BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Penyuluhan Kesehatan. kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor,

2015 KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA DI DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SD KELAS III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

II. TINJAUAN TEORITIS

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Menjadi sehat adalah impian seluruh manusia. Baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kedua adalah pelayanan kesehatan diantaranya adalah sumber daya manusia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi belajar

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit

BAB ll TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan generasi penerus bangsa. Middle childhood merupakan masa. usia tahun untuk anak laki-laki (Brown, 2005).

PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT BAGI SISWA- SISWI SEKOLAH DASAR DI DUSUN PANJANG KECAMATAN TANAH TUMBUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

PENANGANAN TEPAT MENGATASI DEMAM PADA ANAK

Jurnal CARE, Vol. 3, No. 1, 2015

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang. Menurut Sadirman (2007), motivasi adalah perubahan energi diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditentukan sebesar ppm dalam bentuk KIO 3 hal ini dikaitkan

BAB II CUCI TANGAN PAKAI SABUN UNTUK CEGAH PENYAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

7 Langkah Cara Mencuci Tangan Yang Benar Menurut WHO

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN ANAK DI KOMPLEK MENDAWAI KOTA PALANGKA RAYA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN. Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) : Cuci Tangan yang Baik dan Benar Pokok Bahasan : Cara Mencuci Tangan yang Baik dan Benar : keluarga dan klien

BAB I PENDAHULUAN. signifikan antara kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat dan kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. investasi sumber daya manusia, serta memiliki konstribusi yang besar untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

BAB IV HASIL FAKTOR IBU DALAM MERAWAT ANAK BALITA DENGAN DIARE

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PHBS DI MTS MIFTAHUL ULUM KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO. Dwi Helynarti Syurandari*)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, sikap, dan tindakan, sedangkan sikap merupakan reaksi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012)

Mengenali Perkembangan Balita

Oleh: Aulia Ihsani

I. PENDAHULUAN. individu yang sering dimulai saat remaja dan berlanjut hingga dewasa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan. membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. mulai cerewet, banyak bertanya, dan rasa ingin tahu yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

PENGARUH METODE DEMONSTRASI TERHADAP PERKEMBANGAN MORAL ANAK DI KELOMPOK B TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL IV PALU. Siti Gamar H.

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi kesehatan anak secara menyeluruh (Suryani, Putu, N.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang

SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh 1. Pengertian Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu ke waktu. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Perlakuan yang dilakukan orang tua antara lain mendidik, membimbing, serta mengajarkan tingkah laku yang umum dilakukan di masyarakat (Suwono, 2008). Mengasuh anak dapat menjadi sesuatu yang menantang, tetapi membutuhkan waktu dan energi ekstra, serta strategi-strategi baru untuk mengasuh anak yang sulit dikendalikan secara efektif. Belajar cara-cara baru mengasuh anak mungkin sulit dilakukan, tetapi orang tua harus berusaha mencurahkan usaha untuk mengurus anak (Drew, 2006). Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, menurut Amaliya (2006) mutlak didahului oleh tampilnya orang tua dalam mengasuh anak seperti : a. Perilaku yang patut dicontoh Perilaku yang patut dicontoh artinya setiap perilaku yang dilakukan harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak-anaknya. b. Kesadaran diri Kesadaran diri ini juga harus ditularkan pada anak-anaknya dengan mendorong perilaku kesehatan mereka. Oleh karena itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku. 7

8 c. Komunikasi Komunikasi yang terjadi antara orang tua dengan anak-anaknya terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahannya. 2. Tipe-tipe pola asuh Menurut Baumrind (1974) dalam Junaidi (2010) membagi pola asuh menjadi 4 tipe, yaitu : a. Otoriter Orang tua yang otoriter menekankan batasan dan larangan di atas respon positif. Orang tua sangat menghargai anak yang patuh terhadap perintah orang tua dan tidak melawan. Orang tua tipe ini cenderung untuk menentukan peraturan tanpa berdiskusi dengan anak terlebih dahulu. Mereka tidak mempertimbangkan harapan-harapan dan kehendak hati anak. Hukuman sebagai penegak kedisiplinan dan amarah diterapkan pada tipe orang tua otoriter. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak dari orang tua otoriter bisa menjadi pemalu, penuh ketakutan, menarik diri dan berisiko terkena depresi. Anak bisa menjadi sulit membuat keputusan untuk dirinya sendiri karena sudah biasa diperintah apa yang harus dikerjakan. b. Demokratis Orang tua yang demokratis menyeimbangkan kasih sayang dan dukungan emosional dengan struktur dan bimbingan dalam membesarkan anak mereka. Orang tua tipe ini memperlihatkan cinta kehangatan kepada anak. Mereka harus mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian serta menyediakan waktu bertemu yang positif secara rutin dengan anak. Orang tua tipe demokratis membiarkan anak untuk menentukan keputusan sendiri dan mendorong anak untuk membangun kepribadian. Orang tua yang demokratis menyadari bahwa beberapa sikap yang sulit dikendalikan pada anak pasti diimbangi dengan sikap 8

9 positif. Seseorang anak keras kepala yang sering membantah juga dapat menjadi anak yang gigih, fokus dan selalu menuntaskan tugas mereka. Intinya, pola asuh demokratis melibatkan rasa hormat kepada anak sebagai individu unik yang bisa diterima dan dicintai bahkan ketika anak bersikap tidak normal. c. Permisif Orang tua tipe permisif tidak memberikan struktur dan batasan yang tepat bagi anak. Orang tua tipe ini cenderung mempercayai bahwa ekspresi bebas dari keinginan hati dan harapan sangatlah penting bagi perkembangan psikologis. Orang tua menyembunyikan ketidaksabaran, kemarahan atau kejengkelan pada anak. Ketika orang tua menentukan peraturan, batasannya cenderung tidak jelas dan diterapkan secara tidak konsisten. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua tipe permisif biasanya menjadi anak yang manja. Anak cenderung menuntut, kurang percaya diri, dan kurang mengendalikan diri. Anak senang bila keinginan dipenuhi, tetapi mudah marah ketika keinginannya tidak dipenuhi. d. Campuran Pola asuh campuran orang tua tidak konsisten dalam mengasuh anak. Orang tua terombang ambing antara tipe permisif, otoriter atau demokratis. Orang tua mungkin menghadapi sikap anak dari waktu ke waktu dengan cara berbeda. Contohnya, orang tua bisa memukul anaknya ketika anak menolak perintah orang tua, pada kesempatan lain orang tua mengabaikan anak bila anak melanggar perintah orang tua. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua antara lain : a. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman sangat berpengaruh dalam mengasuh anak. Pendidikan 9

10 akan memberikan dampak bagi pola pikir dan pandangan orang tua terhadap mendidik anaknya. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh orang tua maka akan semakin memperluas dan melengkapi pola berpikirnya dalam mendidik anaknya. b. Lingkungan Pola asuh yang baik sulit berjalan efektif bila tidak didukung lingkungan. Namun, kelekatan anak orang tua dapat meminimalkan pengaruh negatif lingkungan. Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak. c. Budaya Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengaharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat dengan baik. Oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh pada anaknya (Anwar, 2000). d. Umur Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah umur semakin bertambah pengetahuan yang dimiliki, serta perilaku yang sesuai untuk mendidik anak (Notoatmodjo, 2003). e. Tingkat sosial ekonomi Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi pola asuh yang dilakukan oleh suatu masyarakat, rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih pola asuh yang sesuai dengan perkembangan anak (Effendy, 1998). 10

11 B. Perilaku 1. Pengertian Perilaku adalah aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungan (Suryani, 2003 dari Notoatmodjo, 2003). Dengan kata lain, perilaku baru terjadi bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi. Sesuatu tersebut disebut rangsangan. Jadi suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu. Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2003). Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon yang dibedakan dengan adanya dua respon yaitu respondent respons dan operant respons. Respondent respons merupakan respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu dan menimbulkan rangsangan tetap, misalnya makanan yang lezat menimbulkan air liur, sementara operant respons adalah respon yang timbul dan perkembangannya diikuti oleh perangsang tertentu dan diperkuat oleh respon yang telah dilakukan oleh organisme. Misalnya seorang anak belajar atau telah melakukan perbuat dan kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik melakukan perbuatan tersebut. Bila dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (convert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh 11

12 orang lain. Sedangkan perilaku terbuka (overt behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata dan terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentu tindakan atau praktik. Yang demikian mudah diamati atau dilihat oleh orang lain. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku, menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) adalah : a. Faktor-faktor pendukung (predisposing factors) Faktor pendukung adalah faktor pemicu terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku mencakup : pengetahuan, sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan masyarakat terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku maka sering disebut faktor pemudah. b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, lingkungan fisik misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, dokter atau bidan, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pemungkin. c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undangundang, peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang 12

13 terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. 3. Pembentukan perilaku Perilaku manusia sebagian besar ialah berupa perilaku yang dibentuk dan perilaku yang dipelajari. Cara-cara membentuk perilaku antara lain : a. Cara pembentukan perilaku dengan condisioning atau kebiasaan Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan condisioning atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut (Suryani, 2003 dari Notoatmodjo, 2003). Misalnya dibiasakan bangun pagi, menggosok gigi sebelum tidur, atau mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dan sebagainya. b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight) Di samping pembentukkan perilaku dengan condisioning atau kebiasaan, pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight. Misal bila naik motor harus pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri. Sebelum dan sesudah makan mencuci tangan, karena cuci tangan dapat membunuh kuman yang ada di tangan dan masih banyak contoh untuk menggambarkan hal tersebut. c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model Cara-cara pembentukan perilaku yang lain adalah dengan menggunakan model atau contoh. Orang tua adalah sosok yang dicontoh anak-anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal ini menunjukkan pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Cara ini didasarkan atas teori observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977). 13

14 C. Cuci Tangan 1. Pengertian Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai kebutuhan (Subroto, 1987). Perilaku mencuci tangan atau dikenal sebagai cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting. Selain itu mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di bawah air yang mengalir (Potter, 2005). Cuci tangan menggunakan air saja tidaklah cukup untuk melindungi seseorang dari kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan. Dari berbagai riset, resiko penularan penyakit dapat berkurang dengan adanya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku kebersihan, seperti cuci tangan pakai sabun. Fewtrell (2005) perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan intervensi kesehatan dengan cara lain. 2. Langkah / tahap mencuci tangan yang benar : a. Basahi sampai bersih dan rata tangan kita dengan air bersih yang mengalir. b. Sabun telapak tangan sampai berbusa secukupnya dengan sabun batang atau cair yang dapat membunuh kuman. c. Usap-usap kedua telapak tangan kita sampai rata d. Usap kedua bagian punggung tangan sampai merata. e. Bersihkan jari dan kuku jari kita sampai bersih. f. Bilas dengan air bersih yang mengalir sampai busa sabun tidak ada yang tersisa. g. Lap tangan kita dengan lap tangan atau tisu yang bersih sampai kering. 14

15 D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Cuci Tangan Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004) perilaku cuci tangan dipengaruhi oleh : 1. Citra diri Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan dirinya. Misalnya karena ada perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kesehatan. 2. Praktik sosial Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka akan terjadi perubahan pola cuci tangan. 3. Status sosial ekonomi Mencuci tangan memerlukan alat dan bahan seperti sabun, lap tangan atau tisu kering dan semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. 4. Pengetahuan Pengetahuan cuci tangan sangat penting. Karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. 5. Kebiasaan seseorang Adanya kebiasaan untuk tidak cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas sedari kecil akan terbawa sampai dewasa. E. Hubungan antar Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Cuci Tangan pada Anak Usia Sekolah Dasar Pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anaknya. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar. Pengasuhan terhadap anak merupakan suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak yang mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasikan yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Jas & Rachmadian, 2004). 15

16 Pola asuh orang tua kepada anaknya sangat mempengaruhi perilaku anaknya. Orang tua adalah guru pertama untuk anak-anaknya, yang berarti orang tua tersebut memiliki kewajiban untuk memberikan pengajaran atau pendidikan yang baik untuk anaknya (Riyanto, 2002). Sehingga membiasakan anak untuk menjaga kebersihan baik diajarkan sedini mungkin karena usia sekolah merupakan usia yang mudah terganggu kesehatannya. Gangguan kesehatan yang sering timbul pada usia sekolah adalah gangguan kesehatan umum, gangguan perilaku, gangguan perkembangan fisiologis hingga gangguan dalam belajar. Untuk mencegah atau mengurangi potensi komplikasi dan permasalahan kesehatan anak, perlu dilakukan deteksi dini gangguan kesehatan agar tidak berkembang menjadi masalah berat. Deteksi dini bisa dilakukan dengan meningkatkan perhatian yang lebih besar terhadap usia sekolah, sama halnya dengan perhatian ketika anak masih balita. Perhatian ini dapat diwujudkan dengan cara mensosialisasikan perilaku hidup bersih dan sehat pada anak. Bila dibagi berdasarkan tingkat sekolah, perilaku kesehatan anak usia sekolah dasar dianjurkan seperti kebiasaan cuci tangan pakai sabun, gosok gigi yang baik dan benar dan kebersihan diri lainnya (Afrianty, 2008). Pada dasarnya menerapkan perilaku cuci tangan pada anak sekolah dasar termasuk kesehatan perorangan atau kesehatan pribadi. Penyelenggaraan upaya kesehatan mempunyai tujuan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap manusia, anak-anak sekolah yang mencakup kelompok masyarakat yang berusia 6 tahun sampai 12 tahun (Mu rifah, 1992). Anak usia sekolah adalah peniru ulung. Ia akan belajar berperilaku sebagaimana perilaku orang-orang di sekitarnya. Sehingga bila sedari kecil anak diajarkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan sebelum dan sesudah makan maka anak akan terbiasa sampai dewasa. Anak sekolah adalah simbolisme bersatunya seluruh komponen keluarga, rumah dan masyarakat. Sehingga dalam hal ini anak usia sekolah dapat dijadikan sebagai 16

17 agen perubahan untuk perilaku yang sehat. F. Kerangka Teori Faktor pendukung (predisposing factors): 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tingkat pendidikan 4. Nilai-nilai 5. Kepercayaan Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan : 1. Citra diri 2. Praktik sosial 3. Status sosial ekonomi 4. Pengetahuan 5. Kebiasaan seseorang Faktor pemungkin (enabling factors): 1. Ketersediaan sarana atau fasilitas Perilaku cuci tangan Faktor penguat (reinforcing factors): 1. Pola asuh orang tua 2. Sikap dan perilaku tokoh masyarakat 3. Sikap dan perilaku tokoh agama Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh : 1. Tingkat pendidikan 2. Lingkungan 3. Budaya 4. Umur 5. Tingkat sosial ekonomi Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian Sumber: Green (1980) dikutip Notoatmodjo (2003) 17

18 G. Kerangka Konsep Variable independen Pola asuh orang tua : 1. Otoriter 2. Permisif Variabel dependen Perilaku cuci tangan 3. Demokratis 4. Campuran Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian H. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri atas variable independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). 1. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain (variabel terikat). Variabel bebas biasanya merupakan stimulus yang diberikan untuk mempengaruhi tingkah laku (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua. 2. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (variabel bebas). Variabel dependen (terikat) merupakan faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan dari variabel independen (Nursalam, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku cuci tangan. I. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah: Ha = Ada hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku cuci tangan pada anak usia sekolah di SD Negeri Jimbaran 01 Kecamatan Kayen Kabupaten Pati. 18