59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat meningkatkan pendapatan petani di wilayah pesisir. Rumput laut (seaweed) merupakan nama dalam perdagangan untuk jenis alga yang dipanen dari laut. Dari segi morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai bentuk yang sama, walaupun sebenarnya berbeda (Yulianda, 2001). Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan dalam Program Revitalisasi Perikanan Budidaya tahun 2006-2009 selain udang dan tuna, yang telah dicanangkan oleh presiden pada tanggal 11 Juni 2005 dan tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, menyumbang ekspor non migas, mengurangi kemiskinan dan menyerap tenaga kerja nasional (Burhanuddin, 2008). Beberapa hal yang menjadi keunggulan rumput laut antara lain : (1) peluang pasar ekspor yang terbuka luas, (2) belum ada batasan atau kuota perdagangan bagi rumput laut, (3) teknologi pembudidayaannya sederhana, sehingga mudah dikuasai, (4) siklus pembudidayaannya relatif singkat, sehingga cepat memberikan keuntungan, (5) kebutuhan modal relatif kecil, dan (6) merupakan komoditas yang tidak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya (Anggadiretdja, 2006). Oleh karena itu rumput laut termasuk komoditas unggulan yang perlu mendapat prioritas dalam penanganannya. Rumput laut di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Eropa (Brown, 1983). Rumput laut yang diperdagangkan di pasar internasional terdiri dari banyak jenis dengan kandungan dan manfaat yang berbeda-beda diantaranya Eucheuma cottoni. Gracilaria sp dan sargassum sp. Perkembangan rumput laut di dunia ditandai dengan meningkatnya permintaan rumput laut khususnya rumput laut Eucheuma cottoni dalam bentuk raw material atau rumput laut kering oleh negara-negara konsumen.
60 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Rumput laut di pasar internasional pada umumnya diproduksi oleh negaranegara Asia seperti Indonesia, China, Philphina, Korea dan beberapa negara Eropa seperti Chili, Prancis, Tanzania dan Mexico (FAO, 2010). Indonesia termasuk salah satu produsen terbesar dunia, bahkan menjadi peringkat kedua produsen rumput laut dunia setelah negara China untuk jenis Eucheuma cottoni. Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah satu produsen rumput laut terbesar dunia. Adapun perkembangan produksi rumput laut dunia dapat dilihat pada Gambar 6. Sumber : FAO, 2011 (diolah) Gambar 6. Perkembangan Produksi Rumput Laut Dunia Tahun 2005 2010 Gambar 6 memperlihatkan bahwa rumput laut di dunia diproduksi oleh 9 negara utama penghasil rumput laut dan selama enam tahun terakhir Negara China menjadi produsen utama rumput laut dunia dengan produksi rata-rata 49.22 persen. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi peringkat kedua produsen rumput laut dunia dengan produksi sebesar 3 082 113 ton. Sejak tahun 2005, produksi rumput laut dunia mencapai 11 980 219 ton, akan tetapi pada tahun 2009 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu produksi rumput laut dunia mencapai 13 783 065 ton. Perkembangan produksi rumput laut yang demikian tinggi mencerminkan adanya peluang dan permintaan yang semakin besar di pasar internasional.
61 5.1.2. Ekspor Rumput Laut Dunia Ekspor rumput laut dunia selama lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan, meskipun kenaikan ini tidak sejalan dengan peningkatan produksi. Pada periode tahun 2005 2009, rata-rata pertumbuhan eskpor rumput laut dunia sebesar 7.05 persen dengan trand yang meningkat, dengan ekspor tertinggi pada tahun 2009 sebesar 420 963 ton. Gambar 7 di bawah ini memperlihatkan perkembangan ekspor rumput laut dunia periode tahun 2005 2009. Sumber : FAO, 2011 (diolah) Gambar 7. Perkembangan Ekspor Rumput Laut Dunia Periode Tahun 2005-2009 Selama 5 tahun terakhir (2005-2009), ekspor rumput laut dunia di dominasi oleh negara-negara Asia seperti Philpina, Chili, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia, dimana ekspor terbesar berasal dari Philpina yang mampu mengekspor sebanyak 535 715 ton dari total produksi dunia. Indonesia sebagai negara produsen rumput laut dunia terbesar hanya mampu mengekspor sebesar 412 837 ton jauh di bawah Philpina. Hal ini disebabkan karena banyaknya rumput laut Indonesia yang ditolak karena tidak memenuhi standar rumput laut internasional (Kementrian Perdagangan, 2011).
62 5.2. Perkembangan Rumput Laut di Indonesia 5.2.1. Produksi Rumput Laut Indonesia Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan gambaran potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut di perairan, hanya 18 jenis dari 5 genus yang sudah diperdagangkan. Dari kelima marga tersebut hanya genus Eucheuma dan Gracilaria yang sudah dibudidayakan. Wilayah sebaran budidaya genus Eucheuma berada di Sumatera Barat (Kabupaten Pesisir Selatan dan Mentawai), Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Banten, Pulau Seribu, Jawa Tengah, NTT, NTB, Pulau Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua (Anggadiredja dan Achmad, 2009). Rumput laut Eucheuma sp. Mulai dibudidayakan secara masal pada tahun 1984 di Nusa Dua, Nusa Penida, Nusa Tenggara Barat. Jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah jenis Eucheuma spinosum dengan bibit lokal dan Eucheuma cottoni dengan bibit asal Philpina. Sesuai dengan perkembangan pasar, saat ini yang lebih banyak dibudidayakan adalah jenis Eucheuma cottoni. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2011), total luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut adalah sebesar 1 110 900 hektar dengan tingkat produktivitas 128 ton berat basah per hektar per tahun atau 16 ton berat kering per hektar per tahun, sehingga potensi produksi rumput laut Indonesia adalah 17 774 400 ton berat kering per tahun. Perkembangan produksi rumput laut Indonesia tahun 2005-2010 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Produksi Rumput Laut Indonesia Jenis Eucheuma cottoni Tahun 2005 2010 No Tahun Produksi (Ton) % Δ 1 2005 85 400-2 2006 98 200 14.99 3 2007 114 900 17.01 4 2008 139 100 21.06 5 2009 155 060 11.47 6 2010 140 020-9.70 Rata-Rata Pertumbuhan Tahun 2005-2010 10.97 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011
63 Tabel 6 memperlihatkan bahwa Total produksi rata-rata rumput laut sebesar 122 133 ton per tahun atau rata-rata peningkatan produksi sebesar 10.97 persen per tahun (2005 2010). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi sebagai produsen utama rumput laut dunia. 5.2.2. Ekspor dan Impor Rumput Laut Indonesia Ekspor rumput laut Indonesia di perdagangan dunia mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh belum stabilnya perdagangan rumput laut Indonesia di pasaran internasional karena berbagai hal diantaranya kualitas rumput laut Indonesia yang belum memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh negaranegara importir seperti Jepang dan China, sehingga hal tersebut juga mempengaruhi ketidakstabilan harga rumput laut Indonesia yang semakin rendah. Volume eskpor rumput laut Indonesia periode 2005 2009 mengalami fluktuasi akan tetapi semakin meningkat dengan rata-rata volume ekspor sebesar 90 575 per tahun atau rata-rata peningkatan sebesar 14.19 persen per tahun. Adapun negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia terlihat pada Tabel 7 adalah China, Hongkong, Jepang, Denmark, USA, Korea Selatan, dan Perancis, Spanyol, Taiwan dan Inggris (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010). Tabel 7. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Negara Tujuan Tahun 2005-2009 Negara Volume Ekspor Per Tahun (Ton) Tujuan 2005 2006 2007 2008 2009 Total China 22 926 25 834 22 318 35 220 11 328 118 826 Jepang 8 060 8 145 7 878 9 210 8 780 43 073 Korea 5 143 8 843 8 421 5 513 3 629 31 549 Hongkong 8 385 10 674 8 890 6 070 2 114 37 133 Spanyol 4 736 7 431 6 451 9 766 4 364 33 870 Prancis 2 919 4 604 6 192 5 927 3 736 23 378 Denmark 3 754 3 125 4 098 5 348 4 077 20 402 USA 1 065 6 751 2 454 4 414 3 629 18 313 Taiwan 1 905 3 353 3 407 2 422 2 749 13 836 Inggris 1 932 2 948 3 499 1 900 2 395 12 674 Negara Lain 8 401 13 800 20 465 14 158 44 368 101 192 Tot. Ekspor 69 226 95 508 94 073 99 948 94 002 Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010a
64 Tabel 7 memperlihatkan bahwa Negara China, Jepang dan Korea merupakan negara tujuan ekspor terbesar berdasarkan volume ekspor rumput laut Indonesia di negara tujuan ekspor tersebut sejak tahun 2005-2009. Akan tetapi sebagian besar ekspor rumput laut Indonesia dalam bentuk bahan baku kering (raw material) dan sebagian lagi untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan dalam negeri untuk dijadikan agar-agar. Permintaan untuk ekspor yang tinggi dan terus meningkat mengakibatkan ketidakseimbangan antara ekspor dengan industri pengolahan dalam negeri. Industri pengolahan dalam negeri masih kekurangan bahan baku sehingga perlu dilakukan impor dari beberapa negara seperti Jepang, Korea, Cina, Eropa dan Amerika Latin. Umumnya impor rumput laut dilakukan dalam bentuk yang telah mengalami pengolahan lebih lanjut seperti agar-agar. Disamping itu terdapat beberapa jenis rumput laut yang tidak dapat tumbuh di perairan Indonesia seperti jenis Nori (Phorphyra sp.). Rumput laut ini diimpor dan dimanfaatkan sebagai edible seaweeds (tidak diekstrak), yaitu sebagai pembungkus makanan (lemper) atau langsung dapat dimakan sebagai penyedap makanan. Selain itu, Nori juga dimanfaatkan sebagai campuran berbagai obat-obatan. Oleh karena itu, impor rumput laut adalah pada produk akhir seperti karagenan, alginat ataupun agar-agar (Anggadiredja dan Achmad, 2009). Impor rumput laut jenis lainnya dan produk olahan seperti agar-agar dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Rumput Laut dan Agar-Agar Indonesia Tahun 2005-2009 Rumput Laut Jenis Lainnya Agar-Agar No Tahun Volume (Kg) Nilai (1000 US$) Volume (Kg) Nilai (1000 US$) 1 2005 139 194 224 505 587 269 443 690 2 2006 216 756 294 952 594 643 712 963 3 2007 124 656 308 004 556 176 844 699 4 2008 36 730 253 708 383 765 391 694 5 2009 71 123 322 742 4 388 871 1 027 487 Pertumbuhan (%) 9.08 12.33 251.86 46.96 Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010b
65 Tabel 8 memperlihatkan bahwa impor rumput laut jenis lainnya (selain Eucheuma cottoni dan Gracilaria sp) mengalami pertumbuhan sebesar 9.08 persen setiap tahunnya, hal ini mengindikasikan bahwa impor rumput laut setiap tahunnya meningkat. Demikian pula dengan produk olahan agar-agar, dimana industri pengolahan agar-agar masih mengimpor rata-rata 1 302 144.8 kg per tahun dengan nilai US$ 684 106.6 per tahun. 5.2.3. Harga Rumput Laut Indonesia Perkembangan harga rumput laut di pasar dunia mengalami fluktuasi. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya jumlah volume ekspor, bentuk rumput laut dan yang paling penting adalah kualitas rumput laut yang sesuai standar yang ditetapkan dalam perdagangan internasional. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (2011) menunjukkan perkembangan harga rumput laut Indonesia yang fluktuatif, bahkan termasuk rendah dibandingkan dengan negara-negara eksportir lainnya. Adapun perkembangan harga rumput laut Indonesia di pasar dunia dapat dilihat pada Gambar 8. Sumber : Kementerian Perdagangan, 2011 (diolah). Gambar 8. Perkembangan Harga Rumput Laut Indonesia di Pasar Dunia Periode 2005-2010
66 Gambar 8 memperlihatkan bahwa persentase perkembangan harga rumput laut Indonesia meningkat yaitu sebesar 19.34 persen dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 838.91 US$ per tahun. Menurut UnComtrade (2010), bahwa harga rumput laut di pasaran internasional cukup rendah dibandingkan dengan negara eksportir seperti Philpina dengan harga mencapai 4 440 US$ per ton dan Marocco sebesar 5 428 US$ per ton. Perbedaan ini dikarenakan sebagian besar rumput laut Indonesia masih dalam bentuk raw material (bahan baku) dengan kualitas yang rendah.