BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada akhir abad 19, mulai berkembang sebuah disiplin ilmu baru yang terpisah dari disiplin ilmu lainnya. Pada awal perkembangannya ilmu tersebut kerap disebut dengan ilmu agama dan pada perkembangan selanjutnya lebih dikenal sebagai studi perbandingan agama. Mircea Eliade, mendeskripsikan ilmu tersebut sebagai sebuah disiplin ilmu otonom yang bertujuan untuk menganalisis elemenelemen umum berbagai agama dan mencoba mendeduksikan hukum-hukum evolusinya, terutama untuk menemukan dan merumuskan asal-usul bentuk awalnya. 1 Sedangkan Joachim Wach, yang menggunakan istilah Perbandingan Agama, menjelaskan tujuan dari studi perbandingan agama adalah untuk merumuskan pengalaman keagamaan secara ilmiah dan empirik sebagaimana yang terekspresi dalam pikiran-pikiran, tindakan-tindakan, dan persekutuanpersekutuan keagamaan. 2 Jadi, ilmu agama atau juga biasa disebut dengan istilah lain sebagai Perbandingan Agama (Comparative Study of Religions) adalah sebuah ilmu yang mencoba untuk mengkaji agama berdasarkan fenomenafenomena yang ada di sekitar keagamaan tersebut. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk mengkaji fenomena beragama manusia pada umumnya. Biasanya didekati dengan berbagai keilmuan yang bersifat historis-empiris (bukan doktrinal-normatif). 3 Agama bukan lagi semata dipandang sebagai persoalan mengenai ketuhanan, keimanan, kredo dan kepercayaan. Namun, pendekatan secara historis memiliki kendala. Tidak dapat dipungkiri bahwa masing-masing agama sarat akan kepentingan. Masing-masing agama memiliki institusi-institusi yang mana berusaha untuk mengembangkan agamanya dan menyebarluaskan. Keduanya 1 Ahmad Norma Permata (ed), Metodologi Studi Agama, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2000, h. 61. 2 Ibid., h. 30. 3 Ibid., h. 1 1
sudah begitu melekatnya, sehingga sulit untuk dibedakan mana yang ada di dalam wilayah agama dan mana yang ada dalam wilayah kepentingan historis-kultural di dalamnya. 4 Persoalan yang semakin membuat studi ini berat untuk dikaji adalah persoalan hubungan antar umat beragama. Hubungan antar umat beragama tidak selamanya harmonis, meskipun masing-masing agama mengajarkan keharmonisan, kedamaian, kerukunan dan saling menghormati. 5 Persoalan ini disebabkan oleh pencampuran antara doktrin-teologis yang diajarkan oleh masing-masing agama dengan persoalan kepentingan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Klaim kebenaran hanya akan diperoleh melalui agamanya sendiri. Bahkan hal tersebut menurut penulis, memilki sebuah potensi yang mana mengarahkan kelompok yang satu bersikap apriori terhadap kelompok yang lain, yang berujung kepada ketidahharmonisan di antara umat beragama. Persoalan inilah yang membuat kita sulit untuk mengkaji agama dengan lebih jujur. Oleh karenanya, diperlukan studi yang lebih jujur terhadap agama. Tidak lain yang dilakukan oleh para ahli adalah mendekati agama melalui berbagai pendekatan. B Pendekatan yang dilakukan melalui studi perbandingan agama dilakukan bukan dalam rangka menemukan agama mana yang memiliki keunggulan. Jika, kita melihat metodologi yang digunakan oleh para ahli dalam kajian ilmu agama, maka dapat kita pahami arah yang sedang mereka tuju bukanlah yang penulis ungkap sebelumnya. Yaitu untuk membandingkan agama-agama tersebut dalam rangka menemukan keunggulan dan kelemahan masing-masing agama. Melainkan melakukan suatu kajian terhadap fenomena keagamaan itu sendiri. Dalam rangka menemukan sebuah esensi dari pengalaman keagamaan. 1.2 Rumusan Permasalahan Bertolak dari studi perbandingan agama, penulis melihat kepada persoalan yang serupa, terkait dengan fenomena keagamaan juga, yaitu ibadah. Ibadah merupakan 4 Ibid., h. 2. 5 Ibid., h. 5. 2
salah satu inti dari kehidupan jemaat, demikian menurut penuturan dari Howard Rice, guru besar di San Fransisco Theological Seminary. 6 Ibadah itu sendiri berangkat dari pemahaman teologis (doktrin) umat mengenainya. Ibadah selain muncul daripada pemahaman teologis tertentu. Oleh karena itu dapat kita cermati bahwa banyak aneka ragam ibadah yang dapat kita jumpai meskipun berangkat dari warisan tradisi keagamaan yang sama. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman teologis membawa warna tersendiri bagi rupa ibadah umat beragama. Keanekaragaman yang berbeda-beda ini sayangnya bukan menjadi sebuah kekayaan dalam kepelbagaian. Melainkan perbedaan-perbedaan ini seringkali justru dijadikan sebagai ajang persaingan. Di mana kelompok yang satu mengklaim, bahwa ibadah yang dilakukannya itu merupakan ibadah yang paling unggul. Klaim-klaim yang terjadi seperti misalnya di dalam ungkapan berikut ini, ibadah di tempat kami penuh kuasa roh kudus atau Roh kudus hadir bagi saudara, hanya di tempat ini, seolah menunjukkan sebuah kemegahan, superioritas dari ibadah-ibadah yang mereka lakukan. 7 Klaim-klaim tersebut berujung pada penilaian negatif terhadap ibadah yang dilakukan oleh komunitas yang lain. Klaim tersebut tampaknya terjadi oleh karena berbagai kepentingan yang ada di dalam wilayah agama masing-masing. Yang mana agama yang satu sedang memepertahankan eksistensi dirinya dan berusaha menolak eksistensi agama lainnya. Perselisihan semacam ini justru menjadi bukti bahwa doktrin teologis sudah bercampur dengan kepentingan-kepentingan historis. Kebenaran hanya dapat diperoleh melalui nilai-nilai keagamaan yang dianutnya, demikian dengan ibadah yang dijalankannya. Menjadi ibadah yang paling benar dan bermakna dibandingkan dengan yang lainnya. Justru superioritas yang sedang dipertontonkan kepada kayalak ramai justru menjadi lebih utama ketimbang makna ibadah itu sendiri. Tentunya dengan kenyataan demikian akan mempersulit 6 Howard Rice, Manajemen Umat; Pendeta sebagai Pengayom Pemimpin Pembina, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2006, h. 87. 7 Klaim semacam ini diperoleh penulis saat mengikuti ibadah bersama BAMAG. Selain itu, penulis juga memperoleh klaim yang serupa dari salah seorang keluarga penulis yang memang beribadah di gereja yang berbeda aliran dari penulis. 3
umat beragama dalam melakukan pengkajian terhadap fenomena ibadah umat. Nilai-nilai yang terkandung di dalam ibadah itu sendiri tertutupi dengan nilai-nilai eksistensi keagamaan yang dipegang oleh masing-masing umat beragama. Sebagaimana pengkajian terhadap agama, pengkajian terhadap fenomena ibadah juga menemukan tantangannya tersendiri. Bagaimana membawa pnegkajian terhadapnya menjadi lebih jujur, tidak ada tendensi maupun apriori terhadap fenomena ibadah yang lain. Keprihatinan inilah yang membuat penulis ingin membuat sebuah tulisan kajian mengenai ibadah. 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan ini adalah mengkaji fenomena ibadah, yang pada akhirnya melaluinya penulis menemukan esensi dari ibadah yang dilakukan umat 1.4 Batasan Permasalahan Penulis dalam rangka memenuhi tujuannya, maka penulis akan membuat sebuah studi perbandingan ibadah. Tentunya yang dilakukan oleh penulis bukan dalam rangka membuat sebuah apologia terhadap ibadah yang dianut oleh penulis. Juga bukan dalam kerangka untuk mencari ibadah mana yang paling unggul. Sedangkan studi perbandingan ibadah yang dimaksudkan oleh penulis seperti apa yang diungkapkan oleh Wach yaitu bertujuan untuk merumuskan pengalaman, secara alamiah dan empirik sebagaimana yang terekspresi dalam pemikiranpemikiran dan tindakan-tindakan. Tentunya di dalam konteks ini yang berkenaan dengan ibadah. Penulis membatasi kajian tersebut pada fenomena ibadah yang dianut oleh penulis, yaitu di dalam tradisi Kristen. 8 memilih teks Yesaya 1:10-20 sebagai kajian teologisnya. Oleh karenanya, penulis 2. Pemilihan Judul 2.1 Judul Ketika Ibadah Tidak Lagi Menyenangkan Allah. 8 Meskipun memang tidak dapat dilepaskan juga didalamnya terdapat tradisi agama Yahudi. Oleh karena penulis mengkaji ibadah yang dilakukan oleh umat Yahudi. 4
2.2 Alasan Pemilihan Judul Penulis memilih judul, Ketika Ibadah Tidak Lagi Menyenagkan Allah. Pemilihan ini berangkat dari fenomena yang terjadi di sekitar wilayah keagamaan sebagaimana penulis ungkap sebelumnya. Ibadah tidak lagi jalan sebagaimana mestinya. Ibadah dijadikan sebagai ajang persaingan dalam rangka menunjukkan superioritas dari ibadah yang dilakukan oleh komunitas tertentu. Ibadah semacam ini, menurut hemat penulis sudah tidak seperti yang dimaksudkan semula. Oleh Dengan bahasa metafor penulis ingin menggambarkan Ibadah yang sudah tidak disukai oleh Allah. Karena oknum-oknum yang ada di dalamnya sudah terlibat dalam pengkaburan esensi dari ibadah. Apakah demikian yang diharapkan oleh Allah? Tentulah bukan demikian halnya. Lalu pertanyaan berikutnya adalah bagaimana melakukan ibadah yang seharusnya menjadi kesukaan Allah? Tidak lain adalah kembali kepada esensi dari ibadah itu sendiri. 3. Metode Penulisan Metodologi yang digunakan oleh penulis, mengikuti pola yang digunakan oleh para ahli dalam melakukan studi perbandingan agama, dalam hal ini metodologi dari Joachim Wach. Menurut Wach, ada empat metode pendekatan atau ilmu bantu yang dapat dimanfaatkan dalam kajian perbandingan Agama. Pertama, yaitu sejarah agama-agama, yang bertugas untuk melacak asal mula perkembangan pemikiran agama dalam suatu periode temporal. Kedua, psikologi yang berguna dalam pencarian atas aspek-aspek internal pengalaman keagamaan mengenai sebab musabab dan pola-pola yang terjadi dalam pengalaman keagamaan tersebut. Ketiga, sosiologi yang ditempatkan sebagi alat bantu untuk mencari pengalaman keagamaan dalam kehidupan masyarakat atau dalam hubungan manusia dengan sesamanya. Terakhir, fenomenologi yang bertugas untuk menngamati pikiran, tindakan institusi-institusi keagamaan dalam kaitannya dengan tujuan mereka. 9 Penulis tertarik kepada metodologi yang digunakan oleh Joachim Wach, dalam melakukan kajian mengenai Perbandingan Agama. Jika menggunkan pendekatan 9 Ahmad Norma Permata (ed), Metodologi Studi Agama, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2000, h. 30 5
doktrin-tekstual semata maka, membuat para peneliti tidak bebas. 10 Oleh karenanya, penulis juga menerapkan metodologi yang serupa yang digunakan oleh Wach dalam kerangka melakukan studi perbandingan terhadap ibadah. 11 Pertama-tama penulis akan mengkaji secara teologis, teks dari Yesaya 1:10-20, melaluinya penulis berusaha untuk memperoleh sebuah konsep teologis mengenai ibadah. Dalam hal ini penulis mempergunakan metode tafsir retoris, dalam rangka melakukan penelaahan terhadap teks Yesaya 1:10-20. Metode ini dipilih oleh penulis, karena perikop tersebut menurut hemat penulis seperti sebuah khotbah tertulis. Di mana maksud dari penulis akan dapat ditelaah melalui tulisannya, atau apa yang diucapkannya. Bagian-bagian penting ini menjadi kajian di dalam tafsir retoris. Jadi, pendekatan teks menggunakan tafsir retoris dirasa oleh penulis paling tepat dalam menelaah perikop tersebut. Berikutnya penulis mengikuti pola yang digunakan oleh Wach. Penulis memberikan perbandingan dengan pendekatan-pendekatan lainnya yaitu pendekatan sosiologis, psikologi dan anthropologi. Kemudian dari hasil kajian teologis dibandingkan dengan kajian-kajian dari disiplin ilmu lainnya. Dari hasil kajian penulis, diharapkan penulis mendapatkan esensi dari pengalaman beribadah umat. 4. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Pada bab ini penulis memaparkan latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan dan metodologi yang akan digunakan oleh penulis. 10 Penulis meyakini, dalam perbandingan tersebut tentu peneliti tidak bisa lepas dari rasa keagamaan yang dimilikinya. Hal tersebut membuat peneliti tidak dapat obyektif di dalam pengkajiannya. Akhirnya, peneliti hanya jatuh kepada kesimpulan bahwa agama yang dimilikinya adalah agama yang unggul. 11 Pendekatan yang serupa apakah dimungkinkan bagi ibadah? Bukankah ibadah juga merupakan salah satu elemen yang ada di dalam keagamaan? Bagi penulis hal tersebut dimungkinkan. W.C Smith di dalam tulisannya menyebutkan bahwa hal-hal seperti simbol, lembaga, ajaran dan peribadatan merupakan aspek eksternal dari agama. Oleh karenanya aspek-aspek tersebut dapat diuji secara terpisah. (Ahmad Norma Permata (ed), Metodologi Studi Agama, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2000, h.77) 6
Bab II Ibadah dan Yesaya Pada bab ini, penulis memberikan kajian atas teks Yesaya 1:10-20 dalam rangka menemukan sebuak konsep mengenai ibadah menurut pemahaman Yesaya. Bab III Ibadah, Ritual dan Simbol dalam Kehidupan Sehari-hari Pada bagian ini penulis memberikan kajian kepada ibadah dari pendekatan sosiologi, anthropologi. Bab IV Kesimpulan dan Relevansi Pada bagian ini penulis memberikan kesimpulan dari hasil kajian perbandingan ibadah yang dilakukan penulis. Pada akhirnya penulis memberikan relevansi bagi kehidupan umat pada masa kini. 7