BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis reinw. Salak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

Karakteristik Produk Hasil Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Produksi Per musim tanam (kg)

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

Analisis Tataniaga Kentang di Propinsi Sumatera Utara. Marketing Analysis of Potato in Province of North Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke


VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman semusim yang tergolong rumput-rumputan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Agronomi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

PEMASARAN KOMODITI SAWI DI KELURAHAN TANAH ENAM RATUS KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS SALURAN TATANIAGA SAWI DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

Penanganan Hasil Pertanian

I. PENDAHULUAN *

BAB I PENDAHULUAN. tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

II. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS TATANIAGA BERAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut sejarah persebarannya Belimbing termasuk satu jenis buah tropis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bauran Pemasaran 2.2. Unsur-Unsur Bauran Pemasaran Strategi Produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. dan banyak penduduk masih bergantung pada sektor ini, sehingga di masa

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PEMASARAN KENTANG DAN KUBIS UNTUK TUJUAN EKSPOR PADA TINGKAT GABUNGAN KELOMPOK TANI (GAPOKTAN) KABUPATEN KARO

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia dengan luas tanaman. ton setara kopra). Namun, hal ini tidak lantas menjadikan Indonesia sebagai

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

Analisis Tataniaga Kubis (Brasica Olereacea) Organik Bersertifikat Di Nagari Koto Tinggi Kecamatan Baso Kabupaten Agam

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai rapa atau kubis rapa. Sayuran ini sangat penting di Cina dan Korea, dan belakangan ini hanya kalah penting oleh Radish dan kubis di Jepang. Sawi putih diyakini berasal dari Cina dan mungkin berevolusi melalui persilangan alami dengan Pakchoi yang tidak membentuk kepala dan atau turnip, yang keduanya telah ditanam selama lebih dari 1600 tahun (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Sawi putih (Brassica Rapa), dikenal sebagai sayuran olahan dalam masakan Tionghoa karena itu disebut juga sawi cina. Sebutan lainnya adalah petsai. Disebut sawi putih karena daunnya yang cenderung kuning pucat dan tangkai daunnya putih. Sawi putih dapat dilihat penggunaannya pada asinan (diawetkan dalam cairan gula dan garam), dalam cap cai, atau pada sup bening. Sawi putih beraroma khas namun netral. Tanaman sawi berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah di sekitar permukaan tanah. Perakaran yang sangat dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi putih tidak memiliki akar tunggang. Perakaran tanaman sawi putih ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, dan tanah yang mudah menyerap air dan kedalaman tanah cukup dalam (Cahyono, 2003). 8

9 Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah, akan tetapi umumnya sawi diusahakan di dataran rendah, yaitu di pekarangan, di ladang atau di sawah (Anonimous, 2009) Sebagaimana telah diketahui, bahwa harga produk hortikultura, baik sayuran, buah-buahan, maupun tanaman hias sangat ditentukan oleh mutunya. Penilaian terhadap mutu sesungguhnya sangat bersifat kualitatif dan sulit untuk dikuantifikasi. Pada sayuran, mutu ditentukan oleh kesegaran, warna daun, dan ada/tidaknya lubang-lubang bekas serangan hama (Zulkarnain, 2009). Kerugian yang ditimbulkan oleh gangguan hama penyakit sangat besar nilainya. Terkadang karena serangannya hebat, sehingga terjadi kegagalan panen. Oleh sebab itu, pengendalian terhadap hama penyakit pada tanaman sawi putih sangat penting (Pracaya, 1997). Namun, dengan meningkatnya penggunaan senyawa-senyawa kimia, baik sebagai pestisida maupun sebagai pupuk, telah membangkitkan kekhawatiran sejumlah pihak akan keamanan konsumsi produk-produk hortikultura. Hal ini sangat nyata pada produk sayuran, karena umumnya sayuran dikonsumsi dalam bentuk segar. Produk sayuran merupakan komoditas yang sensitif dan mudah rusak dengan resiko kerusakan yang tinggi, maka diperlukan penanganan khusus dan cepat terhadap produk-produk yang sudah dipanen agar kualitasnya tetap tinggi. Sejalan dengan itu, pengawasan mutu dalam setiap tahapan penanganan pasca panen (pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan) perlu dilakukan dengan ketat (Zulkarnain, 2009).

10 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Tataniaga Tataniaga adalah suatu sistem yang meliputi cara, model strategi penyampaian barang dan jasa dari sektor produsen ke konsumen. Rangkaian proses penyampaian ini banyak variasinya yang mempengaruhi keadaan sosial budaya dalam perekonomian masyarakat (Kotler, 2009). Apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dalam negara lain (ekspor dan impor) maka ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Salah satu diantaranya adalah harga dari barang yang akan diperdagangkan karena harga akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan diperdagangkan. Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga barang yang merupakan suatu hipotesa yang menerangkan Makin rendah harga suatu barang, makin banyak permintaan terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang makin rendah permintaan terhadap barang tersebut (cateris paribus) (Sukirno, 2003). Daniel (2002) menyatakan pemasaran merupakan hal-hal yang sangat penting setelah selesainya produksi pertanian. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau lingkaran pasar suatu komoditas. Bila pemasarannya tidak lancar dan tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani akibatnya penawaran berkurang. Kurangnya penawaran akan menaikkan harga. Setelah harga naik, motivasi petani akan bangkit lagi. Hasilnya penawaran meningkat, menyebabkan harga akan jatuh kembali (cateris paribus).

11 Menurut Soekartawi (2002), ada 5 faktor penyebab pentingnya tataniaga : 1. Jumlah produk yang dijual menurun 2. Pertumbuhan penampilan perusahaan menurun 3. Terjadi perubahan yang diinginkan konsumen 4. Kompetisi yang semakin tajam 5. Terlalu besarnya pengeluaran untuk penjualan Selain faktor tersebut, penyebab pentingnya proses tataniaga khususnya produk pertanian dikarenakan sifat-sifat produk pertanian, yaitu musiman, harus segar (freshable), mudah rusak, jumlah banyak tetapi nilainya sedikit (bulky), serta lokal dan spesifik (tidak dapat berproduksi di semua tempat). Sifat-sifat inilah yang mengakibatkan fluktuasi yang tajam pada produk pertanian. Saat harga berfluktuasi maka yang sering dirugikan adalah petani. Menurut Daniel (2002), penyebab pemasaran yang tidak baik diantaranya produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran yang sangat panjang dan hanya ada satu pembeli. Kondisi inilah yang mengakibatkan efisiensi pertanian sangat rendah. Selain itu, tidak berjalannya fungsi pemasaran seperti pembelian, penyortiran, grading, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan sesuai yang diharapkan, juga sebagai penyebab melemahnya efisiensi pemasaran. 2.2.2 Saluran Tataniaga Glend (1982), mendefinisikan saluran tataniaga sebagai kelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu. Fungsi utama dari

12 saluran tataniaga ialah menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Terdapat berbagai macam saluran tataniaga : 1. Produsen - Konsumen, bentuk saluran pemasaran ini merupakan yang paling pendek dan sederhana karena tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual produk langsung ke konsumen. Saluran biasa distribusi pemasaran langsung. 2. Produsen Pengecer - Konsumen, dalam saluran ini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang pengecer. Pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja. 3. Produsen Pedagang Besar Pedagang Pengecer - Konsumen, saluran distribusi ini bayak digunakan yang dinamakan saluran distribusi tradisional. Disini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak kepada pedagang pengecer saja. Pembelian pengecer dilayani oleh pedagang besar dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja. 4. Produsen Agen - Pedagang Pengecer - Konsumen, Produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualnya ditujukan kepada pedagang pengecer besar. 5. Produsen Agen - Pedagang Besar - Pedagang Pengecer - Konsuen, dalam saluran ini produsen menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya ke pedagang besar yang kemudian menjualnya ke toko kecil.

13 2.2.3 Lembaga dan Fungsi Tataniaga Lembaga tataniaga adalah badan atau individu yang melaksanakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen akhir. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga memenuhi keinginanan konsumen semaksimal mungkin. Menurut Kohls dan Uhl (1985), fungsi fungsi tataniaga diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama yaitu: 1) Fungsi Pertukaran, merupakan kegiatan yang melibatkan pertukaran kepemilikan melalui proses penjualan dan pembelian antara penjual dan pembeli. Fungsi pertukaran terdiri atas: a. Pembelian; merupakan kegiatan menentukan jenis barang dan jasa yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan konsumen dengan mengalihkan kepemilikan. b. Penjualan; merupakan kegiatanyang berupaya menciptakan permintaan melalui strategi promosi dan periklanan untuk dapat menarik minat pembeli serta terciptanya kepuasaan konsumen dari jumlah, bentuk, mutu. 2) Fungsi Fisik; merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan barang atau jasa berupa penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik atas produk guna menimbulkan nilai guna, tempat, bentuk, waktu, dan kepemilikan. Fungsi fisik terdiri atas: a. Pengangkutan; bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa pada tempat yang tepat sesuai dengan jumlah, waktu, dan mutu.

14 b. Penyimpanan; bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa tersedia pada waktu yang diinginkan. c. Pengolahan; merupakan kegiatan mengubah bentuk produk untuk memperpanjang daya tahan produk serta meningkatkan nilai tambah produk tersebut. 3) Fungsi Fasilitas merupakan kegiatan memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas terdiri atas: a. Standarisasi dan grading. Standarisasi adalah ukuran yang menjadi standar ukuran yang menjadi standar penentuan mutu terhadap suatu barang dapat berupa warna, bentuk, ukuran, kadar air, dan tingkat kematangan. Grading adalah tindakan menggolongkan atau mengklarifikasi barang agar menjadi seragam. b. Pembiayaan merupakan kegiatan mengelola keuangan yang diperlukan selama proses tataniaga. c. Penganggungan resiko merupakan kegiatan yang menghitung tingkat kehilangan atau kerugian selama proses tataniaga. d. Informasi pasar merupakan kegiatan mengumpulkan, menginterpretasikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan untuk kelancaran proses tataniaga.

15 2.2.4 Biaya Tataniaga Biaya tataniaga terjadi sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga. Biaya tataniaga menjadi bagian tambahan harga pada barang-barang yang harus ditanggung oleh konsumen. Komponen biaya tataniaga petani terdiri dari semua jenis pengeluaran yag dikorbankan oleh setiap perantara dan lembaga tataniaga yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses perpindahan barang, dan keuntungan yang diambil oleh perantara atas jasa modalnya (Gultom, 1996). Daniel (2002) menyatakan bahwa besarnya biaya tataniaga berbeda satu sama lain, tergantung pada: a. Macam komoditas yang dipasarkan komoditas yang bobotnya besar, tetapi nilainya kecil sehingga membutuhkan biaya tataniaga yang besar. b. Lokasi/ daerah produsen bila lokasi produsen jauh dari pasar atau lokasi konsumen, maka biaya transportasi menjadi besar pula. c. Macam dan peranan lembaga tataniaga semakin banyak lembaga niaga yang terlibat dan semakin panjang rantai tataniaga, maka semakin besar biaya tataniaganya. Biaya tataniaga suatu produk biasanya biasanya diukur secara kasar dengan price spread dan share margin. Price spread menyatakan perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah yang diperlukan untuk menutupi biaya barang-barang didua tingkat pasar, misalnya pasar lokal dan grosir atau grosir dan eceran (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).

16 2.2.5 Efisiensi Tataniaga Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi tataniaga dapat terjadi jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu produsen, konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran. Menurut Mubyarto (1995), syarat-syarat tataniaga yang efisien adalah (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut. Menurut Mubyarto (1995), kondisi efisiensi tataniaga dapat tercapai bila ada pembagian yang adil bagi semua lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga tersebut. Salah satu kegunaan dari perhitungan marketing margin (price spread) dan share margin adalah mengetahui tingkat efisiensi pemasaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi marketing margin suatu komoditi, maka semakin rendah tingkat efisiensi sistem tataniaga (Gultom, 1996). 2.3 Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian Roma Kasitha Sinaga (2009) yang berjudul Analisis Tataniaga Sayuran Kubis Ekspor di Desa Saribudolok Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, menganalisis fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga, menganalisis biaya tataniaga, Price Spread, dan Share Margin lembaga tataniaga, dan menganalisis efisiensi tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian.

17 Hasil penelitian diperoleh: Terdapat satu saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, yaitu Petani Gapoktan Eksportir; Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi tataniaga yang berbeda; Biaya, price spread, dan share margin setiap lembaga tataniaga adalah biaya produksi petani Rp 527.27/kg (17.58%), harga jual petani Rp 1,200.00/kg (40%), dan keuntungan petani Rp 672.73/kg (22.42%); biaya tataniaga Gapoktan Rp 350.00/kg (11.67%), harga jual Gapoktan Rp 1,800.00/kg (60%), dan keuntungan yang diperoleh Gapoktan Rp 250.00/kg (8.33%); dan biaya tataniaga eksportir Rp 442.00/kg (5.00%), harga jual Rp 3,000.00/kg (100%), dan keuntungan eksportir Rp 758.00 (25.27%). Ditinjau dari biaya tataniaga, maka saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian efisien, namun bila ditinjau dari share margin petani, maka saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian tidak efisien. Menurut penelitian Luhut Sihombing (2005) yang berjudul Analisis Tataniaga Kentang di profinsi Sumatera Utara. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistika. Dalam penelitian tersebut terdapat tiga rantai pemasaran kentang. Pertama, petani - pedagang pengumpul - pedagang besar/agen eksportir - eksportir belawan. Kedua, petani - pusat pasar - pusat pasar provinsi (medan) pengecer - konsumen akhir. Ketiga, petani - pedagang pengumpul desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemasaran kentang di daerah penelitian belum efisien. Hal ini dicirikan oleh harga yang diterima, petani produsen masih rendah yaitu sebesar 34,95%, rendahnya profit share yaitu 13,21% tingginya marketing margin, nisbah margin keuntungan yang kurang merata di antara middleman, rendahnya nilai koefisien korelasi dan elastisitas transmisi harga. Upaya penyempurnaan sistem tataniaga dapat ditempuh dengan

18 penguatan kelembagaan yang ada (kelompok tani dan KUD), sehingga fungsi - fingsi tataniaga seperti informasi pasar, risk manajemen dapat bekerja secara optimal. 2.4 Kerangka Pemikiran Dalam Tataniaga Sawi putih di Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun melibatkan beberapa pihak di dalamnya. Pelaku tataniaga sawi putih, yaitu Petani, pedagang pengumpul,agen, pedagang pengecer desa, pedagang pengecer siantar, pedagang luar daerah. Petani menjual langsung barang tersebut ke pedagang pengumpul dengan cara pedagang pengumpul yang langsung mengambil sawi putih dari lokasi petani, dan membawa ke tempat pengepakan. Setelah dilakukan pengemasan, pedagang pengumpul menjualnya ke pedagang luar daerah dengan sistim kirim menggunakan jasa ekspedisi. Ada juga petani langsung menjual barangnya kepada agen, agen adalah orang yang membeli barang langsung kepada petani tampa ada perantara yang datang setiap hari di Kecamatan Purba maupun agen yang ada di kecamatan tersebut yang tujuan penjualan kepada pedagang pengecer siantar, pengecer siantar lalu menjual kepada konsumen. Petani juga menjual kepada pengecer desa dengan jumlah yang cukup kecil. Pengecer desa menjual kepada konsumen tidak setiap hari, karena dilakukan setiap pekan saja dalam satu minggu dua kali. Setiap lembaga dalam tataniaga sawi putih akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga, fungsi-fungsi itu antara lain adalah fungsi penjualan, pembelian, pengangkutan, penyimpanan, standarisasi, pengambilan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi-fungsi tataniaga yang terjadi pada setiap lembaga tidaklah selalu sama.

19 Semakin panjang rantai tataniaga, maka semakin banyak fungsi tataniaga yang terjadi di dalamnya dan akan mengakibatkan harga sawi putih semakin tinggi karena biaya yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi-fungsi itu semakin besar, demikian juga sebaliknya. Biaya tataniaga akan menentukan harga yang diterima oleh setiap lembaga. Biaya tataniaga dapat diukur secara kasar dengan Price Spread dan Share Margin. Apabila nilai share margin telah diketahui, maka akan didapat pula nilai efisiensi tataniaga.

20 Petani Sawi Putih Pedagang Pengumpu Pedagang L. Daerah Agen Pedagang Pengecer Fungsi Tataniaga: Pembelian Penjualan Penyimpanan Transportasi Sortasi Pengepakan Pembiayaan Penanggungan Resiko Informasi Pasar Konsumen Akhir Biaya Tataniaga Price Speread Share Margin Efisiensi Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Hubungan Pengaruh

21 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah maka diambil hipotesis bahwa tataniaga sawi putih di daerah penelitian termasuk efisien.