serta tanggungjawab yang lebih sesuai dengan kemampuan mereka. d) Menempatkan di lingkungan gereja baik itu karikatur, logo, semboyan, simbol, tulisan, aturan, maupun memutar video atau film pendek yang terkait dengan pembangunan karakter. Hal ini bertujuan agar tidak hanya para taruna dan pemuda, namun seluruh unsur dalam gereja dapat mengetahui, mengingat, dan sadar untuk selalu melakukan dan terbiasa dalam bertindak sesuai dengan nilai-nilai karakter Kristen. Strategi dan metode ini sebagai praksis atas keadaan buruk yang terjadi pada 141

kaum muda serta kekurangan berkaitan dengan pembangunan karakter, yang ditemukan dalam GPIB Jemaat Bukit Sion. 9. Harus menyediakan beberapa fasilitas penting yang digunakan untuk pembangunan karakter, seperti lapangan olahraga, alat pemutar video atau film pendek, dan lainnya. 10. Merumuskan dan menyepakati bersama tentang alat atau dasar penilaian untuk menilai keberhasilan pembangunan karakter. B. Para Pelayan, Pengajar, dan Pengurus PT dan GP: 1. Mengupayakan strategi dan metode yang kreatif, yang tidak hanya terpaku pada strategi yang terdapat dalam Sabda Bina Taruna maupun yang digunakan dalam penyampaian Sabda Bina Pemuda. Para pelayan dan pengurus harus mengembangkan wawasan mereka dengan mencarinya di buku atau di internet. 2. Berkaitan dengan kebingungan para pelayan taruna dalam hal strategi maupun metode yang sesuai dengan tingkat perkembangan para taruna, para pelayan dapat menerapkan beberapa metode dan strategi berikut ini: a) memberikan ice breaker (pemanasan atau pemecah suasana). Metode ini dapat merangsang pikiran sebab, metode ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan atau meminta para taruna melakukan tindakan tertentu (permainan). Contohnya, melakukan gerak dan nyanyi. b) Brain Storming adalah tekhnik yang digunakan untuk meningkatkan ide atau gagasan para taruna. Contoh, meminta para taruna menyebutkan 10 cara untuk tidak terjerumus dalam narkoba. c) Mewajibkan para taruna untuk melakukan sesuatu secara langsung, seperti mengumpulkan uang pribadi (menabung) dan bersama para pelayan membelikan barang-barang yang dapat digunakan. Selanjutnya, bersama-sama menyalurkan barang-barang tersebu pada pihak yang membutuhkan. Dengan metode ini, para taruna dapat langsung terlibat dalam melakukan nilai-nilai karakter Kristen. d) Human Modeling yaitu mendemonstrasikan, memeragakan, ataupun mengkomunikasikan 142

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh figur-figur yang mereka sukai, kagumi, hormati. Model dapat diperankan oleh orang tua, pelayan, pendeta, majelis, maupun orang-orang tertentu yang dapat memerankan dengan sesuai akan figur-figur yang dipilih. 3. Bagi pengurus GP harus menyelidiki akar yang menyebabkan turunnya tingkat keaktifan anggota. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berdiskusi secara langsung dengan anggota-anggota yang tidak aktif lagi. Selain itu juga, pengurus dapat melakukan konsultasi kepada para tua-tua gereja, yang mampu memberikan informasi tentang penyebab turunnya tingkat keaktifan serta mengetahui cara untuk mengatasinya. 4. Mempersiapkan dengan benar seluruh komponen kurikulum, khususnya yang terdapat dalam Sabda Bina Taruna. Sehingga, ketika menyampaikan materi, antara komponen satu dengan lainnya memiliki keterkaitan, juga keterkaitan dengan tingkat perkembangan para taruna. C. Keluarga: 1. Menjalin, terus memperkuat kemitraan dengan gereja, serta mendukung bahkan membantu memfasilitasi kegiatan yang dilaksanakan oleh gereja. Keluarga dapat melaksanakannya dengan terlibat aktif baik sebagai pelaksana maupun peserta dalam kegiatan-kegiatan gereja. 2. Tetap terus menjalankan perannya sebagai pembentuk karakter yang utama bagi anakanak di dalam keluarga. Hal ini harus dilakukan oleh keluarga dengan memberikan teladan yang baik dan melibatkan anak-anak untuk langsung melakukan tindakantindakan yang sesuai dengan karakter Kristen. Tindakan-tindakan tersebut harus dilakukan berulang-ulang secara terus menerus, sehingga menjadi suatu pola yaitu kebiasaan bertindak baik. 143