II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

II. METODE PENELITIAN

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk,

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian

Diah Rina K. Seminar Dosen Fakultas Pertanian UMY 21 Mei 2016

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. rumah tangga. Menurut (Hanafie, 2010) ketahanan pangan bagi suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun , yang bertujuan untuk

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan.

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS TEKNOLOGI MODEL RUMAH PANGAN LESTARI DI KECAMATAN KUMPEH ULU

PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA MELALUI RUMAH HIJAU DI KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN MUARO JAMBI.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/KPTS/KN.210/K/02/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG

KATA PENGANTAR. Semoga bermanfaat. Kepala Badan Ketahanan Pangan. Achmad Suryana. P a n d u a n T e k n i s P 2 K P t a h u n

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

Jalan Tol Ciawi No. 1 Kotak Pos 35 Bogor 16720

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 18/Permetan/HK.140/4/2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor

PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

Pekarangan Sebagai Pendongkrak Pendapatan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Boyolali

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui M-KRPL di Kabupaten Cianjur

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR SULAWESI BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

5 / 7

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

BUDIDAYA SAYURAN. Paramita Cahyaningrum Kuswandi Program Pengabdian Masyarakat Jur. Pend. Biologi FMIPA UNY 2014

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pembangunan yang tengah dilakukan di Indonesia. Terbukti

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAMPINGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) DI PROVINSI BENGKULU

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

Transkripsi:

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) dimulai pada tahun 2010 kementerian pertanian melalui badan ketahanan pangan yang merupakan perwujudan dari peraturan presiden nomor 22 tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, yang ditindaklanjuti oleh peraturan menteri pertanian nomor 43 Tahun 2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Pada 2016 dikeluarkan peraturan pemerintah no. 15/Permentan/OT.140/2/2016 berisi program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) kepada masyarakat. Peraturan tersebut merupakan acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegrasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Bentuk implementasi dari program P2KP antara lain: (i) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL); (ii) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L); serta (iii) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Kebijakan P2KP pada tingkat provinsi telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau peraturan gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti 6

7 dengan surat edaran atau peraturan bupati/walikota (Perbup/Perwalikota). Pelaksanaan gerakan P2KP terutama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan secara terintegrasi dengan berbagai kegiatan lainnya dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah, baik dalam pelaksanaan maupun pembiayaannya. Selain itu, gubernur dan bupati/walikota sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam mengoordinasikan gerakan P2KP, khususnya terhadap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai agen pembawa perubahan (agent of change). Pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat merupakan salah satu program, gerakan P2KP ini juga ditujukan untuk meningkatkan keragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat agar lebih beragam, bergizi seimbang dan aman guna menunjang hidup sehat, aktif dan produktif. (Permentan P2KP, 2016) 2. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari waktu ke waktu. Setiap rumah tangga diharapkan mengoptimalisasi sumberdaya yang dimiliki, termasuk pekarangan, dalam menyediakan pangan bagi keluarga. Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL), konsep tersebut diartikan sebagai kemampuan masyarakat mengusahakan pekarangan secara intensif yang dapat menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam. Apabila RPL dikembangkan dalam skala luas, berbasis dusun (kampung),

8 desa, atau wilayah lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Kawasan rumah pangan lestari (KRPL) mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Prinsip dasar KRPL adalah: i) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian pangan; ii) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal; iii) konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak, ikan); iv) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. (BPTP, 2012) Untuk menjaga keberlanjutan dan sebagai upaya mendapatkan nilai ekonomi dari KRPL, pemanfaatan pekarangan diintegrasikan dengan unit pengolahan dan pemasaran produk. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya penyelamatan hasil yang melimpah dan peningkatan nilai tambah produk. Dampak yang diharapkan dari pengembangan KRPL antara lain: i) Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari; ii) Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), ternak dan ikan, serta pengolahan hasil dan limbah rumah tangga menjadi kompos; iii) Terjaganya kelestarian dan keberagaman sumber pangan lokal; iv) Berkembangnya usaha ekonomi produktif keluarga untuk menopang kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan lestari dan sehat.

9 3. Kelompok Wanita Tani Pusat Penyuluhan Pertanian dalam Manoppo (2009) berpendapat bahwa wanita tani adalah kaum wanita dalam keluarga petani dan masyarakat pertanian yang dibagi kedalam dua bagian, yakni wanita tani menurut statusnya dalam keluarga dan wanita tani menurut fungsinya dalam usahatani. Departemen Pertanian dalam Ramanti (2006) mendefinisikan wanita tani sebagai isteri dari petani yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dan ikut bertanggung jawab dalam kegiatan usaha tani dan kegiatan lain yang berhubungan dengan usaha peningkatan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, Kelompok Wanita Tani (KWT) dapat didefinisikan sebagai kumpulan isteri petani atau para wanita aktif yang memiliki aktivitas pada bidang pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan yang memiliki keserasian untuk tujuan bersama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Melalui Kelompok Wanita Tani (KWT), para wanita yang tergabung didalamnya akan memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan untuk lebih produktif agar menjadi wanita wiraushaa yang mandiri dalam memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan sekitarnya. Menurut Jokopusphito (2006), ciri-ciri kelompok wanita tani adalah: i) seluruh anggotanya adalah wanita; ii) memiliki tujuan atau kepentingan yang sama; iii) adanya dorongan (motif) yang sama; iv) mempunyai reaksi-reaksi dan kecakapan yang berbeda; v) mempunyai struktur organisasi yang jelas; vi) mempunyai norma-norma pedoman tingkah laku yang jelas; vii) adanya interaksi diantara sesama anggota; viii) adanya kegiatan kelompok yang nyata.

10 Kelompok wanita tani memiliki peran terhadap para anggotanya sebagai: 1) kelas belajar, setiap anggota dapat berinteraksi satu sama lain guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam meningkatkan kemmapuannya untuk menjadi pribadi yang lebih 10 produktif; 2)wahana kerjasama, tempat untuk memperkuat antar anggota dalam kelompok wanita tani atau kerjasama dengan kelompok wanita tani lain dalam rangka pertukaran informasi; 3) unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran serta unit jasa penunjang. Kelompok sasaran kegiatan optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan adalah kelompok wanita yang beranggotakan minimal 10 yang berdomisili berdekatan dalam satu desa. Setiap anggota kelompok maupun penduduk desa wajib memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman sumber pangan (sayuran, buah, umbiumbian) ataupun memelihara ternak dan/atau ikan, dengan tujuan untuk mencukupi ketersediaan pangan dan gizi di tingkat keluarga atau rumah tangga. Hasil dari usaha pekarangan ini diutamakan untuk dikonsumsi oleh rumah tangga bersangkutan dan apabila berlebih dapat dibagikan/disumbangkan kepada anggota kelompok atau secara bersama-sama dijual oleh kelompok (Pedoman P2KP, 2016). 4. Optimalisasi lahan pekarangan Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita dalam program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam mengusahakan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan pangan

11 keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan. Harapannya dapat dihasilkan tambahan untuk ketersediaan pangan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan perumahan/warga yang saling berdekatan. Dengan demikian akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dari hasil optimalisasi pekarangan (Permentan P2KP, 2016). Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan memerlukan pola tanam yang sesuai dengan kondisi lahan pekarangan. Di wilayah Pulau Jawa dirasakan sudah tidak terlalu leluasa karena sudah established. Namun dengan sentuhan terknologi, misalnya dengan pengembangan vertikultur, dan intensifikasi usahatani, masih memungkinkan adanya peningkatan hasil dan mutu produksi budidaya di pekarangan. Optimalisasi lahan pekarangan lebih leluasa di luar Jawa, terutama di lahan lokasi program transmigrasi. (Ashari, Saptana dan Tri Basuki P, 2012). Pola tanam yang dikeluarkan oleh Badan Litbang Pertanian (2012) dalam Panduan KRPL dicantumkan pola pertanian di lahan pekarangan baik di kota maupun didesa. Pola tanam tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan produksi budidaya tanaman dilahan pekarangan anggota kelompok wanita. Suatu pemanfaatan lahan yang dikatakan optimal apabila lahan pekarangan telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pertanian, ditanami beberapa jenis komoditas yang berbeda, menggunakan beberapa teknologi pertanian secara bersamaan dan hasil serta manfaatnya dapat dirasakan oleh pelaksananya. Hasil dari pemanfaatan lahan

12 pekarangan tersebut dapat berupa tanamanan pangan yang dikonsumsi sediri, kelompok, maupun dijual dan mendapatkan tambahan pengahsilan. Tujuan dari dilaksanakannya pemanfaatan lahan pekarangan dalam program KRPL antara lain: 1) Terpenuhinya kebutuhan pangan keluarga; 2) Meningkatnya keterampilan anggota dalam menanam tanaman pangan yang beragam; 3) Meningkatnya pendapatan keluarga; 4) Tercapainya pola konsumsi yang beragam, bergizi seimbang, sehat dan aman; 5) Terciptanya keindahan dan kenyamanan lingkungan. Pendekatan pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom) sehingga kelestarian alam pun tetap terjaga. Kegiatan optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan dilakukan dengan pendampingan oleh Penyuluh Pendamping P2KP desa dan Pendamping P2KP kabupaten/kota, serta dikoordinasikan bersama dengan aparat kabupaten/kota. Kelompok wanita tani juga diarahkan untuk memiliki kemampuan membudayakan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA), termasuk kegiatan usaha pengolahan pangan rumah tangga untuk menyediakan pangan yang lebih beragam. Setiap desa dibangun kebun bibit untuk memasok kebutuhan bibit tanaman, ternak, dan/atau ikan bagi anggota kelompok dan masyarakat, sehingga tercipta keberlanjutan kegiatan. Pengembangan kebun bibit ini diharapkan dapat diintegrasikan dengan

13 kegiatan pembibitan yang ada di Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Litbang Kementerian Pertanian. Untuk itu, pengembangan kebun bibit pada kegiatan ini harus berkoordinasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) setempat, dan mengutamakan menanam tanaman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat maupun jenis tanaman baru yang memiliki nilai gizi tinggi. Setiap pekarangan rumah anggota kelompok diharapkan dilengkapi dengan sarana pembuatan pupuk kompos dari sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak serta sisa-sisa limbah dapur untuk digunakan sendiri. Budidaya yang dilaksanakan menggunakan 2 tipe yaitu budidaya pekarangan perkotaan dan pedesaan. Perlakuan budaya yang dilaksanakan berbeda dari segi penggunaan teknologi, luas lahan, komoditas yang ditanam dan jenis ternak yang dibudidayakan. (Permentan P2KP, 2016) Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan dengan konsep KRPL dilaksanakan dalam 2 (dua) tahapan yaitu sebagai berikut. Tabel 1. Tahap-tahap pelaksanaan program KRPL Tahap I (Penumbuhan) Tahap II (Pengembangan) 1) Sosialisasi pemanfaatan pekarangan melalui pendampingan` dan pelatihan 1) Pengembangan demplot kelompok 2) Pengembangan kebun bibit 2) Pembuatan demplot kelompok sebagai 3) Pengembangan pekarangan anggota laboratorium lapangan 4) Praktek/demonstrasi penyediaan 3) Pembuatan kebun bibit 4) Pengembangan pekarangan anggota 5) Pendampingan dan penyuluhan pangan B2SA. menu B2SA 5) Pengolahan hasil KRPL Sumber: Permentan P2KP, 2016 Pada tahun 2016 kegiatan optimalisasi lahan pekarangan dikembangkan melalui pemberdayaan masyarakat, khususnya wanita, dengan teknik yang tepat dalam pelaksanaannya. Mekanisme pengembangan optimalisasi lahan pekarangan dilakukan

14 melalui beberapa tahapan berikut: 1) pembentukan kelompok pelaksana kegiatan; 2) identifikasi kebutuhan; 3) penyusunan rencana kegiatan; 4) pendampingan dan pelatihan; 5) pembuatan dan pengelolaan kebun bibit; 6) pengembangan demplot kelompok; 7) penataan kawasan. (Permentan P2KP, 2016). 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat optimalisasi program KRPL a. Faktor Internal 1) Umur Umur atau usia manusia sangat menentukan tumbuh kembang setiap masingmasing individu. Perkembangan individu memiliki banyak aspek yang berbeda sesuai banyaknya umur yang dimiliki. Umur yang produktif dapat mempengaruhi kemampuan fisik dan pola pikir, sehinga sangat potensial dalam mengembangkan berbagai usaha. Latifah et al. (2010) menyatakan bahwa semakin bertambah umur seseorang, maka akan semakin banyak alternatif cara yang dilakukan untuk menghadapi permasalahan yang dialaminya. Gulam (2011) menyatakan bahwa umur seseorang berhubungan dengan persepsi melalui tahap perkembangan yang harus dijalani seseorang dalam hidupnya, proses inilah yang dapat mengubah persepsi seseorang pada suatu obyek. Hal ini berarti bahwa umur yang produktif biasanya memiliki semangat untuk ingin tahu terhadap obyek yang dapat diamati disekitar lingkungannya, sehingga mereka berusaha aktif mencari informasi, melaksanakan adopsi inovasi. 2) Pendidikan formal

15 Pendidikan merupakan suatu proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan diperlukan oleh setiap manusia. Saat ini pendidikan menjadi perhatian karena disadari bahwa pendidikan sangat penting untuk masa depan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah (Simanjuntak et al. 2010). Menurut Demeke dan Zeller (2010) ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, gender kepala rumah tangga (laki/laki/perempuan), umur kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang bekerja dalam rumah tangga, tabungan, pinjaman, income dari pertanian dan jumlah ternak yang dimiliki. Pendidikan yang tinggi dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang untuk menerapkan ilmu. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri. Pendidikan seorang ibu dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap cara berpikir untuk memenuhi kebutuhan keluarga, terutama dalam mendidik dan menyediakan konsumsi pangan yang bergizi, sehat, seimbang dan aman. 3) Pendapatan keluarga Pendapatan merupakan penerimaan yang diterima oleh seseorang akibat dari pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan keluarga dari wanita tani merupakan sumber daya bagi keluarga wanita tani untuk mengadopsi suatu inovasi. Menurut Mardikanto (2009) petani yang berpendapatan tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi suatu inovasi.

16 Berdasarkan penelitian Arumsari dan Rini (2008) menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga mempengaruhi peran wanita dalam upaya diversifikasi bahan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga. 4) Jumlah tanggungan keluarga Hubeis (2010) menyatakan bahwa besarnya jumlah keluarga akan berpengaruh terhadap peran wanita. Wanita tani akan dapat bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah, serta pekerjaan di rumah dapat dibagi dengan anggota keluarganya. Penelitian Arumsari dan Rini (2008) menyimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga mempengaruhi peran wanita dalam upaya diversifikasi bahan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga. 5) Curahan waktu memanfaatkan pekarangan Ketersediaan waktu yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani merupakan suatu sumber daya yang sangat penting. Waktu yang dicurahkan oleh keluarga miskin untuk berbagai kegiatan dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir biaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Curahan waktu yang tersedia merupakan salah satu faktor yang mendukung pelaksanaan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan (Metalisa, 2014).Hasil penelitian Belem (2002) menunjukkan bahwa curahan waktu yang tersedia oleh wanita tani untuk memanfaatkan lahan pekarangan sekitar 2 jam/hari. 6) Kekosmopolitan

17 Menurut Mardikanto (1993), kekosmopolitan adalah tingkat hubungan dengan dunia lain diluar system sosialnya sendiri. Kekosmopolitan dicirikan dengan frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa. Bagi warga masyakat yang relatif lebih kosmopolit maka akan lebih mudah mendapatkan pengetahuan baru sehingga memungkinkan pola berfikir yang lebih berkembang dalam memandang suatu inovasi. 7) Motivasi Motivasi adalah dorongan yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau atau rela untuk menggerakkan kemampuannya dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dalam waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah di tentukan sebelumnya (Siagian, 2004). Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Hasibuan, 2001). Robbins, S.P. dalam Hasibuan (2001) menjelaskan motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan usaha semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi, yang dipengaruhi oleh usaha dan kemampuan upaya individu itu sendiri dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. Motivasi yang tinggi menyebabkan individu semakin produktif dan dapat menerima inovasi dengan baik.

18 Motivasi wanita tani yang tinggi merupakan modal untuk tetap terus berusaha meningkatkan produktivitas pemanfaatan lahan pekarangan. Motivasi wanita tani berasal dari diri sendiri dan dukungan dari keluarga, anggota kelompok tani, serta dari penyuluh. (Metalisa, 2014) 8) Luas lahan pekarangan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting dalam pengembangan program KRPL. Luas pemilikan lahan pekarangan atau luas lahan garapan merupakan faktor penentu jumlah produksi, produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan rumah tangga. Tingginya pertumbuhan penduduk, berpengaruh terhadap tingginya penggunaan lahan, minimal untuk perumahan. Sehingga terjadi konversi lahan yang terus menerus setiap waktu, akibatnya keadaan fungsi lahan bergeser dari lahan pekarangan menjadi perumahan atau kawasan industri. (Permana R,.2015). Mardikanto (2009) menyatakan semakin luas lahan yang digunakan dalam usaha tani semakin cepat seseorang mengadopsi inovasi, karena memiliki kemampuan yang lebih baik. b. Faktor Eksternal 1) Intensitas penyuluhan Penyuluhan merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan

19 kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Kementan, 2006). Penyuluhan pertanian banyaknya atau jumlah kegiatan penyuluhan yang dilakukan untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) yang dilakukan oleh penyuluh kepada petani maupun masyarakat agar mau dan mampu menerapkan inovasi teknologi. (Permana R., 2015) Intensitas dari penyuluhan yang diterima masyarakat dapat sangat mempengaruhi cepat lambatnya manusia dalam menerima suatu proses pembelajaran tersebut. 2) Ketersediaan sarana produksi Menurut Mardikanto (1993) sarana produksi merupakan salah satu variable yang sangat penting dalam usahatani dimana semakin lengkap dan dekat sarana produksi dari lingkungan petani maka petani akan semakin mudah mendapatkannya dengan biaya pengorbanan yang lebih sedikit. Ketersediaan sarana produksi akan mempengaruhi usahatani dimana sarana produksi yang lengkap akan memudahkan petani dalam upayanya menjalankan usahatani. 3) Suasana kelompok Suasana kelompok merupakan kondisi yang terdapat dalam suatu kelompok, sebagai hasil dari berlangsungnya hubungan-hubungan interpersonal atau hubungan antar anggota kelompok (Metalisa, 2014). Suasana kelompok menentukan reaksi anggota kelompok terhadap kelompoknya. Menurut Cartwright dan Zander (1968) suasana kelompok merupakan rasa hangat dan setia kawan, rasa takut dan saling

20 mencurigai, sikap saling menerima dan sebagainya yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang. Suasana kelompok yang positif dan penuh semangat dapat membuat kegiatan suatu program menjadi lebih mudah untuk diterima dan dirasakan masing-masing anggota. B. Penelitian Terdahulu Pada penelitian yang dilakukan oleh Rindi Metalisa (2014) dengan judul Persepsi Anggota Tentang Peran Ketua Kelompok Wanita Tani dalam Pemanfaatan Lahan Pekarangan Berkelanjutan (Kasus di Kabupaten Bogor) dilaksanakan dengan metode survei dan bersifat explanatory research. Hasil dari penelitian tersebut antara lain: 1) Adanya curahan waktu yang cukup untuk memanfaatkan pekarangan dan tingginya motivasi responden yang disertai dengan intensitas penyuluhan, ketersediaan sarana produksi dan suasana kelompok yang kondusif berhubungan dengan peran ketua kelompok wanita tani; 2) Rendahnya pendidikan formal responden, cukupnya waktu yang dicurahkan dalam pemanfaatan lahan pekarangan, negatifnya kekosmopolitan, tingginya motivasi, intensitas mengikuti penyuluhan yang cukup baik, ketersediaan sarana produksi mudah diperoleh serta suasana kelompok yang kondusif dapat mempengaruhi tujuan pemanfaatan lahan pekarangan; 3) Rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan yang cukup, namun disertai umur yang produktif, motivasi yang tinggi, intensitas mengikuti penyuluhan cukup baik, ketersediaan sarana produksi cukup mudah diperoleh, serta suasana kelompok yang kondusif, meskipun kekosmopolitan negatif mempengaruhi pemanfaatan lahan pekarangan yang

21 berkelanjutan; 4) Ketua kelompok wanita tani memainkan perannya dengan baik yaitu dalam memberikan motivasi dan memecahkan masalah berkaitan dengan pemanfaatan lahan pekarangan berkelanjutan; 5) Tujuan pemanfaatan lahan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan menjaga kelestarian lingkungan juga dapat mempengaruhi keberlanjutan pemanfaatan lahan pekarangan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nadia Zabila (2013) dengan judul Persepsi dan Partisipasi Wanita Tani dalam Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan (OPP) P2KP dilaksanakan dengan metode kuantitatif yang diperkaya dengan data kualitatif. Hasil yang didapatkan dalam penelitian tersebut: i) intensitas komunikasi wanita tani dengan penyuluh P2KP umumnya rendah, karena sebagian besar responden memiliki kesibukan dengan bekerja dan minimnya kedekatan antara responden dengan penyuluh P2KP; ii) Partisipasi responden dalam kegiatan OPP memiliki tingkatan yang rendah. Penelitian yang dilaksanakan oleh Retno Wulandari (2016) dengan judul Motivasi dan Patisipasi Anggota dalam Kegiatan Kelompok Wanita Tani (KWT) Sedyo Rahayu di Dusun Polaman. Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul dilakukan dengan metode deskriptif analisis. Hasil dari penelitian tersebut: i) Motivasi anggota dalam kegiatan kelompok Wanita Tani Sedyo Rahayu yaitu existence needs (E) yang paling banyak terdapat pada kegiatan optimalisasi lahan pekarangan, relatedness needs (R) pada kegiatan piket rutin dan growth needs (G) pada kegiatan usaha kelompok; ii) Partisipasi anggota KWT Sedyo Rahayu dalam kegiatan Kawasan Rumah Tangga Pangan Projotamansari dilihar dari sosialisasi, pelatihan dan pelaksaan

22 lapangan termasuk kategori sedang; iii) Manfaat yang dirasakan anggota dengan adanya kegiatan Kawasan Rumah Tangga Pangan Projotamansari yaitu manfaat fisik, manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ida Andriani dkk (2012) dengan judul Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pola Partisipasi Kelompok Wanita Tani dalam Pemanfaatan Lahan Pekarangan di Desa Riso, Kecamatan Tapango, Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat pada penelitian tersebut menggunakan analisis deskriptif analisis dan analisis persentase. Hasil yang didapatkan dalam penelitian itu adalah bahwa faktor umur, tingkat pendidikan dan jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam bercocok tanam memberi pengaruh dalam keberhasilan kegiatan KRPL di Desa Lemo. Faktor yang mempengaruhi wanita tani dalam memanfaatkan lahan pekarangan adalah menghemat biaya rumah tangga, mudah dalam pelaksanaannya, kebutuhan akan sayuran dapat terpenuhi, adanya faktor kegemaran/hobi, menimbulkan keindahan pada pekarangan rumah serta meningkatkan hubungan dengan tetangga. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati Arifin dkk (2013) yang berjudul Optimalisasi Fungsi Pekarangan Melalui Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat menggunakan analisis secara deskriptif dan kuantitatif. Hasilnya adalah mengetahui karakteristik lahan pekarangan di Bogor kaitannya dengan program P2KP, mengetahui karakteristik KWT yang ada di kawasan penelitian serta mengetahui pemanfaatan program bantuan bantuan P2KP.

23 Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Sidiq P dkk (2012) berjudul Persepsi Perempuan Tani Terhadap Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) di Kabupaten Sukoharjo dengan metode deskriptif kuantitatif. Hasil yang didapat adalah faktor pembentuk persepsi yang berhubungan signifikan dengan persepsi perempuan tani adalah pendidikan non-formal, kekosmopolitan dan motivasi sedangkan faktor pembentuk persepsi yang berhubungan tidak signifikan dengan persepsi perempuan tani adalah pendidikan formal, pendapatan dan lingkungan sosial. C. Kerangka Pemikiran Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang dikembangkan sejak tahun 2013 ini telah diterapkan di berbagai KWT daerah di Kota Yogyakarta, salah satunya KWT Migunani di Kabupaten Bantul. Dengan profil pengurus dan anggota kelompok yang beragam, KWT melaksanakan program KRPL yaitu mengoptimalisasikan lahan pekarangan. Program KRPL yang dilaksanakan dalam 2 tahapan yaitu penumbuhan berupa sosialisasi, penyebaran bibit dan pembuatan kebun demplot dan tahap pengembangan berupa kelanjutan dari kegiatan penumbuhan dan pengolahan hasil pertanian lahan pekarangannya. Suatu lahan dikatakan optimal apabila lahan telah digunakan untuk kegiatan pertanian, memiliki keanekaragaman komoditas yang beragam, menggunakan beberapa teknologi pertanian secara bersamaan dan hasil pertanian lahan pekarangan tersebut dapat dirasahan sebagai sumber pangan dan peningkatan ekonomi keluarga. Tujuan dari program optimalisasi KRPL ini adalah seluruh anggota KWT Migunani

24 dapat merasakan manfaatnya secara merata. Namun kenyataanya tingkat optimalisasi di KWT Migunani masih belum dirasakan oleh seluruh anggotanya. Terdapat faktor-faktor internal dan eksternal yang diduga mempengaruhi tingkat optimalisasi program KRPL di KWT Migunani. Faktor internal seperti umur dan tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam menangkap informasi yang berkaitan dengan program KRPL. Pendapatan, jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan luas lahan diduga menjadi faktor yang mempengaruhi pemanfaatan lahan karena kondisi keuangan yang dihasilkan oleh suatu pekerjaan pasti harus mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga sehingga apabila memiliki luas lahan pekarangan yang cukup dapat menjadi alternatif tambahan bantuan keuangan untuk keluarga. Selain itu kekosmopolitan dan motivasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendorong optimalisasi lahan karena seberapa banyak informasi yang diterima oleh anggota KWT melalui media dan kegiatan studi keluar daerah dapat mempengaruhi motivasi anggota dalam menanam, motivasi merupakan hal yang penting karena suatu kegiatan tidak akan berjalan tanpa niat dan motivasi yang kuat. Sedangkan faktor eksternalnya antara lain adalah Intensitas penyuluhan yang diberikan dan diterima masyarakat untuk menjadi sumber infomasi dan inspirasi anggota kelompok, ketersediaan sarana produksi mempengaruhi kegiatan pertanian seperti kemudahan untuk menemukan dan membeli sarana produksi yang digunakan apabila ketersediaan sarana produksi sulit ditemukan maka program KRPL juga sulit dilaksanakan, yang terakhir adalah faktor suasana kelompok. Suasana dalam kelompok sangat penting dalam mendorong anggotanya dalam melaksanakan optimalisasi lahan

25 pekarangan, karena semakin terasa aman dan nyamannya kegiatan yang dilaksanakan dalam kelompok kemudian dapat mempengaruhi keinginan individu dalam menanam. KRPL 1. Penumbuhan program KRPL 2. Optimalisasi lahan pekarangan Kelompok Wanita Tani Profil Anggota Optimalisasi lahan pekarangan 1. Pemanfaatan lahan pekarangan 2. Jenis tanaman yang ditanam 3. Teknologi yang digunakan Hasil dan pemanfaatan lahan berupa sumber pangan. 4. Hasil dan pemanfaatan lahan berupa sumber ekonomi. Faktor Eksternal: 1. Intensitas penyuluhan 2. Ketersediaan sarana produksi 3. Suasana kelompok 4. Keterlibatan dalam kegiatan kelompok Pelaksanaan Program KRPL 1. Tingkat keaktifan anggota 2. Frekuensi pelatihan dan penyuluhan. 3. Tingkat penerapan program. Faktor Internal: 1. Umur 2. Pendidikan formal 3. Jenis pekerjaan 4. Pendapatan keluarga 5. Jumlah tanggungan keluarga 6. Curahan waktu memanfaatkan pekarangan 7. Kekosmopolitan 8. Motivasi 9. Luas lahan pekarangan Gambar 1. Bagan kerangka berpikir D. Hipotesis 1. Diduga lahan pekarangan anggota KWT Migunani sudah dimanfaatkan secara optimal. 2. Diduga terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi optimalisasi program KRPL anggota KWT Migunani.