BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Inisiasi Menyusu Dini 2.1.1 Definisi Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi Menyusu Dini secara umum merupakan permulaan pada bayi baru lahir untuk segera menyusu sendiri pada ibunya dengan cara meletakkan bayi pada dada ibu dan dibiarkan merayap untuk mencari puting susunya sendiri. Untuk melakukan program ini, harus dilakukan langsung setelah lahir, tidak boleh ditunda dengan kegiatan menimbang atau mengukur bayi (Maryunani, 2012). Inisiasi Menyusui Dini (Early Initiation) atau permulaan menyusui dini adalah bayi mulai menyusui sendiri segera setelah bayi baru lahir, bayi dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara (Roesli, 2008). 2.1.2 Manfaat Inisiasi Menyusu Dini Manfaat Inisiasi menyusu dini untuk ibu dan bayi menurut Roesli (2012) yaitu kontak kulit antara ibu dan bayi adalah dada ibu mampu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara sehingga akan menurunkan kematian karena kedinginan (hypothermia), baik ibu maupun bayi akan merasa lebih tenang, pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil dan 7
8 bayi akan jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energy, saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya melalui jilatan dan menelan bakteri menguntungkan dikulit ibu sehingga bakteri ini akan berkembang biak membentuk koloni disusu dan kulit bayi, menyaingi bakteri yang merugikan. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga dan setelah itu bayi akan tidur dalam waktu yang lama; makanan yang diperoleh bayi dari ASI sangat diperlukan bagi pertumbuhan bayi dan kemungkinan bayi menderita alergi dapat dihindari lebih awal, bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusu eksklusif dan lebih lama disusui, hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu ibu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. Bayi mendapat kolostrum yang pertama kali keluar, cairan ini kaya akan zat yang meningkatkan daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan infeksi, penting untuk pertumbuhan, bahkan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus. Manfaat Inisiasi menyusu dini menurut Maryunani (2012) yaitu secara psikologis pemberian ASI pada satu jam pertama akan memberikan manfaat yaitu bayi akan mendapat terapi psikologis berupa ketenangan dan kepuasan. Hubungan ibu dan bayi lebih erat dan penuh kasih sayang, Ibu merasa lebih
9 bahagia, bayi lebih jarang menangis, ibu berperilaku lebih peka, lebih jarang menyiksa bayi. 2.1.3 Tahapan Perilaku Bayi Inisiasi Menyusu Dini Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam semua bayi akan melalui tahapan perilaku (prefeeding behaviour) sebelum ia berhasil menyusu. Berikut ini lima tahapan perilaku bayi tersebut. Menurut Depkes RI (2008), beberapa tahap perilaku bayi di atas antara lain meliputi: 1. 30 menit pertama Dalam 30 menit pertama merupakan stadium istirahat/diam dalam keadaan siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak. Sesekali mata terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang) merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman. Hal ini meningkatkan kepercayaan ibu terhadap kemampuan menyusui dan mendidik bayinya. Kepercayaan diri ayahpun menjadi bagian keberhasilan menyusui dan mendidik anak bersama-sama ibu. 2. 30 40 menit Pada masa ini, bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium, dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan putting susu ibu.
10 3. Mengeluarkan air liur Saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya, bayi mulai mengeluarkan air liurnya. 4. Bayi mulai bergerak ke arah payudara Aerola merupakan sasaran bagi bayi. Dengan kaki menekan perut ibu, ia menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah putting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil. 5. Menemukan, menjilat, mengulum putting, membuka mulut lebar dan melekat dengan baik. 2.1.4 Penghambat Inisiasi Menyusu Dini Menurut Roesli (2012) banyak pendapat yang beredar dimasyarakat yang dapat menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan bayi, padahal tidak terbukti kebenarannya, justru sebaliknya harus melaksanakan inisiasi menyusu dini. Berikut pendapat di masyarakat dan bantahannya: Bayi kedinginan, hal ini tidak benar karena suhu dada ibu yang melahirkan satu derajat lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan didada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun satu derajat dan jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat dua derajat untuk menghangatkan bayi. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorrhea harus segera diberikan setelah lahir. Tindakan pencegahan ini dapat ditunda
11 setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan diukur. Padahal, menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu kesempatan vernix meresap, melunakkan dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai. Bayi masih kurang siaga, padahal tidak demikian. Justru pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang di asup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi. Hal ini tidak benar, kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain/cairan pre-laktal (tidak benar). Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya. Hal ini tidak benar, seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah lahir, keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi
12 menyusu dini membantu menenangkan ibu. Pendapat yang ketujuh, ibu harus dijahit. Sebenarnya tidak masalah, kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah perut ibu. Tenaga kesehatan kurang tersedia untuk menemani ibu. Hal tidak jadi masalah, karena saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya, bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Libatkan ayah atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu. Pendapat yang terakhir, kamar bersalin atau kamar operasi sibuk. Hal ini juga tidak masalah, karena dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencari payudara dan menyusu dini. Menurut Agyemang (2008) bahwa yang menghambat ibu tidak melakukan inisiasi menyusui dini karena keyakinan bahwa susu tidak datang selama 3 hari, tidak memiliki cukup susu untuk mulai menyusui, keyakinan negatif tentang kolostrum, kegiatan seperti mandi, istirahat dan makan, menunggu plasenta yang akan dikeluarkan dan keyakinan bahwa ibu perlu beristirahat setelah melahirkan. 2.1.5 Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Menurut Maryunani (2012) langkah-langkah Inisiasi menyusu dini pada persalinan spontan, dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan, dalam menolong ibu saat melahirkan disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi. Bayi yang lahir segera dikeringkan secepatnya terutama kepala, kecuali tangannya, tanpa menghilangkan vernix
13 mulut dan hidung bayi dibersihkan, tali pusat diikat. Bila bayi tidak memerlukan resusitasi, bayi ditengkurapkan di dada dan perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan mata bayi setinggi puting susu, keduanya diselimuti bayi dapat diberi topi. Dianjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi, biarkan bayi mencari puting sendiri dan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling tidak satu jam. Ibu didukung dan dibantu mengenali perilaku bayi sebelum menyusu, bila menyusu awal terjadi sebelum satu jam, tetap biarkan kulit ibu dan bayi bersentuhan sampai setidaknya 1 jam, bila dalam 1 jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke puting tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. Beri waktu kulit melekat pada kulit 30 menit atau 1 jam lagi, setelah melekat kulit ibu dan kulit bayi setidaknya 1 jam atau selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur, dicap dan diberi vitamin K. Rawat gabung Ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Berikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lain kecuali atas indikasi medis. Tidak diberi dot atau empeng. Inisiasi menyusu dini pada persalinan Seksio Caesaria, dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu dikamar operasi atau dikamar pemulihan; begitu lahir diletakkan di meja resusitasi untuk dinilai dan dikeringkan secepatnya terutama kepala tanpa menghilangkan vernix mulut kecuali tangannya. Dibersihkan mulut dan hidung bayi, tali pusat diikat, kalau
14 bayi tak perlu diresusitasi, bayi dibedong dibawa ke ibu, diperlihatkan kelaminnya pada ibu kemudian mencium ibu. Tengkurapkan bayi di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu, kaki bayi agak sedikit melintang menghindari sayatan operasi, bayi dan ibu diselimuti dan diberi topi. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi mendekati puting, biarkan bayi mencari puting sendiri; biarkan kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu paling tidak selama satu jam, bila menyusu awal selesai sebelum satu jam, tetap kontak kulit ibu dan bayi selama setidaknya 1 jam, bila bayi menunjukkan kesiapan untuk minum, bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke puting tapi tidak memasukkan puting ke mulut bayi, bila dalam 1 jam belum bisa menemukan puting ibu, beri tambahan waktu melekat pada dada ibu, 30 menit atau 1 jam lagi, bila operasi telah selesai, ibu dapat dibersihkan dengan bayi tetap melekat di dadanya dan dipeluk erat oleh ibu kemudian ibu dipindahkan dari meja operasi ke ruang pulih (RR) dengan bayi tetap di dadanya, rawat gabung Ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar, bayi dalam jangkauan ibu selama 24 jam. 2.1.6 Kontra Indikasi Inisiasi Menyusu Dini. Menurut Roesli (2008) ada beberapa kondisi yang tidak memungkinkan untuk pelaksanaan inisiasi menyusu dini, baik kondisi ibu maupun kondisi bayi. Namun biasanya kondisi seperti ini hanya ditemui di Rumah Sakit karena kondisi ini merupakan kondisi kegawatdaruratan yang penanganan persalinannya pun hanya dapat dilakukan oleh dokter-dokter yang ahli dibidangnya.
15 1. Kontra Indikasi Pada Ibu. Kontra indikasi pada ibu antara lain: yang pertama, ibu dengan fungsi kardio respiratorik yang tidak baik, penyakit jantung klasifikasi II dianjurkan untuk sementara tidak menyusu sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan untuk menyusu. Penilaian akan hal ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika penyakit jantungnya tergolong berat, tak dianjurkan memberi ASI. Mekanisme oksitosin dapat merangsang otot polos. Sementara organ jantung bekerja dibawah pengaruh otot polos. Jadi, menyusu dapat memunculkan kontraksi karena kelenjar tersebut terpacu hingga kerja jantung jadi lebih keras sehingga bisa timbul gagal jantung. Kedua, ibu dengan eklamsia dan pre-eklamsia berat. Keadaan ibu biasanya tidak baik dan dipengaruhi obat-obatan untuk mengatasi penyakit. Biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi. Sebaiknya pemberian ASI dihentikan meski tetap perlu dimonitor kadar gula darahnya. Konsultasikan pada dokter mengenai boleh-tidaknya pemberian ASI pada bayi dengan mempertimbangkan kondisi ibu serta jenis obat-obatan yang dikonsumsi. Ketiga, ibu dengan penyakit infeksi akut dan aktif. Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusu. Banyak perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan menyusu atau tidak. Ibu yang positif mengidap AIDS belum tentu
16 bayinya juga positif AIDS. Itu sebabnya ibu yang mengidap AIDS, sama sekali tak boleh memberi ASI pada bayi. Keempat, ibu dengan karsinoma payudara, harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusu, ditakutkan adanya sel - sel karsinoma yang terminum si bayi. Kalau semasa menyusu ibu ternyata harus menjalani pengobatan kanker, disarankan menghentikan pemberian ASI. Obat-obatan antikanker yang dikonsumsi, bersifat sitostatik yang prinsipnya mematikan sel. Jika obat-obatan ini sampai terserap ASI lalu diminumkan ke bayi, dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan sel-sel bayi. Kelima, ibu dengan gangguan psikologi. Keadaan jiwa si ibu tidak dapat dikontrol bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayinya. Keenam, ibu dengan gangguan hormon. Bila ibu menyusu mengalami gangguan hormon dan sedang menjalani pengobatan dengan mengonsumsi obat-obatan hormon, sebaiknya pemberian ASI dihentikan. Dikhawatirkan obat yang menekan kelenjar tiroid ini akan masuk ke ASI lalu membuat kelenjar tiroid bayi jadi terganggu. Ketujuh, ibu dengan tuberculosis. Pengidap tuberkulosis aktif tetap boleh menyusu karena kuman penyakit ini tak akan menular lewat ASI, agar tak menyebarkan kuman ke bayi selama menyusu, ibu harus menggunakan masker. Tentu saja ibu harus menjalani pengobatan secara tuntas.
17 Kedelapan, ibu dengan hepatitis. Bila ibu terkena hepatitis selama hamil, biasanya kelak begitu bayi lahir akan ada pemeriksaan khusus yang ditangani dokter anak. Bayi akan diberi antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya agar tidak terkena penyakit yang sama. Sedangkan untuk ibunya akan ada pemeriksaan laboratorium tertentu berdasarkan hasil konsultasi dokter penyakit dalam. Dari hasil pemeriksaan tersebut baru bisa ditentukan, bolehtidaknya ibu memberi ASI. Bila hepatitisnya tergolong parah, umumnya tidak dibolehkan memberi ASI karena dikhawatirkan bisa menularkan pada si bayi. 2. Kontra Indikasi Pada Bayi Kontra indikasi pada bayi, antara lain: pertama, bayi kejang. Kejang - kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusu. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusu. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusu. Kedua, bayi yang sakit berat. Bayi dengan penyakit jantung atau paruparu atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tidak memungkinkan untuk menyusu, namun setelah keadaan membaik tentu dapat disusui. Misalnya bayi dengan kelainan lahir dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (Very Low Birth Weight). Refleks menghisap dan refleks lain pada BBLSR belum baik sehingga tidak memungkinkan untuk menyusu. Ketiga, bayi dengan cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskhisis, palatoskisis bahkan labiopalatoskisis masih memungkinkan untuk menyusu.
18 2.2 Konsep Remaja 2.2.1 Pengertian Remaja Usia remaja merupakan periode transisi perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, usia antara 10-24 tahun. Secara etimiologi, remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Defenisi remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Services Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Defenisi tersebut disatukan dalam terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun (Kusmiran, 2011). Batasan usia remaja Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Ditinjau dari bidang kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan dini. Berangkat dari masalah pokok ini, WHO menetapkan batasan usia 10-24 tahun sebagai batasan usia remaja. Dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10-21 tahun (Kumalasari, 2012).
19 2.2.2 Tahap Perkembangan Remaja Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja: 1. Remaja awal (early adolescence) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. 2. Remaja madya (middle adolescence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan narcistic, yaitu mencintai diri-sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramairamai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis. 3. Remaja akhir (late adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu: Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual; egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam
20 pengalaman-pengalaman baru; terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi; egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain; tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2012). 2.2.3 Ibu Usia Remaja Menjadi orangtua pada masa remaja sering menimbulkan konflik antara tugas perkembangan masa remaja dan tugas menjadi orang tua. Remaja yang masih dalam tahap pembentukan identitas yaitu mengembangkan peran dengan teman sebaya harus mengidentifikasi peran maternal, sehingga dapat menimbulkan seorang remaja menolak peran sebagai seorang ibu, tidak bertanggungjawab terhadap bayi baru lahir dan marah dengan bayi. Seorang remaja masih dalam tahap pembentukan citra tubuh dan pembentukan identitas seksual harus menerima perubahan citra tubuh akibat kehamilan, persalinan pasca partum. Hal ini menjadikan seorang remaja menolak perubahan tersebut dan menolak untuk menyusu bayi baru lahir. Beberapa konflik akibat tugas perkembangan remaja dan menjadi orangtua menjadikan hubungan remaja dan bayinya menjadi negatif (Monks, 2004). Tugas perkembangan menjadi orangtua yang harus dijalani oleh remaja antara lain, menyatukan gambaran anak yang dibayangkan dengan anak sesungguhnya, terampil dalam aktivitas merawat anak, menyadari kebutuhan bayi dan menyatukan bayi kedalam keluarga. Sifat dan karakteristik remaja yang egosentris dapat menjadi penghambat kemampuan remaja dalam
21 berperan sebagai orangtua yang efektif, sehingga dukungan dari orang terdekat dan sebagai orangtua yang efektif, sehingga dukungan dari orang terdekat dan keluarga serta masyarakat sangat membantu remaja dalam pencapaian peran menjadi orangtua (Bobak et al, 2004). 2.3 Studi Fenomenologi Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena dalam bentuk pengalaman hidup. Penggunaan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi bertujuan untuk memperoleh data yang lebih komprehensif, mendalam, credible dan bermakna. Fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada beberapa fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Tujuan penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Beck, 2012). Sumber data utama dalam penelitian fenomenologi berasal dari perbincangan yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan. Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah
22 ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012). Hasil penelitian dalam studi fenomenologi diperoleh melalui proses analisis data. Untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness) maka data divalidasi dengan empat kriteria. Pertama, kredibilitas (Credibility) merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari partisipan sebagai informan. Credibility termasuk validitas internal. Cara memperoleh tingkat kepercayaan yaitu perpanjangan kehadiran peneliti/pengamat (prolonged engagement), ketekunan pengamatan (persistent observation), triangulasi (triangulation), diskusi teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negatif (negative case analysis), pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks), dan pengecekan anggota (member checking). Validasi kedua, Tranferabilitas (transferability) adalah kriteria yang digunakan untuk memenuhi bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan dalam situasi lain. Ketiga, dependabilitas (dependability) mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik adalah dependability audit yaitu meminta dependen atau independen
23 auditor untuk memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah konvensional disebut reliabilitas atau syarat bagi validitas. Keempat, konfirmabilitas (confirmability) memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif. Confirmability merupakan kriteria untuk menilai kualitas hasil penelitian.