BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. No.20 tahun 2003 juga memuat hakikat pendidikan yang menjadi tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

BAB I PENDAHULUAN. 1. PERMASALAHAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB V PENUTUP. Agama Kota Kupang belum sepenuhnya membebaskan. keras dari penyuluh agama sendiri serta keyakinan mendalam, cinta kasih,

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I Pendahuluan UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Rosdakarya : Bandung, cetakan ke-6, Mei 2004, p. 166

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

@UKDW BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I. Pendahuluan UKDW. atas kemauannya sendiri. Namun, gereja dihadirkan oleh Allah untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. merealisir hal tersebut Menteri Agama dan Menteri P dan K. mengeluarkan keputusan bersama untuk melaksanakan pendidikan agama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai warga negara perlu mengembangkan diri untuk dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. (stratifikasi sosial), yang mana terdiri dari kelas atas, kelas menengah dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam segala bidang, tidak terkecuali dalam bidang politik. Keputusan

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dan

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

Bab I Pendahuluan 1. Permasalahan

BAB IV ANALISIS KONSEP HUMANISME RELIGIUS SEBAGAI PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM MENURUT ABDURRAHMAN MAS UD

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dengan sengaja ditulis Calvinis, bukan Kalvinis, karena istilah ini berasal dari nama Johannes Calvin.

DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014)

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang mendapatkan perhatian

Bab I.

UKDW BAB I Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Eka Darmaputera, Menuju Teologi Kontekstual Di Indonesia, dalam Eka Darmaputera (peny.), Konteks

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh ulah dan perilaku manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pada saat ini, bangsa Indonesia dilanda dan masih berada di tengah-tengah krisis yang menyeluruh, krisis multidimensi. Kita dilanda oleh krisis politik, krisis ekonomi, krisis hukum, krisis kebudayaan, dan tidak dapat disangkal juga di dalam bidang pendidikan. 1 Arif Rahman, seorang pakar pendidikan, (seperti yang apa yang telah dipaparkan oleh Dody Priatmoko) mengungkapkan bahwa saat ini dunia pendidikan Indonesia mengalami beberapa masalah yang perlu segera dibenahi. Salah satu masalah itu terkait dengan adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja yang terkait dengan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. 2 Masalah lain yang juga dihadapi pendidikan nasional adalah rendahnya mutu pendidikan. Indikator rendahnya mutu pendidikan nasional dapat dilihat pada prestasi siswa. Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini disebabkan karena mereka sangat terbiasa "dicekoki" dengan hafalan dan mengerjakan soal pilihan ganda. 3 Tidak heran bila melalui sistem hafalan ini sistem pendidikan kita pun segera dilihat sebagai upaya indoktrinasi yang membelenggu siswa dan tidak lagi membebaskan. 4 Masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas merupakan beberapa masalah dari sekian banyak permasalahan dalam pendidikan di Indonesia. Walaupun begitu, permasalahanpermasalahan di atas nampaknya sudah cukup untuk menunjukkan bagaimana dunia pendidikan di Indonesia dilanda oleh permasalahan yang berat dan tidak lagi membebaskan. Dalam upaya untuk mencari jalan keluar dari permasalahan-permasalahan di atas, telah ada banyak hal yang telah dilakukan oleh para tokoh pendidikan di negara kita. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menggunakan gagasan dari seorang tokoh pendidikan asal Brazil, Paulo Freire untuk 1 H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2004, p.1. 2 Dody Priatmoko, Reformasi Pendidikan Indonesia: Suatu Solusi Keluar dari Krisis, Lih. http://www.edents.bravepages.com/edents%20online%20baru/laput%20dody.htm. 3 Sda. 4 Bdk. Tony Widjastono, Wajah Stres Pendidikan Kita, Lih. http://www.kompas.co.id/kompascetak/0305/01/penddn/285470.htm, edisi 1 Mei 2003.

2 direlevansikan dengan konteks Indonesia. Contohnya adalah Sindhunata yang mengemukakan bahwa upaya untuk mengkritisi sistem pendidikan Indonesia dengan menggunakan gagasan Freire akan membantu kita untuk menyadari betapa pendidikan kita telah banyak menyeleweng dari tugasnya yang paling dasariah, yakni membantu anak didik menjadi manusia yang bebas dan merdeka. 5 Hal yang sama juga dilakukan oleh Paul Suparno, seorang pemerhati pendidikan yang mengemukakan bahwa dalam kaitan untuk mencari orientasi pendidikan yang lebih demokratis di Indonesia maka beberapa gagasan Freire memiliki relevansi yang dapat memberikan sumbangan yang berarti. 6 Gagasan Paulo Freire juga dapat direlevansikan dengan konteks Indonesia terkait dengan salah satu tujuan dari pedagogy Freire yaitu agar para murid dapat bertindak sebagai subyek yang bertindak terhadap dan mengubah dunianya. 7 Keberadaan murid sebagai subyek ini diarahkan dalam upaya untuk menciptakan masyarakat demokratis. 8 Hal ini sesuai dengan konteks pendidikan di Indonesia yang memerlukan suatu pedagogik baru yaitu pedagogik pembebasan dalam rangka menuju kepada masyarakat yang demokratis. 9 Dengan demikian, konsep pendidikan Freire merupakan konsep pendidikan yang tidak merendahkan naradidik atau siapapun melainkan membangun harga diri naradidik. Selain itu, pemikiran Freire bertolak dari konteks kehidupan nyata yang merupakan jawaban pikiran yang kreatif dan hati nurani yang peka terhadap kemiskinan dan penderitaan yang luar biasa di lingkungannya. 10 Jadi pemikiran Freire tidak hanya melulu berbicara soal teori saja tetapi juga memiliki keterkaitan dengan kehidupan nyata. Hal ini membuat pemikiran Freire memiliki keunggulan tersendiri yaitu kemampuannya untuk berdiri diantara teori dan praktek. 11 Adanya upaya yang diberikan oleh para tokoh pendidikan di atas menunjukkan bagaimana permasalahan dalam bidang pendidikan di Indonesia penting untuk diperhatikan. Penyusun melihat bahwa hal ini patut mendapat perhatian dari seluruh masyarakat di Indonesia tidak 5 Sindhunata, Awas Pedagogi Hitam, Majalah BASIS No. 01-02 edisi: Paulo Freire, Yogyakarta, 2001, p. 3. 6 Paul Suparno, Relevansi dan Reorientasi Pendidikan di Indonesia, Majalah BASIS No. 01-02 edisi: Paulo Freire, Yogyakarta, 2001, p. 24. 7 Richard Shaull, dalam kata pengantar untuk: Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, LP3ES, Jakarta, 1985, p. 13. 8 Bdk., Paulo Freire, Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan, Gramedia, Jakarta, 1984, p. 35. 9 Scn. 1, p 40. 10 P.P. van Lelyveld, dkk., Pendidikan yang Membebaskan, PPM & BKS.DGI-GMKI Cab. Yogyakarta, p. 1. 11 A. Sudiarja, Pendidikan Radikal Tapi Dialogal, Majalah BASIS No. 01-02 edisi: Paulo Freire, Yogyakarta, 2001, p. 13.

3 terkecuali Gereja. Gereja sebagai alatnya di dunia ini diharapkan menjadi agen perubahan 12 ke arah yang lebih baik dalam masyarakat. Oleh karena itu, gereja diharapkan memiliki kepekaan terhadap konteks di sekelilingnya. Jika gereja ingin menjadi agen perubahan dalam konteks Indonesia yang bermasalah dalam pendidikan yang tidak lagi membebaskan maka gereja minimal harus memperjuangkan atau bahkan mengupayakan pendidikan yang membebaskan. Pendidikan yang membebaskan ini dapat dimulai dari dalam gereja sendiri. Hal ini salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan agama Kristen (PAK) yang dilaksanakan oleh gereja. Dengan PAK yang membebaskan maka gereja dapat menunjukkan ke-tidaksetujuan-nya terhadap bentuk pendidikan yang tidak membebaskan. Hal ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif di tengah-tengah masyarakat sebagai salah satu usaha gereja untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mewujudkan dan menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah. Namun pertanyaannya di sini adalah apakah gereja telah melaksanakan pendidikan yang membebaskan 13 dalam PAK? Martin Lukito Sinaga mengemukakan bahwa secara umum, gereja belum mampu menjadi kekuatan moral yang nyata dalam menghadirkan pembebasan di Indonesia. Ini terbukti ketika masalah-masalah dalam masyarakat seperti penindasan dan masalah yang terkait dengan kepelbagaian status sosial dalam masyarakat (eksploitasi terhadap mereka yang miskin dan lemah) jarang dipermasalahkan. 14 Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh E. G. Singgih. Ia mengemukakan bahwa di dalam banyak gereja dan persekutuan Kristen, orang miskin dipinggirkan dan orang kaya yang menjadi pusat perhatian. Selain itu, dalam menghadapi kenyataan kepelbagaian di Indonesia, Kekristenan seringkali menerima kepelbagaian sebagai suatu kenyataan yang membahayakan. 15 Permasalahan ini ternyata dirasakan juga dalam pelayanan yang dilakukan oleh GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat). E. G. Singgih mengatakan bahwa pelayanan GPIB selama ini seringkali menjadi terbatas pada hal rohani atau spiritual saja, sedangkan pelayanan sosial cenderung diabaikan. 16 Hal ini dapat terkait dengan sifat GPIB yang memang sangat menekankan 12 Bernhard Keiser, Posisi dan Kehadiran Gereja di Tengah-Tengah Masyarakat, Jurnal Teologi GEMA No. 57 edisi: Pelayanan Gereja, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 2001, p. 181. 13 Pendidikan yang membebaskan disini terkait dengan suatu proses pendidikan yang tidak menuntut dan menekan naradidik dimana pendidik dan siswa menjalankan proses pendidikan yang dialogis dan saling menghargai satu dengan yang lain di mana pendidik dan naradidik dapat bersama-sama belajar dan menumbuhkan kesadaran secara kritis terhadap konteks serta masalah aktual di sekitarnya (realita di hadapannya). 14 Bdk., Martin Lukito Sinaga, Gereja dan Masyarakat Indonesia (Sejumlah Persoalan Mendasar dalam Memasuki Abad XXI), Majalah SETIA No. 1, Jakarta, 2000, p. 110. 15 Bdk., E. G. Singgih, Iman & Politik dalam era Reformasi di Indonesia, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002, p. 49. 16 E. G. Singgih, Mengantisipasi Masa Depan: Berteologi dalam Konteks di Awal Milenium III, BPK Gunung Mulia, 2004, p. 310.

4 keberadaannya yang bersifat kelembagaan. Sebuah lembaga yang telah mantap biasanya mengutamakan pembinaan ke dalam, tidak keluar. 17 Selain itu, perhatian terhadap konteks Indonesia khususnya konteks pluralitas agama masih sedikit sekali dikaitkan dengan pemahaman iman GPIB. Yang banyak dibahas hanyalah pluralitas kebudayaan saja. 18 2. Permasalahan Penyusun melihat bahwa pemaparan di atas dapat mengindikasikan adanya suatu permasalahan dalam pelayanan gereja, khususnya GPIB. Permasalahan ini terkait dengan pelayanan GPIB yang cenderung mengabaikan konteks serta masalah-masalah aktual di sekelilingnya. Penyusun melihat bahwa permasalahan di atas memang belum sepenuhnya memberikan jawaban apakah pelaksanaan PAK di GPIB telah memperhatikan konteks dan masalah aktual di sekelilingnya atau tidak. Tetapi permasalahan ini dapat mengindikasikan suatu permasalahan penting yang terkait dengan keseluruhan pelayanan yang dilakukan oleh GPIB di mana PAK juga termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa bisa jadi PAK yang selama ini dilaksanakan dalam GPIB juga memiliki keterkaitan dengan permasalahan ini. Oleh sebab itu, untuk memperjelas pembahasan mengenai pelaksanaan PAK di GPIB maka penyusun akan mencoba menganalisa dengan lebih mendalam mengenai realita pelaksanaan PAK di GPIB dalam bab berikutnya. Selain itu, terkait dengan pemaparan sebelumnya mengenai pemikiran Freire yang telah dipakai oleh beberapa ahli dalam rangka mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia, maka timbul pertanyaan: sejauh mana pemikiran Freire dapat diterapkan dalam pelaksanaan PAK di GPIB? Dalam rangka menjawab pertanyaan ini maka penyusun kemudian akan mencoba menganalisis pemikiran dari Freire. Namun, untuk memfokuskan pembahasan dan juga agar pembahasan tidak meluas, maka pemaparan mengenai pemikiran Paulo Freire akan difokuskan pada pemikirannya mengenai bentuk pendidikan hadap masalah dengan tetap mempertimbangkan aspek-aspek lain yang penting dalam pemikirannya. Hal ini disebabkan karena pendidikan hadap masalah merupakan suatu bentuk pendidikan yang membebaskan yang secara menyeluruh mengandung aspek-aspek penting dalam pemikiran Freire (misalnya: pendidikan yang dialogis) di mana di dalamnya ada proses penyingkapan realitas yang terus-menerus dengan tetap mempertimbangkan 17 Sda., p. 292. 18 Scn. 17, p. 308.

5 konteks yang ada. 19 Jadi, secara umum, pendidikan hadap masalah dapat diterapkan tidak hanya dalam konteks Brazilia tetapi juga dalam konteks lain termasuk Indonesia dengan tetap memperhatikan perbedaan konteks antara Indonesia dan Brazilia. Berdasarkan uraian di atas, maka dengan ringkas penyusun merumuskan masalah dalam skripsi ini sebagai berikut : - Apakah pelaksanaan PAK di GPIB telah memperhatikan konteks di sekitarnya beserta masalah-masalah aktual yang terdapat di dalamnya. - Bagaimanakah konsep pendidikan hadap masalah menurut Paulo Freire? - Apa relevansi dari pemikiran Paulo Freire mengenai pendidikan hadap masalah dalam pelaksanaan PAK di GPIB? 3. Judul 3.1. Rumusan Judul Berdasarkan uraian permasalahan dan rumusan masalah di atas maka penyusun akan merumuskan judul skripsi ini dengan : Relevansi Pendidikan Hadap Masalah Menurut Paulo Freire dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di GPIB 3.2. Alasan Pemilihan Judul 1. Pendidikan hadap masalah menurut Paulo Freire merupakan suatu pemikiran yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat demokratis. Hal ini sesuai dengan konteks Indonesia yang sedang berada dalam proses menuju masyarakat yang demokratis. Selain itu, pemikiran Paulo Freire juga sudah mulai dipakai oleh beberapa tokoh pendidikan di Indonesia dan merupakan sebuah pemikiran yang berangkat dari hasil pergumulannya di tengah-tengah konteks kehidupan di sekelilingnya. Hal ini membuat pemikirannya tidak hanya berbicara mengenai teori saja tetapi juga memperhatikan sisi-sisi praksis dalam kehidupan masyarakat. 2. Pendidikan Agama Kristen merupakan salah salah satu tugas gereja yang memiliki peran penting dalam rangka menunjang pelayanan gereja termasuk GPIB. Oleh karena itu, PAK yang diberikan diharapkan agar memiliki implikasi terhadap konteks di sekitarnya. Dengan 19 Bdk., Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, LP3S, Jakarta, 1985, p. 62-63.

6 demikian, PAK yang sadar akan konteks tidak hanya akan memberikan dampak positif bagi kehidupan umat tetapi juga berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. 3. Selama ini, penyusun melihat bahwa masih belum ada skripsi yang menyinggung relevansi pemikiran Paulo Freire, khususnya mengenai pendidikan hadap masalah yang dikaitkan dengan pelaksanaan pendidikan agama Kristen di GPIB. Oleh karena itu, skripsi ini diharapkan tidak hanya memperkaya mereka yang mengajar pendidikan agama Kristen tetapi juga bagi para mahasiswa dan mereka yang memiliki minat yang besar terhadap pendidikan Agama Kristen. 4. Tujuan Penulisan Yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah berusaha menjawab pertanyaan yang menjadi rumusan permasalahan dalam pemaparan di atas melalui tahap-tahap berikut ini: 1. Menggali realita pelaksanaan PAK di GPIB untuk melihat apakah pelaksanaan PAK di GPIB telah memperhatikan konteks di sekitarnya beserta masalah-masalah aktual yang terdapat di dalamnya. 2. Menggali konsep pendidikan hadap masalah menurut Paulo Freire. 3. Merumuskan relevansi pemikiran Paulo Freire mengenai pendidikan hadap masalah dalam pelaksanaan PAK di GPIB. 5. Metode Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini, penyusun akan menggunakan metode penulisan deskriptifanalitis atas kajian literatur. Kajian literatur dilakukan dengan membaca buku-buku, dokumen dan makalah yang berkaitan dengan pelaksanaan PAK di GPIB serta konsep pendidikan hadap masalah dari Paulo Freire. Dalam metode ini, penyusun akan memaparkan mengenai realita pelaksanaan PAK di GPIB. Selanjutnya, penyusun juga akan mendeskripsikan gagasan mengenai pendidikan hadap masalah dari Paulo Freire untuk melihat relevansinya dalam pelaksanaan PAK di GPIB.

7 6. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang dan rumusan permasalahan, judul, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Gambaran Umum Mengenai Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di Indonesia Bab ini akan memaparkan mengenai realita dari pelaksanaan PAK di GPIB. Melalui pemaparan dan analisa ini, penyusun juga ingin melihat secara lebih mendalam apakah PAK di GPIB telah memperhatikan konteks di sekitarnya beserta masalah-masalah aktual yang terdapat di dalamnya. Bab III Pendidikan Hadap Masalah Menurut Paulo Freire Bab ini akan memaparkan mengenai pemikiran Freire khususnya yang terkait dengan pendidikan hadap masalah beserta aspek-aspeknya serta analisa dan prokontra terhadapnya. Melalui pemaparan ini, penyusun juga ingin melihat sejauh mana pemikiran Paulo Freire mengenai pendidikan hadap masalah dapat direlevansikan dalam PAK di GPIB. Bab IV Relevansi Pendidikan Hadap Masalah Menurut Paulo Freire dalam Pendidikan Agama Kristen di GPIB Pada bab ini penyusun akan memaparkan relevansi pendidikan hadap masalah menurut Paulo Freire dalam pelaksanaan PAK di GPIB. Bab V Penutup Bagian ini berisi kesimpulan dari keseluruhan skripsi ini dan juga saran konkrit dalam rangka merelevansikan pendidikan hadap masalah Paulo Freire, khususnya bagi PAK di GPIB maupun gereja-gereja di Indonesia pada umumnya.