BAB I. A. Pendahuluan. Museum, menurut International Council of Museums (ICOM), adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara yang sangat unik di dunia. Suatu Negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Budaya, salah satu bentuk pemanfaatan cagar budaya yang diperbolehkan adalah untuk

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempromosikan museum-museum tersebut sebagai tujuan wisata bagi wisatawan

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang menganggap bahwa perkembangan sektor pariwisata selama ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dimiliki Indonesia sebagai negara majemuk yang terdiri dari ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. pengenalan atau promosi dituntut semakin inovatif, kreatif dan efektif. Perusahaan

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengertian museum adalah sebagai berikut : benda seni dan pengetahuan. bahwa : (Dirjen Kebudayaan Depdikbud, 1984)

BAB I PENDAHULUAN. Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang

BAB I PENDAHULUAN. Museum selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Keberadaan

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. - Arkeologika, benda koleksi merupakan benda objek penelitian ilmu arkeologi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1995 TENTANG PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DI MUSEUM

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan dan merawat Benda Cagar

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata sehingga meningkatkan produktifitas. Dalam hal ini yang. Museum Benteng Vredeburg untuk mengembangkan fasilitas museum.

JURNAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN INTERIOR MUSEUM BENTENG VANDER WIJCK, GOMBONG, KEBUMEN JURNAL. Oleh. Toni Herwanto

BAB 1 PENDAHULUAN. seni dan budaya yang dimiliki merupakan ciri kepribadian bangsa. Salah satu

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN Kondisi Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta

MUSEUM BATIK INDONESIA DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR KONTEMPORER DI TMII

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERTEMUAN 2. Bahan Ajar 2. Ruang Lingkup dan Pengertian Museologi, Museum Dan Permuseum


BAB I PENDAHULUAN. lain. Permintaan akan barang dan jasa ini terus meningkat sesuai dengan

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH *

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

PEDOMAN MUSEUM SITUS CAGAR BUDAYA DIREKTORAT MUSEUM DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

2015 PERANAN MEDIA VISUAL TERHADAP DAYA TARIK WISATA DI MUSEUM GEOLOGI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

MUSEUM GEOLOGI BLORA

Galeri Seni Lukis Yogyakarta

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

pokok arti atau hakekat arti Art Gallery, yaitu : merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan

2014 PENGARUH KUALITAS PRODUK WISATA TERHADAP KEPUTUSAN PENGUNJUNG UNTUK BERKUNJUNG KE MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Museum disebut sebagai pengawal warisan budaya. Pengawal warisan budaya

MUSEUM KONTEMPORER JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Istilah atau nama museum sudah sangat dikenal oleh rakyat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bentuk kesenian keramik sampai saat ini. 1. Menurut The Concise Colombia Encyclopedia (1995) kata keramik berasal

CAD LANJUTAN MUSEUM SAINS & TEKNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maupun dari manca negara. dll) menjadi sesuatu yang bernilai penting bagi banyak pihak dengan berbagai

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tahun ke tahun. Dari tahun wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata telah tumbuh menjadi suatu industri yang sangat

MUSEUM NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

BAB I PENDAHULUAN. dijakarta Pusat tepatnya Jalan Merdeka Barat 12. Museum Nasional Republik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB IV ANALISIS. Diagram 6 : skema hubungan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Bagelen yang dibangun untuk menghadapi perlawanan Pangeran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

KATA PENGANTAR. Penyusun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB III GAMBARAN UMUM MUSEUM DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah dan Deskripsi Museum Radya Pustaka

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Medan dikenal dengan nama Tanah Deli dengan keadaan tanah berawa-rawa kurang

Universitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAGAIMANA MENDIRIKAN SEBUAH MUSEUM

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia

PAMERAN (EKSPRESI DAN APRESIASI SENI KRIYA)

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB IV PENUTUP. wisatawan. Pertama adalah variabel produk yang dinilai sangat baik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di Indonesia pada umumnya. Meskipun sebagian masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <

Transkripsi:

1 BAB I A. Pendahuluan Museum, menurut International Council of Museums (ICOM), adalah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan, dan rekreasi (ICOM, 2007: 3). Sementara Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) menyebutkan museum sebagai lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan bendabenda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. (Tjahjono, 2002: 4) Dengan dua pengertian di atas, museum dapat ditegaskan kedudukannya sebagai lembaga yang memiliki kewajiban untuk menjaga, merawat dan melestarikan koleksi yang dimiliki. Berkaitan dengan hal tersebut, keterawatan koleksi menjadi penting, karena kelestarian koleksi berakibat pada keberlanjutan penyampaian sejarah koleksi dari generasi sekarang ke generasi selanjutnya. Apabila koleksi mengalami kerusakan atau bahkan hilang, maka penyampaian sejarah melalui koleksi mengalami hambatan atau bahkan berhenti. Oleh karena itu, eksistensi koleksi museum sangat penting. Museum menjadi lokasi yang berpotensi tinggi terhadap tindak kriminalitas seperti pencurian. Koleksi museum sering menjadi sasaran pencurian, karena

2 koleksi museum memiliki nilai ekonomis tinggi. Pencurian di area museum dapat terjadi kapan saja, seperti kelengahan pegawai museum. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebabnya adalah sistem keamanan yang lemah (Tjahjono, 2002: 4). Pada kenyataannya, pencurian koleksi museum masih terjadi hingga sekarang dan tidak jarang melibatkan oknum pengelola museum. Contoh kasus pencurian koleksi yang terjadi di Museum Radyapustaka pada 2007. Pencurian tersebut menggunakan modus pemalsuan koleksi, terjadi pada enam koleksi arca batu masa klasik, terdiri atas arca Siwa Nandisawahanamurti, Agastya, Mahakala, Durga Mahisasuramardini bertangan dua, Durga Mahisasuramardini bertangan delapan, dan Siwa Mahadewa. Pencurian tersebut dilakukan dengan cara mengganti arca-arca yang asli dengan arca duplikat (BPCB Jawa Tengah, 2006). Peristiwa pencurian yang terjadi di Museum Radyapustaka merupakan peristiwa yang menyebabkan kerugian besar, mengingat Museum Radyapustaka merupakan salah satu museum tertua di Indonesia dan didirikan oleh pribumi (Rustopo, 2008: 128). Museum Radyapustaka didirikan pada 28 Oktober 1890 (15 Mulud tahun Ehe 1820) dengan nama awal Paheman Radyapustaka. Pendirian Museum Radyapustaka tersebut dilakukan pada masa pemerintahan Pakubuwono IX di Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yaitu oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV Ngendraprasta. Awalnya, Paheman Radyapustaka merupakan lembaga yang bergerak dibidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Lembaga tersebut menjadi yang tertua setelah lembaga kebudayaan yang dibuat oleh

3 Belanda, yakni Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1778 di Batavia 1. Penelusuran kasus pencurian dan pemalsuan koleksi arca di Museum Radyapustaka dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah (sekarang BPCB). Hasil penelitian Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah menyebutkan bahwa terdapat lima arca batu dan sejumlah arca logam telah dipalsukan dan tidak dapat dirunut lagi aslinya. Laporan BP3 Jawa Tengah juga menyebutkan bahwa kasus pencurian dan pemalsuan koleksi Museum Radyapustaka tersebut terjadi bertahun-tahun dan dilakukan secara bertahap. Foto 1.1: foto 5 arca koleksi yang dipalsukan di Museum Radyapustaka ( Dok : Repro dari www.polri.go.id ) Pada 2010, terjadi pencurian koleksi emas di Museum Sonobudoyo. Dalam peristiwa tersebut, Museum Sonobudoyo kehilangan 81 koleksi emasnya. Salah satunya adalah topeng emas langka yang diperkirakan dibuat pada masa Majapahit abad XV (Dinas Kebudayaan DIY, 2010: 3). 1 Sekarang nama Batavia telah diganti menjadi Jakarta.

4 Foto 1.2 :Salah satu koleksi yang hilang (Dok :Repro data koleksi Museum Sonobudoyo) Selain topeng langka tersebut, koleksi yang dicuri terdiri atas perhiasan emas berbentuk bulan sabit, empat buah lempengan silhouette, satu buah lempeng emas, dua buah lempengan perak, Sembilan belas buah fragmen perhiasan, sebuah perhiasan berbentuk ular, sebuah patung Dewi Tara, sebuah patung Avalokiteswara, sebuah fragmen perhiasan berlapis emas, enam buah kalung dengan bandul motif binatang, lima buah kalung dengan bandul motif buah, dua buah kalung untir, tiga buah kalung manik-manik, empat buah kalung dengan bandul dan tiga buah bandul motif bulan sabit. Perlu dikemukakan bahwa pada saat terjadi pencurian di Museum Sonobudoyo, kamera CCTV yang terpasang di museum dalam keadaan mati (Dinas Kebudayaan DIY, 2010:3). Tindak pencurian juga pernah terjadi di Museum Nasional, Jakarta. Peristiwa tersebut sangat ironis, karena museum tersebut merupakan museum yang menjadi miniatur kebudayaan Bangsa Indonesia, tetapi lengah dalam mengamankan

5 koleksinya. Pada 1997, Museum Nasional mengalami pencurian, koleksi yang hilang adalah pencurian sejumlah keramik Cina. Penyelidikan pihak kepolisian terhadap kasus pencurian keramik tersebut tidak berhasil mengungkapkan pelakunya. Pada 13 September 2013, kembali terjadi kasus pencurian di Museum Nasional. Kali ini koleksi yang hilang adalah empat lempengan emas yang diperkirakan dibuat pada masa Mataram Kuna. Empat koleksi yang dicuri tersebut, merupakan inskripsi berisi tulisan/mantra berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta (Kompas, 17 Maret 2013). Maraknya kasus pencurian terhadap koleksi museum membuat kepercayaan masyarakat terhadap museum, yang seharusnya bertugas melindungi dan melestarikan warisan budaya, menurun. Merupakan ironi apabila masyarakat tidak percaya terhadap museum sebagai lembaga yang melindungi koleksinya. Museum yang seharusnya melestarikan warisan budaya malah menjadi tempat yang tidak aman, karena sering terjadi pencurian. Akibatnya, museum dicap tidak dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Kasus pencurian yang terjadi di museum sebagian yang dicontohkan dapat pula terjadi di museum lain, termasuk Museum Affandi yang memiliki koleksi bernilai tinggi, yaitu karya Affandi yang merupakan maestro seni lukis kaliber Internasional (Triyanto, 2006: 17). Kekhawatiran tersebut muncul karena Museum Affandi pernah pula mengalami pencurian pada 1980. Kasus pencurian dilakukan oleh seorang pengunjung museum, yang mencuri lukisan berjudul Kebon Semangka karya Affandi tahun 1964. Modus pencurian dilakukan dengan cara merobek lukisan dari pigura, melipatnya, dan membawa keluar lukisan museum dengan mudah.

6 Kasus pencurian lukisan Affandi tersebut diketahui dari kolektor lukisan yang ditawari lukisan tersebut. Kolektor yang curiga akan keaslian lukisan, kemudian membawa lukisan tersebut ke Museum Affandi untuk konfirmasi keasliannya. Setelah dilakukan konfirmasi, diketahui bahwa lukisan Kebon Semangka asli, tetapi pihak museum menyebutkan bahwa lukisan tersebut tidak pernah dijual oleh Affandi ke pihak manapun. Si penjual, yang sebenarnya adalah pencurinya, diinterograsi dan akhirnya mengakui bahwa ia mencuri lukisan tersebut 2. Kasus pencurian lukisan Kebon Semangka tidak dilaporkan kepada pihak yang berwajib, karena kasus tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Sebenarnya, kasus pencurian lukisan Affandi tidak terjadi sekali. Pada 1976, Affandi pernah kehilangan 40 lukisan miliknya, yang dicuri pada saat Museum Affandi dalam tahap pembentukan awal, sehingga manejemennya, termasuk inventarisasi koleksinya belum tertata dengan baik (Suara Pembaharuan, 25 Mei 1990). Melihat kasus pencurian yang terjadi di sejumlah museum di Indonesia, kiranya dapat diasumsikan bahwa pencurian yang terjadi dapat dikaitkan dengan lemahnya sistem keamanan yang diterapkan di museum. Oleh karena itu, kajian yang memfokuskan pada sistem keamanan museum sangat diperlukan. B. Rumusan Masalah Pada bagian awal telah disebutkan bahwa fokus kajian penelitian ini adalah pentingnya sistem keamanan di museum. Kajian ini menggunakan studi kasus Museum Affandi, dengan alasan koleksi museum tersebut memiliki nilai seni dan 2 Hasil wawancara dengan Helfi Dirix, wakil Kepala Museum Affandi, pada 21 april 2014

7 nilai ekonomis yang tinggi, sehingga berpotensi sebagai objek pencurian. Adapun permasalahannya yang diteliti, ialah: 1. Sistem keamanan seperti apakah yang diterapkan di Museum Affandi? 2. Apakah sistem keamanan yang diterapkan di Museum Affandi memenuhi kriteria sistem keamanan sebagaimana yang ditetapkan oleh Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman maupun ICOM? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem keamanan yang diterapkan oleh Museum Affandi dan melakukan evaluasi terhadap sistem keamanan yang diterapkan. Hasil evaluasi diharapkan berupa rekomendasi tentang sistem keamanan yang harus ada di museum sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan oleh museum lainnya yang memiliki kondisi serupa. D. Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada sistem keamanan yang diterapkan oleh Museum Affandi. Variabel yang diteliti terdiri atas prosedur keamanan terhadap koleksi museum, intensitas kunjungan museum, personil keamanan, pemakaian alat pendukung pengamanan, dan lingkungan sekitar Museum Affandi. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang keamanan museum dipandang penting, karena maraknya pencurian koleksi museum pada akhir-akhir ini. Contoh penelitian tentang keamanan

8 museum ialah yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2010, dengan objek kajian sistem keamanan di Museum Sonobudoyo. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sistem pengamanan di museum tersebut lemah, sehingga terjadi pencurian pada 2010. Berbeda dengan penelitian tentang keamanan museum, penelitian mengenai Museum Affandi telah banyak dilakukan, antara lain oleh: (1) R. Triyanto (2006) mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta membuat Tesis berjudul Matahari Dalam Lukisan Karya Affandi: Sebuah Kajian Semiotika. Hasil penelitian tersebut memberi gambaran tentang makna matahari dalam lukisan Affandi yang diartikan penulis sebagai lambang kehidupan, semangat hidup, dan unsur maskulinitas; (2) Zelia Querobina Pires (2009) mahasiswa Politeknik API Yogyakarta yang melakukan penelitian berjudul Upaya Promosi Museum Affandi Sebagai Salah Satu Daya Tarik Wisata di Yogyakarta. Hasil penelitiannya berupa sejumlah rekomendasi terkait strategi promosi agar Museum Affandi dapat menjadi daya tarik wisatawan yang penting di Daerah Istimewa Yogyakarta; (3) Karina Putri Hariyanto (2009) mahasiswa Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta yang melakukan penelitian terhadap Manajemen Koleksi Museum Affandi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa manejemen koleksi museum di Museum Affandi belum maksimal; (4) Ade Irma Wisnadi Krisnanda (2010) mahasiswa Jurusan Muamalat Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga melakukan penelitian tentang Penetapan Harga Jual Beli Lukisan Dalam Perspektif Hukum Bisnis Islam. Hasil penelitiannya memberikan gambaran tentang cara-cara jual-beli berbasis Hukum Islam, agar kedua belah pihak yang bertransaksi

9 tidak saling dirugikan; (5) Irwan Santosa (2010) mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta melakukan penelitian berjudul Pengaruh Sistem Sirkulasi Terhadap Kenyamanan Gerak dan Jarak Pandang di Galeri II Museum Affandi. Hasil penelitiannya berupa rekomendasi agar museum menyelenggarakan pameran yang memberikan kenyamanan pada pengunjung; (6) Susi Haristiana (2010) mahasiswa Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha Yogyakarta melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen dalam Memilih Objek Wisata Budaya Pada Museum Affandi di Yogyakarta. Hasil penelitiannya memberikan gambaran tingkat kunjungan wisatawan di Museum Affandi; dan (7) Adya Grahita (2012) mahasiswa Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada yang melakukan penelitian berjudul Menejemen Koleksi Museum Affandi Yogyakarta. Hasil penelitiannya memberikan penilaian terhadap menejemen koleksi Museum Affandi dengan acuan prosedur yang ditetapkan ICOM. Melihat hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa penelitian mengenai sistem keamanan di Museum Affandi belum pernah dilakukan. Penelitian seperti itu sangat penting, mengingat koleksi Museum Affandi dapat dikategorikan sebagai koleksi yang rawan dicuri. Kerawanannya antara lain dapat dilihat dari sifat lukisan yang mudah berpindah (moveable), berharga, dan tingkat kunjungan yang tinggi. Hal yang paling penting ialah pernah terjadi pencurian di Museum Affandi pada kasus lukisan Kebon Semangka dan pencurian 40 koleksi pada 1976.

10 F. Metode Penelitian Penelitian tentang keamanan di Museum Affandi dilakukan dengan menggunakan penalaran induktif dan metode evaluatif. Penalaran induktif digunakan untuk menjelaskan masalah berdasarkan data yang ada, sehingga menghasilkan suatu pemecahan yang bersifat generalisasi secara empiris (Tanudirjo, 1998-1999 : 34). Metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi permasalahan yang ada dengan menggunakan tolok ukur tertentu. Evaluasi diperlukan karena Museum Affandi pernah kecurian koleksi akibat dari sistem keamanan yang lemah. Dalam hal ini, tolok ukur yang digunakan ialah standar sistem keamanan museum dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman serta ICOM. Hasil penelitian berupa rekomendasi yang dapat digunakan sebagai perbaikan terhadap sistem keamanan di Museum Affandi. Terdapat beberapa tahapan dalam melakukan penelitian yang bersifat induktif, yaitu : 1. Tahap pengumpulan data Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas : a. Data primer Data primer dikumpulkan dengan cara pengamatan langsung ke museum. Pengamatan dilakukan terhadap bangunan museum dan lingkungan sekitar museum, jenis koleksi, kepadatan dan alur sirkulasi pengunjung, dan sistem pengamanan yang ada. Selain itu, juga dilakukan wawancara untuk memperoleh data tentang pengelolaan museum. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah narasumber terpilih, yaitu: kepala museum, staf/karyawan

11 museum, dan petugas keamanan. Wawancara dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (in depth interview) dan menggunakan panduan wawancara terkait penerapan sistem keamanan di Museum Affandi (panduan wawancara terlampir). b. Data sekunder Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi pustaka (untuk memperoleh data yang tidak dapat diamati secara langsung), standar acuan keamanan museum, dan sejarah Museum Affandi. 2. Analisis Data yang diperoleh, baik dari observasi, wawancara, maupun studi pustaka, selanjutnya diolah untuk menggambarkan sistem keamanan yang sudah diterapkan di Museum Affandi, serta jenis dan tingkat kerawanan terjadi pencurian. Setelah itu, dengan mempertimbangkan terkait nilai koleksi, tingkat kerawanan, dan sistem keamanan yang ada, kemudian dilakukan evaluasi menggunakan acuan standar keamanan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dan ICOM. 3. Kesimpulan Proses penelitian ini diakhiri dengan penarikan kesimpulan dan pemberian rekomendasi untuk perbaikan sistem keamanan Museum Affandi. Rekomendasi yang dihasilkan dapat digunakan

12 sebagai acuan oleh museum lain dengan situasi dan kondisi yang serupa dengan Museum Affandi.

BAGAN ALIR PENELITIAN 13