BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi permanen bersamaan di dalam rongga mulut. Fase gigi bercampur dimulai dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

Analisa Ruang Metode Moyers

PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid yang

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. ditimbulkan oleh gangguan erupsi gigi di rongga mulut, sudah selayaknya bagi dokter

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran lebar mesiodistal gigi setiap individu adalah berbeda, setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIA FKG USU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Maturitas adalah proses pematangan yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lengkung gigi terdiri dari superior dan inferior dimana masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. gigi dalam melakukan diagnosa dan perencanaan perawatan gigi anak. (4,6,7) Tahap

BAB 3 METODE PENELITIAN

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Ukuran lebar mesiodistal gigi permanen menurut Santoro dkk. (2000). 22

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

III. KELAINAN DENTOFASIAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah (Mokhtar, 2002). Susunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

Gambar 1. Fotometri Profil 16. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat Malaysia terdiri atas berbagai suku dan etnik sehingga

ALUR PENELITIAN. (Required space )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perawatan ortodonsi salah satunya

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah


BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan desaincross sectional. 26

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan yang pertama kali dikonsumsi bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

VALIDITAS INDEKS MOYERS DI SDN 28 TUMAMPUA PANGKAJENE SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi. Salah satu syarat mendapat gelar. Sarjana Kedokteran Gigi

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter relasi permukaan gigi maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula dan kontak penuh terminal lengkung gigi maksila dan mandibula. Oklusi disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan, tekanan otot dan oklusi secara konstan, serta perubahan akibat perkembangan, maturitas, dan penuaan. Perkembangan oklusi terbagi atas empat tahapan, yaitu: 25 2.1 Fase Pre-Dental Fase pre-dental berada pada usia 0-6 bulan. Lengkung rahang pada saat lahir disebut dengan bantalan gusi (gum pads). 25 Lengkung pada maksila berbentuk seperti tapal kuda (horse-shoe shaped) dan mandibula berbentuk seperti huruf U (U shaped). 5,23-24 Hubungan rahang pada fase pre-dental tidak tetap. Leighton menyatakan bahwa terdapat banyak kemungkinan pada hubungan bantalan gusi atas dan bawah sehingga tidak dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik dalam memprediksi oklusi pada periode gigi desidui. 25 Bantalan gusi maksila lebih lebar daripada bantalan gusi mandibula dan biasanya hanya beroklusi di regio molar (Gambar 1). 26 Gambar 1. Hubungan bantalan gusi maksila dan mandibula 26

2.2 Fase Gigi Desidui Erupsi gigi desidui dimulai pada usia 6 bulan ketika insisivus desidui pada mandibula erupsi. Erupsi gigi desidui seluruhnya selesai pada usia 2-3 tahun. 5 Perkembangan oklusi pada fase gigi desidui terdapat open dentition atau spaced dentition. Ada dua jenis spacing, yaitu physiologic spacing (developmental / generalized) dan primate space. Developmental space terjadi selama fase gigi desidui dengan tujuan pertumbuhan anterior posterior pada rahang. Rata-rata developmental space pada maksila adalah 4 mm dan 3 mm pada mandibula. Primate space terjadi pada fase gigi desidui maksila dan mandibula. Primate space disebut juga dengan simian space / anthropoid space karena terdapat pada monyet dan digunakan pada early mesial shift mandibula. Primate space terdapat diantara insisivus lateral desidui dan kaninus pada maksila sedangkan pada mandibula terdapat diantara kaninus desidui dan molar pertama desidui (Gambar 2). 7,25-26 Gambar 2. Primate Space pada maksila dan mandibula 26 2.3 Fase Gigi Bercampur Fase gigi bercampur terjadi pada usia 6-12 tahun dan merupakan fase dimana gigi desidui dan gigi permanen sama-sama berada di rongga mulut. 5 Fase gigi bercampur disebut juga dengan fase transisi karena pada periode tersebut terjadi transisi dari fase gigi desidui ke fase gigi permanen. 7 Kebanyakan maloklusi berkembang pada fase ini. Fase gigi bercampur terbagi atas tiga fase, yaitu fase

transisi pertama, fase inter-transisi, dan fase transisi kedua. 5 2.3.1 Fase Transisi Pertama Fase transisi pertama ditandai dengan pergantian gigi insisivus desidui oleh gigi insisivus permanen dan penambahan empat gigi molar pertama permanen. Secara umum, fase transisi pertama terjadi pada usia 6-8 tahun. 5 Molar pertama permanen memegang peranan penting dalam perkembangan dan fungsi oklusi pada fase gigi permanen. 2 Erupsi molar pertama permanen dituntun oleh permukaan distal molar kedua desidui. Oleh karena itu, terminal plane relationship pada fase gigi bercampur menentukan jenis hubungan molar pada fase gigi permanen. 5 Moyers mendeskripsikan tiga kemungkinan jenis hubungan molar desidui, yaitu: 27-28 1. Flush/Straight terminal plane (Gambar 3) 25 : permukaan distal molar desidui maksila dan mandibula berada dalam vertical plane yang sama. 27-28 Flush terminal plane biasanya berkembang menjadi hubungan molar Klas I pada fase gigi permanen. 5 Akan tetapi, pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi hubungan molar Klas II jika pertumbuhan mandibula tidak mencukupi. 6 Pada awalnya, molar pertama permanen memiliki relasi tonjol lawan tonjol (cusp to cusp). Transformasi dari relasi tonjol lawan tonjol ke relasi molar Klas I muncul dalam dua cara, yaitu: 5 Gambar 3. Flush terminal plane 25

a. Early mesial shift Early mesial shift pada molar pertama permanen mandibula terjadi dengan menggunakan physiologic space yang terdapat diantara insisivus desidui dengan primate spaces. Tekanan erupsi dari molar permanen mendorong molar desidui ke depan mengisi ruang dan pada akhirnya terjadi hubungan molar Klas I. Perubahan ini terjadi pada awal fase gigi bercampur (Gambar 4). 5,25 Gambar 4. Early mesial shift 25 b. Late mesial shift Hubungan molar Klas I tidak dapat terjadi pada awal fase gigi bercampur karena tidak adanya developmental spaces pada fase gigi desidui. Oleh karena itu, hubungan molar Klas I terjadi dengan exfoliasi molar kedua desidui menggunakan Leeway space dimana molar pertama permanen mandibula hanya bergerak ke arah mesial, perubahan ini terjadi pada akhir fase gigi bercampur (Gambar 5). 5,25 Gambar 5. Late mesial shift menggunakan Leeway space 25

2. Mesial step : permukaan distal molar kedua desidui pada mandibula lebih mesial daripada permukaan distal molar kedua desidui pada maksila (Gambar 6A). 25,28 Molar pertama permanen akan langsung erupsi menjadi hubungan molar Klas I pada mesial step. Pada beberapa kasus, dapat berkembang menjadi hubungan molar Klas III jika pertumbuhan mandibula terus berlanjut. 5 Gambar 6. Hubungan molar desidui : (A) Relasi mesial step (B) Relasi distal step 25 3. Distal step : permukaan distal molar kedua desidui pada mandibula lebih distal daripada permukaan distal molar kedua desidui pada maksila (Gambar 6B). 25,28 Distal step pada fase gigi desidui umumnya akan menuntun pada hubungan molar Klas II Angle pada fase gigi permanen (Gambar 7). 5,15

Gambar 7. Hubungan oklusal pada gigi desidui dan permanen 15 2.3.2 Fase Inter-Transisi Setelah gigi molar pertama dan insisivus permanen erupsi, terdapat periode sementara (fase inter-transisi) selama 1-2 tahun sebelum memasuki fase transisi kedua. Fase ini relatif stabil dengan hanya terjadi perubahan yang sedikit. 5

Ciri-ciri fase inter-transisi, yaitu: 2 1. Oklusal dan interproksimal pada gigi desidui terlihat aus karena morfologi oklusal yang menyerupai dataran. 2. Ugly duckling stage. 3. Pembentukan akar terus terjadi pada insisivus, kaninus, dan molar yang akan erupsi seiring dengan peningkatan puncak alveolar. 4. Akar molar desidui mengalami resorpsi. 2.3.3 Fase Transisi Kedua Fase transisi kedua terjadi pada usia 10-13 tahun. Fase transisi kedua terjadi pergantian molar dan kaninus desidui oleh premolar dan kaninus permanen serta erupsinya molar kedua permanen. Awal dari fase transisi kedua adalah exfoliasi kaninus desidui mandibula pada usia sekitar 10 tahun. 5 2.4 Fase Gigi Permanen Fase gigi permanen dimulai pada usia sekitar 13 tahun dimana semua gigi permanen telah erupsi kecuali molar ketiga. 2,5 Ciri-ciri oklusi normal fase gigi 14, 25 permanen: 1. Dalam keadaan oklusi, gigi pada maksila terletak lebih ke labial / bukal daripada gigi pada mandibula. 2. Angulasi pada fase gigi permanen adalah bukolingual dan mesiodistal. 3. Setiap gigi permanen kecuali insisivus sentralis mandibula dan molar kedua maksila beroklusi dengan dua gigi antagonisnya. 2.5 Leeway Space Pada saat pergantian gigi kaninus dan molar desidui oleh gigi kaninus dan molar permanen terjadi kelebihan ruang. Selisih ruang tersebut terjadi karena mesiodistal mahkota gigi desidui (kaninus, molar satu, molar dua) lebih besar

daripada mesiodistal mahkota gigi permanen (kaninus, premolar satu, premolar dua). Selisih ruang tersebut disebut dengan leeway space oleh Nance pada tahun 1947 (Gambar 8). 7-9,28 Leeway space pada mandibula lebih besar daripada maksila. Hal ini terjadi karena molar desidui mandibula lebih lebar daripada molar desidui maksila. Leeway space menurut Nance pada maksila memiliki rata-rata 0,9 mm setiap kuadran dan pada mandibula memiliki rata-rata 1,7 mm. 5,9,13 Leeway space yang berlebih akan lebih baik karena menyediakan ruang untuk pergerakan mesial molar permanen. Sedangkan Leeway space deficiency terjadi karena ukuran kaninus dan premolar permanen yang belum erupsi lebih besar daripada ruang yang tersedia. 5,28 Setelah molar kedua desidui tanggal, terjadi perubahan oklusi pada molar pertama permanen. Pengurangan panjang lengkung rahang terjadi pada maksila dan mandibula seiring dengan molar pertama yang bergerak ke arah mesial. 7,25 Selain itu, perbedaan Leeway space pada mandibula dan maksila menyebabkan molar pertama permanen lebih bergerak ke arah mesial pada mandibula daripada maksila. 14 Pergerakan molar pertama yang lebih mesial pada mandibula menyebabkan perubahan dari hubungan flush terminal plane pada fase gigi desidui ke hubungan molar Klas I pada fase gigi permanen. 5,25 Gambar 8. Leeway space. Keterangan : 7 AB : lebar mesiodistal dari kaninus dan premolar permanen CD : lebar mesiodistal dari kaninus dan molar desidui AC : Leeway space

2.6 Metode Pengukuran Lebar Mesiodistal Gigi Untuk mengukur lebar mesiodistal gigi terdapat metode Moorrees dan Mullen. Metode Moorress adalah metode pengukuran lebar mesiodistal gigi dengan menggunakan ujung tip kaliper yang diletakkan secara parelel terhadap oklusal (Gambar 9A). Akan tetapi, metode Moorress hanya dapat digunakan apabila gigi berada dalam posisi yang normal. 29 A B Gambar 9. Metode pengukuran lebar mesiodistal gigi : (A) Moorrees (B) Mullen Metode Mullen adalah metode pengukuran mesiodistal gigi dengan menggunakan ujung tip kaliper diletakkan sejajar terhadap bidang oklusal. Mullen dkk., menemukan bahwa perhitungan analisis Bolton tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perhitungan pada model atau emodel dengan metode Mullen (Gambar 9B). 30 2.7 Analisis Kebutuhan Ruang pada Masa Gigi Bercampur Untuk menganalisis ruang pada masa gigi bercampur terdapat beberapa analisis, yaitu analisis radiografi, non-radiografi, dan kombinasi keduanya. 9

2.7.1 Analisis Radiografi Analisis radiografi menggunakan foto radiografi untuk memprediksi mesiodistal kaninus dan premolar permanen yang belum erupsi. 9 Analisis ini digunakan oleh Nance dan Huckaba. 1,6,9,15 Nance menentukan ruang yang tersedia untuk kaninus dan premolar yang belum erupsi dengan mengukur mesiodistal kaninus dan molar desidui pada model gigi dan menentukan ruang yang dibutuhkan dengan mengukur mesiodistal gigi yang belum erupsi pada gambaran radiografi. Nance juga mengukur total panjang lengkung rahang dari permukaan mesial molar pertama permanen kanan ke kiri. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa transisi fase gigi bercampur ke permanen menyebabkan molar bergerak ke arah mesial dengan rata-rata 1,7 mm pada mandibula dan 0,9 mm pada maksila. 1 Analisis Huckaba ini menggunakan foto radiografi periapikal. 15 Kelemahan dari analisis radiografi adalah gambaran foto rontgen biasanya mengalami distorsi, bisa bertambah panjang atau pendek. 16 Lebar mesiodistal gigi dapat diukur melalui foto radiografi periapikal tetapi gambar yang dihasilkan lebih lebar dari mesiodistal gigi sebenarnya. Akan tetapi, jika menggunakan CBCT (cone beam computed tomography) akan memperkecil pembesaran radiografi hingga 1% sehingga dapat digunakan secara langsung untuk menganalisis Leeway space. 31 2.7.2 Analisis Non-Radiografi Analisis non-radiografi adalah analisis yang menggunakan persamaan regresi dengan menghubungkan ukuran gigi yang telah erupsi dengan ukuran gigi yang belum erupsi. 9,29 Analisis ini digunakan oleh Moyers, Tanaka-Johnston, Ballard and Wylie, dan Sitepu. 1-2,6,9,22 Analisis Moyers memprediksi kaninus dan premolar permanen pada maksila dan mandibula dengan menghitung lebar mesiodistal insisivus mandibula dan menggunakan tabel prediksi Moyers. 15 Ballard and Wylie mengamsumsikan jika insisivus lebih besar daripada rata-rata maka ukuran kaninus, premolar, dan molar juga akan lebih besar dari rata-rata. Ballard and Wylie mengamati 441 model gigi yang terdapat insisivus, kaninus, premolar, dan molar

pertama permanen yang telah erupsi sempurna untuk merumuskan formula prediksi gigi yang belum erupsi. 1 Sitepu menemukan rumus untuk memprediksi lebar mesiodistal kaninus dan premolar permanen pada ras Deutro-Melayu. 18 Analisis Sitepu ini mengukur lebar mesiodistal insisivus bawah dan memasukkan angka tersebut dalam rumus untuk memprediksi lebar mesiodistal kaninus dan premolar permanen. 20 2.7.2.1 Analisis Tanaka-Johnston Analisis Tanaka-Johnston memprediksi ukuran kaninus dan premolar permanen berdasarkan ukuran insisivus mandibula. 16 Analisis ini diperkenalkan oleh Tanaka-Johnston pada tahun 1974. Analisis Tanaka-Johnston ini merupakan pengembangan dari tabel Moyers dengan meneliti 506 model gigi pasien di daerah Cleveland dari departemen ortodonsia di Universitas Case Western Reserve. 1-2 Rumus analisis Tanaka-Johnston dapat dilihat pada rumus dibawah ini : 2,15,31 Perkiraan Lebar Mesio-distal Kaninus dan Premolar Permanen Mandibula dalam satu kuadran = + 10,5 mm Perkiraan Lebar Mesio-distal Kaninus dan Premolar Permanen Maksila dalam satu kuadran = + 11,0 mm Analisis Tanaka-Johnston memiliki koefisien korelasi 0,63 pada maksila dan 0,65 pada mandibula. Standard error analisis ini adalah 0,86 mm pada maksila dan 0,85 mm pada mandibula. 31 Keuntungan dari analisis ini adalah tidak memerlukan gambaran radiografi, dapat digunakan pada maksila dan mandibula, mudah digunakan, dapat diaplikasi langsung pada kunjungan pertama, hemat waktu, dan memiliki akurasi yang cukup baik. 3,11

2.7.3 Analisis Kombinasi Analisis kombinasi menggunakan gambaran radiografi dan persamaan regresi untuk memprediksi Leeway space. 6,9 Analisis ini digunakan oleh Staley and Kerber dan Hixon-Oldfather. 1,6,9,20 Analisis Staley and Kerber hanya dapat digunakan pada mandibula dan membutuhkan radiografi periapikal. Analisis Staley and Kerber cukup akurat bila digunakan pada anak-anak keturunan Eropa. 15 Analisis Hixon-Oldfather menjumlahkan mesiodistal satu gigi insisivus sentral dan satu gigi insisivus lateral dengan mesiodistal premolar yang belum erupsi pada gambaran radiografi teknik paralel. 31 Kemudian, hasil penjumlahan tersebut dibandingkan dengan tabel prediksi Hixon-Oldfather dibawah ini : Tabel 1. Prediksi Hixon dan Oldfather 32-33 Hasil Penjumlahan Prediksi Ukuran Gigi 23 mm 18,4 mm 24 mm 19,0 mm 25 mm 19,7 mm 26 mm 20,3 mm 27 mm 21,0 mm 28 mm 21,6 mm 29 mm 22,3 mm 30 mm 22,9 mm 2.8 Faktor yang Mempengaruhi Ukuran Mesiodistal Gigi 1. Ras Pada tahun 1985, Saumantri melakukan penelitian pada sampel suku Jawa dan menemukan bahwa ukuran gigi permanen sampel suku Jawa lebih besar daripada ukuran gigi suku bangsa Kaukasoid. Pada penelitian Keene tahun 1979 yang membandingkan ukuran mahkota gigi pada sampel populasi Negroid dengan Kaukasoid, ditemukan bahwa ukuran mahkota gigi Negroid lebih besar daripada Kaukasoid. Pada tahun 1972, Lavelle melakukan penelitian dengan membandingkan perbedaan antara jenis kelamin pria dan wanita dari kelompok populasi berbeda, yaitu populasi Negroid, Kaukasoid, dan Mongoloid. Lavelle menemukan bahwa ukuran

gigi terbesar pada populasi Negroid, kemudian populasi Mongoloid, dan yang terkecil pada populasi Kaukasoid. 34 2. Genetik Penelitian Lundstrom pada tahun 1964 yang membandingkan 97 pasangan kembar monozigot dan dizigot, menemukan bahwa terdapat hubungan faktor genetik yang kuat pada kembar monozigot terhadap morfologi dan ukuran gigi. Penelitian tersebut jelas menunjukkan bahwa hampir setengah dari faktor yang mempengaruhi ukuran gigi adalah faktor genetik. Faktor genetik berperan dalam mengontrol ukuran gigi sewaktu proses odontogenesis. Selain itu, penelitian tersebut berhasil membuktikan bahwa terdapat ukuran dan bentuk gigi yang sama pada kembar zigomatik. Penelitian Rakosi dkk. pada tahun 1993 menyatakan bahwa jaringan utama yang dapat mengalami deformitas dentofasial akibat pengaruh genetik diantaranya termasuk gigi yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah, mineralisasi gigi, letak erupsi, dan posisi benih gigi. 24 3. Jenis Kelamin Pada penelitian Saumantri tahun 1985 pada sampel suku Jawa, ditemukan bahwa ukuran gigi permanen pria lebih besar daripada wanita. Pada tahun 1974, Arya dkk. juga menemukan bahwa hampir semua ukuran gigi permanen pada pria lebih besar dibandingkan dengan wanita (kecuali gigi insisivus pertama bawah). Sedangkan pada gigi desidui tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Penelitian Lavelle pada tahun 1972 yang membandingkan perbedaan antara jenis kelamin pria dan wanita dari tiga kelompok populasi berbeda menunjukkan bahwa ukuran gigi pria secara keseluruhan lebih besar daripada ukuran gigi wanita. 34 4. Lingkungan Lingkungan berperan terhadap terjadinya keragaman genetik. Keragaman genetik akan memberikan variasi ukuran gigi. Pada tahun 1949, Selmer-Olsen menyatakan bahwa selain dikontrol oleh faktor genetik, ukuran gigi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. 24

2.9 Ras Proto-Melayu Von Eickstedt menyebut sebagian besar dari penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid. Ras Paleomongoloid terdiri dari ras Proto-Melayu (melayu tua) dan Deutro-Melayu (melayu muda). Menurut antropolog Fischer, kelompok melayu tua lebih dulu datang ke Indonesia daripada kelompok melayu muda. Pada awalnya kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Kemudian terdesak oleh Kelompok Deutro-Melayu sehingga kelompok Proto-Melayu masuk ke pedalaman dan hidup terisolasi. 35-36 Ras Proto-Melayu terdiri dari suku Batak, Dayak, dan Toraja sedangkan ras Deutro-Melayu terdiri dari suku Jawa, Bali, Bugis, Makasar, Aceh, Ternate, dan suku-suku yang berbahasa Minangkabau. 24 Ciri fisik antara ras Proto-Melayu dan Deutro-Melayu pada umumnya berbeda pada bentuk kepala. Ras Proto-Melayu memiliki ciri-ciri kepala panjang (dolichocephalic) sedangkan ras Deutro-Melayu memiliki ciri-ciri kepala pendek (branchycephalic). 36 Suku Batak termasuk dalam kelompok suku bangsa Proto-Melayu yang terdiri dari enam sub suku, yaitu sub suku Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Angkola, dan Mandailing. 37 Penelitian Simanjuntak menyatakan bahwa lebar mesiodistal gigi suku Batak lebih besar dari suku Jawa dan Madura, tetapi lebih kecil dibandingkan ras campuran Proto-Melayu dan Deutro-Melayu. Selain itu, lebar dan panjang lengkung gigi suku Batak lebih besar dibandingkan ras campuran Proto-Melayu dan Deutro- Melayu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang ras / etnik yang dapat mempengaruhi perkembangan gigi geligi dan perkembangan oklusal seseorang, serta ketepatan dari masing-masing analisis gigi bercampur. 17 Dalam penelitian ini menggunakan sampel suku Batak.

2.10 Kerangka Teori Perkembangan Gigi Manusia Pre-Dental Desidui Bercampur Permanen Fase Transisi Pertama Fase Inter - Transisi Leeway Space Fase Transisi Kedua Analisis Kebutuhan Ruang pada Masa Gigi Bercampur Radiografi Faktor Yang Mempengaruhi Ukuran Mesiodistal gigi Genetik Kombinasi Jenis Kelamin Non-Radiografi (Tanaka-Johnston) Lingkungan Ras Kaukasoid Mongoloid Negroid Proto-Melayu Deutro-Melayu Suku Gayo Suku Batak Suku Sasak Suku Toraja Prediksi Nilai Rata-Rata Leeway Space Dengan Menggunakan Analisis Tanaka-Johnston Pada Murid Sekolah Dasar Suku Batak Di Kota Medan

2.11 Kerangka Konsep Murid Sekolah Dasar usia 7-10 tahun Suku Batak Jenis kelamin Waktu pencetakan dan pengisian model gigi Bahan cetak Bahan pengisi cetakan Operator pencetakan Ukuran lebar mesiodistal gigi Besar Leeway space maksila dan mandibula Lingkungan Genetik Keterangan : Variabel tergantung Variabel bebas Variabel terkendali Variabel tidak terkendali