1 PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sangat diandalkan sebagai salah satu tumpuan. dalam memulihkan kondisi perekonomian masyarakat, bahkan secara

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMENTAN/HR.060/5/2017 TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun (Miliar Rupiah)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk tujuan kesejahteraan. Salah satu bentuk kegiatan pemanfatan dan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MTH Sri Budiastutik, Pengembangan Sistem Insentif Teknologi Industri Produksi Benih dan Bibit. JKB. Nomor 6 Th. IV Januari

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB),

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB I PENDAHULUAN. lebih dominan, dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/Permentan/OT.140/9/2014 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377); 3. Undang-Un

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/Permentan/PD.200/6/2014 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA BUDIDAYA HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

No.1374, 2014 KEMENTAN. Calon Kebun Sumber Benih. Sertifikasi Benih. Evaluasi Kebun Sumber Benih. Teh. Standar Operasional Prosedur.

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

RINGKASAN EKSEKUTIF E. GUMBIRA SA ID & SETIADI DJOHAR.

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan wilayah di berbagai daerah melalui. melalui program revitalisasi perkebunan mendorong para pengusaha/ pekebun untuk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VI INDIKATOR KINERJA OPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. dari negara lain untuk komoditas padi, cabai, dan bawang merah pada tahun 2016

I. PENDAHULUAN. secara finansial maupun didalam menjaga keharmonisan alam. Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. karena sampai saat ini sektor pertanian merupakan sektor yang paling

ANTISIPASI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA TERHADAP STRUKTUR PASAR INDUSTRI BENIH HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia saat ini. Data PDB (Produk Domestik Bruto) atas dasar harga berlaku pada triwulan pertama tahun 2013 menunjukkan bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mencapai Rp 322.81 triliun atau naik 65.24 triliun pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, menjadikan sektor ini penyumbang terbesar ke-2 setelah industri pengolahan pada PDB Indonesia. Sektor pertanian berkontribusi sebagai penyumbang PDB sebesar 15.04 % (Kementerian Pertanian 2013:3). Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan adalah hortikultura. Subsektor hortikultura memegang peranan penting dalam sumber pendapatan petani, perdagangan, industri, maupun penyerapan tenaga kerja dilihat dari segi ekonomi, bahkan secara nasional, komoditas hortikultura bersama tanaman pangan (tabama) mampu memberikan sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 175.12 triliun pada triwulan I tahun 2013 (Kementerian Pertanian 2013:1). Total produksi hortikultura Indonesia pada tahun 2012 adalah 30 181 703 ton yang mencakup buah dan sayuran (Direktorat Jenderal Hortikultura 2014). Konsumsi hortikultura per kapita Indonesia khususnya buah dan sayuran tahun 2011 adalah 72 kg/tahun (Kementerian Pertanian 2012:48). Cenderung semakin meningkatnya produksi dan tingginya konsumsi per kapita hortikultura akan berakibat meningkatnya pula permintaan benih hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan. Peran benih sendiri sebagai sarana utama agribisnis hortikultura tidak dapat digantikan oleh sarana lain. Berkembang atau tidaknya usaha agribisnis hortikultura sangat ditentukan oleh perkembangan perbenihannya, yang dapat menjamin ketersediaan benih bermutu. Oleh sebab itu, penggunaan benih bermutu merupakan suatu keharusan sehingga perlu perhatian yang lebih khusus pada pelaksanaan proses pembenihan. Potensi hasil suatu varietas unggul salah satunya ditentukan oleh kualitas benih yang digunakan. Demi menghasilkan produk hortikultura yang bermutu prima dibutuhkan benih bermutu tinggi, yaitu benih yang mampu mengekspresikan sifat-sifat unggul dari varietas yang diwakilinya. Ketersediaan benih bermutu hortikultura produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan. Kementerian Pertanian (2011:7) menyatakan ketersediaan benih tanaman sayuran bentuk biji secara nasional adalah sebesar 63 % dari kebutuhan. Kabupaten Jember sendiri menyumbang produksi untuk buah dan sayuran pada tahun 2013 sebesar 363 320 ton (BPS Jember 2014). Semakin tingginya produksi dan konsumsi buah, sebagaimana disebutkan di awal, maka saat ini semakin banyak pula perusahaan pembenihan yang berdiri dan memperluas wilayah produksinya utamanya di Jember. Saat ini, 22 perusahaan maupun badan usaha swasta yang bergerak dibidang pembenihan hortikultura di Kabupaten Jember yang terdaftar di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Kabupaten Jember, yakni 7 perusahaan terdaftar bersertifikat mandiri dan sisanya yang tidak bersertifikat.

2 Pembenihan erat kaitannya dengan konsep kemitraan. Kemitraan berjalan dengan perusahaan benih sebagai penyuplai benih, penyedia sarana-prasarana, pengawasan, sedangkan petani berperan dalam perbanyakan benih. Kemitraan timbul oleh banyak faktor, utamanya perusahaan tidak memiliki luasan yang mempuni untuk memenuhi produksi yang ada, sehingga kemitraan dengan petani mitra adalah salah satu jalan dalam memperbanyak produk mereka. Bagi petani, konsep ini menjadi salah satu langkah dalam pemberdayaan bagi mereka (Sulistiyani 2004:93). Kemitraan mampu meningkatkan keuntungan sebesar 15 % (Horne 2009:48). Hubungan dalam kemitraan adalah hubungan yang saling menguntungkan. Salah satu badan usaha yang bergerak di bidang pembenihan dan breeder tanaman hortikultura yang ada di Jember adalah CV Rahmat Tani. Badan usaha ini telah berdiri sejak tahun 2011 (menjadi CV) dengan wilayah kerja di Kabupaten Jember dan sekitarnya. Tahun 2000 cikal bakal badan usaha ini dimulai dari pembentukan kelompok penangkar benih dengan Bapak Damai As anin sebagai pencetusnya. Beliau memimpin awal kelompok tani ini hingga dilegalkan menjadi badan usaha atau CV pada tahun 2011. CV Rahmat Tani sejak pertama berdiri hingga saat ini menggunakan sistem kemitraan dalam memperbanyak benih hortikultura yang terdiri dari 22 varietas baik buah dan sayuran. Pada awal berdirinya, CV menjalin kerja sama PT Bisi International, Tbk dan menjadi supplier tetap bagi perusahaan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, banyak perusahaan yang menjadi partner, yakni PT Bernas Seed dan PT Agri Makmur Pertiwi. Sampai dengan saat ini, CV Rahmat Tani telah memiliki 613 petani dengan lebih dari 30 kelompok tani yang tersebar di wilayahnya. Perjanjian kontrak yang dilakukan antara kedua belah pihak lebih mengarah pada perjanjian tradisional yang hanya berdasarkan kontrak lisan. CV Rahmat Tani memiliki beberapa petani kunci sebagai mitranya. Kontrak lisan yang dilakukan ini terkait dengan target pencapaian, peraturan dan lain-lain. Faktor ikatan emosional antara Bapak Damai As anin sebagai pemilik dengan para petani benihnya adalah kunci keberlangsungan antara kedua pihak hingga saat ini. Hubungan semacam inilah yang membuat kerja sama mampu bertahan dari persaingan bisnis pembenihan yang berkembang di Jember. Pemilik tidak akan sungkan-sungkan membagikan hadiah dan membantu petaninya yang kesusahan sehingga menimbulkan rasa percaya pada beliau. Banyak petani yang tetap bertahan dengan kerja sama ini dikarenakan hal tersebut dan sungkan untuk pindah pada kemitraan lainnya. Kemitraan dapat menarik minat petani untuk ikut serta yakni petani mendapatkan harga yang lebih tinggi per kilo dan juga mendapatkan transfer inovasi produksi secara langsung sehingga berpengaruh pada produktivitas yang mereka mampu hasilkan (Dileep et al. 2002:208). Selain memberikan jaminan ketersediaan bahan bagi perusahaan, di lain pihak, petani merasa kerja sama kemitraan ini mendatangkan keuntungan baik secara pendapatan, kestabilan harga yang mereka dapat dan kepastian pasar yang akan menyerap produk yang mereka hasilkan nantinya (Sriboonchitta dan Wiboonpongse 2005:369). Hanya saja dalam prakteknya ditemukan beberapa masalah yang mengancam kemitraan antara CV Rahmat Tani dan petani mitranya. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa jarangnya silaturahmi ataupun

3 pertemuan kelompok dengan pemilik CV, tidak ada transfer pengetahuan tentang budi daya dan manajemen pembenihan yang diterima oleh para petani, semakin banyaknya kompetitor/perusahaan benih yang bermunculan, harga jual benih yang diterima petani kurang bersaing, dikeluarkannya kelompok tani karena menghasut petani lain untuk keluar dari kemitraan dan lainnya. Masalah-masalah seperti ini perlu diperhatikan dan dicari solusinya agar kemitraan dapat tetap berjalan sebagaimana mestinya ataupun ditinjau ulang pada beberapa kesepakatan yang telah terjalin. Pada berbagai contoh kemitraan yang lain, juga ditemukan adanya permasalahan yang menghambat kerja sama perusahaan dan petani mitra yakni permodalan, kuantitas dan kualitas barang baku yang tidak sesuai standar serta ditemukannya sistem pembayaran yang terlambat (Cahyono 2007:46). Juga ditemukan bahwa adanya hambatan struktural dan kesenjangan dapat mengakibatkan kendala dalam kemitraan (Fadjar 2006:46). Penyebab permasalahan kegagalan sistem kemitraan yang lain (Januar 2005:95) yaitu memenuhi kewajiban yang digariskan oleh pemerintah serta paradigma yang sempit dengan membagikan bantuan dana kepada mitra tanpa adanya pertanggungjawaban penggunaannya. Hal ini semakin menguatkan indikasi seperti yang telah dijelaskan dapat mengancam keberlangsungan kemitraan ini. Kemitraan yang dibangun antara perusahaan dengan petani benih hortikultura sebagai mitranya ini perlu sikap saling mendukung, tetapi jika salah satu pihak tidak mampu memenuhi peraturan yang ada atau bahkan melanggar ini akan memengaruhi produksi dan keberlangsungan yang ada antara kedua belah pihak. Oleh karena itu, perlunya analisis mengenai kerja sama kemitraan agar tercipta hubungan yang saling mendukung, menguntungkan dan berprinsip saling memenuhi antara satu dengan yang lain guna meminimalisir hal-hal yang diperkirakan akan menimbulkan masalah nantinya. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini memiliki rumusan masalah yang meliputi : 1. Bagaimana model dan pelaksanaan kemitraan yang telah terjalin antara CV Rahmat Tani dengan petani mitra? 2. Bagaimana persepsi petani mitra terhadap penyelenggaraan kemitraan? 3. Bagaimana persepsi CV Rahmat Tani terhadap penyelenggaraan kemitraan? 4. Bagaimana meningkatkan kinerja kemitraan? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menguraikan dan mengevaluasi model kemitraan yang telah terjalin antara CV Rahmat Tani dengan petani mitra,

4 2. Menganalisis persepsi petani mitra terhadap penyelenggaraan kemitraan, 3. Menganalisis persepsi CV Rahmat Tani terhadap penyelenggaraan kemitraan, dan 4. Merumuskan strategi meningkatkan kinerja kemitraan. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan strategi dan saran guna peningkatan kinerja kemitraan antara CV Rahmat Tani dengan petani mitranya, dan 2. Menjadi sumber informasi, referensi dan memperluas wawasan bagi para pembaca dan penelitian lanjutan. 2 TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Benih Hortikultura di Indonesia Ketersediaan benih bermutu sangat strategis karena merupakan tumpuan utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budi daya hortikultura. Potensi hasil suatu varietas unggul ditentukan oleh kualitas benih yang digunakan. Demi menghasilkan produk hortikultura yang bermutu prima dibutuhkan benih bermutu tinggi, yaitu benih yang mampu mengekspresikan sifat-sifat unggul dari varietas yang diwakilinya. Mengingat pentingnya arti benih maka diperlukan upaya untuk meningkatkan produksi, memperbaiki mutu, memperbaiki distribusi, meningkatkan pengawasan peredaran dan meningkatkan penggunaan benih bermutu dalam kegiatan agribisnis hortikultura. Undang-Undang (UU) Nomor 13/2010 tentang Hortikultura mengatur penyelenggaraan subsektor hortikultura termasuk usaha perbenihan hortikultura. Hortikultura didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. Pasal 100 ayat 3 UU Nomor 13/2010 dinyatakan bahwa maksimal modal asing untuk usaha hortikultura adalah 30 persen. Jangka waktu 4 tahun setelah penetapan UU Nomor 13/2010 atau paling lambat tahun 2014 investor asing yang sudah melakukan penanaman modal dan mendapatkan izin usaha hortikultura wajib mengalihkan atau menjual sahamnya kepada investor domestik sehingga kepemilikannya tinggal maksimal 30 persen (Pasal 131). Penanaman modal asing di subsektor hortikultura dalam UU Nomor 13/2010 dicantumkan dalam pasal 100, 101, dan 131. Aturan investasi asing dalam UU tersebut antara lain: (a) investor asing harus bermitra dengan pelaku usaha Indonesia, dengan membentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB