Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi T NIM : 1306105054 ABSTRAK Ketimpangan distribusi pendapatan suatu daerah dapat disebabkan oleh oleh beberapa faktor, diantaranya ketidakmerataan IPM, Biaya Infrastruktur dan Investasi serta dapat juga disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh secara langsung maupun tidak langsung IPM, Biaya Infrastruktur dan Investasi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan melalui Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali menggunakan jenis data sekunder dari tahun 2008 2015. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data observasi non partisipan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis jalur. Kata kunci: ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... i ii iii iv vi vii BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Rumusan Masalah Penelitian... 11 1.3 Tujuan Penelitian... 12 1.4 Kegunaan Penelitian... 13 1.4.1 Manfaat teoritis... 13 1.4.2 Manfaat praktis... 13 1.5 Sistematika Penulisan... 13 KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep... 15 2.1.1 Konsep Ketimpangan Distribusi Pendapatan... 15 2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi... 17 2.1.2.1 Teori PertumbuhanEkonomi Menurut Klasik 17 2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Neo Klasik... 19 2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Baru: Pertumbuhan... Endogen... 20 2.1.3 Teori Indeks Pembangunan Manusia... 21 2.1.4 Infrastruktur... 23 2.1.4.1 Teori Pigou... 26 2.1.4.2 Teori Bowen... 27 2.1.4.3 Teori Erick Lindahl... 27 2.1.4.4 Teori Samuelson... 27 2.1.4.5 Teori Anggaran... 28 2.1.5 Teori Investasi... 31 2.1.5.1 Pembentukan Modal Tetap Bruto... 33 2.1.6 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan... 34 2.1.7 Hubungan IPM Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.. 35 2.1.8 Hubungan IPM Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan... 36 2.1.9 Hubungan Biaya Infrastruktur Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi... 37 2.1.10 Hubungan Biaya Infrastruktur Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan... 38 2.1.11 Hubungan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 39 2.1.12 Hubungan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan... 40 2.2 Hipotesis Penelitian... 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 43 3.2 Lokasi Penelitian... 43 3.3 Objek Penelitian... 43 3.4 Identifikasi Variabel... 44 3.5 Definisi Operasional Variabel... 44 3.6 Jenis dan Sumber Data... 45 3.6.1 Jenis data menurut sifatnya... 45 3.6.2 Jenis data menurut sumbernya... 46 3.7 Sampel... 46 3.8 Metode Pengumpulan Data... 47 3.9 Teknik Analisis Data... 47 3.9.1 Pengujian Pengaruh Langsung... 50 3.9.2 Uji Sobel... 56 DAFTAR RUJUKAN... 104
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah sebenarnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh perbaikan sistem kelembagaan. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses yang saling berkaitan dan berpengaruh antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dan dianalisis, baik secara nasional maupun secara regional (Arsyad, 2010:11). Pembangunan manusia senantiasa berada di baris terdepan dalam perencanaan pembangunan. Karena hakekat pembangunan adalah pembangunan manusia, maka perlu diprioritaskan alokasi belanja untuk keperluan pembangunan manusia dalam penyusunan anggaran. Pembangunan manusia sendiri menjelaskan mengenai penghapusan kondisi-kondisi diskriminasi yang membatasi kemampuan dan menolak kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi dan sosial yang normal (Mahesha dan Shivalingappa, 2011). Tingkat pembangunan manusia yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu bangsa tentu juga tergantung pada kondisi masyarakat lainnya ( Gustav Ranis, 2004). Perbaikan prioritas ini juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu
wilayah dalam hal harapan hidup, intelektualitas dan standar hidup layak. Berdasarkan data BPS tahun 2014, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Bali berada di peringkat ke-5 dengan angka 72,48 dan berada diatas nilai IPM nasional sebesar 68,90. Namun pertumbuhan IPM Provinsi Bali masih berada di bawah tingkat nasional. Pertumbuhan IPM Provinsi Bali hanya 0,54 sedangkan di tingkat nasional sebesar 0,86. Berikut ini digambarkan grafik IPM rata-rata Provinsi Bali Tahun 2008-2015: Gambar 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bali Periode 2008-2015 (Poin) 74 73 72 71 70 69 68 69.51 IPM Rata-Rata Provinsi Bali Periode 2008-2015 73.27 72.09 72.48 71.62 70.87 70.1 69.87 IPM Rata-Rata 67 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali Tahun 2008 -- 2015 Hariyanto dan Adi (2006) menjelaskan bahwa tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor, produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong produktivitas daerah.
Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan saran transportasi dan ketersediaan jaringan listrik yang memadai. Bali dilayani oleh jaringan jalan sepanjang 7.699 km. jika dilihat dari sisi kuantitas, ketersediaan jaringan jalan di Bali untuk mendukung transportasi darat cukup memadai. Secara kualitas kondisi fisik jalan di Provinsi Bali cukup baik karena 90% permukaan jalan sudah beraspal. Jalan merupakan prasarana penting dalam mendukung dan mempercepat aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya serta membuka keterisolasian daerah. Semakin baik kondisi transportasi suatu daerah, tingkat mobilitas juga semakin baik. Wilayah dengan akses terbatas mengalami tingkat harga dan kelangkaan pasokan sumber daya wilayah jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah dengan akses lebih baik. Gambar 1.2 Rata Rata Pengeluaran Pemerintah Daerah Dalam Bidang Infrastruktur Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2011 2015 (persen) 30 25 20 15 10 5 0 Sumber : Bali Dalam Angka, 2016
Rata-rata pengeluaran pemerintah daerah dalam bidang infrastruktur pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2011 2015 dapat dilihat pada Gambar 1.2 Kabupaten Badung memiliki rasio belanja modal terhadap total belanja tertinggi yaitu 24,63 persen. Tingginya pendapatan daerah di Kabupaten Badung memungkinkan pemerintah daerah mampu mengalokasikan anggarannya untuk belanja modal lebih besar. Hal ini diharapkan dapat memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Badung yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Bali selama kurun waktu 2011 2015. Sementara itu, rata-rata rasio belanja modal terhadap total belanja terendah tercatat di Kabupaten Tabanan yaitu sebesar 9,81 persen. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang akan digunakan di masa mendatang. Investasi terdiri atas dua, yaitu investasi swasta dan investasi pemerintah. Investasi meningkatkan output perekonomian dan dapat menghasilkan input. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran (Sukirno, 2000). Karena adanya investasi maka dapat menciptakan lapangan kerja baru dan memperluas kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di suatu daerah. Kondisi perkembangan investasi Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto di Provinsi Bali menujukkan adanya peningkatan relative dari tahun 2004 -- 2015. Investasi tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 13,82 triliun rupiah dan
yang terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar 3,30 triliun rupiah. Ini artinya bahwa kondisi investasi di Provinsi Bali sudah meningkat. Gambar 1.3 menunjukkan perkembangan investasi pembentukan modal tetap domestik bruto dalam kurun waktu 2004 -- 2015. Gambar 1.3 Perkembangan Investasi Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto di Provinsi Bali Tahun 2004 2015 (Triliun Rupiah) 16 14 12 10 8 6 4 2 0 13.82 11.12 11.69 10.08 8.39 7.37 5.62 6.06 3.3 3.61 4.01 4.56 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2016 (data diolah) Dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto di Provinsi Bali kurun waktu 2004 2015 rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya. Investasi swasta kabupaten/kota di Provinsi Bali tiap tahunnya mengalami peningkatan. Kabupaten Badung dari tahun 2007 hingga 2015 paling banyak jumlah investasinya. Hal tersebut karena pertumbuhan beberapa sektor di Kabupaten Badung sangat maju dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi daerah di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Perekonomian dianggap
mengalami pertumbuhan apabila seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata. Pertumbuhan ekonomi ini diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan laju pertumbuhannya. Pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan, hal ini dikarenakan tidak memperhatikan apakah pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau perubahan struktur ekonomi (Lili, 2008). Pada Gambar 1.4 digambarkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 6.69% dan pada tahun 2015 sebesar 6.04% meskipun pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Gambar 1.4 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Bali dan Nasional Tahun 2010-2015 (Persen) 8 7 6 5 4 6.66 6.96 6.03 5.74 6.17 6.03 6.69 6.73 5.56 5.02 6.04 4.79 Bali 3 Nasional 2 1 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : Bappeda Provinsi Bali Tahun 2010 -- 2015
Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan masalah perbedaan pendapatan antara masyarakat atau perbedaan pendapatan antara daerah yang maju dengan daerah yang tertinggal. Semakin besar jurang pendapatan maka semakin besar pula variasi dalam distribusi pendapatan. Tingkat ketimpangan antar daerah dalam hal pembagunan ekonomi dan sosial merupakan suatu proses pertumbuhan di semua negara tanpa bisa mengidentifikasi dengan model pembangunan yang satu atau lainnya (Daniela Antonescu, 2010). Ketimpangan distribusi pendapatan akan menyebabkan terjadinya disparitas antar daerah. Disparitas antar daerah semakin diperparah akibat tidak efisiennya pemerataan daerah seperti mobilitas tenaga kerja, upah dan investasi (Piotr, 2009). Dampak dari terjadinya ketimpangan dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari ketimpangan yaitu dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya sehingga akan tercapai kesejahteraan. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan adalah inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial serta ketimpangan yang tinggi akan sering dipandang tidak adil (Todaro, 2004). Gambar 1.5 Koefisien Gini Provinsi Bali Tahun 2008 2015 (poin) 0.5 0.4 0.3 0.31 0.31 0.37 0.41 0.43 0.4 0.42 0.38 0.2 Gini Ratio 0.1 0 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber : Bappeda Provinsi Bali Tahun 2008 2015
Melihat ketimpangan yang terjadi selama kurun waktu tahun 2008 2015 maka kita akan dapat melihat lonjakan pada gini rasio terjadi pada masa dimana goncangan ekonomi melanda Bali. Setelah 2010 tingkat ketimpangan meningkat menjadi jauh diatas sebelumnya. Gini rasio telah beranjak naik dari sebelumnya yang hanya 0,31 menjadi 0,37. Kenaikan ini telah memberikan dampak yang cukup signifikan dalam paradigma ketimpangan ekonomi penduduk di Bali. Ketimpangan ini tidak lagi dianggap ketimpangan rendah namun mulai beranjak menapaki posisi sebagai yang menengah. Di tahun sesudahnya (2011) Koefisien Gini bahkan mencapai level diatas angka 0,4. Posisi yang tetap bertahan dalam fluktuasi hingga tahun 2014 dimana angka koefisien gini mencapai 0,42. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun 2013 yang hanya sekitar 0,40. Di tahun 2015 koefisien gini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 0,38. Gambar 1.6 Gini Rasio Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014 dan 2015 (poin) 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 2014 2015 Sumber : Bada Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016
Di antara beberapa kabupaten di Bali hanya Bangli dan Klungkung yang mengalami peningkatan Gini Rasio yang mereka miliki. Sementara itu, kabupaten lain menunjukkan penurunan dalam rasio Gini. Peningkatan terbesar yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun tersebut terjadi di Kabupaten Bangli yang tingkat ketimpangannya meningkat dari 0,33 di tahun 2014 menjadi 0,38 di tahun 2015. Ketimpangan antar wilayah (regional disparity) muncul karena tidak meratanya dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan adanya perbedaan antar wilayah yaitu adanya wilayah yang maju dengan wilayah yang kurang maju. Adanya desentralisasi juga mendorong kesenjangan antar wilayah semakin melebar. Sejak tahun 2001 telah diberlakukan otonomi daerah di Indonesia, kebijakan otonomi daerah di bawah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dengan prinsip otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab sehingga peranan pemerintah daerah sangat berpengaruh dalam menentukan arah kebijakan pembangunannya (Masli, 2007). Bali sebagai salah satu wilayah dengan sebaran yang cukup tinggi juga mengalami ketidakmerataan dalam percepatan pembangunan antar wilayahnya. Provinsi Bali memiliki delapan kabupaten dan satu kota dengan potensi daerah yang berbeda setiap wilayahnya, telah mengalami ketimpangan distribusi pendapatan (Gama, 2009). Gejala ketimpangan distribusi pendapatan per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat digambarkan pada Gambar 1.7 dengan menggunakan indikator PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2013.
Gambar 1.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2010 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2015 (Miliar Rupiah) 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Sumber : Bali Dalam Angka, 2016 Berdasarkan pada Gambar 1.7 menggambarkan bahwa kondisi kesejahteraan masing-masing kabupaten/kota mengalami ketimpangan. Hal tersebut terlihat dari Kabupaten Badung yang menduduki peringkat tertinggi dalam PDRB kabupaten/kota tahun 2015, kemudian disusul oleh Kota Denpasar. Perbedaan yang sangat jelas terlihat antara PDRB Kabupaten Badung (peringkat tertinggi) dengan Kabupaten Bangli (peringkat terendah). Rentangan nilai perbedaannya sangat jauh antara kedua wilayah tersebut, sehingga tercermin suatu ketimpangan distribusi pendapatan antara daerah tertinggal (Bangli) dengan daerah maju (Badung). Hal tersebut terjadi karena kebanyakan sektor berpusat di Kabupaten Badung sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi Bali. Menurut Hirschman dalam Kuncoro (2003), perbedaan antar wilayah tersebut yang menjadi hambatan dalam pemerataan pembangunan ekonomi dikarenakan terkonsentrasinya suatu kegiatan perekonomian yang
berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah. Kekayaan alam yang dimiliki seharusnya dapat menjadi nilai tambah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi. Ketimpangan wilayah disebabkan juga karena adanya perbedaan kondisi demografi yang cukup besar antar wilayah. Menurut Syafrizal (1997), kondisi demografis dalam suatu wilayah meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur dari kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan yang dimiliki masyarakat daerah yang bersangkutan. Kondisi demografis berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat dalam suatu daerah. Kondisi demografis yang baik cenderung meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Berdasarkan teori dan data empiris yang telah dijelaskan, maka penulis menemukan pokok permasalahan yaitu terjadi disparitas distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Bali yang dapat dilihat dari PDRB kabupaten/kota di Provinsi Bali dimana perbandingan antara PDRB Kabupaten Badung (tertinggi) dengan PDRB Kabupaten Bangli (terendah) sangat besar ketimpangannya. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1) Bagaimanakah pengaruh langsung Indeks Pembangunan Manusia (IPM), biaya infrastruktur dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 2) Bagaimanakah pengaruh langsung Indeks Pembangunan Manusia (IPM), biaya infrastruktur, investasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 3) Bagaimanakah pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), biaya infrastruktur dan investasi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis pengaruh langsung Indeks Pembangunan Manusia (IPM), biaya infrastruktur dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. 2) Untuk menganalisis pengaruh langsung Indeks Pembangunan Manusia (IPM), biaya infrastruktur, investasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. 3) Untuk menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), biaya infrastruktur dan investasi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini dapat dibedakan menjadi kegunaan teoritis dan kegunaan praktis 1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, baik itu untuk menambah dan memperkaya bahan pustaka yang sudah ada, baik sebagai pelengkap maupun bahan perbandingan. Disamping itu penelitian ini juga diharapkan dapat menambah refrensi untuk penelitian selanjutnya. 2) Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah Provinsi Bali mengenai kebijakan-kebijakan yang terkait pembangunan struktur ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali.