BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. yang melimpah. Dalam sektor pertanian, Indonesia menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. penggunaannya sebagai santan pada masakan sehari-hari, ataupun sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. hutan. Kegiatan budidaya tersebut diperkirakan akan dapat membawa keuntungan

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2007 BPS mencatat rata-rata konsumsi ubi jalar orang Indonesia

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman asli

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNOLOGI PEMANFAATAN PORANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

TEKNIK PENGERINGAN HASIL PERTANIAN ( SMTR VII)

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kaya akan sumber daya alam salah satunya adalah rumput laut. Rumput

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Ikan lele Masamo (Clarias sp.) merupakan salah satu ikan yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. iles dan merupakan tanaman lokal Indonesia yang banyak tumbuh di hutan. Porang

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

LAPORAN TUGAS AKHIR. PEMBUATAN KONYAKU DARI UMBI ILES-ILES (Amorphophallus onchophyllus)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu komoditas pangan yang patut dipertimbangkan untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konservasi hutan.porang merupakan jenis talas-talasan yang tumbuh liar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, juga didukung dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Juandi M, M. Ridwan Haekal Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KINERJA PROTOTIPE PENGERING ENERGI SURYA MODEL YSD- UNIB12 DALAM MENGERINGKAN SINGKONG

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

Kinerja Pengeringan Chip Ubi Kayu

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI MAKANAN RINGAN LADU DENGAN MENGGUNAKAN INOVASI TEKNOLOGI DI DESA BANJAREJO DUSUN LAJU KECAMATAN NGANTANG

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

1 BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pengeringan hingga kadar airnya menurun dan tahan terhadap. mikroba dan jamur, sehingga bisa disimpan dalam waktu cukup

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA PEMBUATAN KARAK NON-BORAKS DI DESA TAWANG SARI, BOYOLALI. Oleh : Asri Laksmi Riani 1), Machmuroch 2)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata)

IBM KELOMPOK USAHA (UKM) JAGUNG DI KABUPATEN GOWA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

BAB I. PENDAHULUAN. kapita pada tahun 2012 di Indonesia sebesar 87,24 kg (Anonim a, 2012) yang tidak

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

BAB I PENDAHULUAN. glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β-(2 1)-Dfruktosil-fruktosa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umbi porang merupakan bahan baku glukomanan yang saat ini banyak dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di kawasan hutan dan lereng gunung sekitar Jawa, Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Di Perum Perhutani II Jawa Timur tanaman porang sudah lama diberdayakan oleh masyarakat, seperti di KPH Saradan dan Nganjuk. Sedangkan di Jawa Tengah, tanaman porang banyak dibudidayakan di kabupaten Blora seluas 1.200 hektar (Bina, 2013). Meskipun budidaya tanaman porang telah banyak dilakukan, namun produktivitas umbi porang masih rendah yakni sekitar 2 4 ton per hektar dan ketersediaan bahan baku tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan industri sehingga masih dilakukan impor tepung glukomanan sekitar 20 ton per tahun ( Santosa, 2014). Umbi porang sebagian besar dijual dalam bentuk segar oleh petani dan diolah menjadi chips atau tepung porang oleh pengepul/tengkulak. Produk porang Indonesia diperdagangkan dan diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa chips atau tepung porang sehingga harga jual komoditasnya masih rendah. Minimnya penggunaan teknologi di kalangan petani atau industri lokal pengolah umbi porang mengakibatkan tepung porang yang dihasilkan kalah bersaing dengan tepung porang impor (Mulyono, 2010). Kondisi tersebut menyebabkan harga jual tepung porang Indonesia rendah. 1

Harga beli umbi porang segar berkisar Rp 2.700,00 hingga Rp 3.000,00 per kg, sedangkan harga chips porang kering tiap kilogram sekitar Rp 28.000,00. Ketika sudah diolah menjadi tepung porang, harga jualnya meningkat menjadi Rp 200.000,00 hingga Rp 250.000,00 per kg dan setelah dimurnikan menjadi tepung glukomanan harga jualnya Rp 1.450.000,00 per kg ( www.agromaret.com). Berbeda dengan harga tepung porang di Kediri yang masih rendah yaitu berkisar Rp 130.000,00 per kg. Umbi porang memiliki nilai ekonomis tinggi apabila dilakukan proses pengolahan secara tepat untuk menghasilkan tepung porang berkualitas. Berdasarkan perbedaan harga antara umbi porang segar, chips porang, tepung porang dan tepung glukomanan maka peningkatan mutu tepung porang perlu dilakukan melalui optimasi proses pengolahan umbi porang sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi petani dan industri serta mengurangi ketergantungan impor glukomanan. Tahapan awal proses pengolahan umbi porang yaitu pengeringan untuk menghasilkan chips porang kering. Pada proses pengeringan akan menentukan kualitas tepung porang yang selanjutnya digunakan untuk proses ekstraksi glukomanan. Glukomanan akan membentuk gel yang bersifat tahan panas di dalam koagulan basa dengan adanya pemanasan. Ukuran granula pati pada umbi porang berkisar 20 30 µm dengan suhu gelatinisasi 60-65º C (Maekaji, 1974). Oleh karena itu, proses pemanasan melalui pengeringan chips porang harus dilakukan secara tepat agar komponen dalam umbi porang tidak mengalami kerusakan sehingga dapat diekstrak secara optimal. 2

Pengeringan chips porang masih banyak dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan sinar matahari untuk penghematan biaya produksi. Selain itu, pengupasan umbi porang sebelum dikeringkan sering kali tidak dilakukan untuk menghindari losses bahan baku. Hal tersebut dapat menambah beban pada proses pengolahan selanjutnya dan mengurangi kualitas produk akhir yang dihasilkan. Pengeringan chips porang secara tradisional membutuhkan waktu pengeringan lama dan bergantung pada cuaca harian sehingga tidak dapat diprediksi secara tepat. Selain itu, pada proses pengeringan secara tradisional dapat meningkatkan resiko kontaminasi jamur akibat proses pengeringan yang berlangsung lambat. Proses pengeringan chips porang harus dilakukan secara cepat untuk menekan perubahan warna pada chips porang. Proses pengupasan kulit umbi juga harus dilakukan untuk mengurangi kandungan pengotor yaitu pati, protein, lemak, abu dan selulosa yang sebagian besar terdapat pada kulit umbi. Penentuan karakteristik pengeringan pada umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) belum banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian menitik beratkan pada proses ekstraksi glukomanan dan pemisahan kandungan pengotor pada tepung porang. Selain itu, minimnya pemanfaatan chips, tepung porang dan glukomanan porang dalam industri pangan dan non pangan di Indonesia membuat penelitian ini belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi baru terkait proses pengeringan chips porang yan selanjutnya diolah menjadi tepung porang sebagai bahan baku ekstraksi glukomanan. Kualitas glukomanan ditentukan oleh mutu tepung porang hasil pengeringan chips porang. 3

Pada penelitian ini dilakukan analisa pengaruh ketebalan irisan dan suhu pengeringan chips porang menggunakan cabinet dryer dengan cara menentukan parameter-parameter pada proses pengeringan yang melibatkan perpindahan panas dan massa secara simultan yaitu penentuan nilai konstanta laju penurunan kadar air, koefisien perpindahan panas konveksi, faktor frekuensi dan energi aktivasi. Apabila nilai parameter tersebut telah diketahui maka dapat dilakukan prediksi karakteristik pengeringan pada berbagai variasi suhu pengeringan yang digunakan. Faktor suhu pengeringan, ketebalan irisan dan lama proses pengeringan yang dilakukan akan mempengaruhi kualitas mutu chips porang yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan penentuan kondisi optimal pengeringan chips porang agar menghasilkan tepung porang mutu terbaik yaitu berdasarkan kandungan kalsium dan rendemen glukomanan yang dihasilkan. Pada proses pengeringan terjadi perpindahan massa uap air pada bahan dan perpindahan panas secara konveksi. Fenomena tersebut memperngaruhi lama proses pengeringan yang juga bergantung pada suhu pengeringan, massa dan ketebalan irisan bahan yang dikeringkan. Oleh karena itu dilakukan analisis perpindahan panas dan massa pada proses pengeringan irisan umbi porang dengan variasi suhu pengeringan dan ketebalan irisan bahan yang dikeringkan untuk menentukan energi dan biaya produksi yang dibutuhkan dalam proses pengeringan. Kualitas chips porang hasil pengeringan pada berbagai variasi ditentukan berdasarkan kandungan kalsium dan rendemen glukomanan dalam tepung porang. 4

1.2 Tujuan Tujuan utama penelitian yaitu optimasi pengeringan irisan umbi porang menjadi chips porang menggunakan cabinet dryer dengan menentukan parameter perpindahan panas dan massa selama proses pengeringan. Adapun tujuan khususnya : a. Menentukan nilai koefisien perpindahan panas konveksi secara simultan dengan penentuan konstanta laju penurunan kadar air yang diselesaikan menggunakan metode Rungge Kutta. b. Menentukan faktor frekuensi dan energi aktivasi pada proses pengeringan porang menggunakan persamaan Arrhenius. c. Menentukan pengaruh ketebalan irisan umbi porang dan suhu pengeringan terhadap kandungan kalsium dan rendemen glukomanan tepung porang. 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Memberikan informasi baru mengenai proses pengeringan chips porang sehingga mampu mengembangkan pengetahuan yang telah ada dan sebagai pembanding untuk penelitian selanjutnya. b. Bagi industri pengolahan tepung porang, memberikan informasi mengenai optimasi pengeringan chips porang sehingga dapat dilakukan tahapan proses pengolahan porang secara tepat untuk menghasilkan produk berkualitas. 5

1.4 Batasan Masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini terkait perpindahan massa dan perpindahan panas konveksi untuk penentuan konstanta laju penurunan kadar air (k), koefisien perpindahan panas konveksi (h), faktor frekuensi (A) dan energi aktivasi (Ea). Penelitian ini dibatasi pada pengukuran s uhu dan kadar air bahan dengan dua variasi ketebalan irisan dan tiga variasi suhu pengeringan. 6