BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik merupakan polimer hidrokarbon rantai panjang yang terdiri atas jutaan monomer yang saling berikatan. Ada beberapa macam limbah plastik rumah tangga, antara lain: polyethylene (low-density polyethylene (LDPE), linear low-density polyethylene (LLDPE), high-density polyethylene (HDPE)), polypropylene (PP), polyvinyl chloride (PVC), polystyrene (PS), dan polyethyleneterephthalate (PET), yang totalnya mencapai 74% dari semua limbah plastik (Aguado et al., 2008). Pada tahun 2013 jumlah limbah plastik, baik industri maupun rumah tangga, mengalami peningkatan sekitar 22,58% dari tahun sebelumnya. Menurut Industry Update Volume 9 (2013), konsumsi plastik di Indonesia diproyeksikan mencapai 1,9 juta ton hingga semester I tahun 2013 yang didominasi oleh kemasan makanan (60%), sementara sisanya digunakan oleh industri besar untuk pembuatan alat-alat rumah tangga, pipa, furnitur, elektronik, bagian kendaraan, dan lainnya. Mayoritas kemasan makanan terbuat dari plastik polietilena jenis LDPE yang tertera dengan kode angka 4. Mengingat karakteristiknya yang sulit terdegradasi di alam dan jarang dipilih untuk daur ulang, bisa dibayangkan bagaimana dampak limbah plastik kemasan bagi lingkungan dan kesehatan apabila tidak ada penanganan lebih lanjut. Beberapa cara telah dilakukan untuk mengolah limbah plastik, baik melalui proses fisika maupun proses kimiawi. Proses fisika, seperti reducing, reusing, mechanical recycling, penimbunan (landfilling), dan pembakaran (incineration), bukanlah metode yang ideal untuk pengolahan limbah plastik saat ini (Buekens dan Huang, 1998; Al-Salem et al., 2009). Selain keterbatasan lahan serta kuantitas plastik yang sangat banyak, pengolahan limbah plastik secara fisika, khususnya pembakaran, bukan metode yang aman bagi lingkungan karena akan meningkatkan emisi gas yang potensial menjadi polutan dan penyebab efek rumah 1
2 kaca, seperti gas CO 2, Cl 2, SOx, dan beberapa partikulat pencemar lainnya (Rodiansono dan Trisunaryanti, 2005; Serrano, 2007). Maka dari itu, opsi yang menjadi perhatian saat ini adalah proses kimiawi yang dilakukan dengan memecah rantai polimer plastik (depolymerization). Menurut Ding et al. (1997), Uemichi et al. (1999), dan Escola et al. (2012), metode pemecahan rantai polimer yang sudah dikenal adalah pirolisis, gasifikasi, dan degradasi termal maupun katalitik. Gasifikasi plastik menghasilkan syn-gas membutuhkan biaya yang tinggi untuk konstruksi pabrik dan pengoperasiannya. Degradasi termal dan katalitik mendapat pertimbangan lebih untuk aplikasinya dalam industri seiring dengan naiknya permintaan bahan bakar cair (Serrano et al., 2012). Degradasi termal membutuhkan temperatur operasi yang tinggi dan memerlukan proses lebih lanjut untuk mencapai kualitas yang diharapkan. Sebaliknya, degradasi katalitik dapat dioperasikan pada temperatur yang lebih rendah dengan adanya penurunan energi aktivasi pada reaksi katalitiknya (Aguado et al., 2007). Penggunaan katalis menawarkan selektivitas terhadap produk yang diharapkan, seperti bensin dan diesel, dengan memilih keasaman katalis yang tepat (Serrano et al., 2012). Untuk proses degradasi fraksi hidrokarbon rantai panjang menjadi rantai pendek, seperti poliaromatik dan polimer, dibutuhkan katalis perengkah yang merupakan katalis heterogen (padatan), berupa katalis sistem logam pengemban (bifungsional). Sistem katalis tersebut dipilih karena katalis logam tunggal tidak memiliki kestabilan termal yang tinggi dan akan membentuk logam pejal yang dapat memperkecil luas permukaan, serta mudah terdeaktivasi (Foger, 1984; Augustine, 1996). Maka dari itu, katalis logam perlu didispersikan ke dalam material pengemban (padatan pendukung) yang berpori, stabil terhadap panas dan zat kimia, luas permukaannya besar, serta kuat secara mekanis (Trisunaryanti dan Emmanuel, 2009). Katalis bifungsinal terdiri atas situs asam dan logam, dimana situs asam terdapat pada material pengemban, seperti zeolit, silika alumina, dan alumina, sedangkan situs logam terdapat pada logam transisi, seperti Ni, Mo, W, Co, dan kombinasinya (Manos et al., 2002). Logam nikel (Ni) dipilih sebagai katalis
3 karena merupakan logam transisi yang memiliki orbital d kosong sehingga efektif menerima pasangan elektron dari reaktan untuk mencapai suatu reaksi. Selain itu, logam nikel berukuran sangat kecil sehingga pendistribusiannya pada pengemban akan lebih merata dan meminimalkan terjadinya aglomerasi pada permukaan pengemban. Pengemban yang digunakan harus memiliki luas permukaan cukup besar sebagai tempat untuk mendistribusikan logam. Logam dapat terdispersi secara merata di seluruh sistem pori zeolit sehingga dihasilkan permukaan logam yang aktif (Zhang et al., 2003). Dengan cara ini katalis yang dihasilkan akan lebih efisien dengan luas permukaan spesifik besar, stabilitas termal tinggi, masa pakai yang lebih lama, serta dihasilkan katalis yang lebih selektif. Selain itu, aktivasi melalui perlakuan asam juga diperlukan untuk meningkatkan jumlah situs asam, pori, dan luas area sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produk hidrorengkah (Trisunaryanti et al., 2013). Aktivitas katalis bifungsional dengan modifikasi logam transisi pada padatan pengemban telah banyak dipelajari dan menunjukkan aktivitas maupun selektivitas yang baik. Zeolit alam baru-baru ini dilaporkan sebagai material yang baik untuk mendukung logam dalam pembuatan katalis karena memiliki keasaman tinggi, berpori, dan luas permukaan yang luas (Kowalczyk et al., 2006). Bahkan, zeolit alam sangat melimpah dan murah sehingga penggunaannya sebagai katalis dapat menurunkan biaya produksi. Zeolit alam mudah ditemukan di Jawa, NTT, Irian, Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. Menurut data statistik dari Distamben Jawa Barat (2002), deposit zeolit paling banyak terdapat di Sukabumi dengan jumlah mencapai 159.435.000 ton. Kandungan utama zeolit alam di Indonesia adalah mineral mordenit dengan jumlah sekitar 60 70%, sisanya adalah klinoptilolit kristal dan kuarsa amorpus (Trisunaryanti et al., 2005). Zeolit alam tergolong kristalin aluminasilikat terhidrat dengan struktur tiga dimensi terbuka yang terbentuk oleh tetrahedral TO 4 (T = Si atau Al) sebagai satuan pembangun dasar zeolit (PBU), serta memiliki kerangka anionik yang terdiri atas kanal dan rongga. Di dalam kerangka tiga dimensinya tetrahedral SiO 4 bermuatan listrik netral, sedangkan tetrahedral AlO 4 bermuatan listrik negatif (Bhatia, 1990). Untuk menetralkan muatan zeolit ini, rongganya terisi kation logam (M n+ ) yang dianggap
4 sebagai pengotor. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel (Bekkum et al., 1991). Untuk mengoptimalkan aktivitas katalitiknya, pengotor-pengotor tersebut perlu dihilangkan dengan perlakuan asam maupun pengembanan logam. Mordenit merupakan salah satu mineral zeolit alam, namun pada saat ini mordenit sering disintetis dari garam silikat dan aluminat untuk mendapatkan kemurnian yang tinggi (Itabashi et al., 2012). Mordenit memiliki kandungan silika tinggi dan dua saluran pori 6,5 7,0 Å yang sejajar dengan sumbu c dan terhubung dengan pori yang berliku-liku 2,6 5,7 Å yang sejajar dengan sumbu b. Biasanya Mordenit dianggap sebagai zeolit mono-dimensional yang sering digunakan dalam proses katalisis, pemisahan, dan pemurnian karena ukurannya yang seragam, ukuran pori yang cukup besar, luas permukaan internal yang besar, dan memiliki kerangka yang fleksibel (Bhadauria et al., 2011). Dalam proses katalisis, Mordenit digunakan sebagai bahan pengemban logam karena berpori cukup besar (±7Å) yang tersusun atas cincin-12 sehingga mampu mengadsorpsi molekul berantai lurus, cabang, maupun siklik. Mordenit juga dikenal memiliki stabilitas termal yang tinggi, terbukti dari kemampuannya untuk mempertahankan struktur sampai temperatur 800 900 C (Dyer, 1988). Alumina (Al 2 O 3 ) merupakan nanomaterial sintetis yang memiliki struktur pada beberapa macam fase meta-stabil, diantaranya γ-, η-, δ-, θ-, κ-, dan χ-al 2 O 3, serta fase stabil α-al 2 O 3 (Shirai et al., 2009). Hasil studi menunjukkan bahwa γ- Al 2 O 3 relatif stabil secara termodinamik seperti α-al 2 O 3 ketika mencapai luas permukaan kritis (Hosseini et al., 2011). Karena sifat kimia, mekanik, dan termalnya yang karakteristik, γ-al 2 O 3 tergolong material yang aplikasinya sangat beragam. Menurut Ge et al. (2003) dan Paglia et al. (2006), γ-al 2 O 3 sering digunakan sebagai katalis pengemban logam karena luas permukaan, stabilitas termal, dan keasamannya yang tinggi. Luas permukaannya yang tinggi menyebabkan γ-al 2 O 3 dimodifikasi struktur dan sifatnya, salah satunya dengan pengembanan logam. Berdasarkan latar belakang di atas, penyediaan katalis bagi kebutuhan industri yang menuntut proses sederhana dan lebih ekonomis perlu dilakukan
5 sehingga pada penelitian ini akan dilakukan kajian karakter katalis alam dan sintetis teremban logam transisi, yaitu Ni/ZAA, Ni/Mordenit, dan Ni/γ-Al 2 O 3 untuk membandingkan aktivitas katalitiknya pada reaksi hidrorengkah polietilena menjadi fraksi bahan bakar. Untuk mengetahui kondisi temperatur reaksi optimum, maka dilakukan variasi temperatur reaksi pada 350, 400, dan 450 ºC. Kajian ini belum dipelajari secara mendalam oleh peneliti lain. Penelitian katalis saat ini dititikberatkan pada pemilihan katalis dengan aktivitas dan selektivitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan karakter tersebut sangat diperlukan selama proses katalitik berlangsung (Trisunaryanti et al., 2003). 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari karakter katalis nikel teremban pada zeolit alam aktif, Mordenit, dan γ-al 2 O 3, meliputi: kristalinitas, jumlah logam nikel, dan keasaman. 2. Mempelajari pengaruh temperatur terhadap aktivitas dan selektivitas katalis pada reaksi hidrorengkah polietilena. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang katalisis dan energi. Di samping itu, juga diharapkan dapat menghasilkan sumber energi alternatif yang bernilai ekonomi tinggi dan berkualitas dengan pemilihan kondisi proses yang efektif dan efisien, serta dapat mengurangi ketergantungan terhadap katalis impor dengan pemanfaatan komoditas zeolit alam Indonesia untuk industri pengolahan minyak bumi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan solusi dalam pengelolaan limbah plastik agar dapat menambah nilai gunanya serta mencegah pencemaran lingkungan.