BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geguritan berasal dari kata gurit yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan berarti gubahan cerita yang berbentuk tembang atau pupuh (Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia, 2009: 251). Geguritan sebagai salah satu kesusastraan Bali tradisional merupakan suatu karya sastra yang mempunyai sistem konvensi sastra tertentu yang cukup ketat. Geguritan dibentuk oleh pupuh atau pupuh-pupuh dan pupuh tersebut diikat oleh beberapa syarat. Adanya syaratsyarat pupuh yang biasa disebut padalingsa; yaitu banyaknya baris dalam tiap-tiap bait (pada), banyaknya suku kata dalam tiap-tiap baris (carik) dan adanya aturan bunyi akhir dalam tiap-tiap baris (Agastia, 1980: 17). Geguritan sebagai salah satu bentuk karya sastra Bali klasik memang dapat dikatakan mendapat tempat di hati masyarakat Bali dalam artian dinyanyikan, diartikan, dihayati, dan dijadikan pedoman hidup (Agastia, 1980: 25). Masyarakat Bali memandang karya sastra geguritan sebagai sesuatu yang bernilai tinggi, sesuatu yang luhur, yang berguna dalam membangun dan meningkatkan harkat martabat kehidupan orang Bali. Hal tersebut menunjukkan karya sastra geguritan memiliki peranan yang cukup esensial di tengah-tengah kehidupan masyarakat Bali. 1
Karya sastra geguritan selain sebagai media penghibur, juga merupakan media yang tepat dalam rangka membina moral dan kepribadian masyarakat. Menurut Agastia (1980: 2), karya sastra geguritan memiliki isi sebagai satu kesatuan sastra dengan nilai-nilai artistik tersendiri dan nilai-nilai spiritual kemanusiaan atau kebenaran yang universal dan hakiki. Dengan demikian, karya sastra geguritan tidak serta merta hanya menjadi pelengkap dari khazanah karya sastra Bali tradisional, tetapi geguritan pada dasarnya merupakan wadah atau sarana pendidikan yang mengandung ajaran-ajaran moral religius yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup. Geguritan merupakan salah satu hasil budaya Bali yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat Bali. Sampai sekarang geguritan masih berkembang cukup baik di Bali, hal itu ditandai dengan banyaknya bermunculan para pengarang karya sastra geguritan dewasa ini. Salah satu karya sastra geguritan yang ikut meramaikan khazanah kesusastraan Bali adalah Geguritan Dharma Sthiti karya I Made Menaka dari Desa Pengastulan, Seririt, Singaraja. Geguritan tersebut merupakan karya sastra berbentuk tulisan yang dalam terminologi sastra disebut sebagai teks geguritan. Teks Geguritan Dharma Sthiti merupakan karya sastra puisi tradisional yang terbentuk atas pupuh-pupuh. Teks Geguritan Dharma Sthiti tersusun atas 12 jenis pupuh, yaitu pupuh Sinom (16 bait), pupuh Durma (8 bait), pupuh Ginanti (9 bait), pupuh Ginada ( 9 bait), pupuh Mijil (8 bait), pupuh Maskumambang (8 bait), pupuh Pangkur (8 bait), pupuh Dandang (8 bait), pupuh Semarandana (8 bait), pupuh Adri (8 bait), pupuh Pucung (8 bait), dan pupuh Magatruh (2 bait). 2
Dharma Sthiti merupakan nama pada teks ini. Secara etimologi dharma sthiti dapat dipilah menjadi kata dharma dan sthiti. Dharma memiliki pengertian: (1) kebenaran, kebajikan; (2) agama; (3) sabar, Stiti berarti hidup (Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia, 2009: 152, 682). Jadi, berdasarkan asal katanya dharma sthiti berarti kebenaran, serta kewajiban hidup. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang terkandung dalam teks Geguritan Dharma Sthiti. Teks Geguritan Dharma Sthiti dibentuk oleh jalinan pupuh-pupuh, sehingga seolah-olah teks tersebut bersifat naratif. Tetapi, dilihat dari segi isinya ternyata teks ini merupakan teks yang bersifat deskriptif, menjelaskan sesuatu. Teks Geguritan Dharma Sthiti merupakan teks yang isinya berupa penjelasan tentang pentingnya pemahaman dan pelaksanaan dharma agar dapat mewujudkan kesejahteraan hidup dan menuju kebahagiaan atau kebebasan sejati (moksa). Teks Geguritan Dharma Sthiti mengandung ajaran agar manusia senantiasa melaksanakan dharma sthiti yang terdiri dari: (1) makarya, yaitu bekerja dengan giat dan tidak memilih segala rupa pekerjaan asalkan berdasarkan kebenaran, (2) matetulung, yaitu sikap saling menolong antar sesama, sebab pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna, dengan saling membantu antara individu yang satu dengan individu yang lain akan menimbulkan suatu keharmonisan, (3) bhakti, yaitu berbakti dengan tulus ikhlas kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), kepada tri guru yaitu guru rupaka, guru pangajian, dan guru wisesa. Selain itu, teks Geguritan Dharma Sthiti juga mengandung ajaran tentang empat tujuan hidup manusia yang sering disebut dengan catur warga yaitu dharma, artha, 3
kama, dan moksa. Ajaran-ajaran ini layak untuk direnungi, dihayati, dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran-ajaran tersebut merupakan ciri khas yang paling mendasar dari karya sastra ini. Pengarang berusaha membingkai nasihat-nasihat yang berupa ajaran agama Hindu dengan karya berupa puisi tradisional berbentuk geguritan. Intisari ajaran yang termuat dalam karya tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk lebih memahami dan mendalami tentang kewajiban hidup guna mencapai tujuan akhir kehidupan yaitu moksa. Penelitian terhadap ajaran-ajaran moral (amanat) yang menjadi ciri khas karya ini, tidak berarti menyampingkan kepentingan unsur lain dalam membangun struktur karya sastra bersangkutan. Unsur-unsur lain yang membangun teks Geguritan Dharma Sthiti tetap ditempatkan pada posisi dan fungsinya dalam kaitan telaah ini. Penelitian terhadap amanat yang terkandung dalam teks Geguritan Dharma Sthiti tidak bisa dilepaskan dari bentuk karya bersangkutan. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian terhadap teks Geguritan Dharma Sthiti belum pernah dilakukan. Sehingga pada kesempatan ini penulis meneliti bentuk dan isi teks Geguritan Dharma Sthiti, serta secara lebih mendalam mengungkapkan amanat yang terkandung dalam teks Geguritan Dharma Sthiti. 4
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjabaran tentang latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk teks Geguritan Dharma Sthiti? 2. Amanat apa sajakah yang terkandung dalam teks Geguritan Dharma Sthiti? 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilaksanakan selalu mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapun secara garis besarnya, tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam penelitian ini dibedakan atas dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Pada hakikatnya kedua tujuan tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membina, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan Bali maupun nasional dalam bidang sastra yang merupakan salah satu unsur kebudayaan. Penelitian ini sekaligus memberikan informasi dalam rangka menyebarluaskan karya-karya sastra tradisional yang berbentuk geguritan kepada masyarakat, mengingat bahwa karya sastra tradisional mengandung nilai-nilai yang luhur. 5
1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan teks Geguritan Dharma Sthiti sehingga dapat mengetahui dan mengungkapkan bentuk, isi, dan amanat yang terkandung dalam teks Geguritan Dharma Sthiti. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan salah satu kegunaan atau faedah yang dapat diambil dari suatu penelitian. Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan atau kontribusi dalam bidang ilmu sastra dan pengembangan maupun penerapan teori sastra untuk melakukan penelitian terhadap karya sastra. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan refrensi untuk melakukan analisis karya sastra geguritan di masa mendatang. 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut: 1) Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya dan menambah ilmu sastra, terutama mengenai analisis karya sastra Bali tradisional dalam bentuk geguritan. 2) Bagi masyarakat khususnya penikmat sastra, hasil kajian ini dapat bermanfaat sebagai bahan perbandingan dan pertimbangan dengan hasil penelitian di 6
bidang karya sastra Bali lainnya. Hasil dari penelitian ini juga dapat menjadi salah satu informasi bagi masyarakat untuk lebih mengenal karya sastra geguritan, sehingga dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap karya sastra Bali tradisional. Hasil analisis yang dilakukan diharapkan dapat memberikan sedikit wawasan kepada pembaca mengenai amanat yang terkandung dalam teks Geguritan Dharma Sthiti sehingga dapat direnungkan, diresapi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 7