TESIS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : IDA RATNAWATI NIM. 021 060 93 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NAROTAMA 2008
PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI TESIS Untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum Dalam Studi Magister Ilmu Hukum Pada Program Pasca Sarjana Universitas Narotama Oleh : IDA RATNAWATI NIM. 021 060 93 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NAROTAMA 2008
TESIS INI TELAH DISETUJUI Tanggal : 27 April 2008 Oleh Pembimbing, Dr. M.L. Souhoka, SH. M.S. i
KATA PENGANTAR Dengan Rachmat Tuhan Yang Maha Kuasa penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan apa yang penulis harapkan. Pada kesempatan isi, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : Bapak H.R. Djoko Soemadijo, SH, Rektor Universitas Narotama Surabaya selaku penanggung jawab penyelenggara Pgrogram Magister Ilmu Hukum. Bapak prof. DR. Sri Sumantri M, SH, MS, Direktur Program Pascasarjana. Bapak DR. H. Ismanto Hadi Santoso, Ir, MS, Direktur Pelaksana Program Pasca Sarjana. Bapak DR. Sadjiono, SH, MH, Ketua Program Studi Pascasarjana. Bapak Dr. M.L. Souhoka, SH. M.S, selaku Pembimbing yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. Bapak dan Ibu Dosen Magister Ilmu Hukum yang telah memberikan bekal selama masa perkuliahan. Bapak dan Ibu Panitia Penguji Universitas Narotama Surabaya khususnya Pascasarjana Ilmu Hukum. Segenap karyawan dan karyawati di lingkungan Universitas Narotama Surabaya yang banyak membantu dan melayani penulis, Bapak, Ibu, Anak dan Suami serta semua pihak yang telah memberikan dorongan moril dan doa kepada penulis. ii
Atas semua bantuan dan dorongan yang telah Bapak, Ibu dan semua pihak berikan kepada penulis semoga mendapat rachmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis selalu penulis harapkan, semoga bermanfaat guna menambah pengetahuan bagi yang membacanya. Terima kasih. Surabaya, 9 April 2008 iii
RINGKASAN Rumusan tindak pidana korupsi dalam UU korupsi yaitu UU No. 3 tahun 1971 jo UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 cakupannya sangat luas, diharapkan dengan luasnya rumusan ini sangat banyak perbuatan pidana yang dapat masuk ke dalam rumusan ini, sehingga bisa lebih mudah menjerat si pelaku dan lebih mudah mengikuti perkembangan masyarakat melalui penafsiran hakim. Akan tetapi sisi negatifnya dapat mengurangi kepasian hukum akibat terciptanya peluang dan kecenderungan yang lebih luas bagi hakim untuk memberikan penafsiran. Dalam tindak pidana korupsi harus ada unsur sifat melawan hukum, istilah melawan hukum menggambarkan suatu pengertian tentang sifat tercelanya atau sifat terlarangnya dari suatu perbuatan, perbuatan yang tercela disini adalah memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dilakukan secara melawan hukum. Setiap orang berhak atau boleh menambah atau memperoleh kekayaan tapi tidak dengan cara melakukan perbuatan melawan hukum. Dilihat dari sumbernya atau asal sifat terlarangnya melawan hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1). Melawan hukum formil artinya jika aturan yang melarang itu berupa hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan. 2). Melawan hukum materiil artinya jika aturan yang melarang itu bukan berupa hukum atau peraturan yang tertulis dalam hal ini berupa kepatutan dan nilainilai keadilan yang hidup di masyarakat. Dalam tindak pidana korupsi, sifat melawan hukumnya mempunyai arti ganda yaitu sifat melawan hukum secara formil dan materiil. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 2 Undang-undang nomor 31 tahun 1999, hal ini bertujuan untuk mempernudah pembuktian tentang keberadaan sifat tercelanya suatu perbuatan memperkaya diri sendiri, akan tetapi hal ini menimbulkan penafsiran yang begitu luas, sehingga Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan menghilangkan sifat melawan materiil dalam tindak pidana korupsi dan ini hanya berlaku sifat melawan hukum formil dalam tindak pidana korupsi dan juga demi adanya kepastian hukum iv
ABSTRACK Having been applied for 2 decennials, it is found that Constitution No. 3 Tahun 1971 hasn t been suitable with the development of society need in law. It was sharpened with the affect of corruption, collusion and nepotism which involve of the government executive Therefore, it was properly that the People s Assembly (MPR), as the highest Institution, established it s decision No. XI/MPR/1998, stated about the government executive who is free from corruption, collusion and nepotism. In which also defined how to follow up, with the Constitution, the striving after the criminal act of corruption seriously Base on the TAP MPR No. XI/MPR/1998, it was decided the constitution No. 31 Tahun 1999, about the striving after the criminal act of corruption Because of that condition the constitution No. 3 Tahun 1971 was eliminated and Constitution No. 31 Tahun 1999 got renewal with/become constitution No. 20 Tahun 2001. The reasons of this renewal are : 1. To guarantee the certainty of the law 2. To avoid the ambiguity of the law 3. To protect the society right in society and economic field 4. To give a lawful act in fighting the criminal act of corruption Government always has a loss because of the criminal act, corruption. Government s losses due to corruption must be tangible and the act of enrich oneself can be accused when it has been done / finished completely. Otherwise the accused has done not only getting wealth but also inflicting losses on government Constitution No. 31 Tahun 1999 jo No. 20 Tahun 2001 has clearer explanation, about inflicting losses on government as well as gratification. According to the explanation of Constitution No. 20 Tahun Chapter 12B, point 1, Gratification is an act of giving which has some meaning, include : - giving money, things, discount, commission - giving loan without interest - giving traveling ticket - giving accommodation and touring facilities - giving free of charge treatment, etc Gratification can be received in the state or abroad by electronic or other devices. While the terminology of against law in criminal act of corruption is shows about indignity/blameworthy or forbidden activities We can decide the way of against law in two sides : 1. formal against law ---------- The activities are against the written law or code of law 2. Material against law --------- The activities are against the social value which are believed by the society. v
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... ii RINGKASAN... iv ABSTRACT...v DAFTAR ISI... vi BAB I PENDAHULUAN...1 1. Latar Belakang Masalah...1 2. Rumusan Masalah... 8 3. Tujuan Penulisan...8 4. Manfaat Penulisan...8 5. Tinjauan Pustaka...9 6. Metode Penelitian...13 a. Sumber Bahan Hukum...13 b. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum...13 c. Analisa Bahan Hukum...14 7. Sistematika Penulisan...14 BAB II LANDASAN YURIDIS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI...16 1. Landasan Yuridis Pembuktian Terbalik...16 2. Teori Pembuktian...18 3. Pembuktian Terbalik Terbatas dan Berimbang...29 vi
4. Rumusan Tindak Pidana Korupsi...33 5. Pertanggung Jawaban Subyek Tindak Pidana Korupsi...38 6. Macam-macam Tindak Pidana Korupsi...46 7. Peran Serta Masyarakat...50 BAB III MEKANISME PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK TINDAK PIDANA KORUPSI...54 1. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi...54 2. Sistem Pembebanan Pembuktian Tindak Pidana Korupsi...58 3. Mekanisme Pembuktian Terbalik Tindak Pidana Korupsi...61 4. Mekanisme Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Gratifikasi...69 5. Sistem Pembebanan Pembuktian Terbalik Harta Benda yang Belum Dipersangkakan...78 BAB IV PENUTUP...83 1. Kesimpulan...83 2. Saran...84 vii
DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 1985 Adami Chasawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil, Jakarta, Bayu Media, Cet. Kedua, 2005 Berda Nawawi Arief, Kapita Sebeta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya, Bandung, 2003 Harahap M. Yaliya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP, PT. Sinar Grafika Jakarta, Edisi kedua. 1985. Muchtar Kusuma Atmadja, Hubungan Hukum dengan Masyarakat, Jakarta, 1976. Mulyatno, KUHP Terjemahan, 1978, Cetakan X Martiman Prodjohamidjojo, Pembahasan Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Pradnyaparamitha, 1993 Mulyatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1984 Martiman Prodjohamidjojo, Pembahasan Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung, 2001 Marpaung Leden, Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya, Sinar Grafika Cetakan Pertama, Jakarta, 1992 Prinst Darwam, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Sakti, Bandung, 2002 R. Trisna, Komentar atas Hukum Acara dalam Pemeriksaan pengadilan, Jakarta, 1966 R. Wiyono, Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, 2005 Soeryono Soekamto, Efektifitas Hukum dan Sanksi, Jakarta Remaja Karya Soetanto Soepandhy, Mendesain Konstitusi, PT. Kepel Press, Cet. Pertama, 2004 Soetandyo Wignjo Soebroto, Kuliah Sosiologi Hukum Pasca Sarjana FH. Narotama. 2006
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2