BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia Pesatnya pembangunan saat ini yang ditopang dengan modernitas industrial dan mesin-mesin teknologi mutakhir telah menyebabkan sumbersumber daya alam mengalami degradasi, penyusutan kualitas dan kuantitas serta menambah agenda permasalahan yang ditimbulkannya. Dari perspektif ekologi dan lingkungan hidup, degradasi lingkungan dicirikan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas dari kondisi tanah, air, udara, tanah dan aspek fisik lainnya yang dapat menghadirkan krisis dan permasalahan lingkungan hidup dan penurunan kualitas lingkungan dari waktu ke waktu (Marfai, 2013). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik sacara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jenis pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi 3 jenis yaitu pendidikan formal yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi; pendidikan nonformal yaitu berupa jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara 8
terstruktur dan berjenjang; serta pendidikan informal berupa pendidikan yang diperoleh melalui keluarga dan lingkungan (Mendiknas, 2014). Menurut Nurjhani (2009), pendidikan lingkungan dibutuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini agar mereka mengerti dan tidak merusak lingkungan. Hal ini dipengaruhi beberapa aspek antara lain : a) Aspek Kognitif, pendidikan lingkungan hidup mempunyai fungsi untuk meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan lingkungan, juga mampu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, dan evaluasi. b) Aspek Afektif, pendidikan lingkungan hidup berfungsi meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam. c) Aspek Psikomotorik, pendidikan lingkungan hidup berperan dalam meniru, memanipulasi dalam berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya dalam upaya meningkatkan budaya mencintai lingkungan. d) Aspek minat, pendidikan lingkungan hidup berfungsi meningkatkan minat dalam diri anak. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) pada tanggal 19 Februari 2004 bersama-sama dengan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri telah menetapkan Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Kebijakan PLH ini merupakan kebijakan dasar sebagai arahan bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan dan pengembangan PLH di Indonesia. Pendidikan Lingkungan Hidup diyakini sebagai solusi yang efektif dan 9
efisien dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pendidikan Lingkungan Hidup yang telah dilakukan di Indonesia selama ini masih belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan kesadaran dan perilaku masyarakat dalam melakukan tindakan yang menguntungkan atau berpihak pada lingkungan hidup dan masyarakat (Shamadi, 2012). Menurut Shamadi (2012), dalam implementasinya, baik melalui pendidikan formal, non formal maupun informal, kebijakan diarahkan agar semua pihak dapat melakukan: pengembangan kelembagaan PLH; peningkatan kualitas sumber daya manusia; pengembangan sarana dan prasarana;peningkatan dan efisiensi penggunaan anggaran; pengembangan materi PLH; peningkatan komunikasi dan informasi; pemberdayaan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengembangan; dan pengembangan metode PLH. Kedelapan aspek kebijakan tersebut perlu ditumbuh-kembangkan sehingga dapat menjadi alat penggerak yang efisien dan efektif bagi kemajuan PLH di Indonesia. Menurut Shamadi (2012), demi keberhasilan pendidikan lingkungan hidup seluruh instansi terkait, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat dapat bersinergi melaksanakan kegiatan PLH. Sampai saat ini, PLH di Indonesia belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Masing-masing pemangku kepentingan (stakeholder) melaksanakan kegiatan PLH secara parsial dan mengukur kinerja keberhasilan berdasarkan perspektif masingmasing. Dalam Hermawan (2000), Pendidikan lingkungan hidup dewasa ini 10
banyak dibicarakan orang, karena telah tampak adanya gejala dan kecenderungan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh ulah manusia misalnya pencemaran sumber daya air dan sungai sebagai akibat dari pembuangan limbah industri dan limbah rumah tangga serta banyak kasus lain yang sekarang sudah menjadi fenomena umum. Menurut Hegemer (1998) dalam Hidayati (2013), pendidikan lingkungan hidup mencakup elemen-elemen antara lain : 1. Pendidikan lingkungan hidup mengajarkan agar orang dapat menerima lingkungan hidup yang nyata sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh dan tidak tercipta dengan sia-sia. 2. Pendidikan lingkungan hidup memungkinkan siswa melihat sebab-sebab pencemaran dan perusakan lingkungan dan menjauhkan diri dari perilaku yang mencemari lingkungan. 3. Pendidikan lingkungan menuntut keteladanan hidup orang dewasa. 4. Pendidikan lingkungan meliputi pendidikan intensif dan menghubungkan manusia dengan alam secara erat (tak terpisahkan) dan menjadikan siswa dapat berkomunikasi secara damai dengan semua makhluk hidup. 5. Pendidikan lingkungan mempersiapkan manusia yang memiliki pandangan/sikap dasar ekologis. Menurut Hidayati (2013), pendidikan lingkungan hidup dapat dijadikan solusi, karena dengan pendidikan lingkungan maka siswa akan mendapatkan pengetahuan mengenai lingkungan hidup, kemudian akan menimbulkan kesadaran pada dirinya sendiri dan orang lain dan akhirnya akan melakukan tindakan yang 11
positif terhadap lingkungan. Menurut Saragih (2012), dengan mempelajari pendidikan lingkungan, anak didik akan semakin menyatu dengan alam, dan semakin memahami fungsi alam tersebut dan bagaimana merawatnya demi menjaga keseimbangan. Pendidikan lingkungan hidup mengharapkan generasi muda yang sadar lingkungan serta selalu bertindak positif yang didasari lingkungan. 2.2. Pengertian dan Tujuan Program Adiwiyata Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman lingkungan hidup kepada peserta didik dan masyarakat, maka pada tanggal 3 Juni 2005 telah ditandatangani Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional. Realisasi dari kesepakatan tersebut, pada tanggal 21 Pebruari 2006 telah dicanangkan Program Adiwiyata, yaitu Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan. Program Adiwiyata dicanangkan untuk mendorong dan membentuk sekolah-sekolah di Indonesia agar dapat turut melaksanakan upaya-upaya pemerintah menuju pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi sekarang maupun yang akan datang. Kata adiwiyata berasal dari kata Sansekerta ADI bermakna : besar, agung, baik, sempurna. WIYATA bermakna : tempat dimana seseorang mendapat ilmu pengetahuan, norma. Jadi, Adiwiyata bermakna : Tempat yang baik dan ideal dimana diperoleh ilmu pengetahuan dalam bidang lingkungan hidup, norma serta 12
etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup dan cita-cita pembangunan berkelanjutan(klh, 2014). Dalam Monalisa (2013), tujuan program adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik. Untuk mencapai tujuan program Adiwiyata, maka ditetapkan 4 komponen program yang menjadi satu kesatuan utuh dalam mencapai sekolah adiwiyata, yaitu : a. Kebijakan berwawasan lingkungan. b. Pelaksaan kurikulum berbasis lingkungan. c. Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif. d. Pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan. Pada tahap awal 2006, Program Adiwiyata dilaksanakan di wilayah Pulau Jawa dengan melibatkan seluruh unsur terkait seperti instansi pemerintah, perguruan tinggi dan LSM yang bergerak di bidang pendidikan lingkungan. Namun dengan berjalannya waktu, diluar dugaan, program yang tidak menawarkan insentif materi ini, menunjukkan peningkatan antusiasme sekolah untuk bergabung. Pada Tahun 2014 ini, sekolah yang telah berpartisipasi mengikuti program adiwiyata berjumlah 7.761, adiwiyata nasional 1.255, adiwiyata mandiri yang meliputi 33 provinsi. Pada tahun 2014 inipenghargaan Adiwiyata Nasional diberikan oleh Presiden RI kepada 498 (empat ratus sembilan puluh delapan) sekolah dari 30 provinsi(klh, 2014). Pada tahun-tahun mendatang program ini akan terus dikembangkan lebih luas lagi. Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan semua pihak terkait sangat 13
berkepentingan dengan program ini. Harapan kami, kegiatan Adiwiyata ini dapat menjadi alat pemacu semua pihak, terutama bagi semua pemerintah daerah dalam pelaksanaan PLH. Sehingga semakin banyak sekolah yang peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup, maka semakin banyak pula anak didik di kemudian hari yang bertanggungjawab terhadap pelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian cita-cita pembangunan berkelanjutan dapat terwujud. Tim Penilai Adiwiyata terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yaitu: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pendidikan Nasional, LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Jaringan Pendidikan Lingkungan, Perguruan Tinggi, Swasta dll. Sedangkan Dewan Pengesahan Adiwiyata terdiri dari Pakar Lingkungan, Pakar Pendidikan Lingkungan, wakil dari Perguruan Tinggi dan lain sebagainya (KLH 2014). 2.3. Indikator dan Kriteria Program Adiwiyata Beberapa indikator dan kriteria program Adiwiyata diantaranya adalah : 1. Kebijakan Berwawasan Lingkungan Untuk mewujudkan sekolah yang berwawasan lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatankegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan berkelanjutan.pengembangan kebijakan sekolah tersebut antara lain : 14
a. Visi, misi dan Tujuan sekolah tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). b. Struktur kurikulum memuat muatan lokal, pengembangan diri terkait kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. c. Mata pelajaran wajib dan/atau Mulok yang terkait Pendidikan Lingkungan Hidup dilengkapi dengan Ketuntasan minimal belajar. d. Rencana kegiatan dan anggaran sekolah memuat upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. e. Kebijakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (tenaga kependidikan dan non-kependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup. f. Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam. g. Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat. 2. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari (isu lokal). Pengembangan kurikulum tersebut dapat dilakukan antara lain: a. Menerapkan pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran. 15
b. Mengembangkan isu lokal dan atau isu global sebagai materi pembelajaran lingkungan hidup. c. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap dan baik untuk kegiatan didalam kelas, laboratorium, maupun di luar kelas. d. Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran lingkungan hidup. e. Mengkomunikasikan hasil inovasi pembelajaran lingkungan hidup. f. Penggalian dan pengembangan materi dan persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar. g. Pengembangan kegiatan kurikuler untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup. 3. Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif Sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: a. Membudayakan pemeliharaan dan perawatan gedung dan lingkungan sekolah dilaksanakan oleh warga sekolah. b. Memanfaatkan lahan dan fasilitas sekolah sesuai dengan kaidah-kaidah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. c. Menciptakan kegiatan ekstra kurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis patisipatif di sekolah. 16
d. Menumbuhkan kreativitas dan inovasi warga sekolah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. e. Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar. f. Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah. g. Menjadi narasumber dalam rangka pembelajaran lingkungan hidup. h. Memberikan dukungan untuk meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 4. Pengelolaan Sarana Prasarana Pendukung Ramah Lingkungan Dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang baik disekolah perlu didukung sarana dan prasarana yang ramah lingkungan, antara lain meliputi: a. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung sekolah yang ada untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup disekolah. b. Menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung pembelajaran lingkungan hidup. c. Memelihara sarana dan prasarana sekolah yang ramah lingkungan. d. Meningkatkan pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi sekolah. e. Penghematan sumberdaya alam (listrik, air, dan ATK). f. Peningkatan kualitas pelayanan kantin sehat dan ramah lingkungan. g. Melaksanakan sistem pengelolaan sampah. Pada dasarnya program Adiwiyata tidak ditujukan sebagai suatu kompetisi atau lomba. Penghargaan Adiwiyata diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada 17
sekolah yang mampu melaksanakan upaya peningkatan pendidikan lingkungan hidup secara benar, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Penghargaan diberikan pada tahapan pemberdayaan (selama kurun waktu kurang dari 3 tahun) dan tahap kemandirian (selama kurun waktu lebih dari 3 tahun) (KLH, 2014). 2.4. Latar Belakang SMA Negeri 2 Sidikalang SMA Negeri 2 Sidikalang adalah salah satu sekolah menengah atas negeri di Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, dengan status sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN). Lokasi SMA Negeri 2 Sidikalang pada awalnya merupakan sekolah tempat mendidik para calon guru yang lebih dikenal pada masa itu dengan sebutan SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Negeri Sidikalang. Seiring perkembangan pendidikan di Indonesia, SPG Negeri Sidikalang berubah menjadi sebuah sekolah menengah atas negeri dengan nama SMA Negeri 2 Sidikalang. SMA Negeri 2 Sidikalang beralamat di Jalan Air Bersih No. 64, Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang danterletak lebih kurang 2,5 km dari pusat kota Sidikalang. Siswa-siswi SMA Negeri 2 Sidikalang berasal dari berbagai sekolah SMP yang terdapat di Kabupaten Dairi dengan berbagai suku dan latar belakang yang sebagian besar berbeda (Dispen. Kab. Dairi, 2016). 2.4. Latar Belakang SMA Negeri 1 Silahisabungan Dalam rangka peningkatan pelayanan pendidikan bagi masyarakat di Kabupaten Dairi maka pada tahun 2006 bulan juli dibuka dan disebut SMA 18
FILIAL dari SMA Negeri 1 Sumbul di Silahisabungan dan mulai menerima murid baru Tahun Pelajaran 2006/2007, sebagai Pelaksana harian Kepala Sekolah adalah Bastaria Sinulingga S.Pd. (Kepala SMP Negeri 1 Silahisabungan)dan menumpang belajar di gedung SMP Negeri 1 Silahisabungan. Berdasarkan surat keputusan BUPATI DAIRI No. 115 TAHUN 2007 tanggal 09 Maret 2007 Tentang penetapan pendirian Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Silahisabungan, Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi yang menetapkan dibukanya SMA baru, maka terhitung mulai tanggal tersebut SMA FILIAL berubah nama menjadi SMA Negeri 1 Silahisabungan, dan mulai tanggal tersebut tanggal resminya SMA ini berdiri. Pada tahun pelajaran 2007/2008, sekolah ini mulai menempati Gedung Baru SMA Negeri 1 Silahisabungan,beralamat di jalan Pinggan Matio Silalahi, berjarak 48 Km dari ibukota Kabupaten. SMA Negeri 1 Silahisabungan berada di pingggiran Danau Toba yang hanya berjarak 300 m dari pinggir pantai Tao Silalahi. Siswa-siswi SMA Negeri 1 Silahisabungan berasal dari berbagai SMP yang terdapat di Kecamatan Silahisabungan (Dispen. Kab. Dairi, 2016). 19