BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan atau obesitas telah menjadi masalah kesehatan global di dunia. Masalah kesehatan ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju tetapi juga di negara berkembang. Sebanyak 10% dari anak usia sekolah di dunia diperkirakan memiliki kelebihan lemak tubuh, dengan peningkatan risiko mengalami penyakit kronis (Lobstein et al., 2004). Riskesdas tahun 2007 Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta menunjukkan prevalensi berat badan lebih berdasarkan kategori IMT/U (Z score> 2) pada anak usia 6-14 tahun adalah 7,6% pada anak laki-laki dan 4,8% pada anak perempuan (Kemenkes, 2008). Penelitian oleh Simatupang (2008) di Kota Medan menemukan bahwa prevalensi overweight dan obesitas yang sangat tinggi pada anak sekolah dasar swasta, baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Prevalensi overweight dan obesitas pada anak laki-laki berturut-turut adalah 20,23% dan 25,65%, sedangkan pada anak perempuan adalah 19,0% overweight dan 19,5% obesitas. Pandemi ini meluas melalui perantara semakin banyaknya makanan yang mudah dijangkau, tinggi kandungan lemak, minyak dan karbohidrat, teknologi yang semakin canggih sehingga mengurangi kebutuhan penggunaan tenaga manusia, transportasi dengan kendaraan bermotor yang sangat mudah dijangkau, serta gaya hidup yang minim aktivitas fisik (Prentice, 2006). Minimnya aktifitas fisik salah satunya dikaitkan dengan tingginya penggunaan media oleh anak-anak, baik televisi, video game, maupun komputer. Selain itu, menonton TV juga dikaitkan dengan meningkatnya konsumsi makanan dan asupan lemak. American Academy of Pediatrics (2001) merekomendasikan untuk tidak lebih dari 1 hingga 2 jam per hari menonton televisi sebagai upaya meminimalkan dampak negatif dari paparan televisi terhadap kesehatan. Pola menonton TV seperti lamanya seorang anak menonton TV dalam sehari dapat dipengaruhi oleh ada tidaknya TV yang diperuntukkan bagi anak. 1
2 Adanya TV set di dalam kamar tidur anak berhubungan dengan waktu menonton TV yang lebih lama dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki TV dalam kamar tidurnya (Dennison et al., 2002). Selain itu, pengaruh orangtua seperti peraturan yang diberikan dalam menonton TV juga dapat mempengaruhi lamanya seorang anak menonton TV (Salmon et al., 2005) Panjangnya durasi menonton TV akan meningkatkan risiko obesitas pada anak. Disamping semakin berkurangnya waktu untuk beraktivitas fisik, durasi menonton TV yang semakin panjang akan meningkatkan keterpaparan anak pada iklan makanan di televisi yang dapat mempengaruhi pola makannya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Gantz et al. (2007) dan Batada et al. (2008) di Amerika Serikat yang menemukan bahwa sekitar 50% dari waktu untuk iklan yang ditampilkan pada program anak merupakan iklan makanan. Menurut hasil penelitian Batada et al. (2008), 9 dari 10 iklan makanan tersebut merupakan produk pangan yang tinggi lemak, natrium, atau gula tambahan, atau rendah kandungan zat gizi. Penelitian yang dilakukan di Bogor terhadap anak sekolah dasar menunjukkan bahwa pada hari sekolah, rata-rata alokasi waktu dalam sehari yang digunakan untuk menonton televisi adalah 2,5 jam pada anak gemuk dan 2,1 jam pada anak dengan berat badan normal. Pada hari libur, alokasi waktu yang dipergunakan untuk menonton TV mencapai 5,5 jam perhari pada anak yang gemuk dan 4,0 jam pada anak dengan berat badan normal (Suryaalamsyah, 2009). Data ini menunjukkan bahwa baik pada anak dengan berat badan normal maupun anak gemuk, durasi menonton TV melebihi rekomendasi dari American Academy of Pediatrics. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hu et al. (2003), setiap peningkatan durasi menonton TV 2 jam perhari akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 23% dan untuk mengalami diabetes tipe 2 sebesar 14% pada wanita dalam penelitian kohor yang dilakukan selama 6 tahun di Amerika Serikat. Namun hubungan antara menonton TV dengan kejadian obesitas memiliki perbedaan antar ras, etnis, dan jenis kelamin seperti yang ditunjukkan dari hasil penelitian oleh Lowry et al. (2002). Menonton TV lebih dari 2 jam perhari berhubungan
3 dengan kejadian obesitas serta aktivitas fisik yang rendah pada remaja putri Amerika kulit putih dan kejadian obesitas pada remaja putri Hispanik. Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan pada remaja putri kulit hitam. Pada remaja laki-laki kulit putih juga ditemukan hubungan yang bermakna antara menonton TV dengan kejadian obesitas, tetapi tidak dengan remaja laki-laki Hispanik, sedangkan pada remaja laki-laki kulit hitam, menonton TV berhubungan dengan partisipasi aktivitas fisik yang lebih tinggi. Kebiasaan menonton TV sebagai salah satu contoh aktivitas sedentari yang mengakibatkan obesitas merupakan suatu kebiasaan yang dapat diubah. Penelitian mengenai pola menonton TV pada anak sekolah dasar di Indonesia, khususnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan tema tersebut dan menganalisis perbedaan serta besarnya pengaruh durasi menonton TV terhadap kejadian obesitas pada anak di sekolah dasar Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul yang dijadikan sebagai wilayah pengambilan data dalam penelitian ini memiliki kategori wilayah kota dan desa. Diharapkan dengan pemilihan kedua daerah ini sebagai populasi penelitian, dapat diperoleh gambaran mengenai karakteristik dan kecenderungan pola hidup masyarakat terutama pada anak sekolah dasar dalam hal pola menonton TV dan risiko obesitas. B. Rumusan Masalah 1. Apakah peraturan orangtua mengenai menonton TV dapat menurunkan risiko obesitas pada anak? 2. Apakah durasi menonton TV merupakan faktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah:
4 1. Mendeskripsikan pola yaitu durasi, jenis acara dan waktu menonton televisi pada anak-anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul 2. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh peraturan dari orangtua tentang menonton TV terhadap durasi menonton TV pada anak 3. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh peraturan dari orangtua mengenai menonton TV terhadap penurunan risiko obesitas pada anak sekolah dasar yang diakibatkan oleh durasi menonton TV 4. Menganalisis besar risiko durasi menonton TV terhadap kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi mengenai pola menonton televisi dan hubungannya dengan kejadian obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul 2. Hasil penelitian menjadi informasi bagi orangtua untuk berlaku bijak terhadap kebiasaan menonton televisi pada anak 3. Hasil penelitian dapat dijadikan landasan oleh tenaga kesehatan dalam menghimbau masyarakat mengenai kebiasaan menonton TV dan dampaknya terhadap kesehatan. E. Keaslian Penelitian Penelitian sejenis yang dilakukan oleh penulis, telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian oleh da Costa Ribeiro et al. tahun 2003 yang berjudul Obesity among children attending elementary public schools in Sao Paulo, Brazil: a case-control study. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktorfaktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar usia 7-10 tahun di Sao Paulo, Brazil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas secara positif berhubungan dengan berat badan lahir 3500 g, selera makan anak, menonton TV 4 jam perhari atau lebih, ibu yang bersekolah > 4 tahun, dan IMT orangtua 30 kg/m 2. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah subyek
5 terdiri dari siswa SD kelas 1 hingga kelas 5 yang rata-rata berusia 6-12 tahun di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul serta memfokuskan penelitian pada pola kebiasaan menonton TV pada anak dan dampaknya terhadap kejadian obesitas. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Davison et al. tahun 2006 yang berjudul Cross-sectional and Longitudinal Associations Between TV Viewing and Girls Body Mass Index, Overweight Status, and Percentage Of Body Fat bertujuan untuk melihat hubungan antara menonton TV dengan IMT, status berat badan, dan persentase lemak tubuh pada anak perempuan usia 7 tahun menggunakan disain penelitian cross-sectional dan longitudinal dengan pengambilan data pada usia 7 tahun, 9 tahun dan 11 tahun. Hasil penelitian dengan disain cross-sectional menunjukkan tidak ada hubungan antara menonton TV dengan 3 variabel outcome yang diukur, sedangkan penelitian longitudinal menunjukkan bahwa anak perempuan yang menonton TV> 2 jam perhari pada usia 7,9, dan 11 tahun memiliki risiko 13,2 kali lebih besar untuk menjadi overweight di usia 11 tahun, 4,7 kali lebih berisiko untuk menjadi overweight pada usia antara 7 dan 11 tahun, memiliki IMT dan persentase lemak tubuh yang lebih tinggi pada usia 11 tahun, dan menunjukkan peningkatan IMT yang lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan yang menonton TV 2 jam per hari. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tujuan penelitian untuk melihat perbedaan durasi menonton TV dan besar risiko terhadap kejadian obesitas pada anak SD perempuan dan laki-laki di Kota Yogyakarta dan Bantul dengan disain cross-sectional. 3. Penelitian Lowry et al. tahun 2002 yang berjudul Sedentary Lifestyle, and Insufficient Consumption of Fruits and Vegetables among US High School Students: Differences by Race, Etnicity, and Gender dilakukan untuk menguji perbedaan hubungan antar ras, etnis dan jenis kelamin terhadap risiko overweight, aktivitas fisik, dan asupan buah-sayur pada anak remaja di Amerika Serikat menggunakan data sekunder tahun 1999 dari survei nasional Youth Risk Behavior. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan dampak menonton TV > 2 jam perhari terhadap status overweight, aktivitas fisik, dan
6 konsumsi buah dan sayur antara remaja perempuan dan laki-laki; kulit putih, Hispanik, dan kulit hitam. Perbedaan penelitian tersebut dengan yang akan dilakukan adalah penelitian menggunakan data primer dengan subjek penelitian anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul yang memiliki perbedaan karakteristik masyarakat perkotaan dan masyarakat desa. 4. Penelitian oleh Dennison et al. tahun 2002 yang berjudul Television Viewing and Television in Bedroom associated with Overweight Risk Among Low- Income Preschool Children dilakukan dengan subjek penelitian anak usia 1 <5 tahun dari keluarga berpendapatan rendah yang menerima Supplemental Nutrition Program for Women, Infants, and Children dengan disain crosssectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan anak memiliki IMT > persentil 85 adalah 1,06 kali lebih besar untuk setiap penambahan durasi menonton TV/video 1 jam perhari. Kemungkinan anak memiliki IMT > persentil 85 adalah 1,31 kali lebih besar dengan adanya TV set dalam kamar tidur dibandingkan dengan yang tidak memiliki TV set dalam kamar tidurnya. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu subjek penelitian adalah anak usia sekolah antara 6-12 tahun yaitu anak kelas 1 hingga 5 sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.