BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB V PENUTUP. di Cilacap untuk mempertahankan pengaruhnya di kota tersebut. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

Identifikasi Bentuk dan Fungsi Benteng Sembilan Cakung, Jakarta Timur

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MASA PEMERINTAHAN HERMAN WILLIAN DAENDELS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Warisan Rezim Prancis di Jawa: Kajian Strategi Militer dan Politik Birokrasi dalam Historiografi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB I PENDAHULUAN. Mega Destatriyana, 2015 Batavia baru di Weltevreden Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN WILAYAH PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR

SEJARAH KOTA BANDUNG. AGUS MULYANA Universitas Pendidikan Indonesia

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

I. PENDAHULUAN. Kerajaan Mataram merupakan salah satu kerajaan berbasis agraris/pertanian

RELOKASI TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT TANJUNG PRIOK DI ANCOL TIMUR

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB V PENUTUP Kesimpulan

PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan tempat manusia tinggal dalam upaya untuk meningkatkan status

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perjalanan sejarah, pada titik-titik tertentu terdapat peninggalanpeninggalan

BAB I PENDAHULUAN. etnis Tionghoa sudah terjadi sejak lama. Orang-orang China yang bermukim

BAB V KESIMPULAN. Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang

KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

RESUME PENELITIAN ARKEOLOGI SITUS PABRIK PENGOLAHAN KARET,DI SUNGAI TABUK KERAMAT, KABUPATEN BANJAR,PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Strategi Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sebelum dan Setelah Abad 20

BAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana

BAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 1. MANUSIA DAN SEJARAHLatihan Soal 1.2

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Sejarah Penjajahan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB IV DUKUNGAN POLITIK DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Desa Laut Dendang merupakan salah satu daerah pinggiran Kota Medan. Hal

2016 KAJIAN BENTUK D AN MAKNA KERIS ARTEFAK PUSAKA SITUS MAKAM PANJANG KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Langkat merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. mengenal menyerah dari seluruh lapisan masyarakat. Pada awal tahun 1946

VI.7-1. Bab 6 Penataan Ruang dan Pembangunan Perkotaan Pembangunan Kota Baru. Oleh Suyono

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berdasarkan posisi geografisnya Aceh berada di pintu gerbang masuk

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR PENDAHULUAN DAFTARISI BAB 1 SEKILAS TENTANG ARSITEKTUR CINA PADA AKHIR ABAD KE-19 DI PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BANGUNAN PERTAHANAN (LOUVRAK) JEPANG DI PULAU DOOM

SEJARAH HUKUM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya

BAB 3 KAJIAN TIPOMORFOLOGI ARSITEKTUR PERCANDIAN BATUJAYA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Kajian Pustaka F. Historiografi yang Relevan...

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

INTEGRASI NASIONAL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER ILHAM SAIFUDIN PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK. Sabtu, 06 Januari 2018

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem kekuasaan yang diterapkan di Indonesia sebelum adanya pengaruh

BAB VI KESIMPULAN. Jalan Raya Pantura Jawa Tengah merupakan bagian dari sub sistem. Jalan Raya Pantai Utara Jawa yang menjadi tempat lintasan

PEDOMAN PRAKTIKUM.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat. menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

KISI KISI UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2017/2018

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Di dalam sejarah Islam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian yakni masa jajahan Belanda. Masa Pemerintahan Kerajaan Sumedanglarang berlangsung dari tahun 1578 hingga tahun 1705, sedangkan masa Kabupatian Sumedang berlangsung dalam kurun waktu tahun 1677 hingga 1705 (Suryaningrat, 1983:60). Pada masa kabupatian ini, periode yang memiliki pengaruh cukup besar adalah pada masa pemerintahan Pangeran Panembahan. Pada masa pemerintahannya, Sumedang memiliki hubungan kerjasama dengan pihak VOC berupa pengawasan di sepanjang Karawang hingga Indramayu, dengan imbalan wilayah tersebut kemudian akan menjadi hak milik VOC. Salah satu tujuan dari pengawasan ini adalah untuk mengawasi Kerajaan Banten yang hendak menguasai wilayah kekuasaan Sumedang. Atas dasar ini pula, Belanda kemudian membuat pertahanan di Kabupaten Sumedang. Kaitannya dengan hal di atas, salah satu karakteristik cara pemerintahan kolonial Belanda dalam memperluas ekspansinya di Nusantara adalah dengan memberikan bantuan kepada kerajaan lokal dalam peperangan antar daerah, misalnya antara Banten, Mataram, Cirebon, dan Batavia. Kompensasi dari bantuan tersebut berwujud semacam imbalan berupa peralihan wilayah kekuasaan kepada pemerintah kolonial Belanda (Abbas, 2001a). Oleh karena itu, wajar bila pihak 1

2 kompeni seolah membantu pemerintah lokal untuk memfasilitasi perang lokal yang berlangsung. Bukti arkeologis mengenai pengaruh kemiliteran pemerintahan kolonial Belanda di Kabupaten Sumedang yang pernah diteliti adalah Benteng Palasari, Benteng Gunung Koentji, dan Benteng Gunung Gadoeng. Penelitian mengenai Benteng Palasari dan Benteng Gunung Koentji pertama kali diteliti oleh R. Moch. Achmad Wiraatmaja yang dicetak pada tahun 1990 dan 2002. Pada laporan hasil penelitian Achmadi pada saat itu menyebutkan bahwa keadaan lingkungan sekitar benteng pada saat itu didominasi oleh semak belukar. Keadaan ini menyebabkan Benteng Palasari yang berlokasi di puncak bukit dapat terlihat dari berbagai penjuru terutama dari kota Sumedang. Laporan tersebut diterbitkan pada tahun 2002 dengan judul Peninggalan Instalasi Militer Hindia Belanda Era Perang Dunia I 1914-1918 di Kota Sumedang. Penelitian berikutnya dalam bentuk skripsi Arkeologi UGM dilakukan oleh Aan Kalsan (2002). Dalam Skripsinya yang berjudul Benteng-Benteng Kolonial di Kabupaten Sumedang: Kajian Fungsi dan Lokasional. Hasil penelitian ini berupa kronologi pendirian Benteng Gunung Palasari, Benteng Gunung Koentji, dan Benteng Gunung Gadoeng, fungsi ketiga benteng tersebut, dan alasan pemilihan lokasinya. Namun, hasil penyimpulan penelitian tersebut terdapat beberapa ketidaksesuaian yaitu: 1). Aan Kalsan (2002) menyimpulkan bahwa baik Benteng Palasari, Benteng Gunung Koentji, maupun Benteng Gunung Gadoeng dibangun secara bersamaan pada periode tahun 1914-1917. Namun, data peta Java. Res.

3 Preanger Regenschappen, Blad G.XXVII., Skala 1:20.000 tahun 1906 hanya menunjukkan keberadaan bangunan benteng di Gunung Palasari saja, sedangkan lokasi yang menunjukkan Gunung Koentji belum memperlihatkan indikasi keberadaan bangunan apapun, bahkan nama bukit tempat benteng tersebut masih tercantum sebagai Panjoenan. Begitu pula di lokasi keberadaan Benteng Gunung Gadoeng tidak menunjukkan indikasi apapun. 2). Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa fungsi dari Benteng Palasari dan Benteng Gunung Gadoeng adalah sebagai pengawasan pada jalur lalu lintas di aliran Sungai Cipeles yang terletak di timur laut benteng Kalsan, 2002: 80-81). Selanjutnya tidak dijelaskan maksud pengawasan yang berlangsung di aliran sungai tersebut. Melalui pengamatan pada peta Sumedang (Java. Res. Preanger Regenschappen, 1906) dan citra satelit kawasan tersebut saat ini, terlihat bahwa bentuk tipe aliran sungai meander justru mengindikasikan kecilnya kemungkinan aliran Sungai Cipeles sebagai jalur transportasi. 3). Benteng Gunung Koentji berfungsi sebagai pertahanan dan untuk mengawasi gerak-gerik dari kegiatan bupati dan masyarakat Sumedang pada masa itu (Kalsan, 2002: 73). Namun, dari data sejarah menyebutkan bahwa pada periode 1914-1917 Sumedang berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda dan benteng Gunung Koentji dibangun sebagai antisipasi adanya serangan dari luar baik itu pribumi maupun sekutu lainnya (Herlina: 2008). Oleh karena itu, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak hanya untuk mengawasi gerak-gerik pribumi namun juga karena adanya ancama dari luar, sehingga terdapat ketidak sinkronan data antara keduanya, yang perlu diteliti lebih lanjut.

4 4). Benteng Gunung Gadoeng difungsikan sebagai tempat pengawasan dan gudang senjata. Meskipun demikian, kesimpulan ini tidak diikuti dengan penjelasan maksud dari pengawasannya. 5). Selain itu, indikator bangunan Benteng Gunung Gadoeng yang menunjukkan fungsi ofensif-defensif tidak ditemukan pada situs ini (indikator fungsi pertahanan suatu benteng dirinci pada Bab II). Bahkan pada peta Sumedang Java. Res. Pr. Regenschappen (Spoeddruk) tahun 1906-1918 pun, tidak tampak adanya bangunan benteng. Oleh karena itu, bangunan yang ada di Gunung Gadoeng tidak dapat disimpulkan secara pasti sebagai benteng pertahanan, melainkan lebih berfungsi sebagai tempat penyimpanan logistik. 6). Denah tembok keliling pada Benteng Gunung Palasari yang direkonstruksi oleh Aan Kalsan dalam skripsinya berbeda dengan yang digambarkan oleh Achmadi dan bentuk denah yang terdapat pada sumber peta (lihat Gambar No. 2). Kemudian, pada tahun 2007 Octaviadi Abrianto, peneliti dari Balai Arkeologi Bandung, melakukan penelitian serupa terhadap ketiga situs bangunan tersebut. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Aan Kalsan (2002), disimpulkan bahwa ketiganya merupakan bangunan yang berfungsi sebagai fasilitas pertahanan yang dibangun pada periode yang bersamaan. Abrianto memperkirakan masa pembangunan seiring dengan era Perang Dunia I (1914-1918). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, adalah bahwa Abrianto tidak menggunakan isitilah benteng melainkan bangunan pertahanan. Abrianto menyatakan bahwa fungsi bangunan pertahanan yang ada di Gunung Palasari adalah sebagai fasilitas militer berupa tempat penyimpanan atau

5 gudang (Abrianto, 2007: 161). Hal tersebut disimpulkan dari tidak terdapatnya bagian-bagian bangunan yang menunjukkan sarana untuk melakukan kegiatan serangan militer, kemudian tidak terdapat pula elemen bangunan yang menunjukkan fasilitas untuk meletakan alat persenjataan. Dugaan itu pun diperkuat pula dengan hasil pengamatannya yang menunjukkan bahwa beberapa unit bangunan di benteng tersebut tidak memiliki baik jendela maupun lubang ventilasi. Sementara itu, bangunan yang berada di Gunung Koentji, Abrianto menyimpulkan bahwa bangunan tersebut memiliki multifungsi (Abrianto, 2007: 161) yaitu: (1). Sebagai bangunan pertahanan (ditandai dengan keberadaan parapet, tempat meriam, dan senapan mesin); (2). Tempat penyimpanan (ruang-ruang tidak berjendela); (3). Sebagai barak. Perbedaan ruangan yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan dan barak ini dibedakan dari keberadaan jendela. Ruang berjendela disimpulkan sebagai barak, dan yang tidak berjendela atau tidak memiliki ventilasi, disimpulkan sebagai ruang penyimpanan senjata. Sedangkan dari bentuk bangunannya memiliki kesaman, yakni langit-langitnya yang berbentuk setengah lingkaran. Selain itu, Abrianto menyarankan perlunya dilakukan pencarian dan perbandingan dengan data arsip tertulis yang memuat informasi masa pembangunan sampai dengan masa kedatangan kekuatan militer Jepang (yang mengakhiri masa kolonialisme Belanda) yang belum banyak terungkap (Abrianto, 2007: 161). Hal ini mengindikasikan bahwa baik angka tahun pembangunan maupun penggunaan

6 benteng-benteng kolonial di Kabupaten Sumedang pada kesimpulannya tersebut dapat berubah sesuai dengan data dan atau temuan yang baru diperoleh. Selanjutnya Abrianto menyatakan bahwa rancang bangun pertahanan di Gunung Palasari ini memiliki kesamaan dengan bangunan Batterij Antjol di Ancol Timur dari segi bahan dan konstruksinya. Kedua benteng tersebut merupakan bangunan pertahanan yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda berkaitan dengan Perang Dunia I di awal abad ke-20. Sumedang sebagai salah satu kabupaten yang memiliki lebih dari satu bangunan pertahanan kolonial relatif belum banyak dibahas secara arkeologis. Keberadaan Benteng Palasari dan Benteng Gunung Koentji menjadi sumber daya arkeologi yang menarik untuk dibahas kembali. Hal ini dipengaruhi oleh diperolehnya beberapa data baru yang tidak muncul pada penelitian-penelitian sebelumnya, seperti data berupa peta lama yang menunjukkan indikasi adanya bangunan yang berada di Gunung Palasari dengan angka tahun yang lebih awal dari Gunung Koentji, serta perbedaan deskripsi bangunan antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Octaviadi Abrianto (2007; 2009) dan Aan Kalsan (2002). Selain itu, diperoleh informasi baru berupa denah benteng dan penambahanpenambahan toponim serta perubahan dan perbedaan angka tahun pembangunan melalui data peta lama yang diperoleh. Perbedaan gaya bangunan dari kedua benteng yakni di dalam tanah dan di atas permukaan tanah dapat menjadi indikasi baru untuk diteliti lebih lanjut, sehinga dapat menghasilkan interpretasi ulang

7 terhadap keberadaan fasilitas pertahanan militer masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda khususnya yang berada di Sumedang. I.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yakni bagaimana keterkaitan fungsi antara Benteng Palasari dengan Benteng Gunung Koentji? I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah pengujian hipotesis bahwa Benteng Palasari tidak difungsikan diwaktu yang sama dengan Benteng Gunung Koentji, melainkan telah difungsikan sebelum Benteng Gunung Koentji dibangun. Sehingga pada akhirnya penelitian ini bertujuan untuk menginterpretasikan ulang tentang fungsi dari Benteng Palasari itu dan kaitannya dengan masa pendudukan kolonial di Kabupaten Sumedang. I.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada aspek fisik berupa benteng yang berfungsi sebagai pertahanan dan pengawasan (fungsi ofensif-defensif). Deskripsi bentuk ruang dari Benteng Palsari dan Benteng Gunung Koentji pernah dibahas oleh Kalsan (2002) dan Abrianto (2007). Keduanya dijadikan acuan dasar untuk menganalisis keterkaitan fungsi antara keduanya. Deskripsi yang dimaksud yakni berkaitan dengan bahan, bentuk, orientasi arah hadap bangunan, deskripsi sisa-sisa struktur kaitannya dengan denah di peta, denah sebaran struktur dan bangunannya. Sedangkan keberadaan Benteng Gunung Gadoeng yang pernah dibahas pada penelitian-penelitian sebelumnya, tidak dibahas pada penelitian ini. Hal ini

8 dikarenakan informasi keberadaannya pada peta lama tidak muncul dan dari data hasil penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa fungsinya sebagai gudang senjata atau semacam tempat penyimpanan logistik. Oleh karena itu, berdasarkan fungsinya, Benteng Gunung Gadoeng tidak termasuk dalam kategori fasilitas pertahanan militer (yang berfungsi ofensif-defensif). Sedangkan aspek waktu yang berpengaruh pada tahap analisis, dibatasi pada periode waktu yang tertera pada peta lama, yakni 1906-1907 dan peta tahun 1917-1918 khususnya, dan pada periode pemerintahan Daendels pada umumnya. Kedua peta itu ditambahkan pula dengan gambaran keadaan saat ini. Lokasi penelitian berupa wilayah pemerintahan Kabupaten Sumedang berdasarkan batasan administrasi yang terlihat pada peta tahun 1906 dan peta tahun 1917. Terkait variabel bentang lahan yang diteliti yakni kenampakan pada peta lama terkait keberadaan sungai, jalan, kenampakan bangunan, dan perubahanperubahan kenampakan tersebut pada peta lama antara tahun 1906-1907 dan tahun 1917-1918, termasuk perubahan lahan yang difungsikan sebagai bagian dari fasilitas bangunan pertahanan. I.5 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplanasi yakni mencari jawaban atau tindakan dari ketidaksesuaian antara dugaan dasar dengan kenyataan yang ditemui (Tanudirjo, 1988: 27). Sifat dari penelitian eksplanasi ini adalah berusaha untuk penjelasan suatu gejala atau fakta dalam suatu kerangka pikir tertentu, dengan titik tolak pengkajian berupa teori, konsep, atau generalisasi empiris yang dijadikan hipotesis.

9 Sementara itu, srategi penelitian yang dilakukan adalah deduksi-hipotesis. Tujuan utamanya adalah merumuskan hipotesis baru, meneliti kembali data yang ada, kemudian menjelaskannya, merumuskan sebab-akibat jika hipotesis benar dan akhirnya menerapkannya pada data tambahan (Tanudirjo, 1918: 35). Oleh karena itu, data awal yang dijadikan sebagai dugaan dasar adalah hasil dari penelitian Aan Kalsan (2002) dan Octaviadi Abrianto (2009). Dengan kata lain, penelitian ini bukan merupakan penelitian yang baru, namun menambahkan data untuk menghasilkan hipotesis yang baru. Dengan demikian, penelitian ini akan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1). Perumusan Hipotesis Perumusan hipotesis dihasilkan dari landasan teori yang dikembangkan dan dari kajian pustaka mengenai benteng-benteng kolonial di Nusantara, terutama di Pulau Jawa. Hipotesis yang diajukan adalah Pembangunan Benteng Gunung Koentji berpengaruh pada perubahan fungsi dari Benteng Palasari. 2). Penyusunan Definisi Operasional Tahap berikutnya adalah perumusan parameter-parameter pengujian untuk mengukur kebenaran dari hipotesis. Dalam tahap perumusan parameter pengujian terlebih dahulu dirumuskan implikasi pengujian yaitu, jika hipotesis benar maka perubahan fungsi Benteng Palasari yang semula memiliki fungsi ofensif-defensif kemudian berubah menjadi barak militer dipengaruhi oleh pembangunan Benteng Gunung Koentji sebagai benteng pertahanan yang baru dibangun kemudian.

10 Setelah itu, implikasi pengujian tersebut diperinci ke dalam uraian yang dapat diukur atau diamati dalam suatu bentuk uraian tafsir empiris sebagai berikut: (1). Pembangunan Benteng Gunung Koentji fasilitas sebagai pertahanan dan pengawasan yang baru Secara lokasional, Benteng Gunung Koentji berada di lokasi yang strategis untuk melakukan pengawasan. Lokasinya berada di atas bukit Gunung Koentji. Benteng ini dibangun Pemerintah Kolonial Belanda sebagai antisipasi kemungkinan bangkitnya perlawanan militer dari pribumi yang dapat mengancam keberadaan Pemerintah Kolonial Belanda seperti yang telah terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya. Pembangunan Benteng Gunung Koentji ini juga sebagai salah satu antisipasi adanya ancaman atau serangan yang lebih kuat dari luar Pulau Jawa. Benteng ini dibangun berdekatan dengan Benteng Palasari. Lokasinya lebih rendah dan juga lebih dekat dengan pusat kota. Fasilitas pertahanan yang ada di Benteng Gunung Koentji lebih lengkap dari pada Benteng Palasari. Selain itu, terdapat beberapa perbedaan lain, yakni mulai dari denah dan komposisi bahan bangunan. (2). Perubahan fungsi Benteng Palasari dari pertahanan dan pengawasan menjadi barak militer Kemunculan Benteng Gunung Koentji berpengaruh pada penggunaan Benteng Palasari yang telah ada sebelumnya. Perubahan yang dimaksud adalah fungsi benteng yang sebelumnya digunakan sebagai sistem pertahanan (ofensif-defensif) kemudian menjadi barak militer. Hal tersebut dapat dicirikan oleh perubahan-perubahan berikut:

11 a. Perubahan Internal Pada dasarnya suatu benteng merupakan sistem pertahanan. Namun, dari segi fungsinya, setiap benteng dapat digunakan dengan tujuan yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari segi lokasional dan arsitekturalnya. Aspek lokasional sendiri berpengaruh pada rancang bangun benteng sebagai komponen pertahanan, sedangkan arsitektural yakni berkaitan dengan fasilitas bangunan pertahanan yang ada didalamnya. Suatu benteng seringkali mengalami modifikasi, dalam hal benteng, baik penggunaan ulangnya untuk kepentingan militer maupun non-militer yang secara umum dapat dikatakan menimbulkan berbagai perubahan, baik penambahan maupun pengurangan terhadap fisik bangunannya (Abbas, 2002b: 97). Namun, tidak semua modifikasi tersebut dapat berpengaruh terhadap fungsinya. Adapun hal-hal yang mempengaruhi perubahan fungsi secara langsung adalah sebagai berikut: a) Perubahan bentuk denah benteng. b) Modifikasi bahan bangunan. c) Perubahan bentang lahan. b. Perubahan Eksternal Selain adanya perubahan dari benteng dan bentang lahan di atas, keadaan eksternal dapat juga mempengaruhi perubahan suatu benteng. Hal ini mengingat, suatu benteng sendiri di rancang dan dibangun atas dasar kepentingan pemerintahan kolonial, baik dari segi ekonomi maupun militer. Dalam hal ini, tentulah terdapat suatu kondisi perubahan dari luar berpengaruh

12 pada perubahan dari benteng itu sendiri, yaitu dinamika perubahan politik pribumi. 3). Pengumpulan Data Pengumpulan data terbagi menjadi beberapa teknik yakni observasi, dan pengumpulan data dari beberapa pustaka acuan peta lama. Peta lama dimaksudkan untuk melihat keadaan lingkungan disekitar lokasi benteng yang dapat menunjukkan indikasi alasan pembangunan benteng pada masa tersebut kaitannya dengan fungsi dari benteng itu sendiri. Peta dengan tahun dan skala yang berbeda digunakan sebagai data untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi baik dari segi bangunan maupun lokasionalnya. Peta juga sekaligus menentukan perkiraan terkait tahun berdiri atau pembangunan dari benteng. Seperti yang telah dijelaskan pada ruang lingkup penelitian, data yang dikumpulkan berupa data bangunan Benteng Gunung Palasari dan Gunung Koentji, meliputi unsur-unsur elemen benteng berupa struktur bangunan, fasilitas pertahanan, rancang bangun dan deskripsi tambahan tentang bentuk ruang pada bangunan benteng. Data bangunan didapatkan dari kenampakan pada peta lama, deskripsi hasil penelitian sebelumnya dan hasil dari observasi di lapangan. Berkaitan dengan kajian lokasional, variabel bentang lahan yang diteliti yaitu kenampakan pada peta lama terkait keberadaan sungai, jalan, kenampakan bangunan, dan perubahan-perubahan kenampakan tersebut pada peta lama antara tahun 1906-1907 dan tahun 1917-1918, termasuk perubahan lahan yang difungsikan sebagai bagian dari fasilitas bangunan pertahanan.

13 Selain data peta, dilakukan pula pengumpulan data pustaka yang berkaitan dengan sejarah masuknya pemerintahan kolonial Belanda di Kabupaten Sumedang yang ditujukan untuk mendeskripsikan secara kronologi awal masuknya kolonial, keadaan politik pemerintahan Sumedang, ancaman-ancaman bagi pemerintahan kolonial dan pemerintah lokal yang datang dari luar Sumedang. Data pustaka juga dijadikan untuk menyusun landasan teori tentang benteng pertahanan dan perubahannya. 4). Pengujian Hipotesis Tahap berikutnya adalah menjabarkan syarat pengujian yang telah ditentukan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan. Pengujian ini dilakukan dengan cara menguji validias antara syarat-syarat parameter pengujian dengan data di lapangan, data peta lama dan hasil kajian data sekunder. 5). Kesimpulan Pada tahap kesimpulan atau tahap terakhir, diperoleh informasi mengenai hal-hal yang mempengaruhi perpindahan pusat pertahanan kolonial di Sumedang. Sekaligus merupakakan jawaban dari permasalahan penelitian berupa pernyataan meneguhkan atau menolak hipotesis.