BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kawasan pesisir (coastal zone) merupakan daerah pertemuan antara

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

PENDAHULUAN. perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara Asean lainnya. Sumber daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

Universitas Sumatera Utara. 1 lebih ini, tidak pernah beroperasi sebagai pelabuhan pelelengan ikan, sehingga. 1 Dirjen Perikanan 2000

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PROVINSI SUMATERA UTARA

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAPORAN PENDAMPINGAN RZWP3K PROVINSI RIAU 2018

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. tantangan pembangunan kota yang harus diatasi. Perkembangan kondisi Kota

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV. SUMATERA UTARA : KEADAAN UMUM DAN PEREKONOMIAN. Daerah provinsi Sumatera Utara terletak diantara 1-4 o Lintang Utara (LU)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut dan perairan umum sebahagian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan. Oleh sebab itu, banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

tambahan bagiperekonomian Indonesia (johanes widodo dan suadi 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki ± 18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km, serta memiliki kawasan pesisir dan laut yang kaya dengan sumberdaya hayati, nirhayati dan jasa-jasa lingkungan. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km 2, yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km 2 dan laut teritorial seluas 0,3 juta km 2. Selain itu Indonesia juga mempunyai hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan berbagai kepentingan terkait seluas 2,7 km 2 pada perairan ZEE (sampai dengan 200 mil dari garis pangkal). Sebagai negara kepulauan, laut dan wilayah pesisir, Indonesia memiliki nilai strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi prime mover pengembangan wilayah nasional. Bahkan secara historis menunjukkan bahwa wilayah pesisir ini telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimilikinya. Sumberdaya pesisir terdiri dari sumberdaya hayati (ikan, karang, mangrove), non hayati (mineral) dan jasa kelautan. 18% terumbu karang dunia ada di Indonesia, 30% hutan bakau dunia ada di Indonesia, 90% hasil tangkapan ikan berasal dari perairan pesisir dalam 12 mil dari pantai di Indonesia. Sumberdaya pesisir Indonesia mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia

dalam jumlah yang besar, beraneka ragam dan merupakan laut tropis yang terkaya. 140 juta penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir yaitu 50 km dari garis pantai. Oleh sebab itu, 80% masyarakat bergantung kepada pemanfaatan sumberdaya pesisir dan memberikan kontribusi ekonomi sebesar 24,5% pada 42 kota, serta 290 kabupaten yang berada di pesisir sebagai pusat pertumbuhan ekonomi (Harahap, 2011). Meskipun kaya dengan sumberdaya alam dan jasa lingkungan, namun wilayah pesisir dan laut Indonesia belum mampu dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, saat ini muncul gejala yang kurang baik, yaitu adanya cara-cara pemanfaatan yang membahayakan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya pembangunan di wilayah pesisir menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut. Kekurangmampuan mengelola secara berkelanjutan tersebut, antara lain dipicu oleh kurang diperhatikannya prinsip-prinsip pembangunan terpadu dan berkelanjutan dalam kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Banyak kegiatan pemanfaatan cenderung bersifat sangat ekstraktif yang didominasi oleh kepentingan atau pertimbangan ekonomi saja. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembangunan wilayah pesisir dan laut, perlu diterapkan prinsip pembangunan terpadu dan berkelanjutan. Dengan kondisi geografis yang demikian itu, penguasaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia menjadi sangat penting, mengingat kedudukan laut dan pesisir juga mempunyai peranan penting, baik ditinjau dari aspek- aspek ekonomis, komunikasi dan

transportasi, perdagangan, pariwisata, perlindungan dan pelestarian alam maupun untuk kepentingan pertahanan keamanan. Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumberdaya laut dan pesisir bagi pengembangan wilayah secara berkelanjutan dan menjamin kepentingan umum secara luas (public interest), diperlukan intervensi kebijakan dan penanganan khusus oleh pemerintah untuk pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Hal ini seiring dengan agenda Kabinet Gotong Royong untuk menormalisasi kehidupan ekonomi dan memperkuat dasar bagi kehidupan perekonomian rakyat melalui upaya pembangunan yang didasarkan atas sumber daya setempat (resource-based development), dimana sumberdaya pesisir dan laut saat ini didorong pemanfaatannya, sebagai salah satu andalan bagi pemulihan perekonomian nasional, disamping sumberdaya alam darat. Agar pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir dapat terselenggara secara optimal, diperlukan upaya penataan ruang sebagai salah satu bentuk intervensi kebijakan dan penanganan khusus dari pemerintah dengan memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. Selain itu, implementasi penataan ruang perlu didukung oleh program-program sektoral baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, termasuk dunia usaha. Propinsi Sumatera Utara terletak pada pesisir geografis antara 1-4 LU dan 98-100 BT, sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Riau. Luas areal Propinsi Sumatera Utara adalah 711.680 km² (3,72% dari luas areal Republik Indonesia). Wilayah pesisir pantai Sumatera Utara terdiri dari dua yaitu Pantai Barat Sumatera Utara yang

berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, sedangkan Pantai Timur berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi Lestari (MSY) beberapa jenis ikan di perairan Pantai Timur terdiri dari : ikan pelagis 126.500 ton/tahun, ikan demersal 110.000 ton/tahun, ikan karang 6.800 ton/tahun dan udang 20.000 ton/tahun. Wilayah pesisir timur Sumatera Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai. Luas wilayah kecamatan pesisir dibagian timur Sumatera Utara adalah 43.133,44 km² yang terdiri dari 35 kecamatan pesisir dengan jumlah desa sebanyak 436 desa. Di Pantai Timur Sumatera Utara hanya terdapat 6 (enam) pulau-pulau kecil. Pantai Barat Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 763,47 km (termasuk Pulau Nias). Potensi lestari (MSY) beberapa jenis ikan di perairan Pantai Barat terdiri dari: ikan pelagis 115.000 ton/tahun, ikan demersal 78.700 ton/tahun, ikan karang 5.144 ton/tahun dan udang 21.000 ton/tahun. Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara terdiri dari 6 (enam) Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. Luas administrasi kawasan pesisir Pantai Barat mencapai 25.328 km² (sekitar 39,93% dari luas Propinsi Sumatera Utara). Jumlah pulau-pulau kecil yang terdapat di Pantai Barat Sumatera Utara mencapai 156 pulau (Bappeda Sumatera Utara dan PKSPLIPB, 2002).

Potensi wilayah pesisir Timur dan Barat Sumatera Utara sampai saat ini belum dikelola secara optimal, dimana pengelolaan yang telah dilakukan selama ini masih bersifat eksploitatif, sektoral dan tumpang tindih. Oleh karena itu dalam jangka menengah dan jangka panjang perlu dilakukan re-orientasi kebijaksanaan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Penyusunan Rencana Strategis sebagai salah satu dokumen perencanaan wilayah pesisir merupakan tahap awal dalam re-orientasi yang dimaksud. Rencana Strategis (Renstra) yang tersusun merupakan acuan dalam pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir. Melalui Renstra ini akan dicapai keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir (Integrated Coastal Zone Management/ ICZPM) yang bermanfaat bukan hanya bagi generasi masa kini, tetapi juga generasi dimasa mendatang. Kota Sibolga terletak di Pantai Barat Pulau Sumatera Bagian Utara yaitu di Teluk Tapian Nauli, ± 350 km Selatan Kota Medan. Secara geografis wilayah Sibolga terletak antara 1º 42' - 1º 46' Lintang Utara dan 98º 44' - 98º 48' Bujur Timur. Kota Sibolga yang merupakan sebuah kota kecil di pesisir pantai barat Sumatera yang memiliki potensi yang besar dibidang perikanan. Selama ini perekonomian Kota Sibolga sangat didukung oleh besarnya hasil dari perikanan laut. Namun, secara umum perekonomian Kota Sibolga masih ditopang dari sektor pertanian (28,58%) yang disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 14,42%. Sektor pertanian yang disebutkan sudah termasuk subsektor perikanan di dalamnya. Besarnya kontribusi kedua sektor inilah yang bisa dijadikan dasar dalam pembangunan kota yang harus didukung oleh berbagai

fasilitas yang ada (Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kota Sibolga, 2011). Kota Sibolga sudah sejak lama dikenal sebagai pintu gerbang kegiatan ekspor dan impor berbagai komoditas. Sejak dijadikan daerah otonom tahun 1956, Kota Sibolga mengandalkan Pelabuhan Laut Sibolga dan potensi perairannya sebagai sumber kehidupan penduduk. Namun akhir-akhir ini kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Sibolga seakan tenggelam. Penyebabnya tak lain adalah fasilitas sandar kapal yang kurang memadai. Mengingat bahwa pelabuhan laut Sibolga merupakan salah satu andalan maka hal yang perlu dilakukan adalah membangun fasilitas pelabuhan. Fasilitas penting untuk menampung kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan adalah gudang barang. Adanya gudang yang cukup di pelabuhan akan sangat menunjang kegiatan karena berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang yang akan dimuat atau setelah dibongkar. Penyimpanan barang di gudang yang rapi akan menjamin keamanan barang tersebut selain meningkatkan volume pengiriman maupun penerimaan barang. Potensi laut di Sibolga belum dimanfaatkan secara optimal karena sarana dan prasarana yang mendukung kurang memadai, contohnya dalam pengiriman ikan ke luar negeri masih memanfaatkan jasa pelabuhan Dumai dan pelabuhan Belawan. Jika pelabuhan Sibolga sudah dikembangkan ke jalur Internasional maka pengiriman ikan keluar negeri tidak perlu memakai jalur pelabuhan Dumai dan Belawan. Dengan dibukanya pelabuhan Sibolga maka ada peluang lowongan kerja dan jasa tenaga kerja banyak dibutuhkan di kawasan pelabuhan serta menambah pendapatan daerah. Komoditi andalan yang menjadi primadona di Kota Sibolga adalah produksi perikanan laut yang cukup berlimpah. Tepatnya

produksi ikan yang didaratkan di wilayah ini. Nelayan umumnya menangkap ikan di perairan Teluk Tapian Nauli, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Nias, Aceh Selatan, bahkan sampai perairan Sumatera Barat dan Bengkulu. Penangkapan ikan merupakan penyumbang utama bagi kegiatan perekonomian Kota Sibolga. Letak Kota Sibolga yang sepi di tepi pantai merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki. Keindahan alam tepi pantai, dengan pesona deretan pulau-pulau yang ada menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik wisatawan. Dengan keindahan alam tepi pantai ini, Kota Sibolga sangat berpotensi untuk mengembangkan paket wisata bahari. Pulau-pulau yang berpotensi mengembangkan wisata bahari adalah Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Panjang dan Pulau Sarudik. Fokus penelitian yang dilakukan adalah di Kelurahan Sibolga Ilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga. Peneliti mengambil lokasi tersebut dikarenakan Kelurahan Sibolga Ilir merupakan daerah yang nelayannya paling banyak menggunakan bagan pancang. Penangkapan ikan dengan menggunakan bagan pancang adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Di Indonesia, selain Kota Sibolga, Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki potensi perikanan, dimana nelayannya menggunakan alat tangkap bagan yang menyerupai bagan pancang di Kota Sibolga. Alat tangkap bagan merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan Jeneponto sebagai salah satu sumber mata pencariannya.

Dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan di Kota Sibolga, diantaranya terdapat banyak nelayan yang menggunakan sistem penangkapan ikan dengan bagan pancang. Bagan pancang adalah sejenis alat penangkapan ikan yang hampir sama seperti tambak ikan atau jermal yang berukuran 8x8 meter sampai dengan 10x12 meter dan sebagian besar menggunakan kayu atau bambu sebagai penahan dan pembentuk. Sebagai pelengkapnya, nelayan menggunakan jaring yang dipasang di sekelilingnya, dengan demikian nelayan lebih mudah dalam menjaring ikan. Nelayan yang menggunakan bagan pancang dalam menangkap ikan ini bertujuan untuk dapat menghasilkan tambahan tangkapan ikan selain menangkap ikan dengan menjala ikan seperti biasanya. Yang menjadi permasalahan adalah bahwa bagan pancang tersebut didirikan oleh nelayan di beberapa lokasi perairan laut tidak memperhatikan struktur dan ketentuan mengenai sistem dan daerah penangkapan ikan yang ada. Setiap tahunnya jumlah nelayan yang membangun bagan pancang di perairan laut Kota Sibolga semakin meningkat jumlahnya. Hal ini justru akan menjadi persoalan yang semakin lama semakin menimbulkan permasalahan yang sedemikian rumit bagi kondisi wilayah pesisir dan laut Kota Sibolga. Jumlah bagan pancang yang dimiliki oleh nelayan di Kelurahan Sibolga Ilir Kecamatan Sibolga Utara tergolong jumlah yang paling besar di antara beberapa daerah lainnya di Kota Sibolga. Dengan kondisi perairan yang terjadi sekarang, maka bagan pancang milik nelayan tersebut dikeluhkan mengganggu jalur pelayaran di perairan Kota Sibolga sehingga suatu waktu harus segera

dibongkar. Komitmen itu telah disepakati setelah dilakukannya survei lokasi tahun 2011-2012 bersama unsur pimpinan dan Komisi II DPRD Sibolga, Administrasi Pelabuhan (Adpel) Sibolga, serta Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan (DKP) Sibolga dan Tapteng. Hal tersebut menjadi sebuah permasalahan bagi para nelayan yang menggunakan bagan pancang setelah survei tersebut dilakukan untuk melihat letak bagan pancang yang sebelumnya dikeluhkan sangat mengganggu jalur pelayaran kapal. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, pembangunan bagan pancang oleh nelayan Kota Sibolga, yang dalam hal ini di Kelurahan Sibolga Ilir sebenarnya tidak memiliki izin resmi dari pemerintah. Tetapi apabila bagan pancang tersebut nantinya akan dibongkar, maka akibatnya akan dirasakan oleh nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Hal inilah yang menjadi menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian yang lebih dalam untuk mengetahui bagaimana konsep pengelolaan bagan pancang nelayan sehingga nantinya dapat berkelanjutan pada wilayah pesisir dan laut Kota Sibolga. 1.2 Perumusan Masalah 1. Lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam pengelolaan bagan pancang nelayan di Kelurahan Sibolga Ilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga? 2. Bagaimana konsep pengelolaan bagan pancang nelayan agar berkelanjutan di Kelurahan Sibolga Ilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga?

1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam pengelolaan bagan pancang nelayan di Kelurahan Sibolga Ilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga. 2. Mengidentifikasi konsep pengelolaan bagan pancang nelayan agar berkelanjutan di Kelurahan Sibolga Ilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Membangun koordinasi antar lembaga yang terkait dengan masyarakat (nelayan bagan pancang). 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk dapat menelisir kembali kebijakan terhadap pengelolaan bagan pancang nelayan secara berkelanjutan yang berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan bagan pancang. 3. Sebagai dasar untuk melahirkan kebijakan baru yang pro terhadap masyarakat (kemiskinan) khususnya nelayan bagan pancang.