BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Purwo menjelaskan bahwa sebuah kata dapat dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan juga tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata tersebut (1984:1). Ia juga menegaskan, perpindahan leksem deiktis disebabkan oleh pengutaraan leksem tersebut oleh si pembicara, bukan oleh apa yang dimaksudkan si pembicara (1984:1). Selain itu, leksem deiktis juga tidak dapat dipergunakan secara metaforis. Misalnya, kata anjing yang berarti umpatan. Kata ini mengalami perpindahan referensi bukan lagi jenis hewan berkaki empat, berbulu, dan menggonggong, melainkan luapan rasa amarah pembicara kepada lawan bicaranya. Secara umum deiksis dalam bahasa Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu deiksis persona, deiksis ruang dan deiksis waktu. Dari ketiga deiksis tersebut, penulis hanya mengkaji terkait dengan deiksis persona. Hal ini dikarenakan deiksis persona dapat berbentuk kata ganti pronomina persona dan kata sapaan. Terlebih sumber data yang dipilih penulis adalah sebuah dongeng anak yang dikategorikan sebagai karya sastra. Dalam karya sastra khususnya dongeng, ditemukan banyak sekali penggunaan kata ganti pronomina untuk persona dan kata sapaan tersebut. Pada mulanya dongeng merupakan cerita pendek kolektif kesusastraan lisan (Danandjaja:2007:83). Namun, seiring berkembangnya zaman, dongeng 1
2 tidak lagi dilisankan tetapi mulai dituliskan dan dipublikasikan. Menurut Maryati dan Agam dalam artikel yang berjudul Manfaat dan Kekuatan Dongeng pada Psikologi Anak, manfaat dongeng bagi pertumbuhan anak-anak antara lain, mengasah daya pikir dan imajinasi, menanamkan berbagai nilai dan etika serta dapat meningkatkan minat baca (2008). Anak-anak yang sering dibacakan cerita oleh kedua orang tuanya, salah satunya dengan dongeng memiliki tingkat kedekatan yang lebih intim daripada anak-anak yang tidak pernah dibacakan dongeng. Seperti cerita pada umumnya, dongeng juga mempunyai unsur-unsur yang membangun di dalamnya, antara lain penokohan, alur, latar dan lain sebagainya. Adanya unsur penokohan inilah yang membentuk kalimat-kalimat hingga menjadi sebuah teks wacana dongeng yang kemudian menciptakan banyak bentuk pronomina dan kata sapaan. Pada unsur penokohan diperlukan adanya deiksis persona. Penggunaan deiksis persona pada dongeng ini biasanya digunakan untuk pengacuan pada tokoh dari dongeng anak tersebut. Namun, penggunaan deiksis persona pada dongeng yang diperuntukkan untuk anak ternyata mengalami sedikit perbedaan. Menurut Purwo, seorang anak akan cenderung untuk memakai nama diri sebagai kata ganti saya dan orang tuanya juga akan mempergunakan nama diri anak itu sebagai kata sapaan maupun sebagai kata ganti kamu, sehingga muncullah pembalikan deiksis (1984:5). Perhatikan contoh berikut: (1) Pagi, Ibu Tupai, salam Pak Tua Rusa kepada Ibu Pip yang baru saja keluar dari sarang di dalam lubang pohon. (A1/ TP/ 8 Feb 15) (2) Kemarin, keponakanku mengunjungiku. Dia membawakanku oleh-oleh yang cukup banyak. Aku ingin membaginya untuk para sahabatku. Ini kacang kenari spesial untuk keluargamu. (A17/SSHB/1 Maret 15) (3a) Caca pun berkenalan dengan Corni (3b) Mereka lalu bersahabat sejak itu.
3 (C1, Kompas Klasika, 29 Maret 15, 36) (4) Caca tertunduk sedih. Ia menyadari tanduknya hanya polos, tanpa cabang sama sekali. (A33/TT/29 Mar 15) (5) Supaya enggak terasa lama, Rini bantu Ibu memasak di dapur, yuk. Kita akan membuat kolak pisang, ajak ibu seraya berjalan menuju dapur. (B121/BKP/6 Juli 15) Pada kalimat (1),(2),(3a), (3b), (4) tersebut terdapat satu hal yang menarik yang dapat diambil sebagai penelitian, yaitu penggunaan deiksis atau kata ganti persona dengan nama diri atau kata sapaan yang menunjukkan tokoh hewan. Kalimat (1) Pagi, Ibu Tupai, salam Pak Tua Rusa kepada Ibu Pip yang baru saja keluar dari sarang di dalam lubang pohon, terdapat penggunaan kata sapaan, yaitu Ibu Tupai yang dituturkan oleh Pak Tua Rusa kepada Ibu Pip. Kata sapaan Ibu Tupai ini dikategorikan sebagai persona II yang lazimnya menggunakan deiksis persona kamu. Kemudian pada kalimat (2) Kemarin, keponakanku mengunjungiku. Dia membawakanku oleh-oleh yang cukup banyak. Aku ingin membaginya untuk para sahabatku. Ini kacang kenari spesial untuk keluargamu. merupakan kalimat lanjutan dari kalimat (1) yang dituturkan oleh Pak Tua Rusa kepada Ibu Tupai. Dalam kalimat (2) tersebut terdapat penggunaan pronomina ku dan mu. Penggunaan pronomina ini dimaksudkan sebagai deiksis persona terikat dari bentuk persona I, yaitu aku dan persona II kamu. Pada kalimat (2) ini hendaknya pembaca melihat referen pada kalimat sebelumnya sehingga jelas diketahui penutur dan mitra tuturnya. Data kalimat (3a) Caca pun berkenalan dengan Corni dan (3b) Mereka lalu bersahabat sejak itu, penggunaan deiksis persona terletak pada kalimat (b), yaitu deiksis persona mereka sebagai kata ganti orang ke III jamak. Kalimat (b) pada data kalimat (3) dengan penggunaan deiksis persona III jamak, yaitu mereka sebenarnya mengacu pada persona Caca dan Corni pada kalimat (3a). Deiksis pesona III juga terlihat pada
4 penggunaan kalimat (4) Caca tertunduk sedih. Ia menyadari tanduknya hanya polos, tanpa cabang sama sekali. Pada kalimat ini penggunaan ia mengacu kepada Caca. Pada kalimat (5) Supaya enggak terasa lama, Rini bantu Ibu memasak di dapur, yuk. Kita akan membuat kolak pisang, ajak ibu seraya berjalan menuju dapur juga terdapat penggunaan deiksis persona sebagai kata ganti persona II kamu, namun dalam kalimat ini dimunculkan dengan nama diri, yaitu Rini. Selain itu, untuk penggunaan deiksis persona sebagai kata ganti persona I aku atau saya yang dalam kalimat (5) ini dimunculkan dengan nama diri, yaitu Ibu. Pada umumnya penggunaan nama diri tidak digunakan sebagai kata ganti persona I ataupun persona II. Hal ini dikarenakan seorang anak ternyata mengalami kesukaran dalam mempergunakan kata-kata yang deiktis (Jespersen dan Jakobson dalam Purwo, 1984: 4). Contoh kalimat (1),(2),(3),(4) dan (5) di atas merupakan penggalan dari cerita dongeng yang terdapat dalam koran Kompas Klasika Minggu pada rubrik Nusantara Bertutur. Alasan menggunakan koran Kompas dibandingkan dengan koran lainnya adalah karena Kompas tidak hanya merupakan koran dengan oplah (sirkulasi) terbesar di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara. Selain itu dalam koran Kompas terbagi secara rinci antara berita dan iklan-iklan yang dimuat. Iklan-iklan yang terdapat dalam koran Kompas dijadikan dalam bagian tersendiri yang dinamakan Klasika. Pada bagian ini biasanya berisi tentang iklan-iklan seperti lowongan pekerjaan, paket liburan, iklan produk tertentu, teka-teki silang dan juga di setiap minggunya terdapat rubrik Nusantara Bertutur. Rubrik ini ditujukan untuk mengajak pembaca kembali membudayakan kegiatan
5 mendongeng secara masif pada setiap keluarga di seluruh tanah air, guna menyebarkan nilai-nilai karakter unggul bangsa melalui dongeng. Cerita pendek berupa dongeng yang disajikan dalam rubrik Nusantara Bertutur ini berbeda dengan cerita pendek yang juga disajikan dalam rubrik Seni pada kolom Anak di koran Kompas Minggu. Jika kolom Anak ditargetkan untuk pembaca anak, maka rubrik Nusantara Bertutur ini ditargetkan untuk pembaca orang tua supaya membudayakan kembali tradisi mendongeng pada anak. Oleh karena itu jumlah kalimat dan paragraf yang ditampilkan pada rubrik Nusantara Bertutur ini pun lebih singkat daripada kolom lainnya, terutama dibandingkan dengan kolom Anak pada rubrik Seni. Hal unik lainnya, setiap dongeng yang dimuat di rubrik Nusantara Bertutur juga dibuatkan versi video dan audionya. Hal tersebut dapat dilihat di bagian samping kanan dongeng terdapat kode batang yang bisa discan dan digunakan untuk mengunduh audio dan video yang dimuat, audio bisa diunduh lewat laman Nusantara Bertutur, sementara versi video bisa diunduh di youtobe. Dongeng yang terdapat pada rubrik Nusantara Bertutur ini termasuk ke dalam kategori sastra anak. Perlakuan seorang penulis terhadap sastra anak pun akan berbeda. Sarumpaet mengatakan bahwa sastra yang terbaik dan diusahakan dengan baik karena pemahaman atas kehidupan anak yang khas sekaligus kompleks. Itulah sebabnya sastra anak betapa pun maksudnya untuk menghibur tetap saja bersifat mendidik (2010:12). Selanjutnya Davis dalam Sarumpaet juga menyatakan bahwa sastra anak adalah sastra yang dibaca anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu masyarakat, sedangkan penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa (2010:2).
6 Dongeng ini dikategorikan sebagai wacana prosa yang bersifat fiksi. Wacana fiksi merupakan wacana dengan bentuk dan isi yang berorientasi pada imajinasi. Menurut Mulyana, wacana fiksi pada umumnya penampilan dan rasa bahasanya dikemas secara estetis. Sebagai sebuah wacana, tidak menutup kemungkinan bahwa karya-karya fiksi mengandung fakta dan bahkan hampir sama dengan kenyataan (2005:54). Begitu pula dengan dongeng yang terdapat dalam rubrik Nusantara Bertutur ini karena dalam tiap kajian wacana akan selalu mengaitkan satuan-satuan bahasa yang digunakan, di samping juga menganalisis makna dan konteks pemakaiannya. Penelitian ini cocok jika diteliti menggunakan analisis wacana, karena dalam analisis wacana tidak hanya melihat teks semata-mata sebagai teks tulisan saja, tetapi juga melihat konteks yang melingkupi lahirnya teks tersebut. Saat analisis wacana tersebut diterapkan untuk mengkaji penggunaan deiksis persona pada dongeng anak, maka akan didapatkan beberapa hal yang menarik antara lain, banyak penggunaan deiksis persona yang menggunakan kata sapaan dan nama diri serta adanya pembalikan deiksis persona. Pembalikan deiksis persona ini maksudnya adalah deiksis persona yang digunakan pada dongeng anak mengalami pembalikan dari bentuk satu ke bentuk lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadi penelitian ini akan menarik dan layak untuk diteliti. Dari beberapa ulasan tersebut kemudian penulis memberi judul penelitian ini dengan Deiksis Persona dalam Teks Dongeng Anak di Koran Kompas Klasika Minggu (Sebuah Analisis Wacana).
7 B. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas tentu ditemukan banyak sekali pembahasan dalam kajian analisis wacana, namun tidak semuanya akan dikaji dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis membatasi pengkajian dengan tujuan agar penelitian lebih mendalam dan terfokus. Penelitian ini hanya mengkaji mengenai unsur eksternal wacana, yaitu analisis konteks yang terdiri dari konteks situasi dan konteks sosial yang melingkupi lahirnya teks dongeng pada rubrik Nusantara Bertutur di koran Kompas Klasika Minggu dan juga melakukan analisis penggunaan deiksis persona beserta pengacuan dan pembalikan deiksis persona dalam teks dongeng tersebut. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana konteks situasi dan konteks sosial kultural dalam teks dongeng anak pada rubrik Nusantara Bertutur di koran Kompas Klasika Minggu? 2. Bagaimana penggunaan deiksis persona dalam dongeng anak pada rubrik Nusantara Bertutur di koran Kompas Klasika Minggu sebagai unsur eksternal dalam konteks sosial kultural sebuah wacana?
8 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan konteks situasi dan konteks sosial kultural yang membangun lahirnya teks dongeng anak di koran Kompas Klasika Minggu. 2. Mendeskripsikan penggunaan deiksis persona beserta pengacuannya dan pembalikan deiksis persona dalam teks dongeng anak pada rubrik Nusantara Bertutur di koran Kompas Klasika Minggu sebagai unsur eksternal dalam konteks sosial kultural sebuah wacana. E. Manfaat Penelitian Penelitian yang berjudul Deiksis Persona dalam Teks Dongeng Anak di Koran Kompas Klasika Minggu (Sebuah Analisis Wacana) ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Secara teoretis penelitian ini menguatkan teori dari analisis wacana Mulyana, terlebih yang terkait dengan hubungan unsur eksternal wacana, yaitu referensi atau pengacuan dan konteks wacana yang terdiri dari konteks situasi dan konteks sosial kultural. Selain itu penelitian ini juga turut menguatkan teori yang pernah dikemukakan pada penelitian sebelumnya oleh Purwo dalam disertasinya yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Indonesia (1984). Penelitian ini juga
9 turut mengembangkan penelitian Purwo terlebih tentang penggunaan deiksis persona pada dongeng anak. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan : a. Bagi guru/dosen Bahasa Indonesia Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh guru yang mengajar pelajaran Bahasa Indonesia atau dosen yang mengampu mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai bahan ajar terkait dengan penggunaan deiksis persona. b. Bagi penulis dongeng anak Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh penulis dongeng anak untuk mengetahui bahasa yang cocok digunakan berdasarkan kemampuan anak. c. Bagi penulis buku anak Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh penulis buku anak untuk memahami bahasa dan diksi yang digunakan oleh anak, sehingga penulis buku dapat menulis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak. d. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengetahui bahasa anak sehingga dapat memilih buku bacaan yang tepat untuk anak.
10 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan sesuatu yang digunakan untuk mempermudah penulis dalam menguraikan penelitian. Penulisan yang sistematis dan runtut akan menuntun pembaca dalam memahami maksud penulis. Berikut sistematika penulisan dalam penelitian ini. Bab I dalam penelitian ini adalah Pendahuluan yang terbagi lagi ke dalam beberapa subbab, yaitu (a) latar belakang masalah yang menjelaskan alasan penulis memilih deiksis persona sebagai objek penelitian, selain itu pemilihan deiksis persona dalam teks dongeng anak pada rubrik Nusantara Berututur di koran Kompas Klasika Minggu juga dijelaskan dalam latar belakang tersebut, (b) pembatasan masalah digunakan untuk membatasi permasalahan yang diteliti sehingga penelitian menjadi lebih fokus dan terarah, (c) rumusan masalah berisi masalah yang akan menjadi bahan pengkajian, (d) tujuan penelitian berisi tujuan dari diadakannya penelitian yang sebelumnya telah menjadi rumusan masalah, (e) manfaat penelitian berisi manfaat teoretis dan praktis dari diadakannya penelitian ini, (f) sistematika penulisan yang berisi penjelasan mengenai urutan dari penulisan penelitian sehingga memudahkan penulis dan pembaca dalam memahami penelitian. Bab II dalam penelitian ini adalah Kajian Pustaka dan Kerangka Pikir. Bab ini menjelaskan perbandingan penelitian yang dilakukan dengan penelitianpenelitian sebelumnya yang pernah dilakukan. Hal ini dimaksudkan supaya penelitian ini lebih jelas dan menjadi penelitian baru dalam bidang keilmuan. Selain itu, pada bab ini juga berisi landasan teori yang digunakan untuk menganalisis objek penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian analisis
11 wacana ini adalah analisis wacana yang dikemukakan oleh Mulyana; sedangkan untuk analisis deiksis persona, penulis menganut pada Purwo. Bab III dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian yang berisi beberapa subbab lainnya, yaitu (a) jenis penelitian, yang mempergunakan penelitian kualitatif, (b) data dan sumber data, penjelasan mengenai data-data yang digunakan dalam penelitian sekaligus asal pemerolehan data tersebut, (c) metode pengumpulan data, berisi tentang metode yang digunakan selama proses pengumpulan data, (d) klasifikasi data, berisi tentang pengklasifikasian data yang memudahkan dalam pengkajian, (e) metode analisis data, berisi tentang jenis metode yang digunakan untuk melakukan analisis data, dan (f) metode penyajian hasil analisis data, yang berisi mengenai metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis. Bab IV dalam penelitian ini adalah Analisis Data. Bab ini berisi tentang pembahasan dari objek penelitian. Penulis mendeskripsikan permasalahanpermasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya dengan data-data yang didapat dari objek penelitian menggunakan teori analisis wacana Mulyana dan menggunakan analisis Purwo sebagai analisis deiksis persona. Selanjutnya, bab ini juga menjawab semua permasalahan yang ada dalam penelitian. Bab V dalam penelitian ini adalah Penutup. Bab ini berisi simpulan yang didapat dari penelitian. Selain itu penulis juga memberikan saran-saran yang bisa dilakukan demi kemajuan penelitian selanjutnya.