BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas kawasan hutan di Pulau Jawa berdasarkan catatan BKPH Wilayah IX Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai 129.600,71 km 2. Hutan tersebut dikelilingi ±6.807 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 13.410.384 KK (30% penduduk Pulau Jawa). Sebanyak 60% dari total penduduk yang tinggal di sekitar hutan bergantung pada hasil tani, tergolong miskin, rata-rata kepemilikan lahan pertanian hanya <0,5 Ha/KK, dan kehidupan sehari-harinya tidak bisa dipisahkan dari keberadaan hutan tempat mereka menggantungkan hidupnya. Ketergantungan penduduk terhadap hutan mengakibatkan hutan tidak lagi hanya berfungsi untuk menjalankan fungsi ekonomi terhadap negara maupun Perum Perhutani saja, namun hutan juga harus dapat mengakomodir fungsi sosial dan ekonomi penduduk sekitar hutan (Ekawati dkk, 2015). Salah satu usaha yang telah dilakukan Perum Perhutani untuk mengakomodir fungsi sosial dan ekonomi penduduk sekitar hutan yaitu dengan menerapkan kebijakan program pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat desa hutan seperti dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). PHBM merupakan program pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau antara Perum Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk 1
mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Berdasarkan Surat Keputusan Perum Perhutani No.136/Dir/2001 tentang Program Pengelolaan Hutan, tujuan dari PHBM yaitu untuk menjaga kelestarian hutan dan berupaya meningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan sehingga hutan yang dikelola Perum Perhutani tidak lagi hanya berfungsi untuk mecari keuntungan sebesar-besarnya untuk Perum Perhutani melainkan juga memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat desa hutan (Awang, 2004). KPH Kedu Utara merupakan salah satu KPH Perum Perhutani yang menerapkan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Program PHBM diterapkan di KPH Kedu Utara karena meningkatnya tekanan penduduk terhadap hutan. KPH yang memiliki luas 36.343,39 Ha ini dikelilingi 275 desa dengan kepadatan penduduk yang berkisar antara 540 orang/km 2. Mata pencaharian utama masyarakat hutan yang hanya sebagai petani di lahan kering (tegalan) dan menjadi buruh petani serta kondisi lahan tegalan yang kurang produktif berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat yang rendah. Dampak dari rendahnya pendapatan yaitu masyarakat berusaha mencari tambahan pendapatan salah satunya dengan berinteraksi dengan hutan. Tahun ke tahun interaksi masyarakat terhadap keberadaan hutan semakin tinggi menjadikan tekanan terhadap hutan menjadi semakin tinggi pula (KPH Kedu Utara, 2017). PHBM dimanfaatkan masyarakat desa hutan dengan menerapkan pola agroforestri pada lahan yang dikerjasamakan. Menurut Lundgren dan Raintree (1982) diacu dalam Hairiah dkk (2003), pola agroforestri dipilih oleh petani 2
karena pola tanam agroforestri merupakan teknik penggunaan lahan yang dapat dilakukan di lahan yang sempit, sehingga petani hutan dapat mengoptimalkan lahan yang diberikan oleh Perum Perhutani untuk dikelola. Penerapan agroforestri yang diterapkan di KPH Kedu Utara diantaranya dengan menanam tanaman kopi di bawah tegakan tanaman kehutanan seperti yang dilakukan masyarakat desa hutan di RPH Candiroto, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara. Tanaman kopi merupakan komoditas utama masyarakat desa hutan di wilayah RPH Candiroto. Masyarakat menanam tanaman kopi hampir di setiap lahan yang dimiliki. Penanaman tanaman kopi sudah dilakukan secara turun temurun sehingga kultur masyarakat desa hutan di RPH Candiroto telah memahami budidaya tanaman kopi dengan baik. Oleh sebab itu, adanya program PHBM juga dimanfaatkan masyarakat untuk menanam tanaman kopi. Pembangunan agroforestry di lahan Perum Perhutani bersifat kompetitif bagi Perum Perhutani karena mengurangi luas lahan penanaman tanaman kehutannya sehingga diperlukan analisis kelayakan usaha untuk menilai apakah adanya agroforestri tetap menguntungkan bagi Perum Perhutani. Selain itu, diperlukan analisis kelayakan usaha karena pembangunan agroforestri kopi merupakan usaha yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan membutuhkan biaya investasi yang cukup besar sehingga harus benar-benar diketahui seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh petani hutan maupun Perum Perhutani. Kelayakan usaha dalam penelitian ini dihitung berdasarkan pada teknik budidaya, besar biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima pada waktu penelitian. Hasil penelitian berupa penilaian kelayakan dari pembangunan 3
agroforestri bagi setiap entitas yang terlibat dalam agroforestri. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran dan pertimbangan bagi Perum Perhutani dalam menentukan pola penanaman dari pembangunan agroforestri. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui: 1. Bagaimana pola agroforestri kopi dibawah tegakan mahoni dan pinus dalam program PHBM di RPH Candiroto? 2. Berapa besarnya biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima petani hutan dari program PHBM di RPH Candiroto? 3. Berapa besarnya biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima Perum Perhutani dari program PHBM di RPH Candiroto? 4. Bagaimana kelayakan finansial agroforestri kopi dibawah tegakan mahoni dan pinus dalam program PHBM di RPH Candiroto? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi pola agroforestri kopi dibawah tegakan mahoni dan pinus dalam program PHBM di RPH Candiroto 2. Mengestimasi besar biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima petani hutan dari program PHBM di RPH Candiroto 4
3. Mengestimasi besar biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima Perum Perhutani dari program PHBM di RPH Candiroto 4. Menilai kelayakan finansial agroforestri kopi dibawah tegakan mahoni dan pinus dalam program PHBM di RPH Candiroto 1.4. Ruang Lingkup Cakupan lokasi penelitian adalah RPH Candiroto, BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara dengan menggunakan sampel penelitian yaitu wilayah pangkuan LMDH Sidomulyo di Desa Kebondalem, Kecamatan Jaten, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat jenis-jenis tanaman dan sistem penanaman yang ada di program PHBM sehingga dapat diketahui klasifikasi pola agroforestri. Selain itu, penelitian ini juga meneliti besarnya biaya yang benar-benar dikeluarkan (cash outflow) dan pendapatan yang benar-benar diterima (cash inflow) petani hutan serta Perum Perhutani dari agroforestri pada Program PHBM. Biaya dan pendapatan yang diteliti yaitu biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima dari program PHBM selama 1 daur tanaman kayunya. Evaluasi kelayakan finansial dari program PHBM dinilai menggunakan cost-benefit analysis dengan tiga kriteria yaitu NPV, BCR, IRR. Analisis ini dilakukan untuk melihat kelayakan finansial dari masing-masing pihak yang terlibat dalam pembangunan agroforestri kopi-mahoni dan kopi-pinus. 5
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya: 1. Bagi kalangan akademisi dan masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai budidaya dan kelayakan usaha agroforestri kopi di bawah tegakan pinus dan mahoni 2. Bagi masyarakat desa hutan di RPH Candiroto, penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai prediksi besarnya pendapatan yang akan diterima dan biaya yang dikeluarkan selama berbudidaya kopi dengan ketentuan apabila keadaan lingkungan, dan perlakuan yang dilakukan sama dengan waktu penelitian. 3. Bagi pembuat kebijakan dapat digunakan sebagai acuan dan sumber dalam usaha pengembangan program PHBM. 4. Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan penelitian. 6