Alamat Korespondensi: Jalan Ir. Sutami No 36 A Kentingan Surakarta, , 3)

dokumen-dokumen yang mirip
Mahasiswa Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dosen Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta

SKRIPSI. Oleh: IRNA SUCIATI K

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY-TWO STRAY

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWOSTRAY(TSTS) PADA MATERI KELILING DAN LUAS SEGITIGA DAN SEGIEMPAT DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE JIGSAW DAN GROUP INVESTIGATIONN DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VII

Alamat Korespondensi: Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Surakarta, , 2)

Mahasiswa Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dosen Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta

IMPLEMENTASI PENYELESAIAN SOAL SECARA SISTEMATIS (PS3) DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPOSITORI DITINJAU DARI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika

ABSTRAK. Oleh: Wakhid Hidayat Program Studi Pendidikan Matematika Uiversitas Muhammadiah Purworejo

PENERAPAN PENDEKATAN OPEN-ENDED

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CRH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT BERBASIS KOMPUTER PADA SISWA SMP KELAS VIII

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT, SNOWBALL THROWING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI SEGITIGA SISWA KELAS VII

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Oleh: MAHFIATI A

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN CTL BERBANTUAN SOFTWARE GEOGEBRA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

Abstrak. Kata kunci: model pembelajaran NHT, model pembelajaran TPS, fungsi, prestasi belajar matematika

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN STAD DENGAN TALKING STICK, STAD DAN EKSPOSITORI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE BERBANTU KARTU MASALAH DAN THINK PAIR SHARE BERBANTU KARTU MASALAH DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL

JMP : Volume 4 Nomor 1, Juni 2012, hal

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL MIND MAPPING DAN SUPERITEM DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Matematika

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh: Agung Putra Wijaya S

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS MULTIMEDIA DITINJAU DARI

EKSPERIMENTASI METODE PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA SMP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMANDIRIAN SISWA

RME DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SERTA HUBUNGANNYA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

*Keperluan korespondensi : , ABSTRAK

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN AIR DAN RT PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMP NEGERI SE-KABUPATEN SRAGEN

STUDI PERBANDINGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SUPERITEM DAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION

Agus Setiawan, M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Matematika IAIM NU Metro Lampung ABSTRAK

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Metode Quantum Learning Berbantuan Gambar Animasi Materi Lingkaran

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta 2), 3) Dosen Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PROBLEM BASED LEARNING DAN PROJECT BASED LEARNING DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN GNT DILENGKAPI CRH DENGAN MENGENDALIKAN KEMAMPUAN AWAL

BAB IV HASIL PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. DisusunOleh :

STUDI KOMPARASI METODE PEMBELAJARAN GNT DAN RESITASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII

PROSIDING ISBN :

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 PENDIDIKAN MATEMATIKA. Oleh : VERA LUSIANA A

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATERI BANGUN RUANG TERHADAP PRESTASI BELAJAR

2015/2016. Kata kunci : Prestasi Belajar, Pendekatan Matematika Realistik,Ekspositori

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN

EKSPERIMENTASI METODE PEMBELAJARAN QSH DAN MODEL PEMBELAJARAN TGT TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI DAN AIR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mancapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Matematika

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Data Nilai Ulangan Semester I Siswa Kelas VII Tahun Pelajaran 2014/2015 Kelas

EKSPERIMENTASI MODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DAN MODEL PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT DIKOMBINASIKAN MAKE A MATCH DAN STAD TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

PERBANDINGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN HYPNOTEACHING DAN EKSPOSITORI TERHADAP HASIL BELAJAR PADA MATERI LIMIT FUNGSI

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN METODE PENEMUAN BERBANTUAN INTERACTIVE MULTIMEDIA DITINJAU DARI RESPON BELAJAR

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2017 UIN Raden Intan Lampung 6 Mei 2017

EFEKTIFITAS STRATEGI PEMBELAJARAN INFO SEARCH BERBASIS PMR PADA PEMBELAJARAN STATISTIKA DASAR II DITINJAU DARI KECERDASAN INTERPERSONAL MAHASISWA

Eksperimentasi Pembelajaran GI dan GI-PP Ditinjau dari Sikap Mahasiswa Terhadap Matematika

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DISERTAI DENGAN KEGIATAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ASAM, BASA, DAN GARAM

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) DENGAN METODE DISCOVERY LEARNING

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh: Kusmiyati Fibriana Sari

(Pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Sambi Tahun Ajaran 2012/2013) Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagaian Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA SELF-CONFIDENCE DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

*keperluan Korespondensi, no. HP ABSTRAK

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN OPEN-ENDED DAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH PROGRAM LINEAR

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi Pendidikan Matematika OLEH:

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENGAJUAN DAN PEMECAHAN MASALAH (JUCAMA) DAN PROBLEM BASED LEARNING

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PETA KONSEP DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA

Larasati Tiara Medyasari 1, Muhtarom 2, Sugiyanti 3 Pendidikan Matematika Universitas PGRI Semarang 1.

Rahayu Sri Waskitoningtyas 1, Tri Atmojo Kusmayadi 2, Mardiyana 3

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PAIR CHECKS BERBANTUAN KARTU DOMINO DENGAN MELIHAT KEMAMPUAN AWAL SISWA

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK TALK WRITE DAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TYPE MAKE A MATCH DAN TALKING STICK

BAB III METODE PENELITIAN

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS Surakarta 2 Dosen Prodi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS Surakarta

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Matematika

BAB III METODE PENELITIAN

Mugiyanto Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Dosen Prodi Pendidikan Kimia, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Oleh: Amelia Kus Arintawati A

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PICTORIAL RIDDLE TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KARAKTER BELAJAR SISWA

PROSIDING ISBN :

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PAIR CHECKS PADA MATERI POKOK SEGITIGA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DAN SNOWBALL THROWING MATERI SEGIEMPAT TERHADAP PRESTASI BELAJAR

BAB III METODE PENELITIAN

Maulidiyah, Teguh Wibowo, Erni Puji Astuti Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

NASKAH PUBLIKASI EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING

Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik Ditinjau Dari Sikap Dan Pemahaman Konsep Matematis Siswa

Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP PGRI Madiun

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH TERHADAP PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS VII TAMAN DEWASA JETIS

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TAI

EKSPERIMENTASI MODEL GGE DITINJAU DARI PARTISIPASI BELAJAR SISWA KELAS VIII MTs SALAFIYAH SYAFI IYAH GROGOLPENATUS

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN:

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DAN CLASSROOM MEETING DIKOMBINASIKAN MAKE A MATCH TERHADAP PRESTASI BELAJAR

STUDI KOMPARASI PRESTASI BELAJAR ANTARA SFE DAN MODEL KONVENSIONAL PADA KUBUS DAN BALOK SMP N 39 PURWOREJO

PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING DAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP UNS, Surakarta, Indonesia. Dosen Prodi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP UNS, Surakarta, Indonesia

Transkripsi:

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CORE (CONNECTING, ORGANIZING, REFLECTING, EXTENDING) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI BANGUN DATAR SEGITIGA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA Irna Suciati 1), Mardjuki 2), Dyah Ratri Aryuna 3) 1) Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, J.PMIPA, FKIP, UNS 2),3) Dosen Prodi Pendidikan Matematika, J.PMIPA, FKIP, UNS Alamat Korespondensi: 1) Perum. Tamanwinangun Indah C.92 RT 02/10 Kebumen, 085647709992, irnasuciati@rocketmail.com 2) Jalan Ir. Sutami No 36 A Kentingan Surakarta, 081329544006, mardjuki50@yahoo.com 3) Jalan Ir. Sutami No 36 A Kentingan Surakarta, 08121518736, ratriaryuna@gmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) apakah model pembelajaran CORE dapat menghasilkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada materi bangun datar segitiga (2) apakah semakin tinggi kemampuan awal siswa akan menghasilkan kemampuan pemecahann masalah yang lebih baik dalam pembelajaran materi bangun datar segitiga (3) pada masing-masing tingkat kemampuan awal, apakah penerapan model pembelajaran CORE dapat menghasilkan kemampuan pemecahan masalah lebih baik dari pada penerapan model pembelajaran konvensional (4) pada masing-masing penerapan model pembelajaran, apakah semakin tinggi kemampuan awal siswa dapat menghasilkan kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3 Surakarta tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari sembilan kelas. Sampel yang digunakan yaitu dua kelas dengan jumlah total siswa kedua kelas tersebut 60 siswa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Uji coba instrumen dilaksanakan di SMP Negeri 5 Surakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi untuk mengumpulkan data berupa nilai ulangan harian pada materi sebelumnya, metode tes untuk mengumpulkan data trkait kemampuan awal siswa dan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi luas daerah dan keliling bangun datar segitiga. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebagai persyaratan uji analisis variansi yaitu populasi berdistribusi normal menggunakan uji Lilliefors dan populasi mempunyai variansi yang sama (homogen) menggunakan metode Bartlett. Kata kunci : pembelajaran CORE, kemampuan awal, kemampuan pemecahan masalah. commit to user 1

2 PENDAHULUAN Pesatnya perkembangan pada meningkatkan kemampuan berpikir logis, bidang teknologi informasi dan mengembangkan intuisi keruangan, komunikasi, pada dasarnya sangat membuat generalisasi secara benar dan dipengaruhi oleh ilmu matematika. Bahkan menanamkan pengetahuan untuk dapat dikatakan bahwa ilmu dasar yang menunjang materi lain. Karenanya melandasi perkembangan pada bidang kemampuan konsep geometri harus teknologi informasi dan komunikasi ini dikuasai secara mendalam sebab konsepkonsep adalah matematika. Penguasaan geometri berperan cukup penting. matematika yang kuat sejak dini menjadi Geometri dalam materi matematika perlu diperhatikan demi menyesuaikan diri sekolah memperoleh porsi yang besar dengan perkembangan jaman saat ini. untuk dipelajar. Dalam Kurikulum Tingkat Matematika menjadi suatu kebutuhan yang Satuan Pendidikan (KTSP), dari distribusi penting untuk diajarkan. Namun penyebaran standar kompetensi untuk pentingnya matematika di Indonesia belum satuan pendidikan Sekolah Menengah diimbangi dengan kualitas prestasi belajar Pertama (SMP), materi geometri matematika siswa yang baik. mendapatkan porsi yang paling besar Sebagaimana dapat dilihat dalam (41%) dibandingkan dengan materi lain laporan hasil Ujian Nasional tahun seperti aljabar (29%), bilangan (18%) serta pelajaran 2012-2013 yang dikeluarkan statistika dan peluang (12%). Oleh karena Badan Standar Nasional Pendidikan itu prestasi belajar terkait materi geometri (BNSP), rata-rata hasil Ujian Nasional mata menjadi perlu diperhatikan kualitasnya, pelajaran matematika SMP/MTs untuk sehingga dapat mempengaruhi prestasi skala nasional masih kurang dari enam belajar matematika secara keseluruhan. yaitu 5,78 yang mana menempati posisi Prestasi belajar matematika erat terendah kedua dari empat mata pelajaran kaitannya dengan kemampuan pemecahan yang diujikan. Untuk Kota Surakarta masalah siswa. Sebab pada pembelajaran sendiri, rata-rata hasil Ujian Nasional mata matematika selalu melibatkan kemampuan pelajaran matematika SMP/MTs masih pemecahan masalah. NCTM juga menempati posisi terendah di antara empat menyatakan bahwa standar matematika mata pelajaran lainnya yaitu 5,89 di mana sekolah haruslah meliputi standar isi dan nilai rata-rata Ujian Nasional mata standar proses, yang mana standar proses pelajaran Bahasa Indonesia 7,92; Bahasa tersebut meliputi pemecahan masalah, Inggris 5,94 dan IPA 5,89. penalaran dan pembuktian, keterkaitan, Salah satu yang menjadi penyebab komunikasi, dan representasi [3]. Oleh rendahnya prestasi matematika siswa yaitu karena itu kemampuan pemecahan masalah ketidaksenangan siswa yang menganggap menjadi salah satu tujuan yang ingin bahwa matematika sebagai pelajaran yang dicapai terkait pencapaian hasil belajar sulit dimengerti. Geometri adalah salah satu matematika. cabang matematika yang dianggap sulit. Di Untuk melatih kemampuan dalam geometri dipelajari obejek-objek pemecahan masalah matematika dapat seperti titik, garis, bidang, ruang, serta dilakukan melalui proses pembelajaran hubungn-hubungannya yang keseluruhan matematika. Pengertian pembelajaran objeknya bersifat abstrak. Hal ini kontras matematika yaitu proses pembelajaran dengan kebanyakan siswa yang terbiasa dalam lingkup persekolahan, sehingga untuk berpikir terkait objek-objek yang terjadi proses sosialisasi individu siswa konkret. Pada dasarnya materi geometri dengan lingkungan sekolah, seperti guru, yang diajarkan di sekolah berguna untuk commit sumber to user atau fasilitas, dan teman sesama

3 siswa. Supaya dapat melaksanakan salah menentukan langkah awal dan ide untuk satu proses sosialisasi individu siswa menyelesaikan masalah pada materi dengan lingkungan sekolah khususnya pelajaran matematika berikutnya. Hal yang dengan guru, perlu diadakannya demikian juga terjadi dalam proses perencanaan pembelajaran, sehingga dapat pembelajaran matematika di SMP Negeri 3 mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Surakarta, walaupun diketahui bahwa Perencanaan pembelajaran yang digunakan prestasi belajar matematika kelas VII dapat sebagai pedoman dalam merencanakan dikatakan tidak tergolong buruk. pembelajaran biasa disebut model Dengan demikian perlu pembelajaran. Perencanaan merupakan dipertimbangkan suatu model pembelajaran bagian yang cukup penting dalam yang dapat menghasilkan kemampuan menentukan sukses atau tidaknya suatu pemecahan masalah siswa menjadi lebih pembelajaran. Dengan demikian perlu baik. Salah satu alternatif model diperhatikan pemilihan suatu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran matematika sehingga sesuai model pembelajaran CORE atau dengan materi yang akan diajarkan. Model Connecting, Organizing, Reflecting, pembelajaran yang digunakan pada mata Extending. CORE merupakan model pelajaran matematika umumnya adalah pembelajaran yang mencakup empat proses model pembelajaran yang kegiatannya yaitu menghubungkan informasi lama berpusat pada guru. Sering digunakannya dengan informasi baru (Connecting), model pembelajaran yang kegiatannya mengorganisasikan pengetahuan berpusat pada guru, membuat model (Organizing), menjelaskan kembali pembelajaran tersebut dapat disebut model informasi yang telah diperoleh (Reflecting), pembelajaran konvensional. dan memperluas pengetahuan (Extending) Model pembelajaran konvesional [2]. Model pembelajaran CORE yang kegiatannya berpusat pada guru juga mengkondisikan proses pembelajaran yang masih menjadi model pembelajaran yang menyediakan ruang-ruang khusus bagi digunakan sekolah-sekolah khususnya di siswa sehingga siswa memiliki kesempatan Surakarta. Pada model pembelajaran ini, berpendapat, mencari solusi, serta kegiatan guru dimulai dari menyampaikan membangun pengetahuan barunya sendiri materi hingga memberi contoh cara dengan bantuan pengetahuan lama yang menyelesaikan suatu masalah terkait materi dimiliki. Model pembelajaran CORE yang disampaikan. Sementara itu kegiatan memiliki tahap pembelajaran yang siswa adalah memperhatikan penjelasan memungkinkan dapat mengarahkan siswa guru dan mencatat. Dalam pelaksanaan untuk terbiasa dalam melakukan langkahlangkah pembelajaran, guru dan siswa bersamasama pemecahan masalah. Polya menyelesaikan contoh masalah. mengembangkan empat langkah Tujuannya adalah memberikan siswa pemecahan masalah yaitu memahami kesempatan untuk berlatih memecahkan masalah (understand problem), menyusun masalah, namum latihan yang demikian rencana pemecahan (make a plan), masih dirasa kurang. Hal ini berimbas pada melaksanakan rencana pemecahan (carry kemampuan siswa dalam menyelesaikan out a plan), memeriksa kembali hasil masalah. Saat dihadapkan pada masalah pemecahan (look back at the completed yang bukan berupa soal rutin, baik soal solution) [5]. Tahap Connecting dan untuk latihan maupun soal dalam ulangan Organizing dalam model pembelajaran harian, siswa akan kesulitan untuk CORE diharapkan dapat melatih siswa menyelesaikannya. Melihat kenyataan terbiasa melakukan langkah dalam tersebut dapat dimungkinkan bahwa siswa commit pemecahan to user masalah yaitu memahami akan mengalami kesulitan untuk masalah (understand problem) dan

4 menyusun rencana pemecahan (make a dengan kemampuan awal tinggi atau siswa plan). Hingga kemudian siswa dapat dengan kemampuan awal sedang, dan terbiasa dalam melaksanakan rencana manakah yang menghasilkan kemampuan pemecahan (carry out a plan) dan pemecahan masalah lebih baik antara siswa memeriksa kembali hasil pemecahan (look dengan kemampuan awal tinggi atau siswa back at the completed solution) dalam dengan kemampuan awal rendah, serta proses pemecahan masalah. Dengan manakah yang menghasilkan kemampuan demikian, melalui model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik antara siswa CORE diharapkan dapat melatih siswa dengan kemampuan awal sedang atau siswa dalam memecahkan masalah, sehingga dengan kemampuan awal rendah dalam siswa memiliki kemampuan pemecahan pembelajaran pada materi bangun datar masalah lebih baik. segitiga? (3) Pada siswa dengan Selain disebabkan model kemampuan awal tinggi, manakah yang pembelajaran yang digunakan, kemampuan menghasilkan kemampuan pemecahan pemecahan masalah siswa juga dapat masalah lebih baik antara siswa yang dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dari mengikuti pembelajaran model CORE dalam diri siswa. Salah satu faktor internal (Connecting, Organizing, Reflecting, yang dapat mempengaruhi kemampuan Extending) atau siswa yang mengikuti pemecahan masalah yaitu kemampuan awal pembelajaran model konvensional, dan siswa. Yang dimaksud kemampuan awal pada siswa dengan kemampuan awal siswa adalah kemampuan yang dimiliki sedang, manakah yang menghasilkan oleh siswa sebelum mengikuti kemampuan pemecahan masalah lebih baik pembelajaran yang akan diberikan. antara siswa yang mengikuti pembelajaran Kemampuan awal siswa (entry behavior) di model CORE (Connecting, Organizing, sini menggambarkan kesiapan siswa dalam Reflecting, Extending) atau siswa yang menerima pelajaran yang akan disampaikan mengikuti pembelajaran model oleh guru. Slameto menyatakan bahwa konvensional, dan pada siswa dengan kesiapan siswa perlu diperhatikan dalam kemampuan awal rendah, manakah yang proses belajar, karena jika siswa belajar dan menghasilkan kemampuan pemecahan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil masalah lebih baik antara siswa yang belajarnya akan lebih baik [4]. mengikuti pembelajaran model CORE Untuk itu perlu dilakukan uji coba (Connecting, Organizing, Reflecting, apakah penggunaan model pembelajaran Extending) atau siswa yang mengikuti CORE (Connecting, Organizing, pembelajaran model konvensional pada Reflecting, Extending ) dapat menghasilkan materi bangun datar segitiga? kemampuan pemecahan masalah yang lebih (4) Pada model pembelajaran CORE baik pada siswa dengan kemampuan awal (Connecting, Organizing, Reflecting, yang berbeda. Extending) dan konvensional, manakah Rumusan masalah dalam penelitan ini yang menghasilkan kemampuan yaitu: (1) Manakah yang dapat pemecahan masalah lebih baik antara siswa menghasilkan kemampuan pemecahan dengan kemampuan awal tinggi atau siswa masalah siswa yang lebih baik antara dengan kemampuan awal sedang, dan pembelajaran matematika dengan model manakah yang menghasilkan kemampuan pembelajaran konvensional atau dengan pemecahan masalah lebih baik antara siswa model pembelajaran CORE (Connecting, dengan kemampuan awal tinggi atau siswa Organizing, Reflecting, Extending) pada dengan kemampuan awal rendah, serta materi bangun datar segitiga? (2) Manakah manakah yang menghasilkan kemampuan yang dapat menghasilkan kemampuan commit pemecahan to user masalah lebih baik antara siswa pemecahan masalah lebih baik antara siswa dengan kemampuan awal sedang atau siswa

5 dengan kemampuan awal rendah dalam pembelajaran pada materi bangun datar segitiga? Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) dapat menghasilkan kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada materi bangun datar segitiga. (2) Untuk mengetahui apakah semakin tinggi kemampuan awal siswa akan menghasilkan kemampuan penyelesaian masalah yang lebih baik dalam pembelajaran materi bangun datar segitiga.(3) Untuk mengetahui pada masing-masing tingkat kemampuan awal, apakah penerapan model pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) dapat menghasilkan kemampuan pemecahan masalah lebih baik dari pada penerapan model pembelajaran konvensional. (4) Untuk mengetahui pada masing-masing penerapan model pembelajaran, apakah semakin tinggi kemampuan awal siswa dapat menghasilkan kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 3 Surakarta pada kelas VII semester II tahun pelajaran 2013/2014 dan uji coba instrumen penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 5 Surakarta pada kelas VII semester II tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah. Populasi adalah subjek secara keseluruhan dari penelitian [1]. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3 Surakarta semester II tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari kelas. Dalam penelitian ini, sampel diambil dua kelas dari sembilan kelas VII yang ada di SMP Negeri 3 Surakarta thun pelajaran 2013/2014. Adapun metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu metode dokumentasi, dan metode tes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang digunakan untuk memperoleh data mengenai kemampuan pemecahan masalah. Instrumen tes diuji dengan uji validitas ini, uji validitas dengan melihat koefisien korelasi dan uji reliabilitas. Teknik analisis data yang digunakan meliputi uji sebelum penelitian, uji prasyarat analisis, uji hipotesis, dan uji komparasi ganda (jika ada) [1]. Uji sebelum penelitian terdiri dari uji keseimbangan, uji normalitas, dan uji homogenitas. Uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama sedangkan uji komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama yang disajikan pada Tabel 4.11 diperoleh bahwa lebih besar daripada rancangan penelitian faktorial dengan maksud untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat.. Hasil tersebut menunjukan Variabel bebas terdiri dari model bahwa merupakan anggota daerah kritis pembelajaran dan kemampuan awal siswa. sehingga ditolak, maka dapat Model pembelajaran yang digunakan dikatakan bahwa terdapat perbedaan adalah model pembelajaran konvensional kemampuan pemecahan masalah antara dan model pembelajaran CORE, sedangkan siswa yang mengikuti model pembelajaran kemampuan awal dibagi menjadi tiga CORE dan siswa yang mengikuti model tingkatan yaitu tinggi, sedang, dan rendah. commit pembelajaran to user konvensional pada materi

6 luas daerah dan keliling bangun datar segitiga Untuk mengetahui model pembelajaran mana yang memberikan pengaruh labih baik dapat dilihat dari rataan marginal untuk masing-masing model pembelajaran. Dari rataan marginal yang dihitung dengan Microsoft Excel 2010 diketahui bahwa rataan marginal kelas dengan model pembelajaran CORE yaitu 11,939 lebih besar daripada rataan marginal kelas dengan model pembelajaran konvensional yang besarnya 6,634. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CORE lebih baik daripada model pembelajaran konvensional terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh bahwa lebih besar daripada. Hasil tersebut menunjukan bahwa merupakan anggota dibandingkan siswa dengan kemampuan awal rendah. c. Siswa dengan kemampuan awal sedang dan siswa dengan kemampuan awal rendah memiliki kemampuan pemecahan masalah yang berbeda. Perbedaan tersebut sesuai dengan rataan marginalnya. Rataan marginal kelompok kemampuan awal sedang adalah 10,167 dan rataan marginal kelompok kemampuan awal rendah adalah 7,151. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan awal sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dibandingkan siswa dengan kemampuan awal rendah. Dari uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh bahwa ditolak, maka dapat dikatakan bahwa ketiga tingkat kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah) memberikan efek yang tidak sama terhadap kemampuan pemecahan masalah antara siswa pada materi luas daerah dan keliling bangun datar segitiga. Dan setelah dilakukan uji komparasi ganda diperoleh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya di atas, secara garis besar terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah pada siswa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kemampuan awal yang berbeda menandakan perbedaan kesiapan pada setiap siswa sehingga mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah. Perbedaan terhadap kemampuan pemecahan masalah terjadi pada kelompok dengan kemampuan awal tinggi dan kelompok dengan kemampuan awal rendah. Begitu pula atara kelompok dengan kemampuan awal sedang dan kelompok dengan kemampuan rendah mempuanyai perbedaan terhadap kemampuan pmecahan masalah daerah kritis sehingga ditolak, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan awal matematika siswa memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi luas daerah dan keliling bangun datar segitiga. Dari hasil uji komparasi rataan antar kolom diperoleh bahwa: a. Siswa dengan kemampuan awal tinggi dan siswa dengan kemampuan awal sedang memliki kemampuan pemecahan masalah yang tidak berbeda secara. b. Siswa dengan kemampuan awal tinggi dan siswa dengan kemampuan awal rendah memiliki kemampuan pemecahan masalah yang berbeda. Perbedaan tersebut sesuai dengan rataan marginalnya. Rataan marginal kelompok kemampuan awal tinggi adalah 10,545 dan rataan marginal kelompok kemampuan awal rendah adalah 7,151. Maka dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kemampuan awal matematika. Sedangkan antara siswa tinggi memiliki kemampuan commit to user dengan kemampuan awal tinggi dan pemecahan masalah yang lebih baik siswa dengan kemampuan awal sedang

7 tidak terdapat perbedaan sehingga kemampuan pemecahan masalah pada kedua kelompok tersebut dapat dikatakan sama baiknya. Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh bahwa lebih kecil daripada. Hasil tersebut konvensional. Hal ini disebabkan dalam model pembelajaran CORE terdapat tahapan yang menuntut siswa unuk meninjau kembali informasi-informasi yang sudah diperoleh sehingga siswa dengan kemampuan awal tinggi akan semakin terlatih dan memiliki kemampuan pemecahan yang lebih baik daripada siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Sehubungan dengan adanya tahapan yang melatih siswa untuk terbiasa melakukan langkah pemecahan masalah dalam model pembelajaran CORE mengakibatkan siswa dengan kemampuan awal sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah lebih baik daripada siswa dengan kemampuan awal sedang yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini juga terjadi pada siswa dengan kemampuan awal rendah yang mengikuti model pembelajaran CORE memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Siswa menunjukan bahwa bukan merupakan anggota daerah kritis sehingga diterima. Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa. Tidak adanya interaksi antara model pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal siswa ini berarti bahwa pada masing-masing tingkatan kelompok kemampuan awal memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik pada siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE dibandingkan yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Ini berbeda dengan hipotesis yang diajukan bahwa pada siswa dengan kemampuan awal tinggi, yang memperoleh dengan kemampuan awal rendah yang model pembelajaran CORE menghasilkan mengikuti model pembelajaran CORE kemampuan pemecahan masalah yang dipaksa untuk selalu meninjau kembali sama baik jika dibandingkan dengan siswa informas-informasi yang sudah dipelajari, yang memperoleh model pembelajaran sehingga terbiasa melakukan langkah konvensional. Pada siswa dengan pemecahan masalah. Dengan demikian kemampuan awal sedang, siswa yang siswa yang memiliki kemampuan awal memperoleh model pembelajaran CORE rendah dalam modelpembelajaran CORE menghasilkan kemampuan pemecahan memiliki kemampuan pemecahan masalah masalah yang lebih baik jika dibandingkan lebih baik daripada siswa dengan dengan siswa yang memperoleh model kemampuan awal rendah yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dan pada model pembelajaran konvensional. siswa dengan kemampuan awal rendah, Maka dapat disimpulkan bahwa siswa yang memperoleh model penggunaan model pembelajaran CORE pembelajaran CORE menghasilkan menghasilkan kemampuan pemecahan kemampuan pemecahan masalah yang lebih masalah yang lebih baik jika dibandingkan baik jika dibandingkan dengan siswa yang dengan model pembelajaran konvensional. memperoleh model pembelajaran Hal ini berlaku untuk setiap kelompok konvensional. kemampuan awal siswa. Siswa dengan kemampuan awal Dari hasil perhitungan analisis tinggi yang mengikuti model pembelajaran variansi dua jalan dengan sel tak sama CORE memiliki kemampuan pemecahan diperoleh bahwa lebih kecil masalah yang lebih baik dari pada yang commit daripada to user. Hasil tersebut mengikuti model pembelajaran menunjukan bahwa bukan merupakan

8 anggota daerah kritis sehingga Dan juga siswa dengan kemampuan awal diterima. sedang akan memiliki kemampuan Untuk model pembelajaran CORE, pemecahan masalah yang lebih baik dari siswa dengan kemampuan awal tinggi pada siswa dengan kemampuan awal memiliki kemampuan pemecahan masalah rendah. Hal ini berlaku pada kedua model lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran yang digunakan yaitu model kemampuan awal sedang dan kemampuan pembelajaran CORE dan model awal rendah serta siswa dengan pembelajaran konvensional. kemampuan awal sedang memiliki Berdasarkan kajian teori dan kemampuan pemecahan masalah yang lebih didukung adanya hasil analisis data serta baik daripada siswa dengan kemampuan mengacu pada rumusan masalah yang telah awal rendah. Dengan demikian hal tersebut diuraikan pada bab sebelumnya, dapat sudah sesuai dengan hipotesis yang disimpulkan sebagai berikut: (1) Model diajukan bahwa siswa dengan kemampuan pembelajaran CORE menghasilkan awal tinggi memiliki kemampuan kemampuan pemecahan masalah pemecahan masalah yang lebih baik dari matematika yang lebih baik daripada model pada siswa dengan kemampuan awal lebih pembelajaran konvensional pada materi rendah. Hal ini disebabkan karena bangun datar segitiga. (2) Tingkat kemampuan awal yang dimiliki siswa kemampuan awal yang dimiliki siswa sangat mempengaruhi kemampuan memberikan pengaruh yang terhadap pemecahan masalah pada siswa. Dimana kemampuan pemecahan masalah siswa denga kemampuan awal tinggi akan matematika siswa pada materi bangun datar lebih memiliki kesiapan dan pengalaman segitiga. Siswa dengan kemampuan awal untuk menerapkan apa yang di miliki dalam tinggi memilki kemampuan pemecahan langkah-langkah pemecahan masalah. masalah yang sama baik dari pada siswa Untuk model pembelajaran dengan kemampuan awal sedang, konvensional, siswa dengan kemampuan sedangkan siswa dengan kemampuan awal awal tinggi memiliki kemampuan tinggi memilki kemampuan pemecahan pemecahan masalah yang lebih baik dari masalah yang lebih baik dari pada siswa pada siswa dengan kemampuan awal lebih dengan kemampuan awal rendah, serta rendah. Hal ini sudah sesuai dengan siswa dengan kemampuan awal sedang hipotesis yang diajukan bahwa siswa juga memilki kemampuan pemecahan dengan kemampuan awal tinggi memiliki masalah yang lebih baik dari pada siswa kemampuan pemecahan masalah yang lebih dengan kemampuan awal rendah. (3) Pada baik dari pada siswa dengan kemampuan masing-masing tingkat kemampuan awal, awal lebih rendah. Hal ini disebabkan siswa yang mengikuti model pembelajaran karena kemampuan awal yang dimiliki CORE memiliki kemampuan pemecahan siswa sangat mempengaruhi kemampuan masalah yang lebih baik daripada siswa pemecahan masalah pada siswa. Dimana yang mengikuti model pembelajaran siswa denga kemampuan awal tinggi akan konvensional. (4) Pada masing-masing lebih memiliki kesiapan dan pengalaman model pembelajaran baik CORE maupun untuk menerapkan apa yang ia miliki dalam konvensional, siswa dengan kemampuan langkah-langkah pemecahan masalah. awal tinggi memiliki kemampuan Dengan demikian dapat pemecahan masalah yang lebih baik disimpulkan bahwa kemampuan daripada siswa dengan kemampuan awal pemecahan masalah pada siswa dengan sedang dan rendah, serta siswa dengan kemampuan awal tinggi akan lebih baik kemampuan awal sedang memiliki daripada siswa dengan kemampuan awal commit kemampuan to user pemecahan masalah lebih baik sedang maupun kemampuan awal rendah.

9 dari pada siswa dengan kemampuan awal rendah. Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dijadikan pertimbangan bagi guru dalam penyampaian materi mata pelajaran matematika hendaknya perlu memperhatikan penggunaan model pembelajaran yang sesuai, sebab tidak semua materi cocok disampaikan menggunakan model pembelajaran yang sama. Peneliti meyarankan untuk menggunakan model pembelajaran CORE pada materi luas daerah dan keliling bangun datar segitiga kelas VII sebagai alternatif sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya terkait kemampuan pemecahan masalah matematika. Siswa hendaknya terbiasa untuk berfikir mandiri selama proses pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa karena membangun pengetahuannya sendiri. Selain itu siswa hendaknya meningkatkan kemampuan awal yang dimiliki salah satunya dengan cara tidak melupakan pengetahuan-pengetahuan yang sudah diperoleh pada proses pembelajaran sebelumnya. Hal ini diharapkan dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa model pembelajaran CORE mengakibatkan siswa memiliki kemampuan pemecahaan masalah yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada materi luas daerah dan keliling bangun datar segitiga. Oleh karena itu penulis menyarankan kepada peneliti lain untuk menggunakan variabel bebas selain kemampuan awal siswa agar terjadi interaksi antara model pembelajaran dengan variabel bebas tersebut terhadap kemampuan pemecahan masalah dengan mempertimbangkan kesesuaiannya. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Wahyu Suadi, M.Pd., Kepala SMP Negeri 3 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. Serta penulis ucapkan terimakasih kepada Drs. Sarjono ST, M.Si., validator sekaligus guru mata pelajaran Matematika kelas VII SMP Negeri 3 Surakarta yang telah memberikan banyak bantuan, kepercayaan dan bimbingan selama melakukan penelitian. DAFTAR PUSTAKA [1]Budiyono. (2004). Statistika Untuk Penelitian. Surakarta : UNS Press. [2]Dymock, S. (2005). Teaching Expository Text Structure Awareness. New Zealand: School of Education- University of Walkato. [3]NCTM. (2010). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia [4]Slameto. (1995). Belajar dan Faktorfaktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. [5]Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA- Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). commit to user