Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. muatan ilmu pengetahuan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seksual khususnya kalangan remaja Indonesia sungguh

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dimulai pada usia 9-14 tahun dan prosesnya rata-rata berakhir pada

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali setiap individu akan mengalami masa peralihan ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan salah satu harapan bangsa demi kemajuan Negara, dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PORNOGRAFI PADA SISWA KELAS VIII DI SMPN 5 LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja dalam pergaulan saat ini. Berbagai informasi mampu di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

Media Informasi Cenderung Meningkatkan perilaku seks Pada Remaja SMP di Jakarta Selatan

Pendahuluan. Bab I. A. Latar Belakang. Kebutuhan manusia akan komunikasi dan informasi pada zaman modern ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

PERILAKU SEKSUAL WABAL DI TINJAU DARI KUALITAS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK TENTANG SEKSUALITAS S K R I P S I

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

HUBUNGAN PENGAKSESAN SITUS PORNOGRAFI DENGAN SIKAP SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMA 2 BANGUNTAPAN BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyebaran arus informasi yang tidak terbatas dan dibatasi menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP MENGENAI PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMK KESEHATAN DONOHUDAN BOYOLALI TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

69 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Menurut WHO (World Health Organization)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dinamika Kebidanan vol. 1 no. 2. Agustus 2011

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I. Pendahuluan. sebagian orang, internet merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah yang dalam masa perkembangannya berada di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku seksual di kalangan remaja cukup menjadi sorotan akhir-akhir ini,

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI INTERAKSI DENGAN MEDIA PORNOGRAFI TERHADAP PERILAKU SEKS REMAJA PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 4 PURWOKERTO TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

Transkripsi:

PENELITIAN HUBUNGAN PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI BELALAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT Efa Trisna* *Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang Seiring dengan pesatnya perkembangan technologi, ikut berkembang pula perkembangan remaja-remaja di Indonesia. Dampak negatifnya adalah pornografi. Tayangan media massa yang menonjolkan aspek pornografi diyakini sangat erat hubungannya dengan meningkatkan berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada remaja. Bentuk-bentuk prilaku seksual remaja pada umumnya adalah masturbasi (onani), berciuman, dan berhubungan seksual. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Hubungan Paparan Pornografi Dengan Prilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat. Desain penelitian yang digunakan yaitu Studi Korelasi. Sampel yang digunakan yaitu 81 siswa-siswi SMAN 1 Belalau dengan pendekatan Cross Sectional. Analisa data yang digunakan adalah uji Chi-Square. Hasil uji statistik hubungan paparan pornografi melalui bacaan dengan prilaku seksual pada remaja didapatkan p-value = 0,010,handphone dengan prilaku seksual 0,010, film porno dengan prilaku seksual 0,004, internet dengan prilaku seksual 0,002 sehinggga (p-value < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat paparan pornografi dengan tingkat perilaku seksual remaja di SMAN 1 Belalau Lampung Barat. Saran diharapkan pada pihak sekolah dapat memfasilitasi para siswa-siswi dalam kegiatan ekstrakulikuler diantaranya olahraga yang meliputi : basket, futsal, tenis meja, takrau dan lain-lain, serta dapat memberikan kegiatan penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi pada remaja. Kata Kunci: Pornografi, Prilaku Seksual Remaja LATAR BELAKANG Seiring dengan pesatnya perkembangan technologi, ikut berkembang pula perkembangan remajaremaja di Indonesia. Dampak negatifnya adalah pornografi. Tayangan media massa yang menonjolkan aspek pornografi diyakini sangat erat hubungannya dengan meningkatkan berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada remaja. Bentukbentuk prilaku seksual remaja pada umumnya. Tayangan media massa yang menonjolkan aspek pornografi diyakini sangat erat hubungannya dengan meningkatkan berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada remaja. Rangsangan kuat dari luar seperti film-film seks (blue film), sinetron, buku-buku bacaan, dan majalah-majalah bergambar seksi, godaan dan rangsangan dari kaum pria, serta pengamatan secara langsung terhadap perbuatan seksual tidak hanya mengakibatkan memuncaknya atau semakin panasnya reaksi-reaksi seksual tetapi juga mengakibatkan kematangan seksual yang lebih cepat pada diri anak (Kartono, 2003) Bentuk-bentuk prilaku seksual remaja pada umumnya adalah masturbasi (onani), berciuman, dan berhubungan seksual (Karolina, 2002). Melalui survey terhadap remaja di Jakarta, didapatkan remaja usia 15-19 tahun tidak sedikit yang sudah pernah melakukan hubungan seksual, dari 10.883 remaja didapatkan sekitar 72% berpacaran, 92% pernah berciuman, 62% pernah meraba pasangan, 10,2% pernah melakukan hubungan seksual (BKKBN, 2010). SMAN 1 Belalau merupakan salah satu sekolah lanjutan tingkat atas di Kabupaten Lampung Barat. Ada 12 SMA di Kabupaten Lampung Barat, dari hasil survei yang peneliti lakukan terhadap SMA di Lampung Barat SMA Negeri 1 Belalau ini lah angka kejadian kehamilan pada saat dalam pendidikan yang tinggi. Berdasarkan hasil pra survey yang peneliti lakukan terhadap 10 orang siswa dari 424 siswa secara keseluruhan di SMAN 1 [139]

Belalau Kabupaten Lampung Barat pada tanggal Maret 2012, berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi dari 10 orang siswa, 5 orang siswa mengatakan memasukkan vidio porno di dalam handphone nya. Dari ke 5 orang yang memasukkan vidio porno dalam handphonenya 2 orang diantara mengatkan vidio tersebut ditonton sesaat sebelum mereka melakukan onani, dan 3 orang lainnya hanya mengkoleksinya saja. Dari 10 siswa, 8 orang siswa mengatakan pernah menonton film porno (VCD porno). Dari 8 orang siswa yang pernah menonton film porno 5 orang siswa mengatakan rasa ingin melakukan hubungan seksual lebih besar dan 3 orang lainnya mengatakan biasa saja. Dari 10 siswa, 8 orang siswa mengatakan pernah berciuman. Dari 8 orang tersebut mengatakan setiap kali bertemu dengan pasangannya selalu ingin melakukannya kembali. Pada tahun 2009 didapatkan informasi dari seorang alumni bahwa terdapat 3 orang hamil diluar nikah dan pada tahun 2010 terdapat 1 orang yang hamil diluar nikah. Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti melakukan penelitian Hubungan Paparan Pornografi Dengan Prilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 1 Belalau Kabupaten Lampung Barat. METODE Desain pada penelitian ini adalah dekriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini untuk melihat hubungan paparan pornografi dengan prilaku seksual remaja di SMAN 1 Belalau Lampung Barat. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 1 Belalau kabupaten Lampung Barat berjumlah 424 orang siswa. Sampel yang digunakan yaitu 81 siswa-siswi SMAN 1 Belalau. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan angket yang dibagikan dan diisi langsung oleh responden. Selanjutnnya data yang terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan uji Chi- Square. HASIL Tabel 1: Distribusi Responden Berdasarkan Paparan Pornografi Melalui Bacaan Paparan Pornografi Bacaan f % Terpapar Tinggi 19 23.5 Terpapar Ringan 62 76.5 Berdasarkan tabel di atas diketahui sebanyak 19 orang (23,5%), sedangkan ringan. Tabel 2: Distribusi Responden Berdasarkan Paparan Pornografi Melalui HP Paparan Pornografi HP f % Terpapar Tinggi 35 43,2 Terpapar Ringan 46 56,8 Berdasarkan tabel di atas diketahui sebanyak 35 orang (43,2%), sedangkan ringan. Tabel 3: Distribusi Responden Berdasarkan Paparan Pornografi Melalui Film Paparan Pornografi Film f % Terpapar Tinggi 21 25,9 Terpapar Ringan 60 74,1 Berdasarkan tabel di atas diketahui sebanyak 21 orang (25,9%), sedangkan sedang. [140]

Tabel 4: Distribusi Responden Berdasarkan Paparan Pornografi Melalui Internet Paparan Pornografi Internet f % Terpapar Tinggi 20 24,7 Terpapar Ringan 61 75,3 Berdasarkan tabel diatas diketahui sebanyak 20 orang (24,7%), sedangkan sedang. Tabel 5: Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Seksual Perilaku Seksual f % Melakukan 17 21,0 Tidak Melakukan 64 79,0 Berdasarkan tabel diatas diketahui perilaku seksual tinggi yaitu sebanyak 17 orang (21,0%), sedangkan selebihnya prilaku seksual rendah yaitu sebanyak 64 orang (79,0%). Tabel 6: Signifikansi Hubungan Paparan Pornografi Melalui Bacaan, Handphone. Film, Internet dengan Perilaku Seksual Paparan Pornografi p value OR Bacaan 0.000 4,283 Handphone 0,010 4,278 Film 0.004 4,875 Internet 0.002 5,420 Dari tabel di atas dapat dilihat ada hubungan yang bermakna antara paparan pornografi melalui bacaan. Handphone, Film, Internet dengan prilaku seksual remaja dengan p value < dari 0,05 PEMBAHASAN Berdasarkan hasil univariat pada variabel paparan pornografi melalui bacaan sebagian besar responden yang paparan pornografi terpapar tinggi yaitu sebanyak 19 orang (23,5%), paparan pornografi melalui handphone, sebanyak 35 orang (43,2%), paparan pornografi melalui film porno sebanyak 21 orang (25,9%)dan paparan pornografi melalui internet sebanyak 20 orang (24,7%), Pada variabel prilaku seksual diketahui sebagian besar responden yang prilaku seksual melakukan yaitu sebanyak 17 (21%) responden, sedangkan selebihnya prilaku seksual tidak melakukan yaitu sebanyak 64 (79%) responden. Hasil uji statistik paparan pornografi melalui bacaan didapatkan p-value = 010, handphone 0,010, film porno 0,004, internet 0,002 yaitu lebih kecil dari (pvalue < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan pornografi melalui bacaan, paparan pornografi melalui handphone, paparan pornografi melalui film porno, dan paparan pornografi melalui internet dengan tingkat perilaku seksual remaja di SMAN 1 Belalau Lampung Barat, Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa paparan pornografi melalui handphone menempati urutan yang pertama. Fenomena ini dapat dilihat dari tabel paparan pornografi melalui handphone. Menurut Cline(2006), tahapan efek paparan yang terjadi pada mereka yang terpapar pornografi dan mengalami efek paparan pornografi yang meliputi adiksi, eskalasi, desensitisasi, dan act out. Adiksi adalah adanya efek ketagihan. Sekali seseorang menyukai materi pornografi maka ia akan memiliki keinginan untuk melihat dan mendapatkan materi tersebut. Eskalasi adalah terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap materi sek yang lebih berat, lebih eksplisit, lebih sensasional dan lebih menyimpang dari yang sebelumnya dikonsumsi. Desensitisasi adalah tahap ketika materi seks yang tadinya tabu, tidak bermoraldan merendahkan/melecehkan martabat manusia pelan-pelan kini dianggap menjadi sesuatu yang biasa bahkan biasanya menjadi tidak sensitif pula terhadap korban kekerasaan seksual. [141]

Act out terjadi ketika ada peningkatan kecenderungan untuk melakukan perilaku seksual pornografi yang selama ini hanya dilihat untuk diaplikasikan kedalam kehidupan nyata. Tingkat keterpaparan dikategorikan tinggi jika >3 bulan, dikatakan rendah jika waktunya <3 bulan. Sedangkan frekuensi paparan dikatakan sering jika >2 kali dalam seminggu dan jarang jika <2 kali dalam seminggu. Pornografi menimbulkan banyak kontroversi karena masyarakat mengkhawatirkan dampaknya. Salah satu kekhawatiran ini adalah bahwa penggunaan pornografi memicu tindak kejahatan seks dan pelanggaran seks. Pendapat lain yang populer adalah bahwa hanya orang yang tidak wajar saja yang tertarik dengan pornografi. Hasil penelitian Kinsey (2002) menunjukan antara 14-60% perempuan dan 37-77% laki-laki menjadi terangsang jika menonton film seks, membaca, dan mendengar cerita erotis, dan melihat foto, gambar, atau bentuk visual lain yang menampang aktivitas seksual (Sumartono, 2002) Berdasarkan hasil analisa dan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu prilaku dapat didasari oleh suatu rangsangan baik dari luar maupun dari dalam diri seseorang khususnya pada diri remaja. Salah satu efek paparan pornografi yang dapat merangsang prilaku seksual pada remaja adalah kebiasaan menonton film/vcd porno. Hal ini terjadi karena pada masa remaja belum dapat membedakan antara informasi yang baik atau tidak untuk perkembangan diri remaja. Belum stabilnya jiwa remaja inilah yang menyebabkan informasi yang masuk dicerna dan di amati yang terjadi bila ia melakukan hal yang sama dengan apa yang dilihatnya. Hasil penelitian yang dilakukan Elly Risman (Hubungan Antara Paparan Pornografi Media Masa Dengan Prilaku Seksual) terungkap angka yang sangat mengerikan. Tidak kurang dari 98% anakanak indonesia pernah mengakses mediamedia berbau pornografi data ini diperkuat temuan jejak kaki internet protection yang mencatat 97% anak usia 19-24 tahun pernah mengakses situs porno (Gunawan, 2011). Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor-faktor yang mendukung yaitu jenis kelamin, Uang jajan, berpacaran dan akses internet sebagaimana yang didapatkan dari data umum yang dilakukan peneliti. Sebagian besar jenis kelamin responden adalah lelaki yaitu 50 (61,72 %). Dikarenakan responden lebih banyak lelaki hal ini menjadikan peluang untuk melakukan prilaku-prilaku seksual baik dalam batasan normal ataupun diluar batasan. Jenis kelamin ini sangat erat hubungannya dengan seksualitas seseorang dimana jenis kelamin adalah merupakan salah satu faktornya. Hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan pola reproduksi hormon seksual antara remaja berjenis kelamin laki-laki dengan remaja berjenis kelamin perempuan. Remaja berjenis kelamin perempuan memiliki pola reproduksi sesuai dengan siklus bulanan, sedangkan laki-laki memproduksi hormon seksual secara terus menerus sehingga remaja yang berjenis kelamin laki-laki lebih agresif. Apabila dikaitkan dengan perilaku seksual seseorang remaja perempuan cendrung takut melakukan hubungan seksual pranikah karena mungkin takut hamil ataupun takut kehilangan keperawanan sedangkankan responden yang berjenis kelamin laki-laki tidak terpengaruh oleh hal tersebut, disamping itu dalam berperilaku pria lebih mengutamakan pertimbangan emosional dan prasaan. Dilihat dari data berpacaran responden SMAN 1 Belalau yang berpacaran yaitu sebanyak 64 (79,01 %). Pacaran mendorong remaja untuk merasa aman dan nyaman. Berpacaran memiliki dampak positif dan aspek negatif. Jika dilihat prestasi sekolah akibat dari berbacaran bisa menjadi meningkat ataupun sebaliknya. Di dalam hubungan pacaran pasti ada suatu permasalahan yang dapat membuat pasangan tersebut bertengkar. Dampak dari pertengkaran itu dapat mempengaruhi prestasi mereka di sekolah. Tetapi tidak menutup [142]

kemungkinan dapat mendorong mereka untuk lebih meningkatkan prestasi belajar mereka. Dalam berpacaran sering kali remaja meluapkan rasa sayangnya yang berlebihan dalam berpacaran. Mungkin awalnya memang sebagai tanda atau ungkapan kasih sayang, tapi pada umunya akan sulit membedakan rasa sayang dan nafsu. Hal ini berpeluang besar reponden ataupun remaja melakukan prilaku seksual. Oleh karena itu berpacaran seharusnya mendapatkan pengawasan yang sangat ketat dari orang tua dan orang tua diharapkan dapat memperhatikan pergaulan anaknya. Hal yang terpenting dalam berpacaran adalah gaya perpacaran kearah yang positif. Responden remaja SMAN 1 Belalau sebagian besar mendapakan uang jajan < Rp.10.000. Pemberian uang saku/jajan kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. yaitu: anak menjadi boros, anak tidak menghargai uang, dan anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang. Dilihat dari data tentang uang jajan yang didapakan responden atau remaja SMAN 1 Belalau mempunyai peluang yang sangat besar untuk digunakan untuk internetan. Dikarenakan uang sewa internet yang hanya Rp.2500/jam dan lokasi sangat terjangkau. Sedangkang pusat perbelanjaan pun terbatas untuk memperbelanjakan uang saku mereka. Disamping itu responden kebanyakan tinggal bersama orang tuanya dirumah sehingga tidak banyak mengeluarkan kebutuhan dari uang jajan. Hal ini berpeluang sangat besar untuk digunakan yang bersifat memuaskan salah satunya menyewa internet yang didalamnnya banyak konten-konten menarik sehingga mendorong keingintahuan mereka. Menurut Peneliti pornografi sangat banyak dan mudah didapatkan di internet. Hal serupa pernah diungkapkan oleh menkominfo Sofyan Djalil bahwa pornografi sangat banyak di internet. Menanggapi fenomena ini pemerintah melalui menkominfo menempuh dua jalan yang ditempuh untuk melindungi anakanak dari pornografi dan pemerintah amat serius untuk menyaring informasi internet. Jalan yang pertama adalah kampanye internet sehat dan upaya yang kedua adalah saringan atas pornografi internet. Pemerintah mempunyai wacana pembatasan penggunaan internet dan saat ini Tim Respon Keamanan Internet sedang disiapkan untuk menggunakan program penyaringan informasi inetrnet. Dan kelak peraturan itu akan mengikat semua pengguna internet di Indonesia, baik di rumah, kantor, maupun warung internet termasuk di Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat. Jika dilihat dari ketersedian akses internet remaja SMAN 1 Belalau lebih dominan menggunakan akses internet dari warnet. Banyak manfaat - manfaat yang dapat diambil dari internet. Tapi itu semua tergantung oleh orang - orang yang memanfaatkan media internet. Bila internet itu disalah gunakan dalam pemanfaatannya, maka akan timbul dampak negatif yang tidak diinginkan. Banyaknya warnet-warnet yang ada dan lokasi yang mudah dijangkau semakin mempermudah untuk mengakses internet. Internet merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam paparan pornografi. Menariknya konten-konten porno menambah minat remaja untuk membuka konten-konten tersebut. Murahnya uang sewa warnet dan lokasinya yang mudah terjangkau memudahkan remaja khususnya remaja SMAN 1 Belalau untuk mengakses secara langsung ataupun tidak langsung terhadap konten-konten porno yg ada di internet. Sehingga untuk keterpaparan peluang remaja SMAN 1 Belalau sangat besar untuk terpapar dan menimbulkan prilaku seksual. Dengan demikian dikawatirkan remaja ketagihan kontenkonten porno. Dikarenakan Sekali seseorang menyukai materi pornografi maka ia akan memiliki keinginan untuk melihat dan mendapatkan materi tersebut. [143]

Paparan pornografi yang dialami anak anak, didapat dari game online, internet, tayangan televise, alat alat teknoligi canggih sehingga adiksi pornografi berdampak sangat luas. Biasanya paparan pornografi dimulai di dalam keluarga sehingga sulit terkontrol. Paparan pornografi tidak hanya dilakukan oleh tayangan tayangan dari luar justru tayangan tayangan local yang diproduksi dari Indonesia juga banyak berisi dan bersifat pornografi. Dengan semakin besarnya paparan yang ada sekarang maupun secara langsung dan tidak langsung peranan orang tua dirumah sangatlah mempengaruhi dalam menanggulangi paparan pornografi. Sehingga perilaku yang tidak terpuji bisa yang melanggar normo-norma tidak dilakukan oleh remaja. Keluarga, harus sadar untuk melarang anak anaknya menonton pornografi yang makin marak di media internet, game online, komik serta handphone berkamera. Larangan tersebut tentu akan mempersempit untuk melihat atau membuat video yang asusila. Selain orang tua peranan masyarakat tidak kalah pentingnnya dalam mengawasi remaja-remaja dari pornografi. Sikap masyarakat yang bersikap acuh tak acuh terhadap fenomena pornografi menjadi indikator kecacatan masyarakat. Masyarakat harus lebih peduli sehingga masyarkat mempunyai peran penting dalam pengendalian pornografi dilingkungan tempat tinggalnya. Didalam masyarakat terdapat tokoh-tokoh masyarkat yang mempunyai pengaruh besar terhadap suatu lingkungan, diharapkan peran tokoh masyarakat ini dapat membantu dalam memerangi pornografi dan menjaga norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Tokoh masyarakat juga seharusnya mendapatkan pelatihan ataupun arahan oleh pemerintah yang mempunyai kewajiban dalam membantu memerangi paparan pornografi yang semakin hari semakin membahayakan pararemaja. Ancaman paparan pornografi menjadi suatu bahaya bila dilihat dari kesehatan. Banyaknya penyakit-penyakit kelamin yang ada pada saat ini sebut saja salah satunya adalah sivilis. Pemerintah juga melalui dinaskehatan mempunyai program penyuluhan terhadap remaja. Penyuluhan ini tujuannya memberikan pendidikan terhadap remaja bahaya perilaku-perilaku seksual yang tidak terkontrol. Yang disayangkan pada saat ini bahaya penyakit semakin besar tetapi penyuluhan-penyuluhan yang seharusnya dilakukan dinas-dinas terkait seperti dinas kesehatan kurang mencanangkan pencanangan memberikan penyuluhan atau pengetahuan bahaya sek yang tidak terkontrol yang berakibat penyakit kelamin yang ditimbulkan. Pemerintah sebenarnya sudah berupaya memerangi pornografi dengan dibuatnya undang-undang pornografi. Pro dan kontra mewarnai sebelum dan sesudah lahirnya UU Pornografi terhadap beberapa hal seperti batasan pornografi, sanksi pidana, dan peran serta masyarakat. Meskipun demikian, Pemerintah dan DPR RI menyadari sepenuhnya bahwa Indonesia perlu mengefisienkan UU Pornografi dengan pertimbangan bahwa pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dipandang sudah semakin luas dan dapat mengancam kehidupan sosial masyarakat. tindak kriminal terjadi di tengah masyarakat seperti pemerkosaan dan pelecehan seksual dimana si pelaku terdorong melakukannya setelah menonton film porno di internet, kasus maraknya penyebaran foto bugil di internet dari hasil rekayasa foto, kasus jual-beli VCD Porno yang melibatkan orang dewasa maupun anak-anak, dan masih banyak kasus lainnya. Dengan lahirnya UU Pornografi dimaksudkan untuk segera mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat, dan memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan. Sampai saat ini setelah pemerintah membuat undang-undang pornografi tidak begitu saja massalah pornografi di negara selesai begitu saja. Sampai dengan sekarang konten-konten porno yang beredar di masyarakat maupun [144]

diinternet menjadi momok yang menakutkan buat generasi remaja saat ini. Semakin hari keterpaparan remaja terhadap pornografi semakin bertambah besar. Penanggulangan masalah paparan pornografi ini melibatkan semua unsur baik unsur pemerintahan dan non pemerintahan. Pengawasan orang tua dan perhatian orang tua terhadap remajanya haruslah lebih ditingkatkan di era moderen sekarang ini sehingga dapat mencegah keterpurukan generasi remaja yang rusak oleh paparan-paparan yang ada saat ini khususnya paparan pornografi. KESIMPULAN Berdasarkan analisa dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi paparan pornografi melalui bacaan pada remaja di SMAN 1 Belalau Lampung Barat, sebagian besar adalah terpapar ringan sebesar 62 (76,5 %), melalui handphone sebagian besar adalah terpapar ringan sebesar 46 (56,8 %), melalui film porno sebagian besar adalah terpapar tinggi sebesar 60 (74,1 %), dan melalui internet sebagian besar melakukan sebesar 61 (75,3 %). Hasil anilisis hubungan dengan menggunakan uji statistik disimpulkan ada hubungan paparan pornografi melalui bacaan dengan perilaku seksual melalui bacaan di SMA Negeri 1 Belalau Lampung Barat dengan p-value = 0,010, ada hubungan paparan pornografi melalui handphone dengan perilaku seksual melalui handphone di SMA Negeri 1 Belalau Lampung Barat dengan p-value = 0,010, ada hubungan paparan pornografi melalui film dengan perilaku seksual di SMA Negeri 1 Belalau Lampung Barat dengan p-value = 0,004 dan ada hubungan paparan pornografi melalui internet dengan perilaku seksual melalui internet di SMA Negeri 1 Belalau Lampung Barat dengan p-value = 0,002. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka diharapkan siswa-siswi SMA N 1 Belalau dapat mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, kegiatan keagamaan yang ada disekolah sehingga akan meminimalkan/menghindari perilaku seksual yang beresiko pada remaja. Bagi orang tua diharapkan untuk melakukan pengawasan yang lebih kepada anakanaknya dengan mengajak mereka untuk sharing, dan ikut dalam kegiatan kegiatan di rumah serta pengawasan yang ketat terhadap perkembangan remaja di rumah dan selanjut diharapkan kepada pihak sekolah dapat memfasilitasi para siswa-siswi dalam kegiatan ekstrakulikuler diantaranya olahraga yang meliputi : basket, futsal, tenis meja, takrau dan lainlain, serta dapat memberikan kegiatan penyuluhan mengenya dnai kesehatan reproduksi pada remaja. DAFTAR PUSTAKA BKKBN. 2010. Bentuk-bentuk Perilaku Seksual Remaja, diperoleh tanggal 20 November 2011. http://www.bkkbn.co.id. Gunawan, Arif. 2011. Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta: Hanggar Kreator. Kartono, K. 2003. Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta. [145]