BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi dewasa ini, kita telah dan akan menghadapi beberapa ciri perdagangan bebas internasional sebagaimana ditetapkan dalam Putaran Uruguay yang berlaku sejak Januari 1995, AFTA (Asia Free Trade Association) yang sudah berlaku sejak tahun 2003 serta APEC yang akan berlaku tahun 2010. Dengan keadaan ekonomi tersebut, ekspor Indonesia harus dapat bersaing dalam pasar internasional, sedangkan produk dalam negeri kita harus mampu bersaing dengan produk luar negeri di negeri kita sendiri. Oleh karena itu, setiap korporasi suatu negara harus bersaing mencari, memperluas, dan mempertahankan pangsa pasar yang sudah ada baik pada tingkat domestik, regional maupun tingkat dunia atau internasional. Jika tidak dapat bersaing secara sehat, maka suatu korporasi akan mengalami kemunduran. Hal ini berarti dalam iklim globalisasi ekonomi tersebut, kita hanya dapat menciptakan Competitive Advantage atau keunggulan daya saing yang tinggi dalam jangka panjang di dalam menghadapi persaingan tingkat dunia. Sebagaimana kita alami, ketahui dan rasakan, era globalisasi tersebut mengandung dimensi perubahan, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri khas kehidupan dewasa ini adalah perubahan. Berdasarkan keadaan tersebut, yang menjadi tantangan dewasa ini bukanlah berbicara tentang adanya perubahan, tetapi bagaimana membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam dimensi perubahan tersebut, pimpinan dan manajer perusahaan dewasa ini mau tidak mau harus menghadapi Coorporate Olympic yang semakin komplek tingkat persaingannya. Meningkatnya perhatian umum untuk mencapai daya saing dalam era globalisasi, era industri, era teknologi, atau era informasi dewasa ini telah mendorong suatu perusahaan untuk lebih fleksibel dan mengusahakan perbaikan kualitas dalam memenuhi kebutuhan customer, menghasilkan produk dan jasa yang bermutu, serta cost effective, agar perusahaan memiliki kemampuan bertahan dan berkembang dalam xi
menghadapi persaingan yang bersifat global dan tajam. Untuk mencapai perbaikan tersebut dibutuhkan kemampuan manajemen perusahaan yang dapat diandalkan untuk mengatur dan mengelola seluruh sumber daya yang dimilikinya. Perkembangan pesat di bidang teknologi yang terjadi saat ini menjadikan customer mudah memperoleh informasi di dalam mempertimbangkan pengeluaran uang. Dengan demikian, customer akan mengalokasikan dana yang ada ke dalam perusahaan-perusahaan yang mampu secara cepat memenuhi kebutuhan customer dengan produk dan jasa yang bermutu dan dengan harga yang murah sehingga dapat dikatakan output yang dihasilkan akan mempunyai keunggulan komparatif dengan para pesaing dan akan memuaskan customer, akan tetapi harga murah hanya dapat dihasilkan oleh produsen yang secara berkelanjutan melakukan improvement terhadap aktivitas penambah nilai (value added activities), dan yang senantiasa berusaha mengurangi atau menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai (non value added activities) bagi customer. Dengan demikian cost effectiveness didukung oleh penerapan manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM) dapat menjadi salah satu kunci untuk memenangkan persaingan jangka panjang tingkat dunia. Untuk itu, standar kualitas juga harus dikembangkan guna memberi arti bagi pengukuran kualitatif dan cost effectiveness, jadi dalam hal ini, diperlukan suatu sistem manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management yang merupakan suatu metode untuk meningkatkan kemampuan dan memaksimumkan daya saing perusahaan sehingga akan mengubah mental guna memiliki kesadaran untuk mengetahui pentingnya mutu produk atau jasa dan mampu memecahkan masalah secara terpadu. Namun pada kenyataannya, tidaklah mudah untuk menciptakan suatu sistem manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management yang akan mendukung cost effectivenes, disebabkan masih adanya hambatan-hambatan di dalam pelaksanaannya. Kegagalan atau hambatan dalam melaksanakan upaya tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : 1. Kurangnya komitmen manajemen puncak. Hal ini ditunjukkan dengan dukungan manajemen puncak hanya berpengaruh signifikan pada manajemen arus proses. Hal ini menggambarkan manajemen belum menganggap proses produksi merupakan proses yang berhubungan xii
dengan proses-proses lain yang mengakibatkan berbagai proses dalam perusahaan yang belum terpadu. 2. Kurangnya dukungan infrastruktur untuk implementasi Total Quality Management (TQM). Total Quality Management bergerak pada lima dimensi infrastruktur, yaitu hubungan dengan pelanggan (customer chain), dukungan manajemen puncak, manajemen sumber daya manusia hubungan dengan pemasok (supply chain) dengan sikap kerja karyawan. Kelima dimensi infrastruktur tersebut harus dibenahi dengan sebaik-baiknya. 3. Partial quality management. Implementasi Total Quality Management masih bersifat partial yang berorientasi hanya pada little quality, yaitu hanya dibidang produksi saja dan tidak keseluruhan sistem organisasi yang ada. 4. Kurangnya pengetahuan tentang konsep Total Quality Management (TQM) yang akan mempersulit karyawan untuk menerima dan menerapkan konsep Total Quality Management. 5. Budaya organisasi atau perusahaan kurang mendukung implementasi Total Quality Management (TQM), dimana belum sepenuhnya berfokus pada kepuasan pelanggan. 6. Ketidaksempurnaan implementasi Total Quality Management (TQM). Ini disebabkan adanya kekuatiran karyawan mengenai adanya kemungkinan diberhentikan. Jika implementasi Total Quality Management karena adanya kekhawatiran adanya down-sizing, di mana pekerja yang tidak memiliki kompetensi akan diberhentikan organisasi. Pelaksanaan Total Quality Management (TQM) dituntut karena adanya perkembangan kualitas yang sangat didorong oleh perkembangan pendidikan, teknologi, kondisi persaingan dan peradaban yang begitu cepat dan besar. Membawa pengaruh pergeseran masyarakat tentang arti suatu kualitas dalam hal ini masyarakat semakin sadar akan arti mutu dan hak-hak arti layanan. Meningkatnya kesadaran masyarakat, produsen dan pelaku dunia usaha akan arti kualitas dan jaminan terhadap kualitas, xiii
diharapkan dapat membangkitkan kesadaran bahwa kegiatan usaha akan lebih baik di dalam persaingan bisnis hanya apabila mereka dapat menjamin mutu. Di Indonesia Total Quality Management (TQM) ini mulai diterapkan pada berbagai perusahaan awal tahun 1980 (Kho Sin Hien, 1987:32). Konsep ini diterapkan sebagai salah satu alat dalam melaksanakan operasional manajemen, karena konsepkonsep Total Quality Management (TQM) ini berorientasi pada tiga tuntutan pasar yaitu kualitas, harga dan pengiriman. PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk adalah salah satu perusahaan berskala nasional yang ikut merasakan dampak dari globalisasi. Salah satu filosofi sederhana PT. Ultrajaya adalah sebuah tekad untuk memproduksi produk dalam kemasan berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan customer Indonesia yang terus meningkat. Kesuksesan filosofi ini ditentukan pula oleh kemampuan PT. Ultrajaya yang sudah terbukti dalam mencapai empat sasaran. Pertama, memastikan bahwa hanya bahan baku terbaik yang digunakan untuk proses produksi. Kedua, memproduksi jenis produk sebanyak mungkin untuk konsumen PT. Ultrajaya. Ketiga, menggunakan teknologi yang tepat untuk membantu dalam pengembangan dan produksi beragam produk berkualitas. Filosofi perusahaan tersebut disosialisasikan sampai ke tingkat bawah dalam bentuk target-target dan ukuran-ukuran kinerja, sebagai upaya mempertahankan kelangsungan usaha dan untuk meningkatkan kemandirian dan profesionalisme. Usaha tersebut juga akan mencangkup peningkatan dan efisiensi operasi perusahaan secara cost effective. Dalam hal ini, peningkatan efisiensi operasi perusahaan dilakukan untuk segala aspek usaha yang perlu ditangani dan dikembangkan secara mantap dan terkendali, sehingga dapat membantu posisi yang kompetitif untuk usaha Indonesia di pasaran dalam negeri maupun di luar negeri. Berbagai motivasi cukup mendorong agar PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk menerapkan konsep Total Quality Management karena : 1. Persaingan dalam dunia usaha semakin ketat, sehingga masalah mutu pelayanan, cost effectiveness menjadi sangat penting. 2. Dengan menerapkan Total Quality Management diharapkan dapat mengatasi tantangan di masa depan. xiv
3. Sistem manajemen harus terus-menerus disempurnakan, dan konsep Total Quality Management merupakan suatu sistem manajemen yang mengutamakan kebersamaan. Upaya memperbaiki dan meningkatkan efisiensi, kreativitas dan cost effectiveness perlu dilakukan secara terencana dan melibatkan partisipasi aktif dari semua unsur terkait dalam perusahaan agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Arah perbaikan ini diformulasikan oleh manajemen dalam suatu rumusan kebijakan untuk perbaikan proses, termasuk metode dan sistem yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dan cost effectiveness. Dari sudut pandang bisnis, pengendalian mutu ditinjau dalam bentuk profitabilitas, kepeloporan di pasar, pengendalian cost effectiveness, pengendalian efisiensi dan peningkatan pendapatan. Mutu tidak memuaskan berarti pemanfaatan sumber daya tidak efisien dan terjadinya penghamburan biaya tenaga kerja. Kebalikannya mutu yang memuaskan berarti pemanfaatan sumber daya memuaskan dan akibatnya biaya lebih rendah. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengambil judul : MANFAAT PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM MENDORONG COST EFFECTIVENESS 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keefektifan penerapan Total Quality Management pada PT. Ultrajaya? 2. Bagaimana cost effectiveness pada PT. Ultrajaya? 3. Apakah penerapan Total Quality Management bermanfaat atau tidak dalam mendorong cost effectiveness pada PT. Ultrajaya? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun maksud dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : xv
1. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana (strata 1) dalam bidang ekonomi, fakultas ekonomi dan jurusan akuntansi Universitas Widyatama Bandung. 2. Menjelaskan implementasi Total Quality Management dan manfaatnya dalam mendorong cost effectiveness. Selanjutnya penulis tertarik untuk meneliti mengenai penerapan Total Quality Management pada PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk dengan tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana keefektifan penerapan Total Quality Management pada PT. Ultrajaya. 2. Untuk mengetahui bagaimana cost effectiveness pada PT. Ultrajaya. 3. Untuk mengetahui apakah penerapan Total Quality Management memberikan manfaat atau tidak dalam mendorong cost effectiveness pada PT. Ultrajaya. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah ini. Beberapa pihak yang dapat mengambil manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Penulis Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang penerapan Total Quality Management di perusahaan. 2. Perusahan Dapat menjadi masukan bagi perusahaan untuk melakukan peningkatan pelaksanaan Total Quality Management dalam mendorong cost effectiveness untuk memenuhi kebutuhan customer di perusahaan. 3. Peneliti Lain Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan dan dapat menjadi bahan referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. xvi
1.5 Kerangka Pemikiran Perusahaan manufaktur merupakan salah satu usaha yang memiliki tingkat persaingan yang tinggi dan untuk menghadapi persaingan tersebut, perusahaan harus memiliki strategi bersaing. Suatu perusahaan didirikan dengan tujuan agar perusahan tersebut dapat memperoleh laba yang optimum sehingga kontinuitas perusahaan terjamin dan jalannya perusahaan dapat langsung disertai peningkatan perusahaan secara cost effective. Namun, keberhasilan pencapaian tujuan tersebut sangatlah ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia perusahaan yang bersangkutan, maka perusahaan berupaya menerapkan suatu sistem manajemen mutu terpadu Total Quality Management (TQM) yang akan mengelola sumber-sumber daya dalam organisasi. Dalam organisasi, suatu sistem akan memproses bekerjanya suatu organisasi dimana ini akan mengubah masukan menjadi keluaran. Sistem adalah suatu rangkaian dari elemen-elemen atau unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Elemen tersebut merupakan sub-sub sistem yang saling mempengaruhi. Salah satu sistem manajemen tersebut adalah sistem manajemen mutu terpadu Total Quality Management (TQM). Total Quality Management merupakan salah satu sistem manajemen dalam suatu organisasi yang keberhasilannya akan ditentukan oleh sub sistem di dalamnya. Sebagai salah satu sistem, dengan sendirinya pula akan dipengaruhi oleh sistem lain di luar sistem Total Quality Management, yang kemudian dalam definisinya akan terlihat bahwa Total Quality Management memang diterapkan guna mengantisipasi sistem di dalam dan di luar manajemen, yaitu pemakaian output pada proses berikutnya dan pelanggan akhir. Menurut Nasution, dalam bukunya (2005:22), mengemukakan pengertian Total Quality Management sebagai berikut : Merupakan suatu pendekatan dalam menjalan kan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terusmenerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungan. xvii
Kualitas tidak ditentukan oleh pekerja di tingkat operasional bawah atau dari layanan teknisi yang datang ke tempat konsumen, namun kualitas ditentukan oleh manajerial senior dalam organisasinya karena posisinya memiliki tanggung jawab terhadap konsumen, pekerja, pemasok serta pemegang saham atas kesuksesan bisnisnya. Para manajer ini mengalokasikan sumber daya, memutuskan pasar yang mana yang akan dimasuki dan memilih serta mengimlementasikan proses manajemen yang dapat memungkinkan perusahaan untuk memenuhi visi dan misinya. Untuk merealisasikan hal itu, maka dikembangkan suatu model yang sederhana namun efektif untuk mengimlementasikan Total Quality Management. Model ini dibangun dari empat prinsip utama, yaitu kepuasan pelanggan, respek terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan berkesinambungan serta tiga unsur pendukung yang kesemuanya itu diarahkan pada satu sasaran, yaitu Continuous Improvement. Kualitas dikatakan berhasil apabila sumber-sumber daya pendukung dapat tertransformasikan dalam proses sehingga output-nya dapat memenuhi dan memuaskan harapan customer atau dapat dikatakan kualitas yang tinggi adalah kunci untuk kebanggaan, keunggulan kompetitif dalam lingkungan bisnis global dan kemampuan laba. Di dalam lingkungan bisnis global, produsen tidak lagi mengendalikan bisnis, melainkan customer yang memegang kendali. Kompetisi yang dihadapi oleh perusahaan sekarang jauh lebih tajam dibandingkan dengan yang dihadapi perusahaan di masa lampau. Dalam lingkungan bisnis seperti itu, fokus perhatian manajemen tidak lagi cukup diarahkan ke masalah-masalah intern perusahaan dan pengelolaan sumber daya, namun perlu difokuskan ke pihak luar ke customer, yang menjadi alasan utama perusahaan berada dalam bisnis. Mengingat personel akan berprilaku sesuai dengan kinerja yang diukur, dengan demikian ukuran kinerja harus didesain untuk membentuk prilaku personel sesuai dengan tuntutan lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan. Fokus personel yang salah akan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan. Untuk memfokuskan perhatian personel kepada layanan customer, perlu dilakukan pergeseran ukuran kinerja dari efisiensi dan produktivitas ke cost effectiveness. xviii
Menurut Mulyadi (2007:390), landasan cost effectiveness adalah sebagai berikut: Konsep cost effectiveness dilandasi oleh customer value mindset dan continuous improvement mindset, sehingga membuka proses agar tidak lagi berupa black box, untuk dapat dianalisis. Sedangkan pengertian cost effectiveness menurut Mulyadi (2007:396), adalah : Ukuran kinerja yang mengukur seberapa efisien masukan dimanfaatkan untuk melaksanakan aktivitas pe nambah nilai bagi customer. berikut : Secara sistematis cost effectiveness, dapat dinyatakan dalam rumus sebagai Cost Effectiveness / Cycle Effectiveness (CE) = Processing Time Cycle time Dalam proses pembuatan produk diperlukan cycle time yang merupakan keseluruhan waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Proses produksi yang ideal juga akan menghasilkan cycle time sama dengan processing time. Jika proses pembuatan produk menghasilkan cost effectiveness sebesar 100%, maka aktivitas penambahan nilai telah dapat dihilangkan dalam proses pengolahan produk, sehingga customer produk tersebut tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitas bukan penambah nilai bagi customer. Sebaliknya, jika proses pembuatan produk menghasilkan cost effectiveness kurang dari 100%, berarti proses pengolahan produk masih mengandung aktivitas bukan penambah nilai bagi customer. Setiap usaha perbaikan kualitas akan membuat proses dan sistem perusahaan menjadi lebih baik. Cost effectiveness didukung oleh penerapan Total Quality Management secara keseluruhan akan meningkatkan serta mengoptimalkan pemakaian sumber daya, sehingga memungkinkan manajemen memfokuskan, merancang dan mengimplementasikan usahanya untuk melakukan improvement terhadap proses berdasarkan sudut pandang customer melalui program pengelolaan aktivitas. xix
Berdasarkan uraian yang ada, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : Penerapan Total Quality Management Memiliki Hubungan Yang Positif Dengan Cost Effectiveness. Untuk lebih jelasnya, penerapan Total Quality Management dapat dijelaskan dalam bagan kerangka pemikiran di bawah ini : xx
Gambar 1.5 Bagan Kerangka Pemikiran MANFAAT PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM MENDORONG COST EFFECTIVENESS Perusahaan Menerapkan Total Quality Management (TQM) Perbaikan Kualitas Pengelolaan Aktivitas Penambah Nilai Dan Aktivitas Bukan Penambah Nilai Untuk Mengurangi Biaya Dan Mengoptimalkan Pemakaian Sumber Daya Cost Effectiveness Meningkat xxi
1.6 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan studi kasus. Menurut Nazir (2003:54), pengertian metode deskriptif adalah sebagai berikut : Suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:26), juga menyatakan bahwa : Studi kasus adalah penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari s ubyek yang yang diteliti, serta interaksinya dengan lingkungannya. Ditinjau dari jenis masalah yang diteliti, teknik, alat serta tempat dan waktu penelitian, maka penelitian ini merupakan suatu studi kasus, yaitu jenis penelitian deskriptif yang berusaha mencermati dan mencoba menemukan semua variabel penting yang melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variabel yang ada. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah, dianalisis dan selanjutnya diproses dengan berdasarkan pada teori yang dipelajari. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut : Studi Pustaka (Library Research) Merupakan suatu penelitian dengan cara memperoleh dan mempelajari teoriteori dan konsep-konsep, literatur-literatur, buku-buku dan sumber lainnya seperti majalah, jurnal, internet dan koran yang berhubungan dengan penelitian. xxii
Penelitian lapangan (Field Research) Penelitian lapangan merupakan suatu penelitian untuk memperoleh data dari perusahaan dengan cara : a. Wawancara yaitu berkomunikasi secara langsung terhadap pihak-pihak yang diperlukan keterangannya untuk mencari data. b. Observasi yaitu mengunjungi secara langsung perusahaan dan obyek yang diteliti, termasuk dokumen dan catatan perusahaan. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan oleh penulis pada PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company, Tbk yang bertempat di Jl. Raya Cimareme, no. 131, Padalarang, Kabupaten Bandung. Adapun penelitian ini dilakukan oleh penulis pada bulan Agustus 2007 sampai dengan selesai. xxiii