Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden period),

PENELITIAN PEMBERIAN STIMULASI OLEH IBU UNTUK PERKEMBANGAN BALITA. Nurlaila*, Nurchairina* LATAR BELAKANG

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA DI KELURAHAN BRONTOKUSUMAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

KERANGKA ACUAN STIMULASI DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG (SDIDTK) ANAK

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, deteksi, intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Depkes

Jurnal Medika Saintika Vol 7 (2) Jurnal Medika Saintika

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 1, April 2013 ISSN LINGKUNGAN BIOLOGIS DAN PSIKOSOSIAL DENGAN PERTUMBUHAN PERKEMBANGAN BAYI TIGA TAHUN

HUBUNGAN LINGKAR KEPALA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 1-24 BULAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

GAMBARAN PERKEMBANGAN BALITA GIZI KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CUKIR KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

Hikmatul Khoiriyah Akademi Kebidanan Wira Buana ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. (Ariwibowo, 2012) atau sekitar 13% dari seluruh penduduk Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Usia toddler merupakan usia anak dimana dalam perjalanannya terjadi

REPI SEPTIANI RUHENDI MA INTISARI

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN :

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin lama stimulasi dilakukan, maka akan semakin besar manfaatnya

PERBEDAAN ASPEK PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH ANTARA SISWA BARU DAN SISWA LAMA DI SATUAN PAUD SEJENIS (SPS) CUT NYAK DIEN KRETEK, BANTUL

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KETEPATAN STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK 0-3 TAHUN DI DESA SOKO KEC. GLAGAH KAB. LAMONGAN.

52 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN. Latar Belakang

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK AISYIYAH BANJARMASIN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tahun pertama dalam kehidupannya yang merupakan. lingkungan bagi anak untuk memperoleh stimulasi psikososial.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG STIMULASI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 0-24 BULAN DI DESA TRIGUNO KECAMATAN PUCAKWANGI KABUPATEN PATI

PENGARUH PELATIHAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA (DTKB) TERHADAP MOTIVASI DAN KETRAMPILAN KADER DI DUSUN SORAGAN NGESTIHARJO KASIHAN BANTUL

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

penting dalam menentukan arah serta mutu pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Kemampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan anak akan asuh, asih,

Oleh : Suyanti ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia seutuhnya yang dapat dilakukan melalui berbagai. dimasa yang akan datang, maka anak perlu dipersiapkan agar dapat

HUBUNGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-5 TAHUN DI DESA TAWANREJO BARENG KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. dari 400 gr di waktu lahir menjadi 3 kali lipatnya seteleh akhir tahun ketiga

KERANGKA ACUAN KERJA STIMULASI, DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG ( SDIDTK)

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan sukses di masa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN STIMULASI BICARA DAN BAHASA PADA BALITA DI PAUD NURUL A LA KOTA LANGSA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN KADER DALAM PELAKSANAAN KELURAHAN SIAGA DI KOTA BANJARMASIN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Periode lima tahun pertama kehidupan anak (masa balita) merupakan masa

PERBEDAAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANTARA ANAK TAMAN KANAK-KANAK DI DAERAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DENVER II

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan toddler. Anak usia toddler yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. keturunan dan dapat berguna bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah keturunan kedua.

: Lingkar Kepala, Perkembangan Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

GAMBARAN PERKEMBANGAN BAYI YANG TIDAK DIBERIKAN ASI EKSKLUSIF DI DESA KADEMANGAN DAN DESA MIAGAN KECAMATAN MOJOAGUNG KABUPATEN JOMBANG

GAMBARAN TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 6-24 BULAN YANG MENDAPAT ASI EKSKLUSIF DI DESA GASOL KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. usia dini, 50% akan mencapai kemampuan kemudian, 75% anak akan mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu SDM yang berkualitas. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. tetapi berbagai permasalahan yang sangat mendasar, terutama dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN.

Sudarti 1, Afroh Fauziah 2 INTISARI PENDAHULUAN

Umi Sa adah, Asih Setyorini

DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK PRASEKOLAH DI TK NIDZAMIYAH KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mental inteligensi serta perilaku anak (Mansjoer, 2000).

AFIYAH. VOL. 3, NO. I, BULAN JANUARI, TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 3-4 TAHUN DI POSYANDU BUDI LESTARI DESA TLOGOREJO GUNTUR DEMAK.

Rustantina 1), Dewi Elliana 2) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,

PENGARUH POLA ASUH IBU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN ABSTRAK

Tahun Ajaran Baru Membuat Orang Tua Sibuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tahapan perkembangan merupakan tingkatan tumbuh dan

A-PDF OFFICE TO PDF DEMO: Purchase from to remove the watermark BAB I PENDAHULUAN

POLA ASUH DAN PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL ANAK TODDLER. Triani Yuliastanti Novita Nurhidayati INTISARI

Oleh : Yuyun Wahyu Indah Indriyani ABSTRAK

PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH YANG SEKOLAH TK DAN ANAK YANG TIDAK SEKOLAH TK DI DESA BANJARSARI KEC. BANTARBOLANG PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PELATIHAN PEMBERIAN MAKANAN PADA BAYI DAN ANAK (PMBA) DENGAN KETERAMPILAN KONSELING PADA BIDAN DI WILAYAH KAWEDANAN PEDAN TAHUN 2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta

GAMBARAN HASIL PELAKSANAAN KPSP, TDL, TDD ANAK USIA 4 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Perkembangan merupakan bertambahnya kemampuan skill dalam

PENGARUH KARAKTERISTIK ORANGTUA DAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP PERKEMBANGAN BALITA

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN. Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti

Mila Harlisa*, Amirul Amalia**, Dadang K***

PINTAR BANANA SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS BALITA DI RW 04 DAN RW 05 DESA ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP & PA) menyebutkan bahwa setiap anak merupakan aset

Peningkatan Ketrampilan Guru Paud Dalam Melakukan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia

Oleh : Merlly Amalia ABSTRAK

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan ke 8 tahap mulai bayi (0-18 bulan), toddler (1,5 3 tahun), anakanak

Nelly Malahayati 1. STIKes Bina Nusantara ABSTRAK. : Posyandu, Peran Kader,Dukungan Keluarga

Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume IV No.1 Edisi Juni 2011, ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. proses pematangan dan belajar (Wong, 1995) fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan

HUBUNGAN PERAN IBU DALAM PEMILIHAN ALAT PERMAINAN DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 4-6 TAHUN DI YAYASAN AR-RAHMAH KABUPATEN LUMAJANG

PENGETAHUAN KADER MENINGKATKAN MOTIVASI DALAM MELAKUKAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN BIDAN DENGAN PENGGUNAAN PARTOGRAF DI PUSKESMAS PAGADEN PERIODE MARET SAMPAI JULI 2008

HUBUNGAN STIMULASI ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK PRASEKOLAH BERUSIA 4-5 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Para ahli mengatakan bahwa periode anak usia bawah tiga tahun (Batita)

PENGARUH STIMULASI MOTORIK HALUS TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 4 5 TAHUN DI TAMAN KANAK KANAK PERTIWI TIRIPAN BERBEK NGANJUK

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014

DETERMINAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

Transkripsi:

PENELITIAN FAKTOR POSTNATAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERKEMBANGAN ANAK BALITA DI WILAYAH LAMPUNG UTARA Ricca Dini Lestari*, Nora Isa Tri Novadela* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang e-mail : Noraisatrinovadela @yahoo.co.id Di Indonesia 16% balita mengalami gangguan perkembangan. Beberapa penelitian di Indonesia mendeteksi gangguan perkembangan anak pada usia prasekolah 12,8% - 28,5%. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor postnatal yang berhubungan dengan perkembangan anak balita di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan crossectional. Populasi seluruh ibu yang memiliki anak balita dan anak balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara tahun 2013 berjumlah 589 orang, sampel yang digunakan 86 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara systematic random sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner selanjutnya dilakukan observasi perkembangan anak balita, data dianalisis dengan analisa univariat dengan persentase dan bivariat menggunakan uji chi square. Ada hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan perkembangan anak balita, nilai p-value 0,000. Ada hubungan yang signifikan antara status pendidikan orangtua dengan perkembangan anak balita, nilai p-value 0,002. Ada hubungan yang signifikan antara posisi anak dalam keluarga dengan perkembangan anak balita, nilai p-value 0,014. Untuk pengelola program terkait agar dapat meningkatkan pemantauan deteksi dini tumbuh kembang pada anak balita yang ada diwilayahnya. Untuk dapat memberikan penyuluhan/sosialisasi atau memberikan informasi-informasi mengenai perkembangan anak balita, guna menambah ilmu dan wawasan dalam menstimulasi perkembangan anak balita. Kata kunci : Perkembangan, Sosial Ekonomi, Pendidikan, Posisi, Anak balita LATAR BELAKANG Pembangunan Nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya. Upaya pembangunan manusia seutuhnya harus dimulai sedini mungkin, yaitu sejak manusia itu masih berada dalam kandungan dan semasa balita (Depkes RI, 2006). Di Indonesia, seperti kemungkinan besar di negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masih banyak ditemukan praktek pengasuhan anak yang kurang kaya stimulasi tumbuh kembang. Stimulasi ini sangat penting untuk perkembangan mental psikososial anak tersebut. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena itu pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional, intelegensi berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar kepribadian juga dibentuk pada masa itu, sehingga setiap kelainan penyimpangan sekecil apapun apabila tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian hari (Soetjiningsih, 1998). Setiap orang tua menginginkan mempunyai anak yang sehat, cerdas, sholeh, berkualitas dan sukses dimasa depan, demikian juga setiap bangsa menginginkan mempunyai generasi penerus yang mampu bersaing dan unggul ditengah persaingan global yang sangat kompetitif, hal ini harus dianggap sebagai suatu investasi untuk masa depan dan hal ini juga merupakan Hak Anak, seperti yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945, pasal 28 B ayat 2; Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. [219]

Untuk menjadikan anak cerdas, faktor stimulus menjadi sangat penting, baik yang berkaitan dengan fisik maupun mental/emosional anak. Orang tua dapat memberikan stimulasi sejak masih dalam kandungan, saat lahir, sampai tumbuh besar, dengan intensitas dan bentuk stimulasi yang berbeda-beda setiap tahap perkembangannya. Ada beberapa orang tua dan masyarakat umum yang masih kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya, sehingga hal ini akan berdampak pada optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Perlu diketahui bahwa periode lima tahun pertama kehidupan anak merupakan jendela kesempatan (window opportunity) atau masa kritis (critical period) pada periode ini pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan otaknya berkembang sangat pesat, serta amat peka terhadap berbagai gangguan dari lingkungan sekitarnya. Kesalahan dalam stimulasi dan didikan pada anak di 5 tahun pertama ini akan memberikan dampak buruk pada perkembangan anak kelak dikemudian hari. Seperti, gangguan pada keterlambatan bicara anak, meski ringan dapat membuat kualitas kemampuan anak dalam berkomunikasi tidak optimal; gangguan perkembangan motorik pada anak, jika keterlambatan tidak diketahui lebih cepat akan sangat berpengaruh pada perkembangan motorik anak selanjutnya, karena perkembangan motorik anak memiliki rangkaian tahapan yang berurutan (Maryunani, 2010). Data UNESCO pada 2011 mencatat, 35 juta orang penyandang autisme di dunia. Artinya rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autisme. Begitu juga penelitian CDC Amerika Serikat pada 2008, perbandingan autisme pada anak usia 8 tahun yang terdiagnosa dengan autisme adalah 1:80. Menurut Depkes RI, bahwa 16% balita Indonesia mengalami gangguan perkembangan, baik perkembangan motorik halus dan kasar, gangguan pendengaran, kecerdasan kurang dan keterlambatan bicara (Depkes RI, 2006). Jumlah anak balita Indonesia mencapai 10% dari populasi penduduk. Jika jumlah penduduk 220-240 juta jiwa, maka setidaknya ada 22 juta balita di Indonesia yang harus dipantau tumbuh kembangnya. Beberapa penelitian di Indonesia mendeteksi gangguan perkembangan anak pada usia prasekolah 12,8% - 28,5%. Berdasarkan sumber data profil kesehatan Provinsi Lampung, terdapat balita dan anak prasekolah berjumlah 1.055.526 jiwa, yang telah dilakukan deteksi tumbuh kembang sebanyak 238.240 jiwa (26,38%). Sedangkan target yang telah ditetapkan untuk deteksi dini balita dan prasekolah adalah 60%. Angka ini menunjukkan bahwa cakupan sasaran Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) masih belum mencapai target. Di Kabupaten Lampung Utara, tepatnya di wilayah kerja Puskesmas Candimas terdapat jumlah anak balita usia 1-5 tahun sebanyak 589 anak. Hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada 10 responden didapatkan 5 ibu dengan status pendidikan rendah, pada pengamatan langsung pada anak balita didapatkan 1 anak dengan posisi anak dalam keluarga anak bungsu mengalami keterlambatan motorik kasar, yaitu anak dengan usia 16 bulan belum mampu berjalan dengan baik. METODE Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor postnatal yang berhubungan dengan perkembangan anak balita di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan crossectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak balita dan anak balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara pada tahun 2013 berjumlah 589 orang, sedangkan sampel yang digunakan sebesar 86 orang yang ditentukan dengan teknik systematic random sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan kuesioner dan selanjutnya dilakukan [220]

observasi perkembangan anak balita. Data yang terkumpul selanjutnya diproses dan dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi square dengan bantuan perangkat lunak komputer. HASIL Analisis Univariat Tabel 1: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Anak Balita Perkembangan f % Sesuai 53 61,6 Tidak Sesuai 33 38,4 Jumlah 86 100 bahwa distribusi frekuensi perkembangan anak sebagian besar responden perkembangan anak sesuai tahapan usianya berjumlah 53 responden (61,6%). Tabel 2: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Sosial dan Ekonomi Keluarga Status Sosial & Ekonomi f % Tinggi 52 60,5 Rendah 34 39,5 Jumlah 86 100 bahwa distribusi frekuensi status sosial ekonomi sebagian besar responden status sosial ekonomi tinggi berjumlah 52 responden (60,5%). Tabel 3: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pendidikan Ibu Status Pendidikan f % Tinggi 52 60,5 Rendah 34 39,5 Jumlah 86 100 bahwa distribusi frekuensi status pendidikan ibu sebagian besar responden status pendidikan ibu tinggi berjumlah 52 responden (60,5%). Tabel 4: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Posisi Anak dalam Keluarga Posisi Anak dlm Keluarga f % Anak tunggal, sulung, 35 40,7 dan bungsu Anak tengah 51 59,3 Jumlah 86 100 bahwa distribusi frekuensi posisi anak sebagai anak tengah sebagian responden sebagai anak tengah berjumlah 51 responden (59,3%). Analisis Bivariat Tabel 5: Distribusi Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Status Sosial Perkembangan Anak Balita OR Ekonomi Sesuai Tdk Sesuai (95% CI) f % f % Tinggi 47 90,4 5 9,6 43,867 Rendah 6 17,6 28 84,2 (12,3 Jumlah 33 53 157,1) p value 0,000 bahwa dari 52 responden dengan status sosial ekonomi tinggi sebanyak 5 responden (9,6%) perkembangan anak balita yang tidak sesuai dengan usianya dan dari 34 orangtua dengan status sosial ekonomi rendah sebanyak 28 responden (32,6%) dengan usianya, dari tabel dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan perkembangan anak balita, responden dengan status sosial ekonomi rendah memiliki peluang sebanyak 44 kali perkembangan anak balita tidak sesuai dengan tahapan usianya dibandingkan dengan responden yang status sosial ekonominya tinggi. [221]

Tabel 6: Distribusi Hubungan Status Pendidikan Orang Tua dengan Pendidikan OR p Sesuai Tidak Sesuai Orangtua (95% CI) value f % f % Tinggi 39 75,0 13 25,0 4,286 Rendah 14 41,2 20 58,8 (1,7 0,002 Jumlah 33 53 10,9) bahwa dari 52 orangtua dengan pendidikan tinggi sebanyak 13 responden (38,4%) dengan usianya dan dari 34 orangtua dengan status pendidikan orangtua rendah sebanyak 20 responden (58,8%) dengan usianya.hasil uji statistik dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status pendidikan orangtua dengan perkembangan anak balita. Responden dengan status pendidikan orangtua rendah memiliki peluang sebanyak 5 kali perkembangan anak balita tidak sesuai dengan tahapan usianya dibandingkan dengan responden yang status pendidikan orangtuanya tinggi. Tabel 7: Distribusi Hubungan Posisi Anak dalam Keluarga dengan Posisi Anak Dalam Keluarga OR Sesuai Tidak Sesuai (95% f % f % CI) Anak tunggal, sulung, bungsu Anak Tengah 26 51,0 25 49,0 Total 33 38,4 53 61,6 p value 27 77,1 8 22,9 3,245 (1,2 0,014 8,5) bahwa dari 35 anak balita dengan posisi anak sebagai anak tunggal, sulung dan bungsu sebanyak 8 responden (22,9%) dengan usianya dan dari 51 anak balita dengan posisi anak sebagai anak tengah sebanyak 25 responden (49,0%) dengan usianya. Hasil uji statistik dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara posisi anak dalam keluarga dengan perkembangan anak balita. Responden dengan posisi anak balita sebagai anak tengah memiliki peluang sebanyak 4 kali perkembangan anak balita tidak sesuai dengan tahapan usianya dibandingkan dengan anak balita dengan posisi anak sebagai anak tunggal, sulung dan bungsu PEMBAHASAN Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar perkembangan anak balita sesuai dengan tahapan usianya yaitu sebanyak 53 responden (61,6%) di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara Tahun 2013. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena itu pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional, intelegensi berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar kepribadian juga dibentuk pada masa itu, sehingga setiap kelainan penyimpangan sekecil apapun apabila tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian hari (Soetjiningsih, 1998). Pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita dilakukan pada masa kritis yaitu masa balita sehingga perkembangan kemampuan gerak, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian pada balita berlangsung secara optimal. Peran tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan cakupan sasaran deteksi dini tumbuh kembang pada anak balita sangat perlu dilaksanakan. Dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan terutama pada keluarga yang memiliki anak balita usia 1-5 tahun mengenai perkembangan anak balita, kebutuhan-kebutuhan anak balita dalam mendukung stimulasi dini perkembangan anak balita. [222]

Status Sosial Ekonomi Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki status sosial ekonomi tinggi yaitu sebanyak 52 responden (60,5%) di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara Tahun 2013. Keadaan sosial ekonomi, kondisi perekonomian orangtua (keluarga) akan berdampak pada sikap interaksi sosial anak. Secara umum dapat tergambarkan bahwa anak-anak yang memiliki kondisi sosial ekonomi lebih baik maka anak akan memiliki kepercayaan diri yang baik pula. Anak-anak orang kaya memiliki berbagai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sosialnya pada berbagai kesempatan dan kondisi lingkungan yang berbeda. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan serta kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, hal tersebut menghambat pertumbuhan anak (Adriana, 2011). Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi perkembangan anak balita dalam hal keluarga kurang mampu memfasilitasi anak untuk mencapai tingkat perkembangan anak yang optimal sesuai tahapan usianya. Peran petugas kesehatan sangat penting, dengan memberikan penyuluhan serta motivasi bahwa tidak semua keluarga yang memiliki status sosial ekonomi rendah akan berdampak pada perkembangan anak mereka. Oleh karena itu penting diberikannya informasi-informasi yang mendukung perkembangan anak balita dalam keluarga berstatus sosial ekonomi rendah. Pendidikan Orangtua Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 52 responden (60,5%) di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara Tahun 2013. Menurut Kurt Lewin yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan formal yang diterima seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam memahami sesuatu dan juga mempengaruhi sikap dan tindakan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi pula kemampuan untuk menyerap dan menerima informasi sehingga pengetahuan dan wawasan lebih luas. Faktor pendidikan orangtua terutama ibu sangat berpengaruh dalam perkembangan anak balita, karena seorang ibu adalah subjek utama dalam pengasuhan anak. Seorang ibu dengan pendidikan rendah tidak mudah mengerti dan memahami kebutuhan anak dalam mendukung perkembangan anak sesuai tahapan usianya. Berbeda dengan orangtua yang berpendidikan tinggi, atau pengetahuan yang luas maka orangtua memahami bagaimana harus memposisikan diri dalam tahapan perkembangan anak. Keluarga dengan pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima arahan yang diberikan petugas kesehatan dibandingkan dengan keluarga yang latar belakang pendidikan rendah, terutama terkait peningkatan pertumbuhan dan perkembangan anak, penggunaan fasilitas kesehatan dan lain sebagainya. Posisi Anak dalam Keluarga Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden sebagai anak tengah yaitu sebanyak 51 responden (59,3%) di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara Tahun 2013. Setiap anak dalam keluarga memiliki posisinya sendiri-sendiri. Setiap kedudukan mempunyai tanggungjawab dan konsekuensi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kebudayaan atau sikap orangtua yang berbeda. Untuk itu kita mengenal adanya anak tunggal, anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Anak tunggal mempunyai posisi yang unik dalam berkompetisi, tidak dengan saudara-saudaranya melainkan dengan kedua orangtuanya. Mereka sering mengembangkan perasaan superior berlebihan, konsep diri rendah dan perasaan bahwa dunia adalah tempat berbahaya bila kedua orangtuanya terlalu menjaga kesehatannya. Anak tunggal mungkin kurang baik mengembangkan kerjasama dan minat sosial, memiliki sifat [223]

mengharapkan perhatian untuk melindungi dan memanjakannya. Anak sulung ialah anak yang paling tua atau anak yang pertama lahir dari suatu keluarga. Karena anak tersebut anak pertama, maka berarti pengalaman merawat anak, pengalaman mendidik anak belum dimiliki orang tuanya. Sering dikenal anak sulung ini sebagai esperimental child. Karena orang tua belum berpengalaman merawat anak sewaktu menghadapi anak pertamanya, orang tua terlalu cemas dan melindungi berlebihan, serta belum menyadari secara penuh mengenai peranan orang tua. Kedudukan anak tengah diapit oleh seorang atau beberapa orang kakak dan seorang atau beberapa orang adik. Dengan kedudukan ditengah ini berarti anak tersebut berada dalam kedudukan terjepit. Dijepit oleh kakaknya dari atas dan oleh adiknya dari bawah. Karena keadaan fisik kakaknya lebih besar maka dapat menimbulkan tekanan bila kakaknya bertindak otoriter. Adiknya yang kecil dengan segala kelucuannya dapat merebut perhatian orangtuanya sehingga menimbulkan rasa iri hati dalam diri anak tersebut. Dalam masyarakat terdapat pendapatpendapat umum bahwa anak bungsu adalah anak yang manja oleh karena menjadi pusat perhatian keluarga, baik dari orang tua maupun dari kakak-kakaknya, lebih-lebih lagi bila kakaknya berbeda usia cukup jauh sehingga kedudukan anak bungsu benarbenar menjadi objek kesenangan anggota keluarga di rumah. Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Hasil analisis tentang hubungan antara status sosial ekonomi dengan perkembangan anak balita di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara tahun 2013 diketahui bahwa dari 52 responden dengan status sosial ekonomi tinggi sebanyak 5 responden (9,6%) dengan usianya dan dari 34 orangtua dengan status sosial ekonomi rendah sebanyak 28 responden (32,6%) dengan usianya. Hasil uji chi-square diperoleh nilai ρ- value = 0,000, yang berarti nilai ρ-value < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dengan perkembangan anak balita di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara tahun 2013. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR = 43,867 yang berarti bahwa responden yang memiliki status sosial ekonomi rendah berpeluang sebanyak 44 kali perkembangan anak balita tidak sesuai dengan tahapan usianya. Sesuai dengan yang dikemukakan Maryunani dalam bukunya Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan (2010), Status sosial ekonomi orangtua mempengaruhi perkembangan anak balita. Keluarga dengan sosial ekonomi kurang, akan terdapat keterbatasan dalam pemberian makanan bergizi, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan primer lainnya untuk anak. Sehingga keluarga sulit untuk memfasilitasi anak untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal sesuai dengan tahapan usianya. Keadaan sosial ekonomi, kondisi perekonomian orangtua (keluarga) akan berdampak pada sikap interaksi sosial anak. Secara umum dapat tergambarkan bahwa anak-anak yang memiliki kondisi sosial ekonomi lebih baik maka anak akan memiliki kepercayaan diri yang baik pula. Anak-anak orang kaya memiliki berbagai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sosialnya pada berbagai kesempatan dan kondisi lingkungan yang berbeda. Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan serta kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, hal tersebut menghambat pertumbuhan anak (Adriana, 2011). Peranan tenaga kesehatan dalam meningkatkan perkembangan anak balita dalam keluarga yang memiliki status sosial ekonomi rendah, dengan mengadakan penyuluhan, memberikan informasiinformasi dan motivasi dalam menstimulasi dini perkembangan anak, memfasilitasi kebutuhan anak balita guna menunjang [224]

deteksi dini tumbuh kembang anak dalam periode 5 tahun pertama. Hubungan Status Pendidikan Orangtua dengan Hasil analisis mengenai hubungan status pendidikan orangtua dengan perkembangan anak balita di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara tahun 2013 diketahui bahwa dari 52 orangtua dengan pendidikan tinggi sebanyak 13 responden (38,4%) dengan usianya dan dari 34 orangtua dengan status pendidikan orangtua rendah sebanyak 20 responden (58,8%) dengan usianya. Hasil uji chi-square diperoleh nilai ρ- value 0,002 yang berarti nilai ρ-value < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status pendidikan orangtua dengan perkembangan anak balita di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara tahun 2013. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR = 4,286 yang berarti bahwa responden dengan status pendidikan orangtua rendah memiliki peluang sebanyak 5 kali perkembangan anak balita tidak sesuai dengan tahapan usianya dibandingkan dengan responden yang status pendidikan orangtuanya tinggi. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normative, orang tua memberikan warna kehidupan sosial anak dalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang. Pendidikan orang tua mempengaruhi bagaimana anak bersikap dengan lingkungannya. Ketidaktahuan orang tua akan kebutuhan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya tentu membatasi anak untuk dapat lebih leluasa melakukan eksplorasi sosial diluar lingkungan rumahnya. Menurut Kurt Lewin yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan formal yang diterima seseorang akan mempengaruhi seseorang dalam memahami sesuatu dan juga mempengaruhi sikap dan tindakan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi pula kemampuan untuk menyerap dan menerima informasi sehingga pengetahuan dan wawasan lebih luas. Hasil penelitian Hariweni, 2002, menunjukkan bahwa terdapat hubungan status pendidikan ibu terhadap perkembangan anak balita. Rendahnya tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu dalam menstimulasi perkembangan anak balita. Dalam hasil penelitiannya diperoleh data bahwa dari 30 pertanyaan yang diajukan hanya 27,5% diantaranya menjawab benar untuk pertanyaan sektor yang dipantau pada perkembangan anak dan 30% menjawab benar untuk pertanyaan mengenai perkembangan anak. Peneliti berpendapat bahwa pendidikan ibu berhubungan erat dengan perkembangan anak, baik sejak anak dalam kandungan sampai pada tahapan-tahapan perkembangan anak selanjutnya. Ibu yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan lebih mudah menyerap informasi yang didapat sehingga dapat memantau atau memberikan rangsangan pada anak balita sesuai tahap perkembangannya. Pendidikan orangtua yang tinggi, atau pengetahuan yang luas maka orangtua memahami bagaimana harus memposisikan diri dalam tahapan perkembangan anak. Orangtua yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang baik maka akan mendukung anaknya agar bisa berinteraksi sosial dengan baik. Hubungan Posisi Anak Dalam Keluarga dengan Hasil analisis mengenai hubungan posisi anak dalam keluarga dengan perkembangan anak balita di wilayah kerja Puskesmas Candimas Lampung Utara terlihat bahwa dari 35 anak balita dengan posisi anak sebagai anak tunggal, sulung dan bungsu sebanyak 8 responden (22,9%) dengan usianya dan dari 51 anak balita dengan posisi anak sebagai anak tengah sebanyak 25 responden (49,0%) dengan usianya. [225]

Hasil uji statistik diperoleh nilai ρ- value =0,014, yang berarti nilai ρ-value < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara posisi anak dalam keluarga dengan perkembangan anak balita. Dan diperoleh nilai OR = 3,245 yang berarti bahwa responden dengan posisi anak balita sebagai anak tengah memiliki peluang sebanyak 4 kali perkembangan anak balita tidak sesuai dengan tahapan usianya dibandingkan dengan anak balita dengan posisi anak sebagai anak tunggal, sulung dan bungsu. Menurut Athasi (2010), setiap anak dalam keluarga mempunyai posisinya sendiri-sendiri. Setiap kedudukan menyebabkan tanggungjawab dan konsekuensi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orangtua yang berbeda. Untuk itu kita mengenal adanya anak tunggal, anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Posisi anak sebagai anak tunggal, sulung, tengah atau bungsu bisa mempengaruhi pola perkembangan anak tersebut diatur dan dididik dalam keluarga. Dalam hasil penelitian Monica (2009), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara posisi anak dalam keluarga dengan perkembangan balita. Dari hasil penelitiannya diperoleh data bahwa dari 56 sampel yang diteliti terdapat 28 anak dalam posisi sebagai anak tengah dan 30,3% perkembangan anak tidak sesuai usianya. Posisi anak sebagai anak tengah memiliki kelebihan dan kekurangan, posisinya yang berada diantara kakak dan adik, membuat si tengah lebih sosial dan mau mendengarkan banyak pihak. Ia juga merupakan pendengar yang baik dan sering diandalkan untuk jadi tempat mengadu saat ada konflik dirumah. Namun anak tengah juga sering dianggap tidak menonjol karna tertutup spotlight yang dimiliki kakak dan adiknya. Akan tetapi jika anak tengah tetap menjadi dirinya sendiri sehingga punya karakter yang kuat, ia bisa sama hebatnya dengan saudaranya yang lain. KESIMPULAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa reponden dalam hal ini ibu/orang tua yang memiliki balita sebagian besar berstatus sosial ekonomi tinggi sebanyak 52 responden (60,5%) dan berpendidikan tinggi sebanyak 52 responden (60,5%). Sedangkan untuk anak balita sebagian besar berada pada posisi anak tengah dalam keluarga sebanyak 51 responden (59,3%) dan memiliki perkembangan sesuai dengan tahapan usianya sebanyak 53 responden (61,6%) Hasil analisis statistik lebih lanjut menyimpulkan bahwa ada hubungan yang status sosial ekonomi dengan perkembangan anak balita (ρ-value= 0,000), ada hubungan pendidikan orangtua dengan perkembangan anak balita (ρvalue= 0,002) dan ada hubungan posisi anak dalam keluarga dengan perkembangan anak balita (ρ-value= 0,014). Berdasarkan kesimpulan tersebut penulis menyarankan kepada pengelola program terkait agar dapat meningkatkan pemantauan deteksi dini tumbuh kembang pada anak balita yang ada diwilayahnya. Untuk dapat memberikan penyuluhan/sosialisasi atau memberikan informasi-informasi mengenai perkembangan anak balita, guna menambah ilmu dan wawasan dalam menstimulasi perkembangan anak balita. DAFTAR PUSTAKA Adriana, Dian. 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Anak. Salemba Medika. Jakarta. Athasi. 2010. Posisi Anak dalam Keluarga. http://aikinachakyu.blogspot.com/20 10/11/posisi-dalam-keluargamenentukan.html [30 maret 2013] Dep.Kes RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta. [226]

Hariweni. 2002. Faktor Ibu Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia 3-5 tahun Di Desa Tanjung Marawa. STIK Mutiara Indonesia. Medan. Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. CV Trans Info Media. Jakarta. Monica, Amelia. 2009. Hubungan Antara Posisi Anak dalam Keluarga dengan Perkembangan Anak Usia 4-5 tahun. STIKESI. Padang. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan & Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta. [227]