BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan organ hati yang dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan metabolisme, obat-obatan, alkohol, maupun parasit. Hepatitis juga merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan perhatian serius di Indonesia, terlebih dengan jumlah penduduk yang besar serta kompleksitas yang terkait. Selain itu meningkatnya kasus obesitas, diabetes melitus, dan hiperlipidemia, membawa konsekuensi bagi komplikasi hati, salah satunya hepatitis (Wening Sari, 2008). Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Bar, 2002). Hepatitis telah menjadi masalah global. Saat ini diperkirakan 400 juta orang di dunia terinfeksi penyakit hepatitis B kronis, bahkan sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit tersebut. Hepatitis menjadi masalah penting di Indonesia yang merupakan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Wening Sari, 2008). Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan infeksi yang unik. Tidak banyak jenis virus yang menyebabkan infeksi pada seseorang dengan memberikan dampak sosial-ekonomi yang besar karena penyakit ini menyebabkan infeksi pada populasi dalam skala dunia, dan variasi penampilan kliniknya yang sedemikian beraneka ragam (bisa dalam bentuk hepatitis akut, hepatitis kronis tidak aktif, hepatitis kronis aktif, sirosis hati atau kanker hati) (Cahyono, 2010). 1
2 Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 dalam Anna (2011) menyebutkan, hingga saat ini sekitar dua miliar orang terinfeksi virus hepatitis B di seluruh dunia dan 350 juta orang di antaranya berlanjut jadi infeksi hepatitis B kronis. Diperkirakan, 600.000 orang meninggal dunia per tahun karena penyakit tersebut. Angka kejadian infeksi hepatitis B kronis di Indonesia diperkirakan mencapai 5-10 persen dari jumlah penduduk. Hepatitis B termasuk pembunuh diam-diam karena banyak orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup. Kebanyakan kasus infeksi hepatitis B bisa sembuh dalam waktu enam bulan, tetapi sekitar 10 persen infeksi bisa berkembang menjadi infeksi kronis. Infeksi kronis pada hati bisa menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan ikat pada hati sehingga hati berbenjol-benjol dan fungsi hati terganggu dan dalam jangka panjang penderitanya bisa terkena sirosis serta kanker hati. Survey prevalensi hepatitis di kota Semarang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota (DKK). Data pada DKK menunjukkan bahwa pada tahun 2010 tercatat 39 penderita hepatitis. Sedangkan pada tahun 2011 sampai bulan November ini tercatat sejumlah 25 orang penderita hepatitis. Angka ini menunjukkan penurunan dari tahun 2010-2011. Resiko hepatitis akan meningkat pada kelompok tertentu antara lain pada tenaga kesehatan, pekerja seksual, pengguna narkotika, bayi dengan ibu yang menderita hepatitis B. Mahasiswa keperawatan termasuk orang yang tergolong beresiko tertular penyakit hepatitis B, karena saat menjalani praktik di Rumah Sakit akan berinterakasi langsung dengan pasien. Resiko tertular hapatitis pada mahasiswa perawat akan dapat dicegah jika mahasiswa melakukan perilaku pencegahan yang adekuat.
3 Proses adopsi perilaku pencegahan hepatitis B pada mahasiswa akan efektif jika pengetahuan dan sikap tentang pencegahan hepatitis B adekuat. Penelitian tentang pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap perilaku ibu dalam pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi di kabupaten Aceh Utara menyatakan bahwa faktor internal yaitu pengetahuan yang paling berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pemberian imunisasi hepatitis B (Helmi, 2008). Adanya pengetahuan mahasiswa juga dapat menentukan sikap bagaimana menjaga dirinya agar tidak mudah terkena hepatitis B. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Mahasiswa terutama mahasiswa kesehatan harus lebih memahami permasalahan di atas, karena mengingat kiprah mereka yang begitu besar di dunia kesehatan terutama mahasiswa keperawatan yang nantinya akan sering berhubungan langsung dengan pasien. Hal tersebut yang menjadi alasan mahasiswa keperawatan yang ditekankan dalam penelitian ini karena mereka berisiko mudah tertular hepatitis B. Hasil survey awal pada 10 mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS bulan November 2011 tentang hepatitis B menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda-beda, sebanyak 60% menyatakan hepatitis B berbahaya karena mudah menular, sebanyak 30% mahasiswa menjaga perilakunya agar tidak tertular, dan ada 10% yang menyatakan biasa karena sudah vaksinasi. Hasil observasi juga menunjukkan sebagian kecil mahasiswa melakukan pencegahan dengan cara menjauhi penderita (HbsAg positif). Sebagian besar mahasiswa melakukan pencegahan dengan cara menjaga dirinya untuk berhati-hati dalam bergaul, tidak menggunakan alat pribadi secara bersama-sama, dan tetap mau menerima penderita hepatitis B berada di dalam lingkungannya tanpa harus menghindari penderita tersebut.
4 Survey 8 dari 10 mahasiswa keperawatan (80%) mengatakan hepatitis termasuk penyakit yang berbahaya dan mudah menular sehingga harus berhati-hati dan jaga diri. Berhubung kiprah mereka juga di bagian kesehatan yang banyak berinteraksi dengan berbagai macam pasien, 2 mahasiswa keperawatan (20%) di antaranya mengatakan harus melakukan vaksin agar terlindung dari virus hepatitis. Adanya fenomena tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan, sikap dengan perilaku pencegahan hepatitis B pada mahasiswa terutama mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS. B. Rumusan Masalah Kejadian hepatitis B semakin meningkat. Di seluruh dunia sudah 2 milyar orang terkena Hepatitis B dan sebanyak 360 juta jiwa pasien yang ada sudah dalam keadaan kronis. Usaha pencegahan sendiri dapat dilakukan bila kita memahami bagaimana resiko penularan Hepatitis B ini. Menjaga gaya hidup tetap sehat dan melakukan vaksinasi Hepatitis B dapat membantu mencegah terkena penularan penyakit ini. Dalam hal ini, mahasiswa terutama mahasiwa kesehatan harus lebih memahami permasalahan tersebut karena mengingat kiprah mereka yang begitu besar di dunia kesehatan terutama mahasiswa keperawatan yang nantinya akan sering berhubungan langsung dengan pasien dan hal tersebut yang menjadi alasan mahasiswa keperawatan yang ditekankan dalam penelitian ini. Mahasiswa memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan yang berbeda-beda dalam menghadapi penyakit hepatitis B. Berdasarkan fenomena dan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih luas tentang hubungan antara pengetahuan, sikap dengan perilaku pencegahan hepatitis B pada mahasiswa terutama mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS.
5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan hepatitis B pada mahasiswa terutama mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan pengetahuan mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS tentang hepatitis B. b. Mendiskripsikan sikap mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS tentang pencegahan hepatitis B. c. Mendiskripsikan perilaku mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS dalam pencegahan hepatitis B. d. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan hepatitis B pada mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS. e. Menganalisis hubungan sikap dengan perilaku pencegahan hepatitis B pada mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi untuk dijadikan bahan dalam mengembangkan program pendidikan keperawatan terhadap pencegahan hepatitis B. 2. Bagi Perawat Dapat menambah wawasan perawat tentang pengetahuan sikap dan perilaku pencegahan hepatitis B. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hal tersebut.
6 E. Bidang Ilmu Penelitian ini masuk dalam bidang ilmu keperawatan medikal bedah. F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian lain yang sudah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Rizani dkk (2009) yang berjudul Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B 0-7 Hari Di Kota Banjarmasin, sasarannya adalah Ibu yang mempunyai bayi usia 0-12 hari. Varibel yang diteliti Variabel bebas (pengetahuan, sikap ibu), Variabel terikat (tingkat pendidikan, pekerjaan, umur dan penolong persalinan) dengan metode Observasional dengan rancangan cross sectinal study. Hasil penelitian tersebut adalah Ada hubungan antara pengetahuan dan tingkat pendidikan dengan perilaku ibu terhadap pemberian imunisasi hepatitis B 0-7 hari. Pengetahuan RP = 1,56 ( CI 95% : 1,35-191),sikap RP = 1,49 (CI 95% : 1,22 = 1,62), tingkat pendidikan RP = 1,56 (CI 95% : 1,24-1,96), pekerjaan RP = 1,44 (CI95% : 1,01-2,05), penolong persalinan RP = 1,48 (CI95% : 1,21-1,80). Hasil multivariat dengan uji regresi logistik menunjukkan hanya dua variabel yaitu pengetahuan dan tingkat pendidikan dengan perilaku ibu terhadap pemberian imunisasi hepatitis B 0-7 hari. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variabel, sasaran peneltian dan metode penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan hepatitis B, sedangkan sasarannya adalah mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS dengan metode deskriptif korelasi. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Yulastri (2008) yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat terhadap Pencegahan Risiko Tertular Hepatitis B di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan, sasarannya adalah seluruh perawat yang bertugas di Ruang Rawat InapTerpadu (Rindu) A penyakit dalam sebanyak 38 orang dan sampel yang diambil adalah
7 total populasi. Variabel yang diteliti ketersediaan fasilitas dan APD, pengetahuan, sikap dan pelatihan, dengan deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Penelitian secara statistik terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel ketersediaan fasilitas dan APD ( p = 0,014), kebijakan rumah sakit (p = 0,041) terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B dan tidak ada pengaruh variabel pengetahuan ( p = 0,448), sikap ( p = 0,781), pelatihan ( p = 0,757) terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variabel, sasaran dan metode peneltian. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan hepatitis B, sedangkan sasarannya adalah mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS dengan metode diskriptif korelasi. 3. Penelitian yang dilakukan Santoso (2005) yang berjudul Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat Terhadap Vektor DBD Di Kota Palembang Sumatera Selatan, sasarannya adalah anggota keluarga yang dewasa (telah menikah atau sudah berumur 17 tahun keatas) serta mampu berkomunikasi dengan surveyor dan tinggal dirumah tersebut. Variabel yang diteliti jenis kelamin, pendidikan terakhir, pengetahuan, sikap, perilaku dengan metode random sampling. Hasilnya adalah tingkat ekonomi yang tinggi akan menghasilkan tingkat pengetahuan yang tinggi akan DHF. Ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap (p = 0,000; OR: 3,097), pengetahuan dan perilaku ( p = 0,000; OR = 2,25), perilaku dan sikap (p = 0,005; OR = 1,62). Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variabel dan sasaran penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan hepatitis B, sedangkan sasarannya adalah mahasiswa keperawatan FIKKES di UNIMUS.