50 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model hipertensi pada dosis 126 mg/kgbb dan 252 mg/kgbb dibandingkan kontrol negatif. 2. Pemberian sediaan poliherbal tidak mencegah penebalan tunica media pada aorta tikus model hipertensi. 3. Pemberian sediaan poliherbal mencegah kenaikan luas fraksi area fibrosis aorta tikus model hipertensi pada dosis 126 mg/kgbb dibandingkan kontrol negatif. V.2. Saran Perlu dilakukan penelitian dengan durasi lebih lama, variasi dosis di bawah dosis 504 mg/kgbb, dan menggunakan parameter remodeling vaskular yang lebih spesifik untuk memperjelas efek antihipertensi sediaan poliherbal ini terhadap remodeling vaskular.
51 V.3. RINGKASAN Hipertensi merupakan penyakit tidak menular serius karena menjadi salah satu penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang organ target, sehingga dapat menimbulkan serangan jantung, stroke, dan gangguan ginjal. Remodeling vaskular merupakan respon pembuluh darah terhadap kondisi hipertensi. Respon tersebut adalah perubahan struktur dinding arteri seperti peningkatan ketebalan tunica media, penyempitan diameter lumen, dan kekakuan arteri, dan adanya hipertrofi sel otot polos. Kekakuan dinding pembuluh darah dikaitkan dengan hilangnya jaringan elastik dan peningkatan kolagen. Mengurangi resiko komplikasi akibat kerusakan berbagai organ target merupakan tujuan utama terapi hipertensi, sehingga pasien diharuskan mengkonsumsi obat antihipertensi dalam jangka panjang. Tak jarang efek samping pun timbul. Hal ini mendorong perlu adanya penemuan obat penurun tekanan darah yang memiliki efek samping minimal, salah satunya dengan obat herbal. Sediaan poliherbal dalam penelitian ini merupakan sediaan jamu komersil yang diindikasikan untuk membantu meringankan tekanan darah. Sediaan berbentuk tablet ini berisi A.sativa Bulbus 180 mg, T. bellericae Fructus 60 mg, C. aeruginosae Rhizoma 60 mg, dan A. subulatum Fructus 35 mg.
52 Alii sativa Bulbus yang juga dikenal dengan nama bawang putih (A. sativum) menunjukkan dapat menurunkan tekanan darah pada subjek hewan dan manusia. Telah banyak penelitian yang mempelajari mekanisme bawang putih dalam menurunkan tekanan darah. Selain menurunkan resistensi vaskular perifer, bawang putih juga mengurangi prostaglandin E 2 dan tromboksan B 2. Kandungan senyawa gammaglutamilsistein dalam bawang putih dapat menghambat angiotensin converting enzyme. Secara in vivo, bawang putih mengurangi kadar serum ACE dan aktivitas angiotensin II. Bawang putih juga dapat menghambat vasokontriksi dengan menghambat endothelin-1. Terminalia bellerica terbukti mempunyai efek antihipertensi secara in vitro dengan mekanisme mengantagonis kalsium sehingga terjadi vasodilatasi. Penelitian terkait efek C. aeruginosa Rhizoma sebagai penurun tekanan darah sejauh ini belum dieksplorasi. C.longa, C. kwangsiensis, C. phaeoculis, C.wenyujin, dan C.zedoria mempunyai efek vasodilatasi pada aorta tikus terisolasi. Hal ini didukung penelitian Nugroho et al. (2008) yang membuktikan bahwa kurkumin dan turunannya menunjukkan kemampuan penghambatan kontraksi dan aktivitas relaksasi pada otot polos aorta tikus terisolasi. Penelitian terkait efek antihipertensi A. subulatum Roxb sejauh ini belum dieksplorasi, tetapi A.subulatum Roxb dilaporkan mempunyai efek proteksi terhadap stres yang menginduksi kerusakan miokardial. Adanya keterkaitan antara hipertensi dengan proses remodeling vaskular mendorong penelitian ini dilakukan.
53 Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya efek pemberian sediaan poliherbal terhadap tekanan darah, ketebalan tunika media, dan luas fraksi area fibrosis aorta pada tikus model hipertensi. Tikus yang digunakan adalah tikus Wistar jantan usia 11-13 minggu dengan berat 180-200 gram sebanyak 35 ekor. Model hewan hipertensi menggunakan induksi DOCA (deoxycorticosterone acetat)-garam (NaCl 1% dan KCl 0,2%) Model ini cocok untuk menguji efek senyawa alam ataupun sintetis terkait proses remodeling vaskular. Tikus kemudian dibagi menjadi 5 kelompok (dosis 126 mg/kgbb, dosis 252 mg/kgbb, dosis 504 mg/kgbb, kontrol positif dengan hidroklorotiazid, dan kontrol negatif dengan akuades). Tikus model hipertensi dibuat dengan melakukan proses uninefrektomi. Selang seminggu kemudian, tikus diinduksi DOCA secara subkutan selama dua kali dalam seminggu. DOCA diberikan dengan dosis 20 mg/kg BB dalam minyak zaitun. Air minum diganti dengan larutan NaCl 0,1 % dan larutan KCl 0,2% ad libitum mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-8. Poliherbal diberikan tiap pagi dan sore hari, sedangkan hidroklorotiazid tiap pagi hari. Untuk lebih jelasnya, alur skema penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
54 Keterangan: A : semua tikus dilakukan uninefrektomi dan dibiarkan pulih seminggu B : semua tikus dilakukan mulai diberikan injeksi DOCA-NaCl 0,1%- KCl 0,2% mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-8 dengan jeda interval waktu yang sama, C:pemberian perlakuan/kontrol sesuai kelompok. D: semua tikus dikorbankan. : pengukuran tekanan darah dilakukan setiap minggu. Tekanan darah pada semua tikus diukur dengan metode tail cuff menggunakan alat blood pressure analyzer. Rata-rata tekanan darah diukur dari rerata 5 nilai tekanan darah yang stabil. Setelah masa eksperimen selesai, semua tikus dikorbankan untuk diambil sampel jaringan aorta. Setiap tikus dari masingmasing kelompok dibuat preparat aorta sebanyak 3 slices. Untuk melihat ketebalan tunika media digunakan pengecatan hematoksilin-eosin (HE), sedangkan untuk melihat tumpukan kolagen digunakan pengecatan sirius red. Preparat aorta yang sudah diwarnai dengan hematoksilin eosin selanjutnya diamati dengan Optilab dan diambil fotonya. Selanjutnya ketebalan tunica media dihitung menggunakan software Image J. Pengukuran dilakukan replikasi 3 kali
55 per sampel aorta dan dihitung reratanya. Berikut cara perhitungan ketebalan tunica media : Perhitungan luas area = luas vessel luas lumen Perhitungan perimeter sentral = rata-rata jumlah perimeter lumen dan vessel Ketebalan tunika media = luas area : perimeter sentral Preparat aorta yang sudah diwarnai sirius red selanjutnya diamati dengan Optilab dan diambil fotonya. Selanjutnya ketebalan tumpukan kolagen dihitung juga menggunakan software Image J. Tumpukan kolagen dihitung dalam satuan persentase luas fraksi area (membagi antara ketebalan tumpukan kolagen dengan luas vessel, dikalikan 100 %). Pengukuran tumpukan kolagen dilakukan sebanyak 3 kali per replikasi sampel aorta dan selanjutnya dihitung nilai rerata. Semua hasil pengukuran akan disampaikan dalam bentuk mean±sd. Perbandingan rata-rata tekanan darah, ketebalan tunica media, dan luas fraksi area antar kelompok dianalisis dengan ANAVA berikut. Adapun hasil pengukuran rerata tekanan darah dapat dilihat pada tabel Kelompok Minggu ke-0 (mmhg) Minggu ke-3 (mmhg) Minggu ke-5 (mmhg) Minggu ke-6 (mmhg) Minggu ke-8 (mmhg)
tekanan darah sistolik (mmhg) 56 I (dosis 126 130±17 147±11 154±18 155±13 162±16 mg/kgbb) II (dosis 252 134±9 146±16 164±10 170±11 163±14 mg/kgbb) III (dosis 504 108±15 146±16 166±14 157±7 167±10 mg/kgbb) IV (kontrol positif) 115±11 147±14 164±21 157±14 158±17 V (kontrol negatif) 132±19 146±22 176±19 168±32 182±11 Adapun hasil pengukuran rerata tekanan darah sistolik antar kelompok pada minggu ke- 3,5,6, dan 8 jika dibuat grafik dapat dilihat pada gambar berikut rerata tekanan darah 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 3 5 minggu ke- 6 8 dosis I dosis II dosis III k positif k negatif Berdasarkan analisa menggunakan SPSS, data tekanan darah tikus antar kelompok pada minggu ke-3,5,6, dan 8 semuanya terdistribusi normal dan homogen. Minggu ke-3 dipilih sebagai perwakilan untuk melihat keberhasilan proses induksi hipertensi. Jika dibandingkan dengan minggu ke-0, maka dapat
57 dilihat bahwa pada semua kelompok terjadi peningkatan rerata tekanan darah. Hal ini mengindikasikan bahwa proses induksi hipertensi berhasil dan dapat dilanjutkan sampai minggu ke-8. Berdasarkan data pada tabel di atas, pada minggu ke-5 juga terjadi peningkatan rerata tekanan darah pada semua kelompok. Minggu ke-5 merupakan minggu mulai diberikannya perlakuan pemberian sediaan poliherbal (pada kelompok 1, 2, dan 3) ataupun hidroklorotiazid (pada kelompok 4). Jika dilihat data pada minggu tersebut, rerata tekanan darah tikus kelompok variasi dosis hampir sama dengan kelompok kontrol positif tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan adanya efek penurunan tekanan darah jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Jika dilihat data rerata tekanan darah pada minggu ke-6, rerata tekanan darah kelompok dosis (kecuali pada kelompok 2) juga hampir sama dengan kelompok kontrol positif dan nilainya masih lebih rendah dari kelompok kontrol negatif. Meskipun demikian, pada minggu ke-8 semua kelompok dosis menunjukkan adanya efek penurunan tekanan darah dibandingkan kelompok kontrol negatif, walaupun efek penurunannya tidak sekuat pada kelompok kontrol positif. Berdasarkan hasil analisa SPSS, efek penurunan tekanan darah pada semua kelompok dosis terlihat tidak berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol positif. Meskipun demikian, hanya kelompok 1 (dosis 126 mg/kgbb), kelompok 2 (dosis 252 mg/kgbb), dan kelompok 4 (kontrol positif) yang
58 menunjukkan efek penurunan tekanan darah yang berbeda bermakna jika dibandingkan kelompok kontrol negatif. Berdasarkan data pada tabel, seperti pada penjelasan sebelumnya, pada semua kelompok menunjukkan peningkatan rerata tekanan darah mulai saat awal induksi hipertensi sampai minggu ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa proses induksi berhasil. Jika dilihat pada minggu ke-6, pada kontrol positif menunjukkan penurunan rerata tekanan darah dibandingkan minggu ke-5. Tetapi hasil berbeda pada kelompok kontrol negatif yang seharusnya mengalami kenaikan rerata tekanan darah akibat perlakuan induksi hipertensi. Data pada minggu ke-6 dan ke-8 juga memperlihatkan pada kelompok dosis belum terlihat jelas pengaruh variasi dosis terhadap tekanan darah. Meskipun demikian, pada minggu ke-8 hanya kelompok dosis 126 mg/kgbb dan dosis 252 mg/kgbb yang menunjukkan penurunan tekanan darah yang berbeda signifikan terhadap kontrol negatif secara statistik. Adapun hasil pengukuran kuantitatif ketebalan tunika media antar kelompok dapat dilihat pada tabel berikut. Kelompok Ketebalan tunika media (µm 2 ) 1 (dosis 126 mg/kg BB) 71,72 ± 9,51 2 (dosis 252 mg/kg BB) 69,29 ± 8,63 3 (dosis 504 mg/kg BB) 63,81 ± 6,43 4 (kontrol positif) 47,61 ± 4,26
59 5 (kontrol negatif) 58,66 ± 6,21 Berdasarkan hasil olah statistik, data ketebalan tunika media terdistribusi normal dan homogen. Hasil olah statistik menunjukkan hanya kelompok dosis 126 mg/kgbb, 252 mg/kgbb, dan kontrol positif saja yang berbeda bermakna terhadap kontrol negatif. Adapun hasil pengukuran secara kuantitatif luas fraksi area fibrosis antar kelompok dapat dilihat pada tabel berikut. Kelompok Luas fraksi area fibrosis (%) 1 (dosis 126 mg/kg BB) 5,41 ± 1,16 2 (dosis 252 mg/kg BB) 6,07 ± 1,22 3 (dosis 504 mg/kg BB) 6,57 ± 1,01 4 (kontrol positif) 6,05 ± 0,64 5 (kontrol negatif) 7,42 ± 2,01 Berdasarkan hasil uji statistik, terlihat bahwa data luas fraksi area antar kelompok terdistribusi normal dan homogen. Hasil olah statistik menunjukkan hanya kelompok dosis 126 mg/kgbb saja yang bermakna terhadap kelompok kontrol negatif. Kesimpulan yang bisa diambil adalah pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model hipertensi pada dosis 126 mg/kgbb dan
60 252 mg/kgbb. Pemberian sediaan poliherbal tidak mencegah penebalan tunica media pada aorta tikus model hipertensi. Pemberian sediaan poliherbal mencegah kenaikan luas fraksi area aorta tikus model hipertensi pada dosis 126 mg/kgbb secara statistik.