BAB I PENDAHULUAN. kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, nilai-nilai pembentukan dan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Sains SMP umumnya belum menggunakan metode/strategi. yang dapat menarik minat belajar siswa. Pembelajaran Sains di SMPN 1

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, seiring dengan kemajuan peradaban yang pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika bertujuan untuk membekali siswa agar memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh peran guru dan siswa sebagai induvidu- individu yang terlibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam menjamin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah, sehingga tanggung jawab para pendidik di

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

dengan skor 613. Berdasarkan nilai rata-rata untuk mata pelajaran Matematika, provinsi terbaik adalah DKI Jakarta dengan rata-rata 71,19.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas proses pembelajaran, dimana peserta didik kurang mampu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika di tingkat SMA diajarkan sebagai mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. perguruan tinggi. Sampai saat ini, matematika merupakan salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah .

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah pun berperan aktif

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. usaha sistematis yang terorganisasi untuk memajukan belajar, membina

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh siswa kelas VII SMPN 1 Bandar Lampung. Berdasarkan hasil

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kegiatan belajar mengajar yang terjadi, guru selalu memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Materi Ekologi merupakan materi yang mempelajari hubungan timbal balik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan,

IMPLIKASI PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dewasa ini diarahkan untuk peningkatan kualitas belajar,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu (curiosity) siswa, proses uji coba (trial and error), analisa konsep

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Azza Nuzullah Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Melalui pendidikan dapat dibentuk sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjadi motor penggerak kemajuan dan kemakmuran bangsa. Proses pendidikan terarah pada peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, nilai-nilai pembentukan dan pengembangan diri. Sesuai dengan Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006, bahwa pada Sistem Pendidikan Nasional telah ditetapkan delapan standar pendidikan nasional, salah satunya adalah standar kompetensi lulusan. Kompetensi lulusan yang diharapkan oleh Kurikulum untuk SMA adalah dapat menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan. Proses pendidikan di Indonesia selalu mengalami penyempurnaan, baik dalam sistemnya ataupun hal yang berkaitan langsung dengan praktek pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses membantu siswa untuk memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Proses pembelajaran harus benar-benar memperhatikan keterlibatan siswa. Pembelajaran menurut Rusman (2011) merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen tersebut harus diperhatikan guru dalam memilih dan menentukan model pembelajaran yang akan digunakan. Pemilihan model pembelajaran yang 1

2 tepat dapat memberikan dampak positif pada penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan dan hasil belajar siswa. Pada kenyataan di lapangan, proses pembelajaran yang ada selama ini belum optimal karena siswa masih belum aktif dalam mengikuti pembelajaran. Siswa hanya duduk diam dan mendengarkan materi dari guru. Pembelajaran yang sering dilakukan oleh guru adalah pembelajaran ekspositori (exspository learning) yang merupakan proses pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Pada model pembelajaran ini guru sangat aktif dalam proses pembelajaran tetapi siswa sangat pasif, menerima dan mengikuti penjelasan dari guru. Sehingga dapat dikatakan model pembelajaran ekspositori merupakan proses pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered), guru menjadi sumber dan pemberi informasi utama (Sanjaya, 2006). Pembelajaran seperti ini akan mengakibatkan keterampilan berpikir kritis siswa kurang optimal dan hal ini tidak sesuai dengan standar kompetensi lulusan menurut Peraturan Menteri no 23 tahun 2006. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Sadia (2008), menunjukkan bahwa keterampilan berpikir siswa SMPN dan SMAN di Provinsi Bali masih rendah. Sejalan dengan Arnyana (2006) menemukan bahwa pembelajaran yang dilakukan pada mata pelajaran biologi lebih menekankan pada pemberian informasi. Kondisi pembelajaran seperti itu menyebabkan kecenderungan guru hanya mengutamakan kemampuan kognitif saja. Hal ini dapat mempersulit tercapainya kompetensi lulusan yang diharapkan oleh Kurikulum untuk SMA yaitu dapat menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan.

3 Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan peneliti di SMAN 1 Kualuh Selatan pada bulan Februari 2015 selama dua minggu, terlihat bahwa pembelajaran biologi sudah berusaha menerapkan beberapa metode belajar seperti ceramah, diskusi, tanya jawab, dan kegiatan praktikum di laboratorium. Penggunaan metode ini sangat dominan dalam pembelajaran. Namun di sisi lain masih banyak siswa yang tidak memperhatikan dengan seksama saat guru menjelaskan materi, masih sering berbicara dengan temannya, ataupun asyik sendiri di bangkunya melakukan hal seperti menggambar atau menulis hal lain yang tidak ada hubungannya dengan materi belajar. Kebanyakan siswa diam saat diberi pertanyaan dan jika ada siswa yang menjawab pertanyaan hanya terfokus pada beberapa orang saja, sehingga keterlibatan siswa tidak menyeluruh. Pembelajaran masih dominan terfokus pada guru, dan guru kurang melakukan variasi model dalam belajar sehingga semakin mendukung kepasifan siswa dalam pembelajaran (monoton). Pengajaran sains seperti biologi merupakan proses aktif yang berlandaskan konsep konstruktivisme yang berarti bahwa sifat pengajaran sains adalah pengajaran yang berpusat pada siswa. Jika kepasifan siswa ini berlangsung terus dalam proses pembelajaran dapat mengakibatkan rendahnya nilai siswa dalam pelajaran biologi. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai ulangan di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Rendahnya nilai siswa ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami materi dengan baik, serta menunjukkan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan atau meningkatkan kemampuan siswa baik dalam pemahaman dan berpikir kritis,

4 serta mengurangi kepasifan siswa dalam pembelajaran biologi, maka guru harus menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Pembelajaran yang menyenangkan menjadi langkah awal untuk mencapai hasil belajar yang berkualitas (Nurhadi, 2004). Pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai macam metode di dalamnya. Beberapa diantaranya adalah dengan menggunakan metode inquiry dan discovery. Pemilihan kedua metode pembelajaran tersebut didasarkan atas karakteristik dari metode pembelajaran yang menitikberatkan pada peran sentral siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Selain itu melalui proses pemecahan masalah dalam pembelajaran, siswa dapat menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan berbagai pengalaman belajar melalui proses mentalnya sendiri, sehingga membuat siswa menjadi lebih termotivasi (menjadi lebih aktif, kritis, dan kreatif). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Naibaho (2014) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis IPA dan keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan metode inquiry, terutama metode inquiry terbimbing. Selain itu, Afnidar (2012) juga menyatakan hal yang sama bahwa dalam hasil penelitiannya menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan metode inquiry, terutama inquiry terbimbing. Penelitian yang dilakukan Alex (2013) menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar siswa SMA yang menggunakan metode penemuan terbimbing dengan yang tidak menggunakan metode penemuan terbimbing pada mata pelajaran Matematika di Ejigbo, Nigeria. Senada dengan Septiasih (2012), penerapan metode penemuan terbimbing dapat

5 meningkatkan pembelajaran IPA siswa yang ditandai dengan ketercapaian indikator dan adanya peningkatan persentase penggunaan langkah-langkah penemuan terbimbing dari setiap siklusnya. Pencapaian ketuntasan belajar siswa siklus I mencapai 90,5% dan siklus II mencapai 95,2%. Hasil penelitian Karim (2011) menunjukkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau berdasarkan level sekolah, sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Berdasarkan temuan penelitian, maka pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat dijadikan alternatif metode pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Menurut Susila (2014) agar terjadi pengkonstruksian pengetahuan secara bermakna, guru haruslah melatih siswa untuk berpikir lebih kritis dalam menganalisis maupun dalam memecahkan masalah yang ada. Dalam hal ini, kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah usaha yang dilakukan untuk menguasai keterampilan tertentu dalam mengidentifikasi dan menggunakan standar dan kriteria dari bidang logika. Siswa yang mampu berpikir kritis adalah siswa yang mampu memahami, memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi permasalahan serta meneliti permasalahan yang diberikan, sehingga mereka mampu mendorong dirinya atau orang lain dalam memecahkan permasalahan yang mereka hadapi (Rosalin, 2008). Keterampilan proses perlu dimunculkan sebagai kemampuan yang perlu diukur keberhasilannya berdasarkan indikator pencapaian hasil belajar. Di dalam pembelajaran biologi, perlu adanya

6 pendekatan keterampilan proses sains agar memiliki sikap ilmiah seperti saintis karena keterampilan proses sains merupakan perilaku saintis yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui pembelajaran di kelas. Bahar (1992) menyatakan bahwa keterampilan proses sains dalam pembelajaran dapat memberi kesempatan lebih banyak pada siswa untuk berperan aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapkan pada mereka. Keterampilan proses sains merupakan salah satu pendekatan mengajar yang dapat melatih siswa dalam proses berpikir. Noor (1996) menyatakan bahwa proses pembelajaran dengan keterampilan proses sains adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan proses siswa sendiri. Pembelajaran dengan keterampilan proses pada hakekatnya sama dengan upaya peningkatan keterampilan berpikir kritis karena adanya indikator-indikator yang bersifat hampir sama, antara lain: membuat induksi atau deduksi dengan membuat kesimpulan atau menafsirkan, mengidentifikasi kerelevanan dan ketidakrelevanan dengan mengamati persamaan dan perbedaan, mempertimbangkan keputusan dengan menerapkan konsep/prinsip. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa metode inquiry dan discovery dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa. Sehubungan dengan hal tersebut, maka akan dilakukan penelitian di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa melalui metode inquiry dan discovery pada mata pelajaran biologi.

7 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan pembelajaran biologi di sekolah, antara lain: 1. Siswa tidak memperhatikan dengan seksama saat guru menjelaskan materi belajar. 2. Kebanyakan siswa diam saat diberi pertanyaan dan jika ada siswa yang menjawab pertanyaan hanya terfokus pada beberapa orang saja. 3. Pembelajaran masih dominan terfokus pada guru dimana guru sebagai sumber belajar di kelas (teacher centered). 4. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran tidak menyeluruh. 5. Metode mengajar yang digunakan guru masih kurang bervariasi, masih dominan dengan ceramah, diskusi dan tanya jawab. 6. Hasil belajar biologi siswa rendah yang dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan biologi masih di bawah nilai KKM. 7. Rendahnya nilai biologi siswa ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami materi dengan baik, serta menunjukkan rendahnya keterampilan proses sains siswa. 1.3. Batasan Masalah Identifikasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa banyak permasalahan yang perlu dicari pemecahannya sehubungan dengan model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran biologi.

8 Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian ini membatasi permasalahan pada ruang lingkup: 1. Penggunaan metode inquiry dan discovery, serta pembelajaran dengan metode ekspositori terhadap hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa. 2. Hasil belajar biologi diukur dari ranah kognitif dengan jenjang kemampuan C1-C6. 3. Keterampilan proses sains siswa diukur dengan menggunakan lembar observasi keterampilan proses sains. 4. Penelitian dilakukan pada siswa kelas X dengan pokok bahasan Pencemaran Lingkungan. 1.4. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat pengaruh metode inquiry, discovery dan ekspositori terhadap hasil belajar biologi siswa SMA Negeri 1 Kualuh Selatan? 2. Apakah terdapat pengaruh metode inquiry, discovery dan ekspositori terhadap keterampilan proses sains siswa SMA Negeri 1 Kualuh Selatan? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh metode inquiry, discovery dan ekspositori terhadap hasil belajar biologi siswa SMA Negeri 1 Kualuh Selatan.

9 2. Untuk mengetahui pengaruh metode inquiry, discovery dan ekspositori terhadap keterampilan proses sains siswa SMA Negeri 1 Kualuh Selatan. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis: (1) Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh metode inquiry, discovery dan ekspositori terhadap hasil belajar biologi dan keterampilan proses sains siswa; (2) Sebagai bahan pertimbangan, landasan empiris maupun kerangka acuan bagi peneliti pendidikan yang relevan di masa mendatang untuk mengembangkan lebih mendalam tentang penggunaan metode inquiry dan discovery; dan (3) Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan metode biologi dan keterampilan proses sains siswa. Manfaat Praktis antara lain: (1) Sebagai bahan acuan dalam pengambilan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan; (2) Sebagai umpan balik bagi guru biologi dalam upaya peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa melalui metode inquiry dan discovery; dan (3) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran biologi di tingkat SMA.