BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001 telah memberikan kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk mengurus keuangannya sendiri dan sejalan dengan kewenangan tersebut diberikan juga suatu tanggungjawab untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Hal ini dapat dicapai dengan maksimal bila dilakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dimana dinyatakan bahwa Inspektorat Daerah merupakan bagian dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang berperan sebagai pengawas pelaksanaan APBD dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Dalam pasal 11 dinyatakan bahwa APIP yang mampu berperan secara efektif sekurang-kurangnya harus dapat: 1. Memberikan keyakinan yang memadai atas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah; 2. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah; 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di
lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian, Inspektorat/ unit pengawasan intern pada Kementerian Negara, Inspektorat Utama/ Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Inspektorat/unit pengawasan intern pada Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Negara, Inspektorat Provinsi/ Kabupaten/ Kota, dan unit pengawasan intern pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melakukan tugas dan fungsinya APIP mengacu kepada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dimana pada Diktum kedua ditegaskan bahwa standar ini wajib digunakan sebagai acuan APIP dalam melaksanakan tugasnya. Adapun bentuk-bentuk pengawasan yang dilakukan oleh APIP sesuai dengan pasal 40 Peraturan Pemerintah N0. 60 Tahun 2008 meliputi kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Audit APIP dapat meningkatkan informasi yang dihasilkan dalam proses pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif dan akan mendukung peningkatan mutu dan pengelolaan keuangan negara serta pengambilan keputusan penyelenggaraan negara. Namun fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan kinerja APIP khususnya Inspektorat Daerah belum memuaskan, hal ini tidak terlepas dari perbedaan kondisi APIP, baik dari sisi tata kelola, sumber daya yang dimiliki, serta lingkungan yang melingkupi. Sampai dengan tahun 2014 BPKP telah melakukan pemetaan APIP terkhusus Inspektorat Daerah yang mengacu kepada
Internal Audit Capability Model (IA-CM) terhadap 474 APIP dari 627 APIP hasilnya menunjukkan bahwa 404 APIP atau 85,23% APIP masih berada pada Level 1 (initial), 69 APIP atau 14,56% berada pada Level 2 (infrastructure) dan hanya 1 APIP atau (0,21%) berada pada Level 3 (integrated). Berdasarkan survey yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri diketahui bahwa secara Organisasi Inspektorat Daerah kurang memiliki kemandirian untuk menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya secara wajar dan objektif. Kondisi tersebut menggambarkan peran APIP yang belum efektif, hal ini disebabkan antara lain 1. Independensi dan objektivitas APIP belum dapat diterapkan sepenuhnya, 2. Lemahnya manajemen/tata laksana/bisnis proses APIP, 3. Tidak terpenuhinya kebutuhan formasi Auditor, 4. Kurangnya alokasi anggaran belanja APIP dibandingkan dengan total belanja dalam APBN/APBD, 5. Struktur organisasi dan pola hubungan kerja belum sepenuhnya sesuai dengan strategi dalam mencapai tujuan APIP yang efektif dan 6. Kurangnya kegiatan pengembangan kompetensi dan lemahnya manajemen SDM APIP terutama rekrutmen dan pola karier. Pengawasan Internal yang dilakukan oleh APIP menekankan pada pemberian bantuan kepada unit kerja perangkat kerja daerah dalam pengelolaan resiko-resiko yang dapat menghambat pencapaian misi dan tujuan, sekaligus memberikan alternatif peningkatan efisiensi dan efektivitas serta pencegahan atas potensi kegagalan sistem manajemen pemerintahan daerah (Machmud, 2006). Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma APIP dari yang hanya sekedar watchdog yang mencari-cari kesalahan menuju peran konsultan sekaligus katalis yang berperan sebagai fasilitator yang mendorong perubahan ke arah yang lebih baik
sehingga APIP diharapkan dapat mendorong terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Perubahan peran ini diharapkan juga memperbaiki kinerja APIP. Kinerja yang dimaksud disini adalah kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) berdasarkan kepatuhan dalam menjalankan prosedur pengawasan dan pemeriksaan sesuai yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Per/05/M.Pan/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Kinerja APIP dalam mengawasi pengelolaan keuangan di daerah, tidak bisa terlepas dari faktor individu serta faktor lingkungan pemerintah daerah. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah sistem yang dibentuk dan dikembangkan dalam kaitannya dengan fungsi dan tugas APIP serta peraturan yang mengatur tugas dan fungsi APIP. Selain itu kebijakan kepala daerah juga sering menyebabkan kinerja APIP terhambat, seperti misalnya kebijakan mutasi yang tidak berdasarkan pertimbangan profesional dan rekrutmen yang tidak berdasarkan kebutuhan. Sedangkan faktor individu adalah karekteristik masingmasing personal APIP dalam melaksanakan fungsi sebagai pengawas, pemeriksa dan pembina pengelolaan keuangan di daerah. Larkin dalam Trisnaningsih (2007) menyatakan bahwa terdapat empat dimensi personal dalam mengukur kinerja auditor yaitu: kemampuan (kompetensi), komitmen, motivasi dan kepuasan kerja. Kompetensi seorang auditor berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan sikap prilakunya yang diperoleh melalui pendidikan formal, pelatihan dan diperluas dengan pengalaman dalam praktek audit. Auditor juga harus menjalani pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan guna menjamin kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan organisasi dan perkembangan lingkungan pengawasan. Hal ini
didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sudjana (2011) yang menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan juga ditentukan oleh komitmen yang dimilikinya, Vanderberg dalam Trisnaningsih (2007) menyatakan bahwa komitmen organisasi menunjukkan daya tarik seseorang dalam mengidentifikasikan keterlibatannya sebagai bagian suatu organisasi oleh karena itu komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut memiliki terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap organisasinya, berusaha meningkatkan prestasinya dan memiliki keyakinan yang pasti untuk mewujudkan tujuan organisasi. Komitmen tidak berhubungan dengan bakat kepintaran, komitmen yang kuat akan memungkinkan seseorang untuk dapat mengeluarkan sumber daya yang dimilikinya dan sebaliknya karyawan yang tidak memiliki komitmen akan sulit menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wati, dkk (2010) bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor berbeda dengan penelitian yang dilakukan Cahyasumirat (2010) dan Hanna dan Firnanti (2013) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Sikap pimpinan juga dapat mempengaruhi kinerja, sikap pimpinan merupakan cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi. Teori kepemimpinan perilaku (behavioral) menyatakan bahwa
gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap efektifitas kelompok kerja yang dipimpinnya (Trisnaningsih, 2007). Teori ini juga menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang dipakai oleh seorang manajer dalam suatu unit kerja akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan. Hasil penelitian Wati, dkk (2010) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja auditor pemerintah Keberadaan auditor sebagai suatu profesi tidak bisa dipisahkan dari karakteristik independensinya. Dalam pelaksanaan tugasnya seorang auditor harus bersikap independen agar kredibilitas hasil pekerjaannya meningkat. Auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi juga harus menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan independensinya diragukan masyarakat. Seorang auditor harus memiliki sikap netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Gustati (2011), Yuskar, dkk (2011) dan Wulandari (2011), menyatakan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja APIP adalah motivasi, dimana APIP memerlukan dorongan untuk mengerahkan kemampuan, tenaga dan waktunya melaksanakan tanggungjawabnya kepada organisasi. Motivasi adalah dorongan, kehendak atau keinginan yang dimiliki oleh seseorang untuk mewujudkan prestasi-prestasi tertentu. Dengan adanya motivasi maka seseorang akan mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada (Gustati, 2010). Seorang auditor dengan kompetensi yang memadai namun tidak merasa puas dengan kompensasi yang diterimanya akan
menyebabkan dia kehilangan motivasi untuk berprestasi, ataupun ketidaknyamanan dalam lingkungan kerjanya akan menyebabkan dia tidak betah bekerja dan menghambat prestasi kerjanya. Penelitian terkait motivasi sebagai variabel moderating dalam hubungannya dengan kinerja telah banyak dilakukan, diantaranya penelitian Ipkoni (2006) yang menyatakan bahwa motivasi berhasil menjadi variabel pemoderasi sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hshieh ( 2008) menunjukkan bahwa motivasi tidak dapat digunakan sebagai variabel moderating. Oleh sebab itu peneliti ingin menggunakan motivasi sebagai variabel yang memoderasi hubungan antara variabel Kompetensi, Komitmen Organisasi, Gaya kepemimpinan dan Independensi terhadap Kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) di Provinsi Sumatera Utara dengan Motivasi sebagai Variabel Moderating. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka masalah penelitan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja APIP di Provinsi Sumatera Utara? 2. Apakah motivasi dapat memoderasi hubungan antara kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan, independensi dengan kinerja APIP di Provinsi Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dkemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk menganalisis pengaruh kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi secara simultan dan parsial terhadap Kinerja APIP di Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk menganalisis motivasi sebagai pemoderasi hubungan antara kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi dengan kinerja APIP di Provinsi Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian berikut: Manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai 1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan kinerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). 2. Bagi pemerintah daerah sebagai bahan kajian dalam mengambil keputusan mengenai APIP. 3. Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya, sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Originalitas
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian seperti ini pernah dilakukan. Penelitian yang peneliti lakukan ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Arumsari (2014). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah: 1. Variabel independen penelitian terdahulu terdiri dari profesionalisme auditor, independensi auditor, budaya organisasi, etika profesi dan gaya kepemimpinan, sedangkan pada penelitian ini variabel independennya terdiri dari kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi. 2. Pada penelitian ini peneliti menambahkan variabel motivasi sebagai variabel moderating. 3. Populasi pada penelitian terdahulu adalah auditor pada Kantor Akuntan publik di Provinsi Bali, sementara populasi penelitian ini adalah auditor APIP di Provinsi Sumatera Utara. 4. Waktu penelitian terdahulu dilakukan pada tahun 2014, sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 sampai dengan selesai. Untuk lebih ringkasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Originalitas Penelitian Uraian Penelitian Terdahulu Penelitian sekarang Variabel Independen profesionalisme auditor, independensi auditor, budaya organisasi, etika profesi dan gaya kepemimpinan kompetensi, komitmen auditor, sikap pimpinan dan independensi.
Variabel Dependen Variabel Moderating Lokasi Penelitian Kinerja Auditor tidak ada Provinsi Bali Kinerja APIP Motivasi Provinsi Sumatera Utara Waktu Penelitian 2014 2016