BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.1.1. Keberadaan Kota Yogyakarta Sebagai Kota Pusaka Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pusaka yang spesial. Yogyakarta dinilai sukses merawat berbagai heritage yang ada. Kota Yogyakarta juga menjadi bagian kota lama dunia yang memiliki ragam kekayaan heritage yang luar biasa, baik dari sisi jumlah maupun jenisnya. Potensi heritage yang ada meliputi Tangible Heritage dan Intangible Heritage, hal inilah yang menjadikan Kota Yogyakarta bagian dari revitalisasi kota budaya dunia. 1 Kota Yogyakarta saat ini memiliki 86 heritage yang sudah berstatus cagar budaya, dan 369 lainnya berstatus warisan budaya. Bangunan heritage yang ada di Kota Yogyakarta hampir 90% merupakan Living Monument dan masih dimiliki perseorangan. Kawasan cagar budaya juga telah ditetapkan di 8 wilayah yaitu : Kawasan Kotabaru, Kawasan Malioboro, Kawasan Kraton, Kawasan Pakualaman, Kawasan Kotagede, Kawasan Baciro, Kawasan Jetis dan Kawasan Pengok. Revitalisasi kawasan pusaka sebagai upaya mengembalikan dan meningkatan vitalitas kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi dilakukan dengan memperhatikan aspek pengembangan dan pemanfaatan heritage sehingga membawa dampak kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan sikap masyarakat agar bisa tetap mempertahankan budaya Kota Jogja yang adiluhung penuh dengan filosofi yang dimiliki. Bagaimana agar masyarakat yang tinggal turun temurun bisa tetap melestarikan budaya dan tidak terburu-buru menjual tanahnya, karena dengan berpindah kepemilikan kepada orang baru dimungkinkan menghilangkan tradisi keluarga dan masyarakat sekitarnya. Masalah yang seringkali menghampiri 1 http://walikota.jogjakota.go.id/?mod=berita&sub=berita&do=show&id=33 1
adalah persoalan waris, atau perubahan fungsi yang menuntut perubahan bentuk bangunan, dan keterbatasan pembiayaan untuk konservasi. Hal-hal inilah yang selama ini banyak dihadapi oleh masyarakat pemilik heritage. 1.1.2. Peluang Usaha Bisnis Cafe Semakin padatnya kota Yogyakarta tidak terlepas dari adanya universitas yang tumbuh dan berkembang di Yogyakarta dimana banyak masyarakat luar kota Yogyakarta datang di Yogyakarta untuk menimba ilmu. Dengan semakin banyaknya mahasiswa semakin banyak pula pertumbuhan bisnis cafe seperti pada daerah Seturan, Kridosono, dan daerah lainnya yang rata-rata berada dekat dengan kampus. Ini dikarenakan kebutuhan adanya tempat berkumpul dimana masyarakat dapat sharing, bermain, belajar, dan sekedar untuk bersantai melepas penat. Cafe yang sebagian besar pelanggannya seorang pelajar memberikan peluang yang besar juga dikarenakan perkembangan teknologi dimana sebagian besar pelajar di Yogyakarta, apalagi mahasiswa, memiliki gadget canggih seperti laptop. Ini dikarenakan banyak kafe yang menyediakan fasilitas Wi-Fi di cafe sehingga banyak pelajar dan mahasiswa yang tertarik untuk datang ke cafe. 1.1.3. Potensi Musik Jazz Jazz pada Era Penjajahan Belanda Perkembangan musik Jazz saat ini semakin meluas di Indonesia ini dapat dilihat dari banyaknya band-band Indonesia yang memasukkan unsur gaya musik jazz (biasa disebut jazz fushion) pada lagu-lagu yang sedang ngetren saat ini dan digemari oleh masyarakat Indonesia seperti Maliq n d Essential, Aditya Sofyan, Barry Likumahua Project, dan masih banyak lagi. Dengan semakin meluasnya perkembangan musik jazz ini berarti semakin banyak pula penggemar dan pelaku musik jazz di Indonesia. Dari beberapa penulis maupun pengamat musik jazz (Samboedi, 1989; Nugroho, 2001; Sudibyo, 2001; Adriaan, 2007) sepakat bahwa agen yang 2
pertama kali memperkenalkan jazz ke Indonesia adalah penjajah Belanda. Musik jazz diperkenalkan melalui media piringan hitam dan diperdengarkan pada pestapesta elite kolonial ataupun untuk mengisi waktu luang. Musik jazz yang diperdengarkan umumnya berirama waltz, march, polka serta swing. Meskipun sepakat bahwa musik jazz diperkenalkan oleh penjajah Belanda namun terjadi perbedaan pendapat mengenai tahun awal musik jazz dimainkan antara Josias Adriaan dengan Sudibyo Pr. Menurut Josias, jazz pertama kali melintas di Indonesia pada tahun 1902 melalui band bernama black and white yang dimotori oleh Edo Kento nama julukan dari Eduard Tombajong, seorang bekas tentara yang pincang dalam perang di Aceh (Adriaan,78 ; 2007), latar belakangnya dekat dengan Belanda. Sedangkan oleh Sudibyo Pr, seorang pemerhati, penulis serta kolektor musik jazz dijelaskan bahwa: Piringan hitam diproduksi di Amerika pada tahun 1917 dan menyebar ke seluruh dunia. Jazz sendiri pertama kali dimainkan di Indonesia adalah sekitar tahun 1922. (wartajazz, 2001) Saat itu jazz banyak dimainkan di gedung societet, tempat ini menjadi arena pertemuan bagi kalangan elite eropa dan elite pribumi yang berelasi dalam dunia kerja. Di gedung ini masyarakat elite sering mengadakan pesta mewah dan setiap malam minggu datang untuk bersantai sambil mendengarkan musik jazz. Bahkan musik jazz dimainkan oleh tentara pelajar sebelum ataupun di selasela melakukan perang gerilya. Ceto Mundiarso, kolumnis jazz Yogyakarta menjelaskan bahwa pada siang/sore hari para musisi jazz menghibur elite Belanda di hotel Tugu serta Gedung Bunder dan pada malam harinya mereka melakukan perang gerilya. Musisi ini kemudian berpindah ke Jakarta pada awal tahun 1950-an membentuk band dengan aransemen jazz karena Jakarta sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, hotel-hotel di Jakarta banyak membutuhkan pemain jazz. 3
1.2. Permasalahan 1.2.1. Umum 1. Bagaimana meghidupkan bangunan heritage yang sudah tidak berpenghuni dan tidak terawat. 2. Bagaimana mendesain sebuah bangunan komersil, seperti cafe, di Jalan P. Mangkubumi namun juga dapat berintegrasi dengan bangunan BCB dan memberikan daya tarik bagi BCB. 3. Bagaimana menguatkan atmosfer bangunan cagar budaya Jalan P. Mangkubumi agar tetap lestari dan menjadi inspirasi bangunan cagar budaya lainya yang ada di Jalan P. Mangkubumi. 1.2.2. Khusus 1.1. Memberikan fungsi baru yang sesuai dengan kebutuhan saat ini. 2.1. Menyediakan fasilitas untuk komunitas jazz di Yogyakarta sehingga menjadi relasi yang kuat dengan bangunan cafe sehingga dapat membangkitkan Jalan P. Mangkubumi. 3.1. Memberikan desain arsitektur bangunan yang berwawasan budaya dan melihat lingkungannya sebagai keistimewaan untuk menarik pengunjung atau wisatawan. 1.3. Tujuan Tujuan penulisan ini adalah : 1. Mendapatkan rumusan konsep perencanaan dan perancangan bangunan cafe jazz di Jalan P. Mangkubumi. 2. Memaparkan gambaran mengenai bentuk perancangan cafe jazz yang dapat mencitrakan jazz khas Yogyakarta sebagai akulturasi yang berhasil dengan budaya Yogyakarta dan dapat berintegrasi dengan lingkungannya. 4
1.4. Sasaran 1. Menghidupkan kembali bangunan BCB yang tidak terawat dan kawasan sekitar site di Jalan Mangkubumi. 2. Menjadikan Cafe sebagai bangunan komersil yang berwawasan budaya dengan mengkonservasi heritage sebagai daya tariknya. 3. Menjadikan Cafe Jazz di Jalan P. Mangkubumi sebagai salah satu kuliner yang menjanjikan dan sebagai basecamp komunitas jazz di Yogyakarta. 1.5. Ruang Lingkup Pembahasan Pembahasan menitikberatkan pada olah desain bangunan pusaka sebagai lokalitas bangunan cafe dengan fasilitas untuk komunitas jazz Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Mangkubumi dan sebagai basecamp yang berbudaya, menyatu dan mendukung lingkungan sekitar. 1.6. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan Berisi latar belakang penulis memilih judul penulisan Prat TA, permasalan secara umum dan khusus yang ada di sekitar site di Jalan Mangkubumi, tujuan dan sasaran penulisan, ruang lingkup pembahasan, metodologi pembahasan, sistematika penulisan, kerangka pola pikir, dan keaslian penulisan sebagai pembanding. BAB II : Tinjauan Teori Berisi tinjauan mengenai teori literatur lokalitas budaya secara umum, musik jazz era penjajahan Belanda, tipologi cafe, tipologi jazz community center Yogyakarta, dan tinjauan lansekap secara umum, serta preseden sebagai studi pustaka. BAB III : Tinjauan dan Analisa Tapak 5
Pembahasan mengenai Cafe Jazz di Yogyakarta serta membahas keadaan eksisting site dan bangunan BCB di Jalan Mangkubumi yang didasari hasil survey dan wawancara. BAB IV : Analisis dan Pendekatan Konsep Berisi analisis umum mengenai bangunan BCB yang berada di site dan sekitarnya beserta analisis identifikasi lansekap dan BCB. Analisis khusus terdiri dari analisis secara makro, messo, dan mikro sebagai acuan konsep perancangan. BAB V : Konsep Desain Perencanaan dan Perancangan Menjelaskan tentang konsep yang merupakan sintesis dari Bab III. Berisi konsep desain skematis pada area site dan BCB di Jalan Mangkubumi yang menjadi acuan dalam proses desain selanjutnya. Selain itu juga memaparkan kebutuhan ruang untuk perancangan Jazz Community center di Yogyakarta. Hasil tersebut merupakan pengebangan dari bab-bab sebelumnya. 1.7. Metode Pembahasan 1.7.1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah studi pustaka terutama mengenai lokalitas budaya sebagai pendekatan konsep, observasi lapangan, dan wawancara. Studi Pustaka dilakukan melalui mencari literatur berupa buku, majalah arsitektural, surat kabar, website yang memiliki keterkaitan topik pembahasan. Sedangkan pada metode observasi lapangan penulis melakukan pengukuran di lapangan, pencarian data ke BAPPEDA kota Yogyakarta, Dinas Pariwisata, dan instansi terkait lainnya. Studi komparasi terhadap gedung-gedung yang terkait dengan pusat komunitas maupun gedung konser yang memiliki akustik ruang, lalu menilai kelayakan berdasarkan standar yang ada. 6
Metode wawancara dilakukan kepada anggota komunitas jazz Yogyakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, maupun BAPPEDA bagian cagar budaya. 1.7.2. Teknik Analisis Memahami tinjauan teoritik melalui studi literatur yang ada di buku referensi, laporan penelitian, standar, dan sebagainya dengan hasil yang di dapat di lapangan. 1.7.3. Studi Pustaka Kegiatan yang dilakukan dengan mempelajari kasus yang mirip lalu menganalisis dan mengkaji preseden. 1.7.4. Kesimpulan Hasil analisis akan diambil kesimpulan yang akan menuntun untuk solusisolusi dari permasalahan yang ada. 1.8. Keaslian Penulisan Kajian Tugas Akhir mengenai komunitas musik (baik musik secara umum ataupun musik jazz) dan bangunan pertunjukan musik telah banyak dilakukan. Namun kajian mengenai bangunan basecamp komunitas jazz di Yogyakarta belum ada yang melakukan. Berikut beberapa kajian yang berkaitan dengan komunitas musik jazz yang telah dibuat : 1. Sanjaya, Rr. Sheila Primadewi (2012). Rumah Musik Komunitas Art Music Today Yogyakarta. 2. Enana, Dita (2009). Bangunan Pertunjukan Musik sebagai Sebuah Landmark Kota Yogyakarta. 7
3. Pamungkas, Nova Putra (2010) Konsevatori Jazz di Yogyakarta Karya Arsitektur Sebagai Representasi Fiksional Dengan Metode Transformasi Musikal. 1.9. Kerangka Pola Pikir Gambar 1 Kerangka Pola Pikir Sumber analisis penulis 8