2015 PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI SANTRI WARIA D I PESANTREN AL-FATAH KOTAGED E YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI SANTRI WARIA DI PESANTREN AL-FATAḤ KOTAGEDE YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

MAKNA HIDUP. Nama : Chitra Perdana S. NPM :

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koeswinarno (2004: 7-8) dalam bukunya Hidup Sebagai. layaknya perempuan. Orang-orang yang berperilaku menyimpang dari

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah keterbatasan dari teori awal adalah ambiguitas tentang proses pengaruh. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. (lisan) dan bahasa nonverbal (tulisan, simbol, isyarat). Fungsi bahasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pesantren adalah tempat para santri (Dhofier, 2011). Pesantren sendiri berasal dari

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam kelompok (Bungin, 2006:43). Komunikasi yang terjalin dalam sebuah

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sempurna yang bertaqwa pada Allah SWT. Serta untuk mencapai kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pesantren di Jawa Timur ada 3800-an. Jumlah ini. lembaga pembinaan moral, lembaga dakwah dan yang paling populer adalah institusi

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan tersebut lumrah dilakukan terhadap kaum laki-laki saja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

2.01. Jumlah Pondok Pesantren dan Tipologinya *) Tahun Pelajaran 2011/2012. Jumlah Pontren Berdasarkan Tipe. No. Provinsi PP

BAB I PENDAHULUAN. sering diartikan juga sebagai sekolah agama bagi pelajar muslim (Sumadi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya manusia dan tuntutan hidup dalam bermasyarakat,

2015 POLA ADAPTASI SOSIAL BUDAYA KEHIDUPAN SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL BAROKAH

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengertian bimbingan pertama kali dikemukakan dalam Years Book of

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat serta melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang diharapkan. Metode pembelajaran merupakan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Hambatan Pendidikan Pesantren di Masa Depan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 25.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

LAMPIRAN LAMPIRAN. A. Instrumen Pengumpulan Data 1.Ruang Lingkup Penelitian TPD W O D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyimpang. Sebagai bukti shahihnya, berbagai kasus kejahatahan sosialtindakan

BAB I PENDAHULUAN. Metode pembelajaran ialah setiap upaya sistematik yang dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sudah mengetahui dan memiliki nilai-nilai hidup, norma-norma kesusilaan,

UKDW BAB I PENDAHULUAN

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Bahasa Arab sangat ditekankan dalam dunia pendidikan

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Sania Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. jasmaniah dan rohaniah berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Aksara, 2005), hlm. 23. Penerbit Diponegoro, 2008), hlm Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur an, (Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Jember fashion..., Raudlatul Jannah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas yang terdapat di Indonesia sangat banyak, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. non-formal, dan informal (ayat 3) (Kresnawan, 2010:20).

BAB I PENDAHULUAN. muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). akan terselenggara dengan baik melalui komunikasi interpersonal.

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta : BPFE, 1988), hlm. 1

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUHAN. Anak merupakan amanah yang harus dijaga, karena pada merekalah masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

2. BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan untaian kata-kata yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Waria adalah laki-laki yang menunjukan sikap dan perilaku di dalam diri yang

PRANATA KEISLAMAN Oleh Nurcholish Madjid

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. 1 Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Dakwah merupakan suatu kegiatan atau usaha yang di lakukan kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Radio merupakan media massa yang sifatnya didengar, maka siaran

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk pulalah masyarakat muslim. Dengan terbentuknya masyarakat muslim

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. cetak seperti majalah, koran, buklet, poster, tabloid, dan sebagainya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. hal ini dibuktikan dengan data yang didapatkan, dimana menurut survey yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau barangkali berasal dari kata Arab, funduq yang artinya hotel atau asrama. Terlepas dari asal-usul kata itu berasal dari mana, yang jelas ciri-ciri umum keseluruhan pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang asli dari Indonesia, yang pada saat ini merupakan warisan kekayaan bangsa Indonesia yang terus berkembang (Dhofier, 2011, hal. 41). Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang tersebar di Indonesia. Pesantren lahir di tengahtengah masyarakat yang beragam. Setiap pondok pesantren memiliki ciri khas yang berbeda-beda tergantung dari bagaimana metode yang diterapkan dalam pembelajarannya. Di Indonesia banyak pesantren yang tersebar di seluruh daerahdaerah. Kemudian pondok pesantren berarti suatu pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal. Sedangkan menurut buku Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratis Institusi, pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen (Qomar, 2010, hal. 2). Tersebarnya pesantren di seluruh penjuru kota, berdiri pula pesantren yang khusus menangani waria yang terletak di kota Yogyakarta. Berbicara mengenai waria, dewasa ini banyak masalah-masalah islam kontemporer yang disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah faktor sosial yang mana faktor

2 ini biasanya diperbincangkan dan menjadi berita terhangat dalam kehidupan bermasyarakat. Ada sebagian individu yang merasakan adanya ketidaksamaan dalam pemberian sikap masyarakat terhadap dirinya sendiri. Inilah yang terjadi pada waria. Mereka yang memiliki dan melakukan hal itu merasa tersudutkan karena masyarakat menganggap tindakan-tindakan yang dilakukan menurut asumsi mereka telah melanggar (Jevuska, 2012). Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Belum banyak orang yang mengetahui selukbeluk kehidupan kaum waria yang sesungguhnya. Kebanyakan dari orang-orang itu hanyalah melihat dari kulit luar semata. Ketidaktahuan mereka atas fenomena tersebut bukannya membuat mereka mencoba belajar tentang apa, bagaimana, mengapa dan siapa dia, melainkan justru melakukan penghukuman dan penghakiman yang sering kali mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan (Nadia, 2005, hal. v). Gender tidak didasarkan pada anatomi fisik, tetapi berdasar pada apakah seseorang mengidentifikasi dirinya menjadi laki-laki atau perempuan dan bagaimana mereka hidup atau ingin menjalani kehidupan mereka (Jevuska, 2012). Berdasarkan American Psychologist Assossiation (APA) Dictionary, waria memiliki atau berhubungan dengan identitas gender yang berbeda dari kultural peran gender yang ditentukan dan jenis kelamin secara biologikal. Tingkatan waria juga berkaitan dan meliputi transeksual, beberapa bentuk lainnya adalah transvestisme dan interseksual (Stavia, 2013). Gejala kewariaan yang selama ini dianggap sebagai gejala abnormalitas seksual tentunya tidak dapat dipisahkan dari komponen-komponen kehidupan seseorang yang tampak semakin rumit dan sulit dicari garis tegasnya. Beberapa ahli berpandangan bahwa keadaan abnormalitas seseorang, apapun bentuknya tidak dapat dipisahkan dari proses perkembangan manusia, sejak berada dalam kandungan hingga ia berada di alam kehidupan nyata. Oleh karena itu, analisis terhadap gejala kewariaan tidak dapat dilepaskan begitu saja dari konsep keilmuan mengenai perilaku manusia dan pendekatan-pendekatan keabnormalannya. Selain

3 itu, sebagai manusia yang memiliki ketidakjelasan kelamin, seorang waria tentu juga dihadapkan kepada hukum-hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis yang menempatkan seorang waria pada hak dan kewajibannya sebagai makhluk sosial dan individu serta makhluk religius. Adanya hak untuk mendapatkan ibadah yang sama dengan masyarakat pada umumnya mendorong munculnya suatu gebrakan. Seperti yang terjadi di Celenan, Jagalan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta yang berdiri sebuah pesantren khusus waria. Hal tersebut terkesan menjadi suatu keanehan, mengingat suatu pesantren diidentikan untuk manusia normal secara fisik dan psikologis. Latar belakang dari penelitian ini karena menyimpangnya perilaku waria dari ajaran agama Islam, oleh karena itu waria membutuhkan pembinaan keagamaan agar waria meninggalkan perilaku buruk yang selama ini ditampakkan kepada masyarakat luas. Pembinaan keagamaan di pesantren bagi santri waria telah ada dan hanya satu-satunya di Indonesia. Pesantren Al-Fataḥ menangani banyak waria di dalamnya agar menjadi manusia lebih baik dan terarah. Dalam agama Islam, mengganti jenis kelamin merupakan suatu larangan bagi pemeluknya. Bahkan hal tersebut ditegaskan dalam hadīṡ riwayat Bukhārī (dalam Nadia, 2005, hal. vi) yang menyatakan bahwa Rasūl Allāħ melaknat seorang laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Namun, menjadi fenomena yang luar biasa ketika orang yang secara jenis kelamin tidak sesuai dengan tuntunan agama tetapi mampu mendirikan suatu pondok pesantren dengan berlandaskan agama dan bahkan eksis di tengah masyarakat. Dalam Pesantren Waria Al-Fataḥ juga menjadi hal menarik untuk melihat keagamaan santri yang seluruhnya merupakan waria. Selama ini waria yang sering terlihat di jalanan dalam kehidupannya lebih mengarah pada hal yang negatif dan mengenai cara bertahan hidup antar komunitas sesamanya. Hal tersebut tentu berbeda dengan kehidupan para waria yang menjadi santri di Pesantren Al-Fataḥ ini. Maka menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam lagi tentang kegiatan santri waria dalam lingkup keagamaan.

4 Pesantren waria yang terletak di Kotagede Yogyakarta ini adalah satusatunya pondok pesantren yang berada di Indonesia. Sebuah bangunan rumah joglo limasan buatan tahun 1918 digunakan untuk kegiatan di pesantren. Santri waria yang belajar agama Islam di pesantren ini berasal dari berbagai penjuru kota, ada yang berasal dari Sumatera, Sulawesi, Lampung maupun asli dari Yogyakarta. Para santri waria ini ingin sisa hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pesantren waria ini dapat berdiri dengan kokoh di tengah fenomena sosial yang cenderung memojokkan para waria (OK, WK). Berdirinya pesantren ini sejak tahun 2008 hingga sekarang berbeda dengan pesantren pada umumnya. Pesantren ini mengadakan pembelajaran rutin setiap hari minggu, tidak seperti pesantren pada umumnya yang mengadakan pembelajaran setiap hari. Para santri tidak diharuskan untuk tinggal di pesantren. Hal ini karena para santri waria memiliki pekerjaan dan kegiatan yang harus dilakukan setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pesantren Al- Fataḥ ini pun telah memberikan banyak sumbangsih bagi masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar tidak merasa terganggu karena berdirinya pesantren waria ini, justru sebaliknya mereka merasakan banyak manfaat yang dirasakan, seperti mengadakan pengajian yang mengundang masyarakat sekitar sampai acara agustusan (WK, WP.1, WGA). Pesantren khusus waria ini dijalankan secara organisatoris oleh para anggotanya. Susunan organisasi mencakup, pembina, penasihat, ketua, sekretaris, bendahara, dan juga ada bagian hubungan masyarakat. Pengurus pesantren kecuali para ustadz, pembina dan penasihat juga seorang waria dan termasuk santri. Ketua pesantren waria ini mengatakan bahwa waria itu juga manusia yang membutuhkan suntikan rohani ke dalam hatinya, sehingga adanya pesantren waria ini akan dipertahankan. Berdasarkan pada hal-hal tersebut, maka perlu dilihat lebih mendalam lagi tentang pembinaan keagamaan yang dilaksanakan di Pesantren Al-Fataḥ, dan kehidupan santri waria dalam lingkup kegiatan keagamaan. Hal inilah yang akan diungkap dalam penelitian yang dilakukan peneliti. Oleh karena itu peneliti

5 mengambil judul PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI SANTRI WARIA DI PESANTREN AL-FATAḤ KOTAGEDE. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut : Bagaimana Pembinaan Keagamaan bagi Santri Waria di Pesantren Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta?. Dari pokok permasalahan tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa sub masalah, yaitu : 1. Bagaimana perencanaan pembinaan keagamaan di Pesantren Waria Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta? 2. Bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan di Pesantren Waria Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta? 3. Bagaimana hasil dari pembinaan keagamaan di Pesantren Waria Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan pokok dari penelitian ini adalah mengetahui lebih dalam tentang proses pembinaan keagamaan di Pesantren Waria Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta. Sedangkan secara khusus yang ingin didapat dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui perencanaan pembinaan keagamaan yang dilakukan di Pesantren Waria Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui dan memberikan pengetahuan kepada khalayak bagaimana pelaksanaan pembinaan keagamaan di Pesantren Waria Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui hasil dari pembinaan keagamaan yang telah dilaksanakan di Pesantren Waria Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

6 Secara teoritis manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa data yang telah penulis peroleh berkenaan dengan pembinaan keagamaan bagi santri waria di Pesantren Al-Fataḥ Kotagede Yogyakarta. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Dapat menemukan hal baru dan menambah pengetahuan tentang waria dan juga mengetahui keberadaan waria yang terletak di Kotagede Yogyakarta. b. Bagi Mahasiswa Ilmu Pendidikan Agama Islam Penelitian ini dapat dijadikan masukan bahwa tidak semua waria itu buruk, karena ada segolongan waria yang ingin menjadi benar dan mengenal Islam lebih dalam. Alangkah bijaknya sebelum menilai kita mendalaminya terlebih dahulu. c. Bagi Pesantren Waria Kotagede Yogyakarta Dapat meningkatkan kembali pengetahuan tentang Islam dan menciptakan semangat yang lebih untuk mendalami agama Islam. d. Bagi Civitas Akademika Universitas Pendidikan Indonesia Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk peneliti yang ingin meneliti tentang tema yang serupa. e. Bagi Pembaca selanjutnya Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan tentang waria dan mengetahui keberadaan pesantren waria yang terletak di kota Yogyakarta. E. Struktur Organisasi Skripsi Bab I Pendahuluan, di dalam bab ini terdiri dari : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Struktur Organisasi Skripsi. Bab II Kajian Teori, di dalam bab ini berisikan kajian teori tentang pesantren, pembinaan keagamaan dan waria. Bab III Metode Penelitian, di dalam bab ini membahas tentang desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data, analisis data. Bab IV Temuan dan Bahasan dalam bab ini berisi tentang hasil pengolahan data serta analisis data yang sesuai dengan rumusan masalah.

7 Bab V Kesimpulan dan Saran dalam bab terakhir ini berisi tentang kesimpulan dari seluruh penelitian dan juga saran yang disarankan oleh penulis kepada para pembaca. djhdjhdjhdjbdjbdjdb

8