The Good Girl
The Good Girl Mary Kubica Penerbit Pt Elex Media Komputindo
Originally published as The Good Girl 2014 Mary Kyrychenko Translation by Elex Media Komputindo as The Good Girl 2018 All rights reserved including the right of reproduction in whole or in part in any form. This edition is published by arrangement with Harlequin Mira. Alih Bahasa: Airien Kusumawardani Editor: Grace Situngkir Hak Cipta Terjemahan Indonesia Penerbit PT Elex Media Komputindo Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan pertama kali pada tahun 2018 oleh Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 718030178 ISBN: 978-602-04-5397-2 Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan
Untuk A & A
EVE SEBELUM Aku sedang duduk sambil menyesap secangkir cokelat panas di meja sarapan ketika telepon berdering. Aku sedang tenggelam dalam lamunanku, memandangi jendela belakang ke arah halaman rumput yang saat ini, di tengah permulaan musim gugur, berlimpah dengan dedaunan. Sebagian besar daunnya sudah mati, sebagian lagi masih menempel tanpa kehidupan di pepohonan. Hari sudah sore. Langit mendung, suhu udara terjun bebas menjadi sekitar lima sampai sepuluh derajat. Aku tidak siap untuk ini, pikirku, sambil bertanyatanya sebenarnya ke mana lenyapnya waktu. Sepertinya baru kemarin kami menyambut musim semi, lalu beberapa saat kemudian, musim panas. Dering telepon mengejutkanku dan aku yakin itu adalah promosi lewat telepon, jadi awalnya aku tidak repot-repot bangkit dari tempat dudukku. Aku menikmati kedamaian beberapa jam terakhir sebelum James masuk dengan langkah berisik lalu mengganggu duniaku. Dan hal terakhir yang ingin kulakukan adalah membuang-buang beberapa menit berharga untuk promosi yang sudah pasti akan kutolak. Dering telepon yang menjengkelkan itu berhenti lalu terdengar kembali. Aku menjawabnya hanya dengan alasan untuk membuatnya berhenti.
2 Mary Kubica Halo? sapaku dengan nada jengkel, sekarang aku berdiri di tengah dapur, sebelah pinggulku bersandar pada konter. Mrs. Dennett? tanya seorang wanita. Sesaat terlintas di pikiranku untuk mengatakan salah sambung atau mengakhiri promosinya seketika itu juga dengan kata sederhana tidak tertarik. Aku sendiri. Mrs. Dennett, ini Ayanna Jackson. Aku pernah mendengar nama itu. Aku belum pernah bertemu dengannya, tapi wanita itu sudah berada dalam kehidupan Mia lebih dari setahun. Berapa kali aku pernah mendengar Mia mengatakan namanya: Aku dan Ayanna melaku kan ini. Aku dan Ayanna melakukan itu. Ayanna sedang men je laskan bagaimana dia mengenal Mia, bagaimana mereka berdua mengajar di SMA alternatif yang sama di pusat kota. Kuharap aku tidak mengganggu, kata wanita itu. Aku menarik napas. Oh, tidak, Ayanna, aku baru saja masuk, aku berbohong. Mia akan berulang tahun ke dua puluh lima sebulan lagi: 31 Oktober. Mia lahir di hari Halloween dan aku mengira Ayanna menghubungiku soal ini. Dia ingin merencanakan pesta pesta kejutan? untuk putriku. Mrs. Dennett, Mia tidak datang ke sekolah hari ini, kata Ayanna. Bukan ini yang kukira akan kudengar. Perlu sesaat untuk mengatur ulang pikiranku. Yah, dia pasti sakit, jawabku. Pikiran pertamaku adalah untuk menutup-nutupi perbuatan anakku; Mia pasti memiliki penjelasan yang layak kenapa dia tidak pergi bekerja atau menelepon dan meminta izin. Putriku seseorang yang berjiwa bebas, ya, tapi juga dapat diandalkan. Kau belum mendengar kabar darinya? Belum, sahutku, dan ini bukan sesuatu yang aneh. Kami bisa berhari-hari, kadang berminggu-minggu, tidak saling bicara. Sejak surel diciptakan, bentuk komunikasi terbaik kami adalah meng irimkan hal-hal sepele lewat surel.
The Good Girl 3 Aku berusaha menelepon ke apartemennya, tapi tidak ada jawaban. Apa kau meninggalkan pesan? Beberapa. Dan Mia belum balik menghubungimu? Belum. Aku mendengarkan wanita di ujung sambungan itu dengan hanya separuh hati. Aku memandangi jendela, mengamati anak-anak tetanggaku mengguncangkan pohon ramping agar sisa dedaunannya gugur menimpa mereka. Anak-anak itu adalah jamku; saat mereka mun cul di halaman belakangku aku tahu hari sudah sore, sekolah sudah selesai. Saat mereka kembali ke rumah, sudah waktunya bagiku mulai me masak makan malam. Ke ponselnya? Langsung tersambung dengan penerima pesan. Apa kau Aku meninggalkan pesan. Kau yakin Mia tidak memberi kabar ke sekolah hari ini? Bagian administrasi tidak pernah mendengar kabar darinya. Aku khawatir Mia akan terlibat masalah. Aku khawatir dia akan dipecat. Kenyataan bahwa mungkin Mia berada dalam kesulitan belum melintas di pikiranku. Kuharap ini belum menimbulkan masalah besar. Ayanna menjelaskan bahwa murid jam pelajaran pertama kelas Mia tidak memberi tahu siapa pun bahwa guru mereka tidak masuk dan barulah saat jam pelajaran kedua kabar akhirnya tersebar: Ms. Dennett tidak datang hari ini dan tidak ada guru pengganti. Kepala sekolah turun tangan untuk menertibkan kelas sampai guru pengganti tiba; dia mendapati grafiti ala geng mencoreti dinding tempat Mia menyimpan perlengkapan seninya yang sangat mahal, perlengkapan yang ia beli sendiri saat pihak administrasi sekolah menolak untuk membelikannya.
4 Mary Kubica Mrs. Dennett, tidakkah menurutmu itu aneh? tanya Ayanna. Mia tidak pernah seperti ini. Oh, Ayanna. Aku yakin Mia punya alasan yang kuat. Misalnya? tanya Ayanna. Aku akan menghubungi rumah sakit. Ada beberapa di sekitar tem pat tinggal Aku sudah melakukannya. Kalau begitu teman-temannya, tambahku, tapi aku tidak menge nal satu pun teman Mia. Aku pernah mendengar nama-nama sam bil lalu, misalnya Ayanna dan Lauren, dan aku tahu ada seseorang berkewarganegaraan Zimbabwe dengan visa pelajar yang akan dideportasi serta bahwa Mia menganggap hal tersebut tidak adil. Tapi aku tidak mengenal mereka, dan sulit mencari tahu nama keluarga atau informasi kontak. Aku sudah melakukan itu. Mia akan muncul, Ayanna. Ini hanya kesalahpahaman. Mung kin ada jutaan alasan untuk ini. Mrs. Dennett, kata Ayanna dan barulah ketika itu aku menyadari sesuatu: ada sesuatu yang salah. Kesadaran tersebut menghantam perutku dan hal pertama yang terlintas dalam pikiranku adalah diriku saat sedang mengandung Mia di usia tujuh atau delapan bulan. Anakku menendang dan meninju begitu kuat hingga sosok kaki dan tangan mungil menonjol di perutku. Aku menarik bangku dan duduk di depan konter lalu berpikir bahwa sebelum aku menyadari nya, Mia akan berulang tahun ke dua puluh lima dan aku sama sekali belum membelikan hadiah untuknya. Aku belum mengusulkan pesta atau menyarankan agar kami semua, aku, James, Grace, dan Mia me mesan tempat untuk makan malam yang elegan di pusat kota. Kalau begitu, menurut saranmu, apa yang harus kita lakukan? tanyaku. Terdengar desah napas di ujung lain telepon. Awalnya kuharap kau akan mengatakan bahwa Mia sedang bersamamu, jawabnya.