BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO pada tahun 2002, memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi virus hepatitis. Di Indonesia sirosis hati banyak dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C (Perz dkk., 2006). Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam (Kusumobroto, 2007). Di Indonesia sirosis hati dengan komplikasinya merupakan masalah kesehatan yang masih sulit diatasi. Tahun 2004, angka kematian pada sirosis hati di Indonesia sebesar 13,9 % (WHO, 2008). Sirosis hati ditandai dengan peradangan, nekrosis sel hati, fibrosis difus dan nodul-nodul regenerasi sel hati (Tasnif dan Hebert, 2013). Ketika sel-sel hati sudah mengalami sirosis, maka akan timbul berbagai kemungkinan komplikasi antara lain hipertensi portal, ascites, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik. Antara komplikasi satu dengan yang lain saling terkait. Ascites hanya akan muncul jika pasien mengalami hipertensi portal (EASL, 2010). Pasien yang mengalami varises esofagus akan berisiko terjadi perdarahan karena ruptur esofagus, pada keadaan perdarahan akan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya ensefalopati hepatik (Tasnif dan Hebert, 2013). 1
Banyaknya komplikasi yang bisa berkembang dari kondisi sirosis hati menyebabkan beragamnya tindakan diagnostik penunjang serta terapi yang diberikan. Berdasarkan laporan dari Kemenkes RI (2013 a ) potensi inefisiensi pelayanan rumah sakit antara lain disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak rasional, alat medik habis pakai, pemeriksaan diagnostik penunjang dan lama perawatan. Inefisiensi pelayanan rumah sakit akan berpengaruh terhadap biaya yang diperlukan untuk perawatan pasien. Di era JKN saat ini, tarif pembayaran rumah sakit dilakukan dengan sistem INA CBG s. Besaran tarif sudah ditentukan didasarkan pada diagnosa penyakit. Tindakan dan obat yang seharusnya digunakan telah ditentukan. Besar tarif tetap atau konstan, apapun atau berapa pun tindakan medis yang dilakukan. Penerapan sistem ini menuntut rumah sakit untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan, serta dokter atau klinisi untuk memberikan pengobatan yang tepat berdasarkan derajat keparahan (Kemenkes RI, 2013 b ). Menurut Poordad (2007), selama 10 tahun ini terjadi peningkatan biaya penanganan ensefalopati hepatik. Penanganan sirosis hati mengalami peningkatan biaya seiring dengan perburukan atau meningkatnya keparahan penyakit. Dalam satuan dolar biaya per tahun untuk sirosis hati dengan skor keparahan Child Pugh A sebesar $4269.00, Child Pugh B sebesar $16949.63 dan Child Pugh C $30249.25 (Quiroz dkk., 2010). Pengelolaan yang tepat terhadap satu komplikasi dapat meminimalkan terjadinya komplikasi yang lain. Jika komplikasi lain dapat dicegah diharapkan dapat menghemat biaya. 2
Salah satu cara meningkatkan efisiensi rumah sakit adalah dengan mengurangi variasi pelayanan pada setiap diagnosis penyakit. Dalam sistem INA CBG s rumah sakit perlu menetapkan clinical pathway untuk mengurangi variasi pelayanan. Sampai saat ini, di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum ada clinical pathway untuk penanganan sirosis hati. Di RSUP Dr. Sardjito belum pernah dilakukan penelitian yang menggambarkan pola penggunaan obat pada pasien sirosis hati berdasarkan komplikasinya sehingga data ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi pihak rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penatalaksanaan terapi sirosis hati sudah rasional, sesuai dengan standar yang dibuat dan yang berlaku secara internasional. Data ini penting untuk diperoleh mengingat belum adanya clinical pathway penatalaksanaan sirosis hati sehingga harapannya hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan. Pada penelitian ini, gambaran biaya sirosis hati berdasarkan komplikasi dan keparahan dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pelayanan yang diberikan pada penanganan sirosis hati. Jika biaya melebihi plafon tarif yang telah ditetapkan maka pihak rumah sakit bisa melakukan langkah penyesuaian. Selain itu, gambaran biaya dapat digunakan untuk memprediksi tambahan biaya yang dibutuhkan untuk setiap kenaikan keparahan atau tambahan komplikasi sehingga dapat diketahui biaya yang bisa dihemat jika dilakukan penanganan yang tepat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. 3
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kesesuaian penggunaan obat sirosis hati dengan standar pelayanan medik di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan guideline APASL? 2. Apakah peningkatan keparahan dan komplikasi berpengaruh terhadap kenaikan biaya obat? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengatahui kesesuaian penggunaan obat sirosis hati dengan standar pelayanan medik di RSUP Dr. Sardjito dan guideline APASL. 2. Untuk mengetahui pengaruh keparahan dan komplikasi terhadap kenaikan biaya obat. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Sebagai acuan dalam mengevaluasi rasionalitas pemilihan obat pada sirosis hati dan memberikan gambaran biaya yang dibutuhkan dalam penanganan sirosis hati berdasarkan tingkat keparahan dan komplikasinya. 2. Bagi Program Studi Untuk menambah referensi terkait tatalaksana terapi sirosis hati dan analisis biaya. 4
3. Bagi Peneliti Sebagai acuan dan data awal untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang analisis efektivitas biaya terapi pada penanganan komplikasi sirosis hati. E. Keaslian Penelitian Belum ada penelitian analisis penggunaan obat ada pasien sirosis hati berdasarkan variasi komplikasi dan konsekuensinya terhadap biaya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebelumnya. Penelitian lain yang hampir sama dilakukan di Spanyol berjudul Estimating the cost of treating patients with liver cirrhosis at the Mexican Social Security Institute (Quiroz dkk., 2010). Studi ini menghitung biaya pada pasien rawat jalan dan rawat inap. Biaya yang diukur antara lain biaya servis selama di rumah sakit, IGD, biaya visit dokter dan tenaga medis lain, biaya diagnostik, dan biaya obat. Biaya dibandingkan antara sirosis hati dengan skor Child Turcotte Pugh A, B dan C. Analisis data dilakukan dengan membandingkan biaya riil dengan estimasi ahli. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah biaya yang diukur yaitu biaya medis langsung. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah biaya hanya diukur pada pasien rawat inap sedangkan penelitian sebelumnya mengukur biaya rawat inap dan rawat jalan. Selain itu, pada penelitian ini hanya menghitung biaya riil tidak membandingkan dengan estimasi ahli seperti yang dilakukan pada penelitian sebelumnya. 5