BAB 3. METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan potong

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3. METODOLOGI. Uji klinis acak tersamar tunggal untuk membandingkan efek vitamin

BAB 1 PENDAHULUAN. selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan. peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Ilmu Patologi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. : Ilmu penyakit kulit dan kelamin. : Bagian rekam medik Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Desain cross

PREVALENSI WHITE DERMOGRAPHISM PADA DERMATITIS ATOPIK DI POLI ANAK KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG SURABAYA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB III METODE PENELITIAN. analitik cross-sectional dan menggunakan pendekatan observasional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. Padang Sari, Puskesmas Pudak Payung, dan RSUP Dr Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronik, kambuhan, dan sangat gatal yang umumnya berkembang saat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Patologi Klinik.

BAB III METODE PENELITIAN. Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Kariadi

BAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 1. Ilmu kesehatan anak, khususnya bidang nutrisi dan penyakit metabolik.

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR

BAB IV METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan belah lintang (crosssectional)

SKRIPSI GAMBARAN TINGKAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK DAN KUALITAS HIDUP PASIEN DI KLINIK PRATAMA GOTONG ROYONG I SURABAYA

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.

RIWAYAT ATOPI PADA PASIEN DENGAN KELUHAN GATAL DI POLI PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross

ABSTRAK. Kata kunci : gingivitis kehamilan, indeks gingiva modifikasi, usia kehamilan, sosio- ekonomi, pola makan, oral hygiene

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi barier epidermal, infiltrasi agen inflamasi, pruritus yang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitik dengan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan pengambilan data cross-sectional. Adapun sumber data yang. dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Relationship between the Degree of Severity Atopic Dermatitis with Quality of Life Patiens in Abdul Moeloek Hospital Lampung

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Gizi.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang keilmuan penelitian ini adalah ilmu anestesiologi dan terapi intensif.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Alergi merupakan penyakit yang sering terjadi pada balita. Prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. dermatitis atopik. White Dermographism pertama kali dideskripsikan oleh Marey

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ngablak Kabupaten Magelang dari bulan Maret 2013.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, imunologi, dan mikrobiologi RSUP dr.kariadi Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Penyakit Dalam.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang nutrisi,

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan hanya satu kali, pada satu saat (Sastroasmoro & Ismael, 2011).

3 BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan. Desember 2013 di beberapa SMP yang ada di Semarang.

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data

SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik-komparatif,

KADAR EOSINOPHIL CATIONIC PROTEIN SERUM BERKORELASI POSITIF DENGAN DERAJAT KEPARAHAN DERMATITIS ATOPIK 7,6

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Ilmu Kesehatan Anak, khususnya bidang nutrisi. Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Rowosari, Semarang.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.

BAB III METODE PENELITIAN. clearance disetujui sampai jumlah subjek penelitian terpenuhi. Populasi target penelitian ini adalah pasien kanker paru.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pasien penyakit ginjal kronik ini mencakup ilmu penyakit dalam.

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya sub bidang geriatri dan ilmu manajemen rumah sakit. Kariadi Semarang, Jawa Tengah. sampai jumlah sampel terpenuhi.

III. METODE PENELITIAN. data sekaligus pada satu saat (Notoatmodjo, 2011). Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Kelurahan Kecamatan Tanjung

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup ruang lingkup disiplin Ilmu Kesehatan. Kulit dan Kelamin dan Mikrobiologi Klinik.

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Universitas Diponegoro Tembalang dan Lapangan Basket Pleburan, Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di TPA/PAUD dan TK di wilayah kota Semarang pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan potong lintang untuk mencari hubungan kadar serum 25-hydroxyvitamin-D dengan dermatitis atopik pada anak. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di puskesmas Helvetia Medan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai Agustus sampai Desember 2015. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi target adalah pasien dermatitis atopik anak. Populasi terjangkau adalah populasi target yang berobat ke puskesmas Helvetia Medan selama bulan Agustus sampai Desember 2015. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 3.4. Perkiraan Besar Sampel Besar sampel ditetapkan berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap 1 populasi, yaitu: n = Zα + Zβ 2 0.5 ln 1 + r + 3 1 r

n = besar sampel Zα = Kesalahan tipe I = 0.05 (tingkat kepercayaan 95%) Zα = 1.96 Zβ = Kesalahan tipe II = 0.20 Zβ = 0,842 r = koefisien korelasi minimal yang dianggap valid = 0.49 ( Peroni DG et all, Correlation between serum 25-hydroxyvitamin D level and severity of atopic dermatitis in children.2011) n = Zα + Zβ 2 0.5 ln 1 + r + 3 1 r n = 1.645 + 0.842 2 2,487 2 0.5 ln 1 + 0.49 + 3 = 0.5 ln 292 + 3 1 0.49 n = 24,5 25 sampel Menurut perhitungan di atas, besar minimal sampel yang dibutuhkan adalah 25 sampel 3.5. Pemilihan Sampel Sampel diambil dengan cara consecutive sampling 3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1. Kriteria inklusi: Pasien berusia dibawah 5 tahun yang didiagnosis dengan dermatitis atopik berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka Pasien tidak menderita penyakit kulit lainnya

Pasien tidak dalam masa pengobatan imunosupresan baik obat oral maupun topikal (bebas obat selama 2 minggu) Orangtua bersedia mengisi informed consent 3.6.2. Kriteria eksklusi: Pasien dengan dermatitis atopik yang telah mendapatkan suplemen vitamin D Pasien dermatitis atopik yang sedang mendapatkan pengobatan imunosupresan < 2 minggu bebas obat. Pasien yang tidak bersedia diambil sampel darah 3.7. Pertujuan/ Informed Consent Semua subyek penelitian diminta persetujuan dari orangtua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam usulan penelitian ini. 3.8. Etika Penelitian Penelitian ini telah mendapat persetujuan oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran. 3.9. Cara Kerja dan Alur Penelitian 1. Peneliti melakukan evaluasi terhadap kriteria inklusi dan eksklusi, maka anak yang memenuhi kriteria, dilakukan penjelasan kepada orang tua dan meminta persetujuan setelah penjelasan oleh peneliti.

2. Dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner yang dilakukan oleh peneliti mengenai data dasar, seperti identitas sampel, identitas orang tua, pekerjaan, pendidikan dan penghasilan serta ada tidaknya riwayat alergi didalam keluarga. 3. Dilakukan pemeriksaan fisik lengkap terhadap anak yang dilakukan oleh peneliti Berat badan sampel usia 1 tahun diukur menggunakan timbangan bayi. Berat badan sampel usia 1 tahun diukur menggunakan timbangan berdiri merk Camry. Pencatatan dilakukan dalam kilogram dengan desimal (ketepatan sampai 0.1 kg). Tinggi badan diukur dengan menggunakan alat terbuat mikrotois terbuat dari metal, dengan ketepatan 0.5 cm. 4. Menentukan derajat keparahan Dermatitis atopik dengan menggunakan indeks SCORAD dan dilihat oleh supervisor 5. Dilakukan inform consent dan meminta persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian serta meminta persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan darah. 6. Keluarga menandatangani lembar persetujuan pengambilan darah. 7. Dilakukan pengambilan sample darah secara teknik asepsis sebanyak 1,5 cc melalui vena mediana cubiti oleh analis dari laboratorium Thamrin yang sudah terampil 8. Dilakukan pemeriksaan serum 25-hydroxyvitamin-D (25(OH)D) ke laboratorium Thamrin Medan. Pemeriksaan serum vitamin D dengan

menggunakan alat merk Alegria berdasarkan sistem Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA). 9. Nilai kadar 25-Hydroxyvitamin-D dihubungkan dengan indeks SCORAD 10. Pengolahan dan analisis data 11. Pasien dermatitis atopik diberikan terapi dengan emollient. Pasien dengan nilai serum vitamin D < 20 nm/ml diberikan vitamin D 400 IU/hari. Alur Penelitian Pasien yang datang ke puskesmas Helvetia Kriteria Hanifin dan Rajka Dermatitis atopik Indeks SCORAD Kadar serum 25(OH)D Analisis data Gambar 5. Alur penelitian 3.10. Identifikasi Variabel Variabel bebas Kadar serum 25-Hydroxyvitamin-D Skala Numerik

Variabel tergantung Indeks SCORAD Skala Numerik 3.11. Definisi Operasional 1. Dermatitis atopik adalah adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak, ditandai dengan reaksi inflamasi pada kulit dan didasari faktor herediter dan lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, krusta, skuama dan pruritus yang hebat, ditegakkan dengan menggunakan kriteria Hanifin Rajka. Ditegakkan DA apabila memenuhi 3 dari 4 kriteria mayor dan 3 dari 23 kriteria minor. 2. Indeks Scoring of Atopic Dermatitis (SCORAD) : adalah suatu alat untuk menilai derajat keparahan dermatitis atopik yang dibuat berdasarkan konsensus The European Task force on Atopic dermatitis (ETFAD) dengan menilai penjumlahan dari A/5+7B/2+C, dimana A= luas lesi ( skor = 0-100 ), B = intensitas morfologi lesi ( skor 0 18 ) dan C = keluhan subjektif ( skor = 0-20 ). Derajat keparahan ringan bila skor < 25, sedang bila skor 25 50 dan beratbila skor > 50. 3. Atopi adalah kecendrungan seseorang atau keluarga untuk membentuk antibodi Ig E sebagai respon terhadap alergen 4. Vitamin D adalah suatu hormon yang memiliki fungsi fisiologis multiple 5. 25-Hydroxyvitamin-D ( Calcidiol) adalah suatu metabolit vitamin D yang stabil dan paling banyak berada didalam serum manusia, memiliki waktu paruh 3

minggu didalam serum, dan cukup akurat menunjukkan total vitamin D yang tersimpan ditubuh. 6. Pemeriksaan vitamin D adalah pemeriksaan kwantitatif untuk mengetahui, menentukan 25-Hydroxyvitamin-D dalam serum atau dalam serum plasma menggunakan sistem ELISA. Dikatakan defisiensi jika kadar serum 25(OH)D < 20ng/ml, Insufisiensi jika kadar serum 25 (OH)D diantara 21 sampai 29 dan dikatakan cukup jika kadar serum 25(OH) > 30 ng/ml. 3.12. Pengolahan dan Analisa Data Untuk menilai distribusi data digunakan uji Shapiro Wilk. Ditemukan distribusi data tidak normal. Untuk menilai korelasi kadar serum 25-Hydroxyvitamin-D dengan indeks SCORAD pada anak dermatitis atopik yang berskala numerik dengan distribusi data tidak normal digunakan uji korelasi spearman. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan interval kepercayaan 95% dan kemaknaan P < 0.05.

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Demografi Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Helvetia Medan sejak bulan September 2015 sampai Desember 2015. Terdapat 40 anak dengan diagnosis dermatitis atopik, 14 anak tidak memenuhi kriteria inklusi (tidak bersedia dilakukan pemeriksaan darah) dan sebanyak 26 orang anak diikutkan dalam penelitian ini. Seluruh sampel dilakukan penilaian Indeks SCORAD dan pemeriksaan kadar serum 25-Hydroxyvitamin-D. Distribusi dan karakteristik sampel terlihat pada tabel 4.1. Anak berjenis kelamin laki-laki terdapat sebanyak 16 orang (16/26) dan perempuan sebanyak 10 orang (10/26). Anak berusia kurang dari 1 tahun sebanyak 11 orang (11/26), usia antara 1 hingga 5 tahun sebanyak 15 orang (15/26). Rerata berat badan dan tinggi badan subyek berturut-turut adalah 10.4 kg dan 78.0 cm. Status gizi subyek umumnya dengan status gizi baik sejumlah 22 orang (22/26), gizi lebih sebanyak 2 orang (2/26), gizi kurang sebanyak 1 orang (1/26) dan gizi buruk sebanyak 1 orang (1/26). Hasil pemeriksaan terhadap Indeks SCORAD menunjukkan sebagian anak (13/26) dengan Index SCORAD sedang, 3 anak (3/26) dengan indeks SCORAD berat dan 10 anak (10/26) dengan indeks SCORAD ringan.

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Karakterist Demografi n = 26 Jenis Kelamin Laki-laki 16 (16/26) Perempuan 10 (10/26) Umur < 1 tahun 11 (11/26) 1 5 tahun 15 (15/26) Urutan kelahiran : Ke 1 10(10/26) Ke 2 10(10/26) Ke 3 5(5/26) Ke 4 1(1/26) Berat badan, rerata (SB), kg 10.4 (4.85) Tinggi badan, rerata (SB), cm 78.0 (19.03) Gizi Lebih 2 (2/26) Baik 22 (22/26) Kurang 1 (1/26) Buruk 1 (1/26) Riwayat atopi keluarga Tidak ada 9 (9/26) Ayah atopi 1 (1/26) Ibu atopi Kedua orang tua atopi 8 (8/26) 3 (3/26) Saudara kandung atopi 11 (11/26) Indeks SCORAD Ringan 10 /(10/26) Sedang 13 (13/26) Berat 3 (3/26) Rerata indeks SCORAD 32.0 (14.99)

4.2 Nilai Indeks Scorad dan Kadar Serum 25-hydroxyvitamin-D Hasil penelitian menunjukkan rerata Indeks SCORAD subyek penelitian adalah 32.0 dengan simpang baku 14.99, nilai terendah dan tertinggi masing-masing adalah 10.9 dan 71.4. Sementara itu untuk kadar Serum 25-hydroxyvitamin-D diperoleh nilai rerata 41,6 dengan simpangan baku 24.81, kadar terendah dan tertinggi masing-masing adalah 31.58 51.62. Hal ini terlihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Nilai indeks SCORAD dan kadar serum 25-Hydroxyvitamin-D Rerata (SB) Minimum Maksimum 95% IK P Indeks SCORAD 32.0 (14.99) 10.9 71.4 25.95 38.06 0.248 Serum 25-41.6 10 137 31.58 <0.001 hydroxyvitamin-d (24.81) 51.62 4.3. Rerata level Serum 25-hydroxyvitamin-D pada kelompok Indeks SCORAD Tabel 4.3 Rerata level Serum 25-hydroxyvitamin-D pada kelompok Indeks SCORAD n Serum 25-hydroxyvitamin-D Indeks SCORAD Ringan 10 56,1 (32,44) Sedang 13 36,4 (10,67) Berat 3 15,8 (6,73)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar serum 25-hydroxyvitamin-D tertinggi terdapat pada subyek dengan indeks SCORAD ringan yaitu 56,1 diikuti oleh subyek dengan indeks SCORAD sedang yaitu dengan rerata 36,4 dan terendah dengan rerata 15,8 terdapat pada subyek dengan indeks SCORAD berat. 4.4. Korelasi serum 25-Hydroxyvitamin-D dan indeks SCORAD Tabel 4.4 Korelasi serum 25-Hydroxyvitamin-D dan indeks SCORAD Indeks SCORAD r (korelasi) P Serum 25-hydroxyvitamin-D -0.591 0.01 Dengan menggunakan uji korelasi Spearman ditemukan korelasi yang signfikan antara kadar serum 25-hydroxyvitamin-D dan Indeks SCORAD (r= -0.591). Besar kekuatan korelasi yang terbentuk bersifat sedang (Dahlan MS. Hipotesis Korelatif. Dalam : Dahlan MS.Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Epidemiologi Indonesia. 2015(6);1:224-49) dengan arah korelasi negatif yaitu semakin tinggi nilai indeks SCORAD maka semakin rendah kadar serum 25-hydroxyvitamin-D (p=0.01).

Gambar 4.1 Grafik Scatter Plot Korelasi serum 25-Hydroxyvitamin-D dan Nilai Indeks SCORAD 4.5. Koefisien determinasi serum 25-Hydroxyvitamin-D dan indeks SCORAD Koefisien determinasi (r 2 ) diperoleh 0.591 2 = 0.349, yang menunjukkan nilai SCORAD yang dipengaruhi oleh nilai serum 25-Hydroxyvitamin-D adalah sebesar 34%, sedangkan 65.1% dipengaruhi faktor selain 25-Hydroxyvitamin-D.

BAB 5. PEMBAHASAN Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit kulit inflamasi yang didasari oleh faktor genetik dan lingkungan. 28 Prevalensi DA diperkirakan terjadi 15 30% pada anak, 85% terjadi pada usia sebelum 5 tahun dan 2-10% pada dewasa. 3 Rerata usia munculnya onset berkisar usia 3 bulan. Pada anak yang memiliki faktor risiko, 48 65% onset muncul pada usia 6 bulan pertama kehidupan, 57% muncul sebelum usia 4 bulan, dan 75 80% muncul dalam usia satu tahun pertama kehidupan. 2 Tingginya prevalensi pada satu tahun pertama disebabkan maturitas imun anak atopik mengalami kegagalan deviasi imun yang seharusnya pada keadaan normal memilih sel memori TH1 pada respon imun pada awal kehidupan bergeser menjadi sel Th2 pada anak atopik saat post natal. 38 Berdasarkan prevalensi ini peneliti membagi sampel kedalam kelompok umur < 1 tahun dan 1 5 tahun, dan dari penelitian ini ditemukan prevalensi DA pada anak usia < 1 tahun lebih rendah dibandingkan kelompok usia 1 5 tahun. Pada studi ini dilakukan penilaian karakteristik berupa jenis kelamin, umur, urutan kelahiran, berat badan, rerata tinggi badan, status nutrisi, riwayat atopik dalam keluarga, indeks SCORAD dan rerata indeks SCORAD. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi DA pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan pada masa prapubertas, yaitu 1.3-1.5 :1. 2 Setelah masa pubertas prevalensi DA lebih banyak pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. 39,40 Hal ini disebabkan oleh pengaturan hormon saat dalam kandungan, progesteron dan testosteron meningkatkan perkembangan sel Th2 dan menyebabkan produksi IL-4 yang bersifat sementara oleh sel Th1. 38 Estrogen memiliki kerja ganda tergantung dosis (biphasic dose-response), dimana pada level lebih tinggi merangsang respon sel Th2 dan pada level lebih rendah

merangsang kerja sel Th1. Progesteron secara langsung menstimulasi produksi IL-4 dan merangsang kerja sel Th2. 40 Pada penelitian ditemukan prevalensi anak laki laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan yaitu 1.6 : 1. Berdasarkan urutan kelahiran ditemukan dermatitis atopik pada anak pertama dan kedua lebih banyak dibandingkan anak ketiga dan keempat. Sesuai dengan hygine hypotesa yang pertama sekali diperkenalkan oleh Strachan tahun 1989, dimana terpapar oleh infeksi akibat kontak dengan bahan yang tidak bersih pada anak yang lebih tua atau lebih muda dapat merubah keseimbangan Th1/Th2 dari alergi yang disebabkan sel Th2 menjadi sel Th1 yang mengakibatkan berkurang risiko penyakit alergi. 41 Hal ini menunjukkan saudara yang lebih tua memili efek protektif yang lebih kuat untuk terjadinya atopi. 38 Studi di USA tahun 2002 melaporkan bahwa jumlah saudara kandung yang lebih banyak mempunyai faktor pelindung terhadap perkembangan alergi dan asma. Hipotesis In utero Programming menjelaskan sistem imun ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi atau menghambat perkembangan unit feto-placental. 38 Menurut teori ini imunomodulasi ibu diperoleh melalui kehamilan multipel yang ditransmisikan kepada janin. 41 Data sebelumny menunjukkan beberapa sitokin diproduksi baik oleh sel T maupun bukan sel T( IL-3, GM-CSF, TGFβ, Il-4, IL-10) lebih pertahanan dan pertumbuhan fetus. 38 Kejadian DA lebih tinggi didaerah perkotaan dan pada keluarga dengan status 6 sosioekonomi yang tinggi. Penelitian di China tahun 2012 menunjukkan dermatitis atopik lebih tinggi terjadi di daerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan. Polusi yang tinggi diderah perkotaan sejalan dengan tingginya kepadatan lalulintas berperan meningkatkan angka kejadian DA. 42 Hasil penelitian ini menunjukkan kejadian DA

terbanyak terdapat pada kelompok anak dengan status gizi yang baik. Hal ini selaras dengan status ekonomi yang juga baik. Atopi pada keluarga sangat berhubungan dengan manifestasi lebih awal dan keparahan pada DA. Hasil penelitian di Netherland tahun 1996 menunjukkan bahwa bila salah satu orangtua memiliki penyakit alergi maka anak akan memiliki risiko 20% sampai 40% untuk menderita penyakit yang sama. Apabila kedua orangtuanya memiliki penyakit alergi maka risiko menjadi 60% sampai 80%, apabila saudara kandung memiliki penyakit alergi maka anak mempunyai risiko 20% sampai 30% sedangkan bila orang tua tidak memiliki penyakit alergi maka risiko anak menderita penyakit yang sama sebesar 10%. 18 Pada penelitian ini kejadian dermatitis atopik pada anak yang salah satu orang tua memiliki riwayat atopik lebih tinggi dari pada yang memiliki riwayat atopik pada kedua orang tua. Pada anak yang memiliki riwayat atopik pada kedua orang tua seluruh anaknya menderita DA. Pada penelitian ini ditemukan juga kejadian DA pada anak yang tidak memiliki riwayat atopik. Pengukuran derajat keparahan dermatitis atopik penting untuk mengevaluasi perbaikan penyakit setelah dan selama terapi. European Task Force on Atopic Dermatitis (ETFAD) telah mengeluarkan indeks SCORAD untuk mengukur derajat keparahan DA. 29 Beberapa studi menilai hubungan vitamin D dengan Indeks SCORAD dermatitis atopik (DA), dimana semakin tinggi nilai indeks SCORAD semakin rendah kadar vitamin D anak DA. Suatu studi di Itali tahun 2009 menunjukkan dari 37 anak dengan dermatitis atopi terdapat hubungan yang signifikan antara level serum 25(OH)D dengan keparahan DA. 9 Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang signifikan

antara rendahnya kadar serum 25(OH)D dan tingginya indeks SCORAD pada anak dengan dermatitis atopik. Penelitian di China tahun 2013 menunjukkan hubungan yang signifikan antara DA dengan rendahnya level serum 25(OH)D pada anak. 6,14 Studi lain di Verona tahun 2010, menunjukkan adanya hubungan defisiensi vitamin D dengan derajat keparahan dermatitis atopik. Rerata level serum 25(OH)D lebih tinggi pada anak-anak dengan dermatitis atopik ringan dibandingkan dengan penderita dermatitis atopik berat. 9 Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai indeks SCORAD maka semakin rendah kadar serum 25-hydroxyvitamin-D dan rerata kadar serum 25(OH)D tertinggi terdapat pada subyek dengan Indeks SCORAD ringan. Hal ini diakibatkan peranan vitamin D pada fungsi barier kulit, dimana vitamin D3 merangsang produksi cathelicidin. 9,16 Cathelicidin pada makrofag ini menimbulkan respon T helper 2 pada sel T, berupa mengurangi maturasi dan migrasi sel dendrit, mengakibatkan berkurangnya produksi Ig E pada sel B. 6 Vitamin D berperan sebagai anti inflamasi melalui kerja 1,25(OH)D menghambat maturasi sel dendrite dan menghambat produksi sitokin interleukin (IL) 12 dan 23. 13,29 Pada studi ditemukan bahwa nilai indeks SCORAD yang dipengaruhi nilai 25(OH)D adalah sebesar 34.9% sedangkan 65.1% dipengaruhi faktor lain selain 25(OH)D yaitu dapat berupa faktor herediter dan lingkungan 2. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa DA ini muncul akibat interaksi komplek antara fungsi barier kulit, abnormalitas imun, faktor lingkungan dan agen infeksi. 4 Berdasarkan penelitian ini dan penelitian sebelumnya, vitamin D dapat diberikan untuk mencegah dan mengurangi keparahan DA. American Academy of Pediatrics

(AAP) merekomendasikan pemberian vitamin D 400 IU sebagai suplemen pada semua bayi baru lahir untuk mencegah terjadinya defisiensi vitamin D. 30

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pada penelitian ini didapatkan : Korelasi dengan besar kekuatan yang bersifat sedang antara kadar serum 25-hydroxyvitamin-D dan indeks SCORAD dengan arah korelasi yang negatif (r= -0.591). Rerata kadar serum 25-hydroxyvitamin-D pada anak dermatitis atopik di puskesmas Helvetia Medan adalah 41.6 ng/ml. Nilai terendah dari serum 25-hydroxyvitamin-D pada anak dermatitis atopik di puskesmas Helvetia Medan adalah 10 ng/ml. Nilai tertinggi dari serum 25-hydroxyvitamin-D pada anak dermatitis atopik di puskesmas Helvetia Medan adalah 137 ng/ml. Rerata nilai indeks SCORAD pada anak dermatitis atopik di puskesmas Helvetia Medan adalah 32.0. 6.2. Saran Perlu dilakukan studi lanjutan yang dapat menilai faktor faktor lain yang mempengaruhi kadar serum 25-hydroxyvitamin-D pada anak dermatitis atopik. Perlu dilakukan studi lanjutan yang dapat menilai faktor faktor lain yang mempengaruhi nilai SCORAD pada anak dermatitis atopik

RINGKASAN Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak, ditandai dengan reaksi inflamasi pada kulit dan didasari faktor herediter dan lingkungan. Vitamin D memiliki peranan pada sistem imun, dimana vitamin D berperan menghambat proliferasi limfosit B dan memodulasi respons imun humoral sehingga sekresi imunoglobulin berkurang. Banyak studi yang menilai hubungan kadar serum 25- Hydroxyvitamin-D terhadap tingkat keparahan DA di negara negara Eropa, Amerika dan Asia. Namun hasil studi tersebut menunjukkan hasil yang berbeda. Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan potong lintang untuk mencari hubungan kadar serum 25-hydroxyvitamin-D dengan dermatitis atopik pada anak. Penelitian dilakukan pada 26 orang anak dermatitis atopik dilaksanakan bulan September 2015 Desember 2015, dilakukan penilaian Indeks SCORAD dan pemeriksaan kadar serum 25-Hydroxyvitamin-D. Korelasi kadar serum 25-Hydroxyvitamin-D dengan indeks SCORAD digunakan uji korelasi spearman. Pada penelitian ini didapati korelasi dengan besar kekuatan yang bersifat sedang antara kadar serum 25-hydroxyvitamin-D dan indeks SCORAD dengan arah korelasi yang negatif (r= -0.591). Rerata Indeks SCORAD subyek penelitian adalah 32 dengan simpang baku 14.99, nilai terendah dan tertinggi masing-masing adalah 10.9 dan 71.4. Kadar Serum 25-hydroxyvitamin-D diperoleh nilai rerata 41,06 dengan simpangan baku 24.81, kadar terendah dan tertinggi masing-masing adalah 10 ng/ml dan 137 ng/ml. Berdasarkan penelitian ini dan penelitian sebelumnya, vitamin D dapat diberikan untuk mencegah dan mengurangi keparahan DA.

SUMMARY Atopic Dermatitis (AD) is the most prevalence skin disease in infant and children with inflamation reaction based on hereditary and environtment factor. Vitamin D plays an important role in immune system, where vitamin D inhibits B lymphosite proliferation and modulates humoral immunity response to suppressed IgE production. Recent studies about corelation between serum 25-hydroxyvitamin-D level and severity of atopic dermatitis in several countries had shown varying result. This study design was a cross sectional study to determind the corelation between serum 25-hydroxyvitamin-D level and the scoring of atopic dermatitis (SCORAD) index in children. This study was conducted among 26 children with atopic dermatitis from September 2015 until December 2015. We evaluated the severity of disease using the Scoring of Atopic Dermatitis (SCORAD) index. The serum 25- hydroxyvitamin-d level was obtained from laboratory. Spearman test was used to analyse the correlation between serum 25-hydroxyvitamin-D level and the scoring of atopic dermatitis in children with atopic dermatitis. There was a moderate correlation between the serum 25-hydroxyvitamin-D level and the SCORAD Index (r = - 0.591) with the higher SCORAD index the lower serum 25-hydroxyvitamin-D level (p = 0.01). Mean (SD) of the SCORAD Index was 32.0 (14.99), with the lowest score 10.9 and the higher score 71.4. Mean (SD) of the serum 25-hydroxyvitamin-D level was 41.1 (24.81), with the lowest level 10 ng/ml and the higher level 137 ng/ml. Based on this result and the recent studies, vitamin D can be given to prevent and reduce the severity of atopic dermatitis.