BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi hepatitis B merupakan masalah global, diperkirakan 6% atau 387 juta dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et al., 2008). Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular terpenting di dunia, terutama di negara berkembang dan padat penduduk, karena angka kesakitan dan kematiannya yang masih tinggi. World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperkirakan sepertiga penduduk dunia atau sekitar 2 miliar terpapar infeksi virus hepatitis B (HBV) lewat darah atau cairan tubuh dan 5% dari penduduk dunia atau kira-kira 350 juta orang pengidap hepatitis B, hampir 78% berdiam di Asia dan 20-40% diantaranya akan menjadi kronik. Penyakit hepatitis B tersebar luas dengan tingkat endemisitas yang berbeda menurut geografi dan etnis, disebut endemisitas rendah bila angka prevalensi Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) kurang dari 2%, endemisitas sedang bila angka prevalensi HBsAg 2-7%, dan endemisitas tinggi bila prevalensi HBsAg lebih dari 8% (Chin, 2000). Angka prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi yaitu 2,5% sampai dengan 36,17%. Indonesia termasuk dalam kelompok daerah endemis sedang dan tinggi, dengan prevalensi di populasi 7-10% (Sulaiman, 1995). Penularan secara vertikal dapat terjadi dalam intrauterin dan perinatal. Bayi dengan ibu HBsAg positif, Hepatitis B envelope Antigen (HBeAg) positif atau menderita hepatitis B akut pada trimester ketiga memiliki risiko tinggi terinfeksi hepatitis B. Penularan intrauterin dari bayi yang lahir dengan ibu HBeAg dan HBsAg positif menyumbang sekitar < 5% (Chang, 2007). Risiko terinfeksi perinatal sekitar 5-20% pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif dan 70-90% jika ibu HBeAg 1

2 2 positif (Shepard et al., 2006). Setidaknya 3,9% ibu hamil di Indonesia merupakan HBsAg positif dengan risiko penularan maternal kurang lebih 45% (Satgas Imunisasi IDAI, 2011). Penularan vertikal virus hepatitis B dari ibu HBsAg positif atau HBsAg yang tidak diketahui ke bayi terjadi terutama saat persalinan. Imunisasi hepatitis B segera setelah lahir dalam jam setelah kelahiran dapat mencegah penyakit hepatitis kronis (WHO&UNICEF, 2002). Sebanyak 99% bayi yang terinfeksi hepatitis B pada masa perinatal akan tanpa gejala dan 1% mengalami infeksi hepatitis akut. Bayi yang terinfeksi hepatitis B pada masa perinatal tanpa gejala tersebut sekitar 10% menjadi sembuh dan 90% menjadi kronis dan menjadi sumber penularan hepatitis B (Goldstein et al., 2005). Tingkat kronisitas infeksi HBV akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Tingkat kronisitas pada anak yang terinfeksi pada usia prasekolah sekitar 23% sedangkan pada remaja dan dewasa sekitar 2,7% (Chang, 2007). Pemberian vaksinasi hepatitis B dan Hepatitis B immune globulin (HBIG) dalam waktu jam setelah lahir, diikuti dengan dosis vaksinasi selanjutnya sesuai jadwal, 89-98% efektif dalam mencegah infeksi hepatitis B akut dan kronis pada bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif dan HBeAg positif (Shepard et al., 2006). Imunisasi merupakan suatu upaya yang paling efektif untuk mencegah penularan penyakit hepatitis B. The Expanded Program on Immunization (EPI) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan pemberian vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di negara berkembang, yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B (WHO & UNICEF, 2002). Target Universal Child Immunization (UCI) merupakan tujuan antara, yang berarti cakupan imunisasi untuk hepatitis B harus mencapai 80% baik di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten bahkan setiap desa (DepKes, 2004). Kebijakan utama mencegah penularan virus

3 3 hepatitis B dengan memotong jalur penularan sedini mungkin. Kebijakan tersebut didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif dan tidak diimunisasi hepatitis B 90% akan menjadi pengidap hepatitis B kronis (Sampana, 2000). Cakupan hepatitis B dosis pertama yang rendah dipengaruhi oleh pengetahuan bidan saat menolong persalinan, karena kecenderungan seseorang untuk memiliki motivasi berperilaku kesehatan yang baik dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan persepsinya (Emilia, 2008). Hubungan pengetahuan dan perilaku kesehatan dijelaskan dengan orang mempunyai pengetahuan mengenai informasi sesuatu hal, dan akan mempersepsikan informasi tersebut sesuai dengan predisposisi psikologisnya, memilih, atau membuang informasi yang tidak dikehendaki karena menimbulkan kecemasan atau mekanisme pertahanan. Pengetahuan yang cukup akan memotivasi individu untuk berperilaku sehat. Perilaku kesehatan sama dengan perilaku manusia lainnya, dimotivasi oleh suatu stimulus atau rangsangan yang berasal dari lingkungan seseorang. Pengetahuan harus masuk dalam diri seseorang untuk mempengaruhi sikap dan nilainya terhadap kesehatan supaya terbentuk suatu perilaku. Nilai seseorang terhadap sesuatu akan membentuk sikap orang tersebut (Fishben & Ajzein, 1975). Penelitian di Bantul menunjukkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan lebih besar dibandingkan yang ditolong bukan tenaga kesehatan tetapi pemberian imunisasi hepatitis B usia 0-7 hari masih sangat rendah, hal ini disebabkan oleh faktor tenaga penolong persalinannya (Kusumawati, 2006). Penelitian lain yang dilakukan Creati et al. (2007) di Indonesia menunjukkan pemberian dosis pertama vaksin hepatitis yang diberikan dalam waktu 0-7 hari setelah lahir khususnya yang lahir di rumah pada daerah terpencil masih sulit dilakukan. Ketersediaan vaksin hepatitis B

4 4 sering tidak tersedia, sehingga bidan penolong persalinan di rumah menunda pemberian dosis pertama vaksin hepatitis B. Data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan bahwa cakupan vaksinasi hepatitis B lebih dari 95%, dimana vaksinasi hepatitis B nol hari 78,8%, usia 1 sampai 7 hari 18,2%, dan lebih dari 7 hari 2,01%. Berdasar latar belakang penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, penelitian tentang korelasi pengetahuan, sikap, dan persepsi bidan terhadap perilaku pemberian vaksin hepatitis B usia nol hari di Yogyakarta perlu dilakukan. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan persepsi bidan terhadap pemberian vaksin hepatitis B nol hari di Yogyakarta? 2. Bagaimana gambaran perilaku bidan dalam memberikan vaksin hepatitis B nol hari di Yogyakarta? 3. Apakah terdapat korelasi pengetahuan, sikap, dan persepsi bidan terhadap perilaku pemberian vaksin hepatitis B nol hari di Yogyakarta? C. Tujuan penelitian 1. Mendeskripsikan gambaran pengetahuan, sikap, dan persepsi bidan terhadap pemberian vaksin hepatitis B di Yogyakarta. 2. Mendeskripsikan gambaran perilaku pemberian vaksin hepatitis B nol hari oleh bidan di Yogyakarta. 3. Mengetahui ada tidaknya korelasi pengetahuan, sikap, dan persepsi bidan dengan perilaku pemberian vaksin hepatitis B nol hari di Yogyakarta.

5 5 D. Manfaat penelitian 1. Keilmuan Mengetahui lebih jelas hubungan antara pengetahuan, sikap, dan persepsi bidan terhadap perilaku pemberian vaksin hepatitis B nol hari, selain sebagai bahan acuan bagi peneliti lain dalam upaya peningkatan pencapaian cakupan vaksinasi hepatitis B khususnya pemberian pada bayi usia nol hari secara tepat. 2. Petugas kesehatan Sebagai informasi dan pengetahuan kepada petugas kesehatan terutama bidan agar dapat berpartisipasi secara aktif dalam pemberian vaksin hepatitis B nol hari. 3. Pengelola program imunisasi Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi wacana dalam menentukan kebijakan selanjutnya sebagai upaya meningkatkan pencapaian cakupan imunisasi hepatitis B bagi petugas kesehatan dan pemerintah terkait program imunisasi.

6 6 E. Keaslian penelitian Penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti adalah sebagai berikut (Tabel 1). Tabel 1. Hasil penelitian lain mengenai pemberian vaksin hepatitis B nol hari No Peneliti, tahun 1. Hoz et al. (2005) 2. Creati et al. (2007) 3. Soeng et al. (2008) 4. Kusumawati et al. (2006) 5. Kartika et al. (2010) Desain Hasil Perbedaan Pengetahuan yang rendah berakibat pemahaman akan vaksinasi kurang Pemberian dosis pertama vaksin hepatitis B masih terhambat oleh tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah, terbatasnya rantai dingin vaksin, transportasi, kurangnya pelatihan yang efektif pada penolong persalinan. Kualitas perawatan dan manajemen petugas kesehatan yang masih rendah di sektor swasta mengenai pemberian imunisasi, yaitu pengetahuan tentang manfaat vaksin hepatitis B, jadwal imunisasi. Pemberian imunisasi hepatitis B 0-7 hari dipengaruhi oleh penolong persalinan, pelayanan petugas, dan persepsi keparahan penyakit hepatitis B. Pemberian vaksin hepatitis B lebih tinggi pada bidan dengan pengetahuan baik, sikap dan persepsi positif, serta tergantung dari tingkat pendidikan bidan, ketersediaan vaksin, dan pengetahuan orang tua. Outcome penelitian Outcome penelitian Outcome penelitian Subyek penelitian Waktu pemberian imunisasi hepatitis B dosis pertama dan outcome penelitian