RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon III). Secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. Kuasa Hukum Pemohon: Mariyam Fatimah, SH., MH., dkk, para advokat dan/atau konsultan hukum pada Kantor Hukum Mariyam Fatimah & Partners, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 28 April 2015. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 8/2015). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) ; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 1
3. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa: Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ; 4. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 8/2015), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara. 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 2
3. Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia sebagai pemilih dalam Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD di Kabupaten Lamongan yang yang merasa dirugikan secara konstitusional dengan berlakunya Pasal 7 huruf s UU 8/2015 karena anggota DPR, DPD, dan DPRD hanya memberitahukan kepada pimpinannya jika hendak mencalonkan diri dalam Pemilu Kepala Daerah, padahal para Pemohon sebagai pemegang hak pilih dan memberikan suaranya dalam mekanisme pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD turut menentukan untuk menjadikan seseorang menjadi anggota lembaga tersebut. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 8/2015: Pasal 7 huruf s: Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: s. memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 1 ayat (2): Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar. 2. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 3
3. Pasal 28J ayat (2): Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasab orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa para Pemohon adalah Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak konstitusional untuk memilih pada 8/2015 maupun pemilu yang dijamin oleh Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (6) UUD 1945. 2. Bahwa para Pemohon merasa dirugikan dengan lahirnya Pasal 7 huruf s UU 8/2015 karena pasal a quo menyatakan bahwa Anggota DPR, DPD, dan DPRD hanya memberitahukan kepada pimpinannya jika hendak mencalonkan diri di Pemilu Kepala Daerah, padahal para Pemohon sebagai pemegang hak pilih dan memberikan suaranya dalam mekanisme pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD turut menentukan untuk menjadikan seseorang menjadi anggota lembaga tersebut. 3. Bahwa Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang terpilih merupakan pengemban mandat dan amanat dari konstituennya selama 5 (lima) tahun kedepan dan kemudian hendak mencalonkan diri dalam 8/2015 sebelum masa jabatannya berakhir, telah melanggar sumpah dan janjinya ketika diangkat menjadi anggota lembaga tersebut. Hal ini bertentangan dengan konsep dan perwujudan kedaulatan di tangan rakyat yang diatur dalam konstitusi dan Undang Undang. 4. Bahwa ketentuan Pasal 7 huruf s UU 8/2015 memberikan celah ketidakpastian hukum dan celah untuk menguntungkan anggota DPR, DPD, atau DPRD yang memiliki hasrat berkuasa yang besar untuk menjadi Kepala 4
Daerah yaitu berupa ketidakpastian akibat hukum dari surat pernyataan yang dibuat dan ditandatanganinya sendiri pada pimpinan lembaganya. 5. Bahwa ketentuan Pasal 7 huruf s UU 8/2015 menimbulkan kemungkinan yaitu salah satunya hanya memberitahu dan tetap bersikukuh mempertahankan hak dan kewajibannya sebagai anggota lembaga tersebut. Kemungkinan inilah yang rawan disalahgunakan oleh anggota DPR, DPD, dan DPRD yang hendak mencalonkan diri menjadi Kepala Daerah melalui penggunaan fasilitas dan kewenangannya untuk memenangkan pemilihan umum. 6. Bahwa ketentuan Pasal 7 huruf s UU 8/2015 juga menimbulkan kemungkinan jika kalah dalam 8/2015 maka akan kembali bertugas di posisinya yang sebelumnya, sebagai anggota DPR, DPD, atau DPRD. 7. Bahwa sesuai dengan norma hukum yang mengatur masa jabatan dan sumpah/janji anggota DPR akan dipenuhi dan dijalankan sebaik-baiknya, seadil-adilnya dan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan selama 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji, maka anggota DPR yang sebelum masa jabatannya berakhir dan mencalonkan diri menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota telah melanggar Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. 8. Bahwa pemberlakuan norma hukum Pasal 7 huruf s UU 8/2015 bersifat diskriminatif dan tidak adil dalam pemberlakuan prasyarat administratif calon yang berlatar belakang dari Anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan TNI, POLRI, dan PNS, begitu pula TNI, POLRI, dan PNS dengan pejabat pada BUMN/BUMD. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 7 huruf s Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 5
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. 3. Menyatakan Pasal 7 huruf s Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Atau, 1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 7 huruf s Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57) konstitusional sepanjang diartikan dan dibaca: Mengundurkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan rakyat, Dewam Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak mendaftarkan diri sebagai calon. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. 6