HAK GUGAT ORGANISASI (LEGAL STANDING) PADA PERKARA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI NDONESIA ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
HAK GUGAT ORGANISASI (LEGAL STANDING) PADA PERKARA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA. (Skripsi) Oleh ANNISA DWI LAKSANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XV/2017 Pelaksanaan Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

III.METODE PENELITIAN. sistematis, metodelogis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan apabila menghadapi masalah hukum. Class action merupakan contoh

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XV/2017 Pelaksanaan Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tengker, cet. I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2001), hal (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 37.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 4 / PUU-X / 2012 Tentang Penggunaan Lambang Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perlindungan oleh hukum (protection by law) yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat dan negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan konsumen tidak semata-mata masalah orang-perorangan,

MENCERMATI HAK GUGAT LPKSM Oleh: Teguh Supriyanto

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XI/2013 Definisi Keuangan Negara dan Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

PUTUSAN Perkara Nomor: 071/PUU-II/2004 Perkara Nomor: /PUU-III/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

A.Latar Belakang Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan terhadap UUD 1945

I. PENDAHULUAN. Dengan adanya hukum, hak-hak serta kewajiban-kewajiban anggota masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

Institute for Criminal Justice Reform

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

HAK GUGAT ORGANISASI (LEGAL STANDING) PADA PERKARA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI NDONESIA Annisa Dwi Laksana 1, Hamzah 2, Depri Liber Sonata 3. ABSTRAK Hak gugat organisasi (legal standing) merupakan mekanisme pengajuan gugatan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai akibat pelanggaran atau adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak lain yang merupakan kegiatan perlindungan yang dilakukan LSM tersebut. Saat ini terdapat beberapa LSM di bidang perlindungan konsumen yang telah mengajukan gugatan, namun gugatan yang diajukan sebagian besar diputus tidak dapat diterima karena LSM tersebut dianggap tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan. Penelitian ini mengkaji mengenai dasar hukum hak gugat organisasi pada perkara perlindungan konsumen, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh LSM yang bertindak sebagai wakil dalam pengajuan gugatan legal standing pada perkara perlindungan konsumen, serta efektifitas penerapan gugatan legal standing dalam perkara perlindungan konsumen di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan dengan tipe judicial case study. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, dan studi putusan. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, rekonstruksi data dan sistematika data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar hukum pengajuan gugatan legal standing pada perkara hukum perlindungan konsumen adalah Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Syarat yang harus dipenuhi oleh LSM dalam pengajuan gugatan legal standing pada perkara perlindungan yaitu LSM tersebut harus terlebih dahulu memenuhi syarat sebagai lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM). Selanjutnya syarat yang harus dipenuhi LPKSM untuk dapat mengajukan gugatan adalah berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Penerapan gugatan legal standing dalam perkara perlindungan konsumen di Indonesia belum berjalan secara efektif. Hal ini karena terjadi perbedaan penafsiran mengenai kepentingan yang harus diwakili LPKSM dan kurang pahamnya LPKSM mengenai syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengajukan gugatan legal standing. Kata Kunci: Gugatan Legal Standing, Perlindungan Konsumen, LPKSM 1 Mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2 Dosen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung, 3 Dosen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung, 13

I. PENDAHULUAN Perkara perdata dapat terjadi karena pelanggaran terhadap hak seseorang. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain, seperti diatur dalam undang-undang atau karena wanprestasi, yaitu tidak memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan kontrak yang menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian yang timbul itu dapat berupa kerugian materil atau berupa kerugian imateril. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena kesengajaan atau kelalaian. 4 Proses penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan diatur dalam hukum acara perdata. Hukum acara perdata mengatur bagaimana pihak yang dirugikan mengajukan perkaranya ke pengadilan sampai dengan pengadilan memberikan putusan atas perkara yang telah diajukan. Pada mulanya, pengajuan tuntutan hak yang dikenal hanya pengajuan tuntutan hak melalui gugatan biasa, yaitu pengajuan tuntutan hak oleh subjek hukum yang dirugiakan kepada subjek hukum lainnya yang menimbulkan kerugian. Namun dalam perkembangannya, pengajuan tuntutan hak dapat diajukan melalui mekanisme class action, legal standing, dan citizen lawsuit. Mekanisme pengajuan gugatan biasa merupakan mekanisme pengajuan tuntutan hak oleh penggugat kepada tergugat sebagai akibat perbuatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum tergugat yang telah menimbulkan kerugian pada diri penggugat. Gugatan class action merupakan mekanisme pengajuan tuntutan hak oleh penggugat yang jumlahnya sangat banyak dimana gugatan diajukan oleh wakil kelompok, yang mewakili kepentingan sendiri maupun anggota kelompoknya, dengan tuntutan berupa ganti kerugian. Gugatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau legal standing merupakan mekanisme pengajuan tuntutan oleh LSM sebagai akibat pelanggaran atau adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak lain yang merupakan kegiatan perlindungan yang dilakukan LSM tersebut sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya. Gugatan citizen lawsuit merupakan gugatan yang diajukan oleh seorang atau lebih warga negara atas nama seluruh warga negara yang diajukan kepada negara, dalam hal ini penyelenggaraan negara, sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum, pada umumnya berupa penelantaran hak-hak warga negara, dengan maksud agar segera dibentuk aturan hukum. 5 Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Perlindungan Konsumen) memuat landasan bahwa lembaga swadaya masyarakat di bidang konsumen atau disebut lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. LPKSM yang dapat mengajukan gugatan mempunyai syarat yaitu harus berbadan hukum atau yayasan yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. 4 Abdulkadir Muhammad, 2012, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 19. 5 Rahardi Wasi Bintoro, 2010, Tuntutan Hak dalam Persidangan Perkara Perdata, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 10 No. 2, Mei 2010, hlm. 147. 14

Gugatan yang diajukan oleh lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat diajukan kepada peradilan umum. Saat ini terdapat beberapa LPKSM yang telah mengajukan gugatan, namun gugatan yang diajukan oleh LPKSM sebagian besar diputus tidak dapat diterima karena dianggap tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajuan gugatan. Pada tahun 2013 Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia, Kota Surakarta (LPKNI Kota Surakarta) mengajukan gugatan terhadap pimpinan PT. Bank Panin, Tbk Surakarta. Pengajuan gugatan tersebut dilakukan lantaran LPKNI Kota Surakarta menerima pengaduan masyarakat bernama Riyadi yang hak-haknya dilanggar oleh tergugat berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 Huruf e Bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Tergugat dianggap telah melanggar Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 63 KUHP. Namun Majelis Hakim memutuskan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima, lantaran hakim menimbang bahwa LPKNI Kota Surakarta dalam mengajukan gugatannya tidak bertindak untuk kepentingan umum. Saat ini terdapat beberapa LPKSM yang telah mengajukan gugatan, namun gugatan yang diajukan oleh LPKSM sebagian besar diputus tidak dapat diterima karena dianggap tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajuan gugatan. Pada tahun 2013 Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia, Kota Surakarta (LPKNI Kota Surakarta) mengajukan gugatan terhadap pimpinan PT. Bank Panin, Tbk Surakarta. Pengajuan gugatan tersebut dilakukan lantaran LPKNI Kota Surakarta menerima pengaduan masyarakat bernama Riyadi yang hak-haknya dilanggar oleh tergugat berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 Huruf e Bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Tergugat dianggap telah melanggar Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 63 KUHP. Namun Majelis Hakim memutuskan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima, lantaran hakim menimbang bahwa LPKNI Kota Surakarta dalam mengajukan gugatannya tidak bertindak untuk kepentingan umum. Pertimbangan hakim tersebut didasarkan pada Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan Mahkamah Agung Edisi 2007 pada halaman 65 angka 1 disebutkan organisasi kemasyarakatan / lembaga swadaya masyarakat dapat mengajukan gugatan untuk kepentingan masyarakat. Namun faktanya LPKNI Kota Surakarta mengajukan gugatan untuk kepentingan Riyadi yang merupakan nasabah/debitur dari PT. Bank Panin,Tbk. Surakarta yang merasa dirugikan. Oleh karena LPKNI Kota Surakarta hanya mengajukan gugatan untuk kepentingan individu semata dan bukan untuk kepentingan umum masyarakat pengguna barang dan jasa (konsumen) secara keseluruhan atau kepentingan orang banyak, maka majelis hakim berpendapat penggugat tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan tersebut. Selain itu, pada tahun 2013 Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia, Kota Malang (LPKNI Kota Malang) mengajukan gugatan terhadap Koperasi Rukun Santoso Unit Simpan Pinjam. Namun majelis hakim memutuskan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima. Yang mendasari putusan tersebut 15

karena LPKNI Kota Malang tidak memenuhi salah satu syarat sebagai badan hukum yaitu dalam anggaran dasarnya tidak tampak adanya pemisahan yang jelas antara harta kekayaan LPKNI Kota Malang dengan harta kekayaan para pengurusnya. Selain itu juga, majelis hakim tidak melihat adanya surat-surat yang menunjukkan bahwa LPKNI Kota Malang telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau instansi yang berwenang sebagai syarat utama suatu badan/perkumpulan/badan uasaha untuk memperoleh status badan hukum. Tidak hanya itu, pada saat Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Kalimantan (YLPKK) melakukan gugatan terhadap PT. Adira Dinamika Multi Finance pun hakim memutuskan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima. Dalam eksepsinya, tergugat menyatakan bahwa YLPKK dalam perkara ini tidak mewakili kepentingan publik, tetapi hanya mewakili kepentingan individu di Pengadilan Negeri Barabai, maka dengan demikian klasifikasi YLPKK sebagai organisasi yang mempunyai hak gugat organisasi tidak terpenuhi. Namun pihak YLPKK tidak melakukan bantahan terhadap eksepsi dari pihak tergugat. Dengan tidak dilakukannya sanggahan maupun pembuktian oleh pihak YLPKK dan eksepsi tergugat secara hukum cukup beralasan, maka majelis hakim memutuskan mengabulkan eksepsi tergugat dan menyatakan bahwa gugatan YLPKK tidak dapat diterima. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pengaturan mengenai dasar hukum bagi hak gugat organisasi pada perkara hukum perlindungan konsumen?; (2) Bagaimana syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh lembaga swadaya masyarakat yang bertindak sebagai wakil dalam pengajuan gugatan legal standing pada perkara hukum perlindungan konsumen di Indonesia?; (3) Bagaimana efektifitas penerapan gugatan legal standing dalam perkara hukum perlindungan konsumen? Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif terapan dengan tipe judicial case study. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, studi dokumen, dan studi putusan. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, rekonstruksi data dan sistematika data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan dalam hal ini penulis menganalisis II. PEMBAHASAN 1. Dasar Hukum Hak Gugat Organisasi (Legal Standing)pda Perkara Hukum Perlindungan Konsumen Berdasarkan Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, salah satu pihak yang berhak mengajukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM). Hal tersebut tercantum pada huruf c pasal tersebut. LPKSM adalah lembaga nonpemerintahan yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Jelas bahwa Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan dasar hukum dari diajukannya gugatan legal standing. Dasar hukum diajukannya gugatan legal 16

standing pada perkara perlindungan konsumen hanya diatur dalam hukum materiil saja, sedangkan hukum formil dari gugatan legal standing sendiri belum diatur. 2. Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi oleh LSM yang Bertindak sebagai Wakil dalam Pengajuan Gugatan Legal Standing pada Perkara Perlindungan Konsumen di Indonesia LSM yang dapat bertindak sebagai wakil dalam pengajuan gugatan legal standing dalam perkara pelindungan konsumen di Indonesia adalah LSM yang mempunyai kegiatan di bidang perlindungan konsumen, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebut LPKSM. Pemerintah mengakui LPKSM yang memenuhi syarat sebagai berikut: a. Terdaftar pada pemerintah kabupaten/kota; dan b. Bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya. Berdasarkan Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Perlindungan konsumen, LPKSM yang dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran pelaku usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Berbentuk badan hukum atau yayasan; b. Anggaran dasar dari LPKSM menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisais tersebut untuk kepentingan perlindungan konsumen; dan c. Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. 3. Efektifitas Penerapan Gugatan Legal Standing dalam Perkara Perlindungan Penulis akan menggunakan putusan pengadilan dalam perkara perlindungan konsumen untuk melihat efektifitas dari penerapan gugatan legal standing dalam perkara perlindungan konsumen. a. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta No. 162/PDT.G/2013/PN.SKA Majelis hakim memutuskan bahwa gugatan yang diajukan LPKNI Kota Surakarta tidak dapat diterima. Hal tersebut disebabkan karena majelis hakim menilai bahwa seharusnya LPKNI dalam mengajukan gugatan legal standing tersebut mewakili kepentingan umum masyarakat pengguna barang dan atau jasa (konsumen). Gugatan yang diajukan oleh LPKNI sendiri diajukan setelah menerima pengaduan dari seorang konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha. Menurut penulis, gugatan legal standing yang diatur dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen tidak mengatur bahwa gugatan yang diajukan LPKSM harus mengakomodir kepentingan umum konsumen secara menyeluruh. b. Putusan Pengadilan Negeri Malang No. 129/PDT.G/2014/PN. Mlg Majelis hakim memutuskan bahwa gugatan yang diajukan LPKNI tidak dapat diterima. Hal tersebut disebabkan karena majelis hakim menilai bahwa LPKNI telah bertindak sebagai advokat dari konsumen yang bernama Choirul Saleh. Penilaian hakim mengenai LPKNI bertindak sebagai advokat karena LPKNI dalam mengajukan gugatan atas kepentingan seorang konsumen saja. LPKNI yang dinilai telah bertindak sebagai advokat pun tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 dan tidak memenuhi syarat sebagai penerima kuasa insidentil. Menurut penulis, majelis hakim seharusnya tidak menilai LPKNI sebagai advokat. Berdasarkan Undang- 17

Undang Perlindungan Konsumen LPKSM bertugas membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya. Pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pun tidak diartikan sekelompok orang pemakai jasa dan/atau barang, tetapi setiap orang pemakai barang dan atau jasa. Selain itu Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberika kuasa kepada LPKSM untuk dapat mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha dengan syarat sebagaimana tercantum dalam Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. c. Putusan Pengadilan Negeri Malang No. 68/Pdt.G/2014/PN.Mlg Majelis memutuskan bahwa gugatan yang diajukan oleh LPKNI tidak dapat diterima. Hakim menafsirkan bahwa hak gugat organisasi yang diatur Pasal 46 Ayat (1) Huruf c dan Pasal 46 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus mewakili kepentingan sekelompok konsumen, sehingga apabila LPKSM bertindak untuk kepentingan seorang konsumen, dianggap telah bertindak sebagai advokat. Hakim sendiri telah menilai bahwa LPKNI merupakan LPKSM yang diakui pemerintah, berbadan hukum, anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirian LPKNI untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Menurut penulis mengenai pertimbangan hakim yang menyimpulkan dari ketentuan Pasal 46 Ayat (1) Huruf c dan Pasal 46 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen bahwa LPKSM dapat bertindak sebagai penggugat apabila mewakili sekelompok konsumen adalah tidak tepat. Hal tersebut karena tidak ada penjelasan dan pengaturan lebih lanjut mengenai persyaratan suatu LPKSM untuk dapat mengajukan gugatan baik dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun peraturan lainnya. Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya mengatur bahwa LPKSM dapat mengajukan gugatan apabila telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 46 Ayat (1) dan gugatan tersebut diajukan kepada peradilan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 46 Ayat (2). Tugas dari LPKSM sendiri yaitu membantu konsumen untuk melindungi haknya, dimana konsumen berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jelas bahwa dari pengertian konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut tidak menyebutkan bahwa konsumen adalah sekelompok orang pemakai barang dan/atau jasa, sehingga pendapat majelis hakim tidak dapat diterima karena bertentangan dengan hukum yang berlaku. d. Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen No. 62/Pdt.G/2013/PN.KPJ Majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen No. 62/Pdt.G/2013/PN.KPJ memutuskan bahwa gugatan yang diajukan oleh LPKNI sebagai penggugat I dan Mardi sebagai penggugat II tidak dapat diterima. Hal tersebut karena penggugat satu tidak memenuhi syarat sebagai LPKSM yang dapat mengajukan gugatan di pengadilan. Syarat yang tidak terpenuhi oleh LPKNI adalah berbentuk badan hukum atau yayasan. Menurut penulis, putusan hakim pada perkara tersebut sudah tepat tetapi dasar pertimbangan hakim yang kurang tepat. Seharusnya selain mempertimbangkan apakah LPKNI memenuhi 18

syarat sebagai LPKSM yang berbadan hukum, hakim juga sebaiknya mempertimbangkan apakah perkara tersebut merupakan perkara hukum perlindungan konsumen. LPKNI mengajukan gugatan setelah menerima pengaduan individu yang merasa dirugikan setelah melakukan pinjaman kepada koperasi unit simpan pinjam. Berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang pada saat itu masih berlaku, mengatur bahwa koperasi simpan pinjam hanya dapat memberikan pinjaman kepada anggotanya saja dan apabila telah memberikan pinjaman kepada non-anggota maka wajib mendaftarkan orang tersebut menjadi anggota koperasi paling lambat 3 bulan sejak berlakunya Undang-Undang Perkoperasian. Koperasi sendiri tidak termasuk pelaku usaha jasa keuangan, sehingga perkara tersebut tidak termasuk perkara perlindungan konsumen dan LPKNI tidak dapat mengajukan gugatan atas pengaduan tersebut dengan dasar Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. e. Putusan Pengadilan Negeri Barabai No. 03/PDT.G/2013/PN.Brb Majelis hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Barabai No. 03/PDT.G/2013PN.Brb memutuskan bahwa gugatan yang diajukan oleh Khairil Anwar Mahdus selaku penggugat yang memberikan kuasanya kepada direktur dan jajaran pengurus Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Kalimantan (YLPKK) tidak dapat diterima. Menurut penulis, keputusan majelis hakim dalam memutuskan bahwa gugatan yang diajukan oleh penggugat tidak dapat diterima sudah tepat. Hal tersebut karena dalam gugatannya, penggugat mendasarkan pengajuan gugatan tersebut berdasarkan Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang- Undang Perlindungan Konsumen, yang mengatur mengenai gugatan yang dapat diajukan oleh LPKSM yang memenuhi syarat sebagaiman diatur dalam pasal tersebut. Namun dalam kenyataan dalam gugatan tersebut YLPKK tidak mengajukan gugatan yang menempatkan dirinya sebagai penggugat secara langsung, tetapi dia bertindak selaku wakil dari seorang konsumen yang bernama Khairil Anwar berdasarkan surat kuasa. YLPKK dalam gugatan ini bertindak selaku penerima kuasa atau pemberi jasa hukum untuk beracara dimuka persidangan. YLPKK yang diwakili oleh direktur dan jajaran pengurusnya tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Advokat serta tidak memenuhi syarat sebagai kuasa insidentil. III. PENUTUP Dasar hukum hak gugat organisasi (legal standing) pada perkara hukum perlindungan konsumen di Indonesia diatur dalam Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Syarat yang harus dipenuhi oleh LSM yang bertindak sebagai wakil dalam pengajuan gugatan legal standing pada perkara hukum perlindungan konsumen di Indonesia yaitu LSM tersebut terdaftar pada pemerintah kabupaten/kota dan bergerak di bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya yang disebut sebagai LPKSM dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Selain itu syarat yang harus dipenuhi oleh LPKSM untuk mengajukan gugatan yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang 19

dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirkannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. Penerapan gugatan legal standing dalam perkara perlindungan konsumen di Indonesia belum berjalan secara efektif. Gagalnya gugatan-gugatan legal standing yang diajukan LPKSM untuk melindungi kepentingan konsumen disebabkan oleh beberapa faktor yang pertama yaitu terdapat perbedaan penafsiran mengenai kepentingan yang harus diwakili LPKSM. Pengadilan menafsirkan bahwa gugatan legal standing harus mewakili kepentingan konsumen dalam jumlah yang banyak. Namun Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak mengatur bahwa sekelompok konsumen merupakan subjek hukum yang harus diwakili oleh LPKSM, sehingga seharusnya dikembalikan kepada pengertian konsumen yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen itu sendiri yang menyebutkan bahwa konsumen merupakan setiap orang pengguna barang dan/atau jasa. Sehingga jelas bahwa penafsiran pengadilan mengenai kepentingan konsumen yang diwakili LPKSM bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen itu sendiri. Kedua, tidak pahamnya LPKSM mengenai syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengajukan gugatan sebagimana telah diatur dalam Pasal 46 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjadi penyebab gugatan yang diajukan tidak dapat diterima. Selain itu, tidak diaturnya hukum formil dari mekanisme gugatan legal standing dalam perkara perlindungan konsumen membuat tidak adanya dasar hukum yang jelas bagi para pihak untuk menerapkan mekanisme gugatan legal standing. DAFTAR PUSTAKA Muhammad, Abdulkadir, 2012. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Bintoro, Rahardi Wasi, 2010. Tuntutan Hak dalam Persidangan Perkara Perdata. Jurnal Dinamika Hukum, 10 (2): 147. http://id.portalgaruda.org. 20