Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Miranti Indri Hastuti *), Annisa Nazmi Azzahra

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TEORI DASAR

Novvria Sagita dan Ratih Prasetya Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado Jl. AA Maramis Bandara Sam Ratulangi, Manado 59374

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

Novvria Sagita 1), Ratih Prasetya 2) Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN ESTIMASI CURAH HUJAN DENGAN DATA SATELIT DAN RADAR INTEGRASI DI BALIKPAPAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Stasiun Meteorologi kelas III Nangapinoh-Melawi,Kalimantan Barat 2

Aplikasi microwave pada Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) Microwave Imagener untuk mengukur curah hujan 2012

PENGGUNAAN DATA SATELIT MTSAT-IR DAN TRMM UNTUK MENENTUKAN SUHU THRESHOLD

VERIFIKASI DATA CURAH HUJAN TRMM DI SUMBAWA MENGGUNAKAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING, MEAN, DAN POINT

KOREKSI DATA HUJAN DASARIAN TRMM DI STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU MENGGUNAKAN REGRESI LINEAR SEDERHANA

TUGAS AKHIR Disusun untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program Sarjana di Program Studi Meteorologi. oleh : M. RIDHO SYAHPUTRA ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. panas serta biasanya menghabiskan bahan bakar hutan seperti serasah, tumbuhan

Sistem Pengolahan Data NOAA dan METOP

3 BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk sebagai salah satu wilayah yang berada di daerah

Di zaman modern seperti sekarang ini, semakin sering. DNB/VIIRS: Menatap Bumi di Malam Hari AKTUALITA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN DISTRIBUSI TIPE AWAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MTSAT IR1

Pengujian Cloud Mask Daerah Kalimantan Menggunakan Metode BTD dengan Memanfaatkan Citra Satelit Himawari-8

4 BAB IV HASIL DAN ANALISA

PENENTUAN NILAI AMBANG BATAS UNTUK POTENSI RAWAN BANJIR DARI DATA MTSAT DAN QMORPH (STUDI KASUS: BANJIR BENGAWAN SOLO 2007)

ISSN Any Zubaidah, Dede Dirgahayu, Junita Monika Pasaribu. Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana-LAPAN

IDENTIFIKASI SEBARAN ASAP MELALUI METODE RGB CITRA SATELIT HIMAWARI 8 (KASUS: KEBAKARAN HUTAN DI SUMATERA DAN KALIMANTAN 15 SEPTEMBER 2015)

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN PUTING BELIUNG DI ARJASA SUMENEP TANGGAL 03 APRIL mm Nihil

Kajian Satelit Penginderaan Jauh Cuaca Generasi Baru Himawari 8 dan 9

ANALISIS PERUBAHAN CURAH HUJAN SATELIT TROPICAL MEASURING MISSION (TRMM) TAHUN 2009 DAN TAHUN 2010

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR, PAPUA BARAT

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

PEMANFAATAN CITRA MTSAT UNTUK ANALISIS POLA PERSEBARAN CURAH HUJAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

PENDUGAAN CURAH HUJAN DENGAN DATA SATELIT GEOSTASIONER (MTSAT-1R) DAN GELOMBANG MIKRO IMAGER (TRMM): STUDI KASUS DAS CITARUM SIGIT DENI SASMITO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan)

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur

MODIFIKASI ALGORITMA AVHRR UNTUK ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAUT (SPL) CITRA AQUA MODIS

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

EXECUTIVE SUMMARY PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA (IPKPP) TAHUN ANGGARAN 2012

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

Verifikasi Data Curah Hujan dari Satelit TRMM dengan Pengamatan Curah Hujan BMKG Di Provinsi Kalimantan Selatan

ANALISA SEBARAN AWAN UNTUK MENENTUKAN PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA PEKANBARU BERDASARKAN DATA PENGINDERAAN JARAK JAUH

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI BANJIR. Indah Prasasti*, Parwati*, M. Rokhis Khomarudin* Pusfatja, LAPAN

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

ANALISIS PERTUMBUHAN, PERGERAKAN, DAN INTENSITAS SIKLON TROPIS MARCIA BERBASIS DATA SATELIT MTSAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISA CUACA TERKAIT BANJIR DI KABUPATEN TANGGAMUS LAMPUNG (26 OKTOBER 2017)

Proof of Concept 2015

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Jurnal Geodesi Undip Januari 2015

KAJIAN DAMPAK GELOMBANG PLANETER EKUATORIAL TERHADAP POLA KONVEKTIFITAS DAN CURAH HUJAN DI KALIMANTAN TENGAH.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PROTOTYPE Sistem Akuisisi dan pengolahan data satelit S-NPP

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018

STASIUN METEOROLOGI TANJUNGPANDAN

VERIFIKASI MODEL ATMOSFER WILAYAH TERBATAS DALAM SIMULASI CURAH HUJAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2010 yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

3. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

KAJIAN POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI KABUPATEN ROKAN HULU MENGGUNAKAN DATA SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION (TRMM)

KARAKTERISTIK HUJAN JAM-JAMAN BERDASARKAN DATA SATELIT TRMM JAXA KABUPATEN PELALAWAN

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

Informasi Kanal Sadewa 3.0. Didi Satiadi Bidang Pemodelan Atmosfer Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

ABSTRAK Kata kunci : ABSTRACT Key word :

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BENTUK DISTRIBUSI HUJAN JAM JAMAN KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN DATA SATELIT

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Frekuensi Sebaran Petir pada Kejadian Hujan Ekstrem di Stasiun Meteorologi Citeko... (Masruri dan Rahmadini)

Evaluasi Pengukuran Angin dan Arus Laut Pada Data Sentinel-1, Data Bmkg, dan Data In-Situ (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Verifikasi Data Estimasi Curah Hujan dari Satelit TRMM dan Pos Pengamatan Hujan BMKG di Sulawesi Utara

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KECAMATAN ALOK WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (15 FEBRUARI 2018)

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PENGUKURAN ANGIN DAN ARUS LAUT PADA DATA SENTINEL-1, DATA BMKG, DAN DATA IN-SITU (Studi Kasus: Perairan Tenggara Sumenep)

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

ANALISIS KONDISI PRESIPITASI SAAT KEMUNCULAN MESOSCALE CONVECTIVE COMPLEX DI SELAT MAKASSAR (Studi Kasus Tanggal Mei 2014)

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

Transkripsi:

Pemanfaatan Data Satelit Himawari-8 untuk dengan Metode Autoestimator di Kalianget, Madura Utilization of Himawari-8 Satellite Data for Rainfall Estimation with Autoestimator Method in Kalianget, Madura Miranti Indri Hastuti *), Annisa Nazmi Azzahra Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika *) E-mail: mynameisindrie@gmail.com ABSTRAK Berkaitan dengan terbatasnya informasi curah hujan, maka dibutuhkan data satelit sebagai salah satu alternatif untuk mendapatkan estimasi curah hujan. Dalam tulisan ini, curah hujan diestimasi menggunakan metode auto estimator dengan pemanfaatan data satelit Himawari-8. Data satelit Himawari-8 yang digunakan merupakan data kanal inframerah untuk melihat suhu puncak awan melalui Satellite Animation and Interactive Diagnosis (SATAID). Selanjutnya, suhu puncak awan dimanfaatkan untuk perhitungan algoritma sehingga dihasilkan estimasi curah hujan. Lokasi penelitian dilakukan di Kalianget, Madura pada bulan Desember 2016, Januari 2017, dan Februari 2017. Kemudian, hasil estimasi diverifikasi dengan data observasi curah hujan di Stasiun Meteorologi Kalianget Madura untuk uji keakuratan dari metode auto estimator. Kata kunci: auto estimator, Himawari-8, curah hujan ABSTRACT Rainfall data estimation from satellite is needed to overcome the limited amount of ground-based rainfall data. In this paper, the rainfall was estimated using auto estimator method with the utilization of Himawari-8 satellite data. The Himawari-8 satellite data used was the infrared channel to determine the top of cloud temperatures using Satellite Animation and Interactive Diagnosis (SATAID). Next, top of cloud temperatures were utilized for using computiational algorithm to generate rainfall estimation. The area of study was choosen at Kalianget, Madura in December 2016, January 2017, and February 2017. The result were verified with rainfall observation data from Kalianget Meteorological Station for the accuracy assessment. Keywords: auto estimator, Himawari-8, rainfall 1. PENDAHULUAN Sebagai negara kepulauan tropis, Indonesia merupakan tempat yang subur untuk terjadinya pertumbuhan awan hujan sehingga prediksi curah hujan sangat diperlukan. Pada kenyataannya, prediksi curah hujan masih sangat sulit untuk dilakukan dengan akurat karena sifat curah hujan memiliki variasi spasial dan temporal sangat besar. Terlebih lagi, data curah hujan maupun stasiun pengamatan curah hujan observasi permukaan di wilayah Indonesia jumlahnya masih sangat terbatas. Untuk mengatasi permasalahan ini digunakan metode remote sensing (penginderaan jauh) untuk memantau cuaca. Satelit pengamatan cuaca yang mencakup wilayah Indonesia ada 3 jenis orbit satelit, yaitu satelit geostasioner (Himawari-8, Fengyun, Kompsat), satelit polar (Terra/Aqua, NOAA, Suomi NPP, DMSP), dan satelit equatorial (TRMM, GPM Core). Tiga jenis satelit ini sudah banyak dikembangkan, khususnya satelit dengan orbit geostasioner. Data satelit geostasioner adalah data near real time yang dapat mendeteksi daerah yang sangat luas termasuk lautan secara kontinu dengan jangka waktu yang panjang. Informasi yang dapat diperoleh dari satelit geostasioner untuk pengamatan cuaca antara lain adalah radiasi infra merah thermal awan. Data satelit cuaca memiliki 4 level, yaitu level 0 berupa data voltase, level 1 berupa data dengan koreksi radiometrik, level 2 berupa data koreksi radiometrik dan geometrik seperti kanal visible, inframerah, near inframerah, dan water vapour, dan level 3 berupa data produk satelit, seperti vulcanic ash dispersion dan sebaran konvektif. Penyajian data secara real time dapat dilakukan dengan satelit geostasioner maupun polar. Satelit polar seperti TRMM (Tropical Rainfaall Measuring Mission) adalah satelit yang diciptakan berdasarkan misi NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) untuk mengukur curah hujan di wilayah tropis dan subtropis. Satelit TRMM diluncurkan pada tanggal 27 November 1977 pada pukul 6:27 pagi waktu Jepang dan dibawa oleh roket milik JAXA. Cara kerja satelit TRMM adalah dengan mengukur radiasi yang diemisikan oleh zat cair atau yang dihamburkan oleh es di awan. Kemudian, radiasi ini diterima sebagai sinyal-sinyal yang dapat dikonversi menjadi curah hujan. Sensor utama satelit 441

Pemanfaatan Data Satelit Himawari-8 untuk dengan Metode Auto-Estimator di Kalianget, Madura (Hastuti, dkk.) TRMM untuk pengukuran curah hujan adalah sensor Precipitation Radar (PR), TRMM Microwave Imager (TMI), dan Visible Infrared Scanner (VIRS). Semua sensor tersebut dapat berkombinasi satu sama lain dalam mengukur curah hujan. Himawari-8 merupakan satelit geostasioner dengan cakupan yang luas dan real time. Satelit Himawari-8 merupakan milik Jepang, generasi ke-8 dari satelit geostasioner yang berasal dari Japan Meteorological Agency (JMA). Satelit ini diluncurkan pada tanggal 7 Juli 2015 sebagai pengganti dari satelit MTSAT-2 (Himawari-7). Satelit Himawari-8 memiliki 16 kanal dengan spektrum dan karakteristik gelombang yang berbeda. Satelit ini mampu menyediakan data citra satelit setiap 10 menit sekali dengan resolusi spasial 2 kilometer. Citra IR Himawari-8 mempresentasikan suhu puncak awan yang dapat dilihat menggunakan aplikasi SATAID dari JMA. Pada penelitian ini, estimasi curah hujan menggunakan autoestimator sehingga dibutuhkan satelit yang berorbit geostasioner dan memiliki data dengan jangka waktu minimal setengah atau satu jam sekali, yaitu satelit Himawari-8. Algoritma autoestimator menggunakan data suhu puncak awan yang diidentifikasi sebagai awan hujan, kemudian data suhu puncak awan digunakan dalam rumus autoestimator untuk mendapatkan estimasi curah hujan. Satu fakta penting mengenai awan-awan hujan yang signifikan dalam pengembangan autoestimator adalah bahwa awan-awan dengan puncak awan bersuhu rendah pada citra IR menghasilkan curah hujan yang lebih besar dibandingkan dengan awan-awan yang puncaknya bersuhu lebih hangat (Swarinoto dan Husain, 2012). Perbandingan antara suhu puncak awan pada satelit geostasioner citra IR dengan citra radar cuaca memperlihatkan bahwa awan konvektif dapat ditandai dengan suhu puncak awan yang sangat rendah (195 sampai 210 K) (Swarinoto dan Husain, 2012). Metode autoestimator pertama kali diperkenalkan oleh Vicente pada tahun 1998. Penelitian berfokus pada musim hujan yaitu bulan Desember, Januari, dan Februari (DJF) berlokasi di Stasiun Meteorologi Kalianget Madura yang berada di Kabupaten Sumenep, Pulau Madura. Kabupaten Sumenep termasuk daerah tropis. Berdasarkan data tahun 2011, jumlah curah hujan terbanyak di Sumenep terjadi pada bulan Desember dengan suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/kabupaten_sumenep, 13/09/2017) 2. METODE 2.1 Data 1. Data satelit Himawari-8 kanal inframerah bulan Desember 2016, Januari 2017, dan Februari 2017 yang diperoleh dari ftp:// 202.90.199 2. Data observasi curah hujan bulan Desember 2016, Januari 2017, dan Februari 2017 yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Kalianget Madura 2.2 Alat Penelitian Penelitian ini menggunakan peralatan sebagai berikut. 2.2.1 Perangkat Keras Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laptop dengan merek HP Pavilion Touchmart 11Z dengan spesifikasi sebagai berikut: Operating System : Windows 10 Ultimate 64 bit Processor : AMD A4-1250 APU with Radeon (TM) HD Graphics 1.00 GHz Memory : 4 Gigabyte RAM 2.2.2 Perangkat Lunak Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu software SATAID dan Microsoft Excel. 2.3 Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data satelit Himawari-8 dalam tuisan ini melewati 3 tahap sebagai berikut. 2.3.1 Deteksi suhu puncak awan hujan Tahap pertama adalah mendeteksi awan hujan terjadi pada pukul berapa berdasarkan data observasi, selanjutnya melihat dan mencatat suhu puncak awan hujan dengan menggunakan software SATAID. 2.3.2 Menghitung estimasi curah hujan dengan auto-estimator Tahap kedua adalah menghitung estimasi curah hujan menggunakan software Microsoft excel dengan rumusan auto-estimator sebagai berikut. R= 1.1183 *10 11 exp(-3.6382*10-2 *T 1,2 )... (1) 442

2.3.3 Uji korelasi dan menghitung error (Root Mean Square Error, RMSE) Tahap yang terakhir adalah uji korelasi (r) antara data observasi curah hujan dan estimasi curah hujan dengan metode Pearson dan menghitung error (RMSE). r = ( )( ) ( ) } { ( )...(2) RMSE = (y y )...(3) 2.4 Diagram Alir Penelitian Gambar 1. Diagram Alir Penelitian 2.5. Lokasi Penelitian Stasiun Meteorologi Kalianget Madura terletak di Provinsi Jawa Timur tepatnya di ujung timur Pulau Madura, Kabupaten Sumenep, Kecamatan Kalianget. Posisi Bujur terletak di antara 113 32'54"-116 16'48" BT dan di antara 4 55'-7 24' LS (Gambar 2). Alamat Stasiun Meteorologi Kalianget Madura berada di Jl. Raya Kalianget No.8, Sumenep Barat Madura 69471. Seperti daerah lain di Indonesia, musim hujan di Sumenep dimulai bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hingga September. Rata-rata curah hujan di Sumenep adalah 1.479 mm. (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/kabupaten_sumenep, 13/09/2017) Gambar 2. Letak Stasiun Meteorologi Kalianget Madura 443

Pemanfaatan Data Satelit Himawari-8 untuk dengan Metode Auto-Estimator di Kalianget, Madura (Hastuti, dkk.) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Data dan Bulan Desember 2016 1 0.0 0.0 17 0.0 6.6 2 1.9 0.7 18 0.7 4.0 3 0.0 2.6 19 112.0 41.0 4 7.7 0.5 20 0.0 0.0 5 66.7 6.9 21 1.8 2.4 6 0.1 0.3 22 0.0 0.0 7 0.0 0.3 23 4.5 0.0 8 0.0 9.3 24 0.0 0.0 9 39.7 3.0 25 0.0 0.0 10 7.7 0.2 26 0.0 0.0 11 0.1 11.0 27 29.1 0.7 12 4.6 0.3 28 0.0 35.0 13 9.3 1.0 29 0.0 63.3 14 0.1 35.0 30 1.2 8.3 15 0.0 10.9 31 0.1 20.0 16 0.0 0.1 Berdasakan Tabel 1 di atas, data curah hujan bulan Desember 2016 hasil perhitungan menggunakan metode autoestimator cenderung lebih tinggi dibandingkan curah hujan hasil observasi di Stasiun Kalianget Madura. Data curah hujan yang dihitung dan curah hujan hasil observasi memiliki korelasi 0.5. Nilai korelasi tersebut bernilai positif dan termasuk dalam kategori lemah berdasarkan rumus korelasi pearson. Nilai hasil perhitungan RMSE menunjukkan perbedaan antara nilai estimasi curah hujan dengan curah hujan observasi. Dari hasil hitung RSME, didapatkan nilai sebesar 21,1 mm. Nilai tersebut menandakan bahwa nilai error hasil pehitungan curah hujan dengan metode autoestimator sebesar 21,1 mm/hari. Desember 2016 120,0 100,0 Curah hujan (mm) 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Gambar 3. Grafik Perbandingan dan Bulan Desember 2016 444

Pada Gambar 3, terlihat hasil perhitungan estimasi curah hujan yang cenderung overestimate dibandingkan dengan curah hujan observasi di Stasiun Kalianget Madura. Pola garis terlihat tidak beraturan karena curah hujan hasil perhitungan dengan curah hujan hasil observasi memiliki nilai perbedaan yang cukup tinggi. Tabel 2. Data dan Bulan Januari 2017 1 5.8 60.4 17 7.3 1.9 2 10.2 34.8 18 3.2 11.5 3 1.6 33.0 19 0.0 0.0 4 0.6 4.5 20 0.1 0.1 5 0.0 7.0 21 1.1 13.6 6 2.3 0.8 22 3.9 3.0 7 0.6 3.0 23 15.4 30.3 8 0.0 0.0 24 6.4 1.6 9 0.0 0.0 25 2.1 48.8 10 0.0 25.6 26 0.5 1.7 11 7.3 12.5 27 9.5 0 12 1.1 14.7 28 13.7 2.6 13 12.7 0.4 29 127.4 28.1 14 83.1 32.4 30 4.6 7.6 15 7.9 6.0 31 3.8 9.8 16 2.0 5.0 Pada bulan Januari 2017, data Tabel 2 menunjukkan curah hujan hasil perhitungan menggunakan metode autoestimator cenderung lebih rendah dibandingkan curah hujan hasil observasi di Stasiun Meteorologi Kalianget Madura. Korelasi dari curah hujan yang dihitung dengan curah hujan hasil observasi sebesar 0.4. Nilai korelasi tersebut bernilai positif dan termasuk dalam kategori lemah berdasarkan rumus korelasi pearson. Nilai hasil perhitungan RMSE menunjukkan perbedaan antara nilai estimasi curah hujan dengan curah hujan observasi. Dari hasil hitung RSME, didapatkan nilai sebesar 26,1 mm. Nilai tersebut menandakan bahwa nilai error hasil pehitungan curah hujan dengan metode autoestimator sebesar 26,1 mm/hari. 140,0 Januari 2017 (mm) 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Gambar 4. Grafik Perbandingan dan Bulan Januari 2017. 445

Pemanfaatan Data Satelit Himawari-8 untuk dengan Metode Auto-Estimator di Kalianget, Madura (Hastuti, dkk.) Pada Gambar 4 di atas terlihat hasil perhitungan estimasi curah hujan yang cenderung underestimate dibandingkan dengan curah hujan observasi di Stasiun Kalianget Madura. Pola garis terlihat tidak beraturan karena curah hujan hasil perhitungan dengan curah hujan hasil observasi memiliki nilai perbedaan yang cukup tinggi. Tabel 3. Data dan Bulan Februari 2017 Curah Hujan Curah Hujan 1 0.2 4 16 0.0 10.6 2 0.0 0 17 0.0 1 3 31.0 22.9 18 24.6 5 4 0.0 0 19 0.0 13.8 5 0.0 0 20 0.0 12 6 12.2 3.2 21 0.0 0.4 7 9.8 24.1 22 15.4 29.3 8 27.3 13 23 0.0 0 9 13.2 17.8 24 6.5 0 10 13.7 16.8 25 0.0 0 11 1.2 1.1 26 0.0 0 12 6.4 47.2 27 1.6 0.1 13 0.0 0 28 0.0 0 Berdasakan Tabel 3 curah hujan bulan Februari 2017, curah hujan hasil perhitungan menggunakan metode autoestimator lebih rendah dibandingkan curah hujan hasil observasi di Stasiun Kalianget Madura. Data curah hujan yang dihitung dan curah hujan hasil observasi memiliki korelasi 0.3. Nilai korelasi tersebut bernilai positif dan termasuk dalam kategori sangat lemah berdasarkan rumus korelasi pearson. Selain itu, dari hasil hitung RSME didapatkan nilai sebesar 244,5 mm. Nilai tersebut menandakan bahwa nilai error hasil pehitungan curah hujan dengan metode autoestimator sebesar 244,5 mm/hari. Nilai tersebut merupakan nilai error yang tinggi untuk perhitungan estimasi curah hujan. Februari 2017 (mm) 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Gambar 5. Grafik Perbandingan dan Bulan Februari 2017 446

Pada Gambar 5 di atas terlihat hasil perhitungan estimasi curah hujan yang cenderung underestimate dibandingkan dengan curah hujan observasi di Stasiun Kalianget Madura. Pola garis terlihat tidak beraturan karena curah hujan hasil perhitungan dengan curah hujan hasil observasi memiliki nilai perbedaan yang tinggi. 4. KESIMPULAN Nilai korelasi antara estimasi curah hujan yang dihitung menggunakan metode autoestimator dengan curah hujan observasi pada bulan Desember 2016, Januari 2017 dan Februari 2017 adalah 0,5, 0,4 dan 0,2. Nilai korelasi tersebut menandakan hubungan korelasi positif yang lemah antara keduanya. Kemudian nilai error dari estimasi curah hujan masing-masing bulan yaitu 21,1 mm/hari, 26,1 mm/hari dan 244,5mm/hari dimana nilai error tersebut cukup tinggi terutama bulan Februari. Berdasarkan nilai korelasi dan RSME tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode autoestimator tidak cocok digunakan untuk mengestimasi curah hujan di Stasiun Meteolorologi Kalianget Madura karena memiliki nilai korelasi yang lemah dan nilai error yang tinggi terutama pada bulan Februari 2017. Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang lebih baik, perlu adanya kajian lebih lanjut tentang metode ini. 5. DAFTAR PUSTAKA Avia L.Q., dan Haryanto, A. (2013). Penentuan Suhu Threshold Awan Hujan di Wilayah Indonesia Berdasarkan Data Satelit MTSAT dan TRMM. Jurnal Sains Dirgantara, Vol.10 No.2, 82-89. Rani, N.A., Khoir A.N., dan Gloaguen, R., (2016). Rainfall Estimation Using Auto-estimator Based On Cloud-Top Temperature Of Himawari 8 Satellite Compared To Rainfall Observation In Pangkalpinang Meteorological Station. The 6th International Symposium for Sustainable Humanosphere. Swarinoto, Y.S., & Husain. (2012). curah hujan harian dengan metode auto estimator (Kasus Jayapura dan sekitarnya). Jurnal Meteorologi dan Geofisika, vol. 13, no. 1, 53-61. Wikipedia. (2017). Kabupaten Sumenep. https://id.wikipedia.org/wiki/kabupaten_sumenep (diakses pada tanggal 13 Sepember 2017) 447